Laporan Pendahuluan Cva
Laporan Pendahuluan Cva
LP ini aku buat saat praktek di RS wava Husada, dengan Pak yuda sebagai Perseptor,
alamak keringat dingin gara2 diresponsi, kritis bingiiit ><. LP CVA ini adalah LP yang
paling sering aku pake selama profesi. Soalnya ketimbang buat yang baru mending pake LP
yang ada, hihihi. AdPara calon perawat mohon jangan meniru ajaran sesat ini. Selama
profesi ambil kasus yang bervariasi, biar ada pengalamanya gitu.
Semoga Bermanfaat yah ^^
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
B. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak
terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang
otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing
hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung
jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan
area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai
atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya
adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah
tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon
(otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang
berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus
saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus
fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh
manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis
interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan
membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan
tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus
kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.
Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-
cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon.
Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah vena dialirkan dari
otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus
rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan
darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena
jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu.
Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral
posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah
bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini
merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami
penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak
yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/ hematokrit
meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan darah, lemak,
dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat
menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam Rangka
Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya
(Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional
Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan
bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke
komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri),
hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya
respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami)
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri/lingkungan) antara lain:
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami
paralise)
Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan VD > 5,1 cp,
Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008: 249-252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark mengalami penurunan
HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan
mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),
klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate
paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis
dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005:1122).
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi
ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi seberapa besar suatu
daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince, dkk
,2005:1123).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya daerah
infark (Muttaqin, 2008:140).
H. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang
terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi dari tempat
lain ke sistem kardiovaskuler.
d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2) Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3) Posisi kepala head up (15-30⁰)
4) Menghindari mengejan pada BAB
5) Hindari batuk
6) Meminimalkan lingkungan yang panas
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami oleh usia
muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung (terutama
aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke
pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit
berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa
kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria.
Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
h. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran
klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler,
adanya murmur
3) Sistem neurologi
a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat
kesadaran klien
b) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk
membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark
c) Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian
sisi yang sehat
Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual.
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan
X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat
hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi
fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan otot Ciri-ciri
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan dorongan
yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang lain.
Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh
2. Diagnosa Keperawatan
Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC). United states of
America: Mosby
Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistic Edisi holistik volume II.
Jakarta: EGC.
Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United states of America:
Mosby.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta:
salemba medika.
Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.