Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

AUTOIMUN HEMOLITIK ANEMIA (AIHA)

A. PENGERTIAN
 Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah
merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells
(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2010).
 Penyakit auto imun terjadi bila respons imun terjadi terhadap anti gen sel
atau jaringan tubuhnya sendiri (self). Anti bodi yang terbentuk di sebut auto
anti bodi. Pada penyakit anemia hemolitik auto imun (Autoimmune
Hemolytic Anemia=AIHA) anti bodi terhadap anti gen self pada eritrosit
yang merupakan auto anti bodi akan menyebabkan kerusakan eritrosit
tersebut sehingga terjadi anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis.
 Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis,
yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya
(normal umur eritrosit 100-120 hari). Kerusakan abnormal sel-sel darah
merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis
intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).
 Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB)
berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit
yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya
kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang
dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan
terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi
kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan inilah
yang disebut anemia hemolitik.
 Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120
hari (umur eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila
‘eritropoesis’ tidak dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah
merah dapat terjadi anemia. (Gurpreet, 2004)
 Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana
imunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen
permukaan sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah
merah melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada
AIHA antara lain IgG, IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-
beda. (Lanfredini, 2007)

B. KLASIFIKASI ANEMIA
1. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur eritrosit
normalnya 100 sampai 120 hari).
Berdasarkan penyebab hemolisenya dapat dibagi lagi menjadi:
 Kongenital : faktor dari eritrosit sendiri, gangguan enzim dari tubuh,
hemagloblastoma
 Didapat : bahan kimia, obat, sitostatika, infeksi, idiopatik

2. Gambaran klinis anemia hemolitik autoimun dikelompokkan berdasar


autoantibodi spesifik yang dimilikinya atau reaksi warm atau cold yang
terjadi.
Klasifikasi anemia hemolitik autoimun :
1. Warm reactive antibodies
Yaitu hemolitik autoimun yang terjadi pada suhu tubuh optimal
(37 derajat celcius). Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu
keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi
terhadap sel darah merah pada suhu tubuh. Autoantibodi ini melapisi
sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda asing
dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam
hati dan sumsum tulang.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Sepertiga
penderita anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu
(misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat,
terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat
tertentu, terutama metildopa. Gejalanya seringkali lebih buruk
daripada yang diperkirakan, mungkin karena anemianya berkembang
sangat cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas
sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman.
Manifestasi klinis: gejala tersamar, gejala2 anemia, timbul
perlahan, menimbulkan demam bahkan ikterik. Jika diperiksa urin pada
umumnya berwarna gelap karena hemoglobinuri. Bisa juga terjadi
splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati. Pemeriksaan Lab:
Coomb’s test direk positif.
2. Cold reactive antibodies
Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan
dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel
darah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin.
Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik. Bentuk yang akut
sering terjadi pada penderita infeksi akut,
terutama pneumonia tertentu ataumononukleosis infeksiosa. Bentuk
akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang
tanpa pengobatan.
Bentuk yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama
penderita rematik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun. Bentuk
yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi
sifatnya ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala.
Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah,
memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan
dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan. Penderita
yang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala yang lebih
berat dibandingkan dengan penderita yang tinggal di iklim hangat.
Manifestasi klinis: gejala kronis, anemia ringan (biasanya Hb:9-12g/dl),
sering dijumpai akrosianosis dan splenomegali.pemeriksaan lab: anemia
ringan, sferositosis, polikromasia, tes coomb positif

C. ETIOLOGI
Faktor Intrinsik : Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit
Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Gangguan struktur dinding eritrosit
Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan
sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok
daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya.
Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama
menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan
kolelitiasis.
Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja.
Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis
biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan
radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis
dari penyakit ini.
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan
bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada
dinding sel.
2. Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah,
misalnya pada panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena
kekurangan enzim sbb:
- Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
- Defisiensi Glutation reduktase
- Defisiensi Glutation
- Defisiensi Piruvatkinase
- Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
- Defisiensi difosfogliserat mutase
- Defisiensi Heksokinase
- Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
3. Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya
konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah
mencapai keadaan yang normal . Sebenarnya terdapat 2 golongan besar
gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
- Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).
Misal HbS, HbE dan lain-lain
- Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia

Faktor Ekstrinsik : Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
- Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat
- Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
- Infeksi, plasmodium, boriella

D. PATOFISIOLOGI
Kekurangan nutrisi Perdarahan hemolisis

Kegagalan sumsum tulang Kehilangan sel darah merah

Anemia (Hb)

Resistensi aliran darah Pertahanan sekunder tidak


Perifer adekuat

Penurunan transport O2 Resiko infeksi

Hipoksia Lemah lesu

Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri

Ketidakefektifan perfusi Gangguan fungsi


jaringan perifer otak

Intake nutrisi turun Pusing


anoreksia
Nyeri akut
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
E. TANDA DAN GEJALA
Kadang-kadang Hemolisis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan
krisis hemolitik, yang di tandai dengan:
- Demam
- Mengigil
- Nyeri punggung dan lambung
- Perasaan melayang
- Penurunan tekana darah
Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
a. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil
pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil
ekskresi yaitu urin dan feses.
b. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak
ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang
berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah
hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem
keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.
c. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.
d. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi
banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak
ditemukan.
e. Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB <7g/dl, sedang gejala
hemolisisnya berupa ikterus (kuning) akibat peningkatan kadar bilirubin
indirect dalam darah, pembengkakan limfa (splenomegali), pembengkakan
organ hati (hepatomegali) dan kandung batu empedu (kholelitiasis). Tanda
dan gejala lebih lanjut sangat tergantung pada penyakit yang menyertai.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:

- Bilirubin serum meningkat


- Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
- Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
b. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
- Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
- Hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
c. Gambaran rusaknya eritrosit:
- Morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom
mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.
- Fragilitas osmosis, otohemolisis
- Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur
eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek
umur eritrosit
d. Pemeriksaan Laboratorium
- Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan
proses eritropoesis yang normal
- Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan
labeling crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding
dengan umur eritrosit. Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka
semakin pendek umur eritrosit
- Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)
- Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia
pada air seni
- Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
- Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan
bilirubin serum
- Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel
darah merah muda)
- Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman
- Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang

G. PENATALAKSANAAN
Penderita dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan
kadang tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi kondisi lain di mana
terdapat ancaman jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan
yang intensif.
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan nilai-nilai hematologis
normal, mengurangi proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek
samping minimal.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
1. Kortikosteroid
Penderita dengan anemia hemolitik autoimun karena IgG mempunyai
respon yang baik terhadap pemberian steroid dengan dosis 2-
10mg/kgBB/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai peningkatan
kadar Hb (monitor kadar Hb dan retikulosit), maka dosis kortikosteroid
diturunkan secara bertahap. Pemberian kortikosteroid jangak panjang perlu
mendapat pengawasan terhadap efek samping, dengan monitor kadar
elektrolit, peningkatan nafsu makan, kenaikan berat badan, gangguan
tumbuh kembang, serta risiko terhadap infeksi.
Steroid ini mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan
sitesis antibody.Selain prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon
pemberian dosis disesuaikan. Pasien yang tidak berespon setelah
pemberian prednisone atau gagal mempertahankan kadar Hb dalam waktu
2-3 minggu, maka pengangkatan limfa (splenoktomi) dapat di pertimbangkan
2. Gammaglobulin intravena
Pemberian gammaglobulin intravena dengan dosis 2g/kgBB pada
penderita anemia hemolitik autoimun dapat diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.
3. Tranfusi Darah
Pada umumnya, anemia hemolitik autoimun tidak membutuhkan
tranfusi darah. Tranfusi sel eritrosit diberikan pada kadar hemoglobin yang
rendah, yang disertai dengan tanda-tanda klinis gagal jantung dengan dosis
5ml/kgBB selama 3-4jam. Transfusinya sendiri dapat merangsang
pembentukan lebih banyak lagi antibody maka, darah yang ditranfusi harus
tidak mengandung antigen yang sesuai dengan penderita.Kemudian pada
keadaan gawat dapat diberikan immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi
biasanya dilakukan apabila Hb < 7 g/dl.
4. Plasmafaresis atau Tranfusi Tukar
Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang
disebabkan oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang
disebabkan oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
5. Splenektomi
Penderita yang tidak responsif terhadap pemberian kortikosteroid
dianjurkan untuk splenektomi. Tetapi mengingat komplikasi splenektomi
(seperti sepsis), maka tindakan ini perlu dipertimbangkan. Splenoktomi ini
bertujuan agar limfa berhenti menghancurkan sel darah merah yang
terbungkus oleh autoantibody.Pengangkatan limfa diketahui berhasil
mengendalikan pada sekitar 50% penderita.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

a. Data demografi
b. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu : Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat
kimia atau mendapatkan pengobatan seperti anti kanker,analgetik dll.
Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar
ionisasi yang besar. Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan
yang mengandung as. Folat,Fe dan Vit12. Kemungkinan klien pernah
menderita penyakit-penyakit infeksi. Kemungkinan klien pernah mengalami
perdarahan hebat
- Riwayat kesehatan keluarga : Penyakit anemia dapat disebabkan olen
kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama
trait sel sabit
- Riwayat kesehatan sekarang : Klien terlihat keletihan dan lemah, Muka klien
pucat dan klien mengalami palpitasi, Mengeluh nyeri mulut dan lidah
c. Kebutuhan dasar
- Pola aktivitas sehari-hari : Keletihan,malaise,kelemahan, Kehilangan
produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
- Sirkulasi : Palpitasi,takikardia,mur mur sistolik,kulit dan membran mukosa
( konjungtiva,mulut,farink dan bibir) pucat Sklera : biru atau putih seperti
mutiara, Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer
dan vasokonstriksi (kompensasi)
- Kuku : mudah patah,berbentuk seperti sendok
- Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur
d. Eliminasi : Diare dan penurunan haluaran urin
e. Integritas ego : Depresi,ansietas,takut dan mudah tersinggung
f. Makanan dan cairan : Penurunan nafsu makan, Mual dan muntah,
Penurunan BB. Distensi abdomen dan penurunan bising usus. Nyeri mulut
atau lidah dan kesulitan menelan
g. Higiene : Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
h. Neurosensori : Sakit kepala,pusing,vertigo dan ketidak mampuan
berkonsentrasi, Penurunan penglihatan, Gelisah dan kelemahan
i. Nyeri atau kenyamanan : Nyeri abdomen samar dan sakit kepala
j. Pernafasan : Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea,ortopnea,
dan dispnea)
k. Keamanan : Gangguan penglihatan,jatuh,demam dan infeksi
l. Seksualitas : Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore), Hilang
libido, Impoten
m. Pemeriksaan diagnostik : Jumlah darah lengakap (JDL) : Hb dan Ht
menurun, Jumlah eritrosit menurun, Bilirubin serum ( tak tergonjugasi) :
meningkat, Tes schilling : penurunan ekskresi Vit 12 di urin, Guaiak : mungkin
positif untuk darah pada urin dan feses
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /
absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
(SDM) normal.
c. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet;
perubahan proses pencernaan.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
3. Intervensi keperawatan

a. Dx 1 : Defisit perawatan diri makan


NOC:
 Activity intolerance
 Mobility: physical impaired
 Self care deficit hygiene
 Self care deficit feeding
Kriteria Hasil :
 Status nutrisi: ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
 Status nutrisi: asupan makanan dan cairan: kuantitas makanan dan
cairan yang di asup ke dalam tubuh selama periode 24 jam
 Perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk
melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau
dengan alat bantu
 Perawatan diri: makan: dan memakan makanan dan cairan secara
mandiri dengan atau tanpa alat bantu
 Status menelan: perjalanan makanan padat atau cairan secara aman
dari mulut ke lambung
 Mampu makan secara mandiri
 Menggunakan kepuasan makan dan terhadap kemampuan untuk makan
sendiri
 Menerima asupan dari pemberian asuhan
NIC:
Self care assistance: feeding
1) Memonitor pasien kemampuan untuk menelan.
2) Identifikasi diet yang diresepkan.
3) Mengatur nampan makanan dan meja menarik.
4) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan
(misalnya, menempatkan pispot, urinal, dan peralatan penyedotan
keluar dari pandangan)
5) Pastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi mengunyah dan
menelan
6) Memberikan bantuan fisik, sesuai kebutuhan.
7) Menyediakan untuk menghilangkan rasa sakit yang memadai sebelum
makan.
8) Menyediakan kesehatan mulut sebelum makan.
9) Perbaiki makanan di nampan yang diperlukan, seperti memotong
daging atau mengupas telur.
10) Buka makanan kemasan.
11) Hindari menempatkan makanan disisi seseorang yang buta.
12) Tempatkan pasien dalam posisi nyaman makan
13) Menyediakan sedotan sesuai kebutuhan atau yang diinginkan.
14) Menyediakan makanan pada suhu yang paling selera
15) Menyediakan makanan dan minuman yang disukai
16) Memantau berat badan pasien
17) Memonitor status hidrasi pasien
18) Dorong pasien untuk makan di ruang makan jika tersedia
19) Menyediakan interaksi sosial
b. Dx.2: Intoleransi aktivitas.
NOC:
 Energy conservation
 Activity tolerance
 Self care:ADLs
Kriteria hasil :
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
 Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
 Tanda-tanda vital normal
 Energy psikomotor
 Level kelemahan
 Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan alat
 Status kardiopulmonari adekuat
 Sirkulasi status baik
 Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
NIC:
Activity therapy
1) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medic: dalam merencanakan
program terapi yang tepat
2) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3) Bantu dalam memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologis dan sosial
4) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
6) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
7) Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
8) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
9) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
10) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
NOC:
 Circulation status
 Tissue perfusion: cerebral
Kriteria Hasil:
 Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:
o Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
o Tidak ada ortostatik hipertensi
o Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
 Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
o Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
o Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
o Memproses informasi
o Membuat keputusan dengan benar
 Menunjukkan fungsi sensori motorik cranial yang utuh: tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan-gerakan involunter
NIC:
Peripheral sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/
dingin/ tajam/ tumpul
2) Monitor adanya paretese
3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi
4) Gunakan sarung tangan untuk proteksi
5) Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
6) Monitor kemampuan BAB
7) Kolaborasi pemberian analgetik
8) Monitor adanya tromboplebitis

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrrahman, dkk. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas.


Jakarta
Behrman, Ricard E et all. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. 2012. Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Sadikin Muhamad, 2012, Biokimia Darah, widia medika, jakarta
Wong, Donna L. 2008. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong: alih
bahasa Monika ester, editor edisi bahasa indonesia, Sari kurniasih.
Ed 4. Jakarta: EGC
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Roit I, Brostoff Y and Male D. Immunology. 3 rd ed. Gower Medical Publishing,
London. 2007
Irawan P. Kasus-kasus AIHA dengan warm haemolysis. Buletin Trasfusi Darah.2007
Male D, Champion B and Cole A. Advanced Immunology. Gower Medical Publishing,
Londong.2007
Janeway CA and Travers P. Immunobiology. The immune system in health and
disease. Blackwell Scientific pubclication, Oxford. 2008.
Banjarmasin Oktober 2017

Preceptor Akademik preceptor klinik

(……………………..) (…………………)

Anda mungkin juga menyukai