Anda di halaman 1dari 23

UAS MATA KULIAH CORPORATE GOVERNANCE DAN TATA KELOLA KLINIS

JUDUL
“PROGRAM PENJAMINAN KUALITAS DAN MANAJEMEN RISIKO SEBAGAI STRATEGIK
PENGUATAN TATA KELOLA KLINIS DI RUMAH SAKIT”

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

DEPOK, 2017
BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat


bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu
ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin
meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan
orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah
Sakit maka fungsi pelayanan secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih
efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat (Buku
Pedoman Mutu,1994).

Kebijakan dan strategi tentang manajemen risiko yang ditetapkan di rumah sakit
merupakan kebijakan manajemen risiko yang berlaku di seluruh lingkungan Rumah Sakit yang
mengacu pada strategi mutu pelayanan kesehatan nasional yang ditetapkan oleh institute
keselamatan rumah sakit dan NHS di UK. Pimpinan Rumah Sakit bekerja sama untuk
melaksanakan strategi manajemen risiko dengan melakukan pendekatan secara sistematis
membahas sistem rumah sakit, peran desain sistem dan desain ulangnya dalam memperbaiki
mutu dan keselamatan pasien. Diharapkan dengan adanya manajemen risiko ini maka risiko
yang ada di dalam RS dalam berbagai bidang dapat diminimalkan.

Manajemen risiko merupakan disiplin ilmu yang luas. Seluruh bidang pekerjaan pasti
menerapkannya sebagai sesuatu yang sangat penting. Makin besar risiko suatu pekerjaan, maka
makin besar perhatian pada aspek manajemen risiko ini. Rumah sakit sebagai sebuah institusi
dimana aktifitasnya penuh dengan berbagai risiko keselamatan, sudah selayaknya menerapkan
hal ini. Manajemen risiko dapat dapat memotong mata rantai terjadinya kerugian sehingga efek
2
dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap
terjadinya kerugian maupun kecelakaan. Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi
bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/organisasi. Proses manajemen
risiko ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan
berkelanjutan (continuous improvement) (McCaffrey dan Rickert, 2011 ).
Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu
rangkaian kegiatan. Proses ini dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek,
produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan
sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap
pelaksanaan ataupun operasional berjalan. (Youngberg, Barbara J., 2011).
Tata kelola adalah upaya pengelolaan kolaboratif yang kuat melibatkan para pemangku
kepentingan termasuk didalamnya adalah pasien, keluarga pasien, dokter , manager, jajaran
direktur, staf dan pembuat kebijakan, serta pemilik. Diperlukan tata kelola karena terjadi
perubahan paradigm dimana sekarang adalah paradigm berbasis VALUE, konsep pelayanan
berfokus pasien, multidisciplinary team, integrated care pathway, fee for services berubah
menjadi prospective payment system dan seterusnya. Tata kelola adalah sebuah proses
pengawasan, pengarahan dan kepemimpinan dalam sebuah entitas untuk selalu maju, luwes
dan berani menghadapi tantangan internal dan eskternal. Pada tata kelola diharapkan seluruh
individu mempunyai derap langkah yang sama dalam bekerja di seluruh level, diperlukan
integrasi, koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi baik dalam penyusunan kebijakan maupun
dalam sikap, perilaku yang etis dan professional (organisasi-individu) Perilaku Organisasi,
Budaya Organisasi, Pengembangan Organisasi sangat perlu diimplementasikan pada penerapan
tata kelola di organisasi Rumah Sakit .
NHS Quality Improvement Scotland (NHS QIS) mengembangkan dan menjalankan sistem
penjaminan mutu layanan klinis nasional berdasarkan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam
Fair for All dan Partnership for Care. NIHS QIS menetapkan standar untuk tata kelola klinis dan
manajemen risiko, dan menilai kinerja terhadap standar NHSScotland ini. Standar yang
dikembangkan oleh NHS QIS sesuai dengan komitmen Undang-Undang Reformasi Pelayanan
Kesehatan Nasional (Scotland) 2004 yang menyatakan bahwa, 'setiap pasien menerima layanan
3
yang mereka butuhkan dengan cara yang paling sesuai dengan keadaan pribadi mereka dan
semua perkembangan kebijakan dan layanan terbukti tidak merugikan siapapun dari orang-
orang yang mereka layani’. Standar-standar tersebut bersifat jelas dan terukur, berdasarkan
bukti yang tepat, ditulis dalam bahasa sederhana dan tersedia dalam berbagai format, berfokus
pada masalah klinis dan mencakup faktor non-klinis yang berdampak pada kualitas perawatan,
dikembangkan oleh profesional kesehatan dan anggota masyarakat, dan dikonsultasikan secara
luas, secara teratur meninjau dan merevisi untuk memastikan mereka tetap relevan dan up to
date, bisa dicapai tapi peregangan, berupa kerangka analisis diri dari tiap area dewan NHS yang
akan ditinjau oleh NHS QIS (NHS Scotland, 2005).
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah
Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara
umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, an D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun
berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-
masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan
berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit. Evaluasi
penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality
Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan
evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan
kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan
penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan (Pedoman
PMKP, 2015).

4
BAB II
PEMBAHASAN

Tata kelola klinis adalah sebuah kerangka dalam suatu organisasi pelayanan kesehata
yang akuntable untuk terus melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan dengan
menerapkan standar pelayanan guna mewujudkan pelayanan yang excellent. Komponen yang
mendukung ada 6 domain yaitu keselamatan, efisiensi, efektivitas, kesesuaian, pelayanan
berfokus pasien dan kesetaraan. Terdapat komponen-komponen inti agar organisasi dapat
secara efektif menerapkan tata kelola rumah sakit - tata kelola klinik, komponen-komponen
tersebut antara lain sebagai berikut :

Dalam tata kelola seluruh individu diharapkan dapat saling mempengaruhi dan belajar
agar dapat bekerja dengan benar sejak awal, setiap saat dan seterusnya, sehingga diperlukan
leadership dan learning organisation. Kepemimpinan Klinis adalah sebuah konsep yang
bagaimana staf klinis dalam organisasi pelayanan kesehatan mampu mengambil perannya
sebagai seorang leader yang memiliki leadership. Dalam hal ini mampu menciptakan,
menginspirasi dan memapu mempromosikan nilai dan visi serta menggunakan pengalaman
klinis dan keahlian yang mereka miliki untuk memastikan kebutuhan dari setiap pasien yang
merupakan focus utama dalam proses pemberian pelayanan kesehatan. Mereka dianggap
sebagai role model dan manager terbaik. Kepemimpinan klinis adalah kunci utama dalam
mewujudkan pelayanan pasien yang berkualitas tinggi, excellent dan organisasi yang excellent
di setiap levelnya. Learning organization adalah organisasi pembelajar, organisasi yang
menerapkan budaya belajar, sebuah organisasi yang terus menerus memperluas kapasitas dan
ruang lingkup yang dimiliki untuk menciptakan masa depan yang divisikan. Terdapat pola
pembelajaran yang ekspansif dan baru , melibatkan aspirasi kolektif, meningkatkan kemapuan
untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar kita inginkan dalam organisasi tersebut ("The
Fifth Discipline: The Art and Practice of Learning Organization", (Senge 1990, 142).

5
Implementasi tata kelola (korporat-klinik) dapat berhasil dengan baik, apabila ada kerja
sama yang terintegrasi yang solid dan erat antar individu, unit kerja, departemen. Hal tersebut
tercermin dalam multidisciplinary Team Working dan Integrated Delivery System.

Multidisciplinary Team Working (MDT) adalah “members of different professions


working together” (Jefferies & Chan ,2004) , adalah kerjasama tim yang melibatkan
multi disiplin dalam hal ini seluruh professional pemberi asuhan (dokter,
perawat,bidan,apoteker,ahli gizi, radiographer, fisioterapis, analis lab dsbnya) bekerja
bersama untuk memaksimalkan efektivitas klinis yang mau dicapai. Tim akan saling
berbagi tentang tujuan dan nilai, berusaha untuk memahami dan menghargai
kompetensi anggota tim, berusaha belajar dari disiplin ilmu lainnya serta menghormati
seluruh pandangan dana perspektif yang muncul. Semua anggota tim akan mengkaji
kembali hasil pengkajian mereka guna memberikan pelayanan terbaik yang bisa
diberikan kepada pasien.

Integrated Delivery System (IDS) adalah Sistem pelayanan pasien terintegrasi yang
didukung oleh praktik medis multidisiplin yang terpadu menggabungkan praktik klinis,
pendidikan, dan penelitian untuk kepentingan individu dengan kebutuhan perawatan
yang rutin dan kompleks didukung dengan kompensasi gaji yang mendorong
kemampuan pasien dan akuntabilitas rekan kerja, infrastruktur pendukung yang
memungkinkan dokter dan perawat lain untuk berkolaborasi dalam memberikan
asuhan klinis ke pasien, dan struktur tata kelola yang mempromosikan budaya yang
dipusatkan pada pasien. Integrasi menyeluruh terjadi di rumah sakit dimana
penggunaan rekam medis bersama di seluruh rawat inap dan rawat jalan mampu
mewujudkan efisiensi dan mempromosikan keunggulan dampak klinis. Terdapat
kontinuitas informasi, koordinasi dan transisi perawatan, akuntabilitas sistem, peer
review dan kerja tim penyedia pelayanan , budaya kerjasama dan kolaborasi antara staf
profesional yang meningkatkan kemudahan dalam meminta dan menyediakan bantuan

6
satu sama lain, inovasi terus-menerus, akses yang mudah ke perawatan yang tepat dan
pengakuan kinerja secara eksternal.

Faktor-faktor kunci untuk mencapai excellence in practice in governance (corporate and


clinical) antara lain sebagai berikut :
Faktor- Faktor Kunci Good Corporate Governance yaitu :
a. Menciptakan struktur dan tata kelola kepemimpinan dan membuat kernagka
kerja (Governance standards and accountability)
b. Memastikan setiap tanggung jawab klinis dialokasikan dengan benar dan
dipahami (Clinical Governance)
c. Menetapkan rencana strategis organisasi dan ruang lingkup pelayanan (Strategic
and service planning)
d. Mengawasi performa keuangan dan pelayanan pasien (Finance and
Performance Management)
e. Memastikan dan mempertahankan standar profesionalisme dan kode etik
(Ethical Requirement )
f. Melibatkan pemangku kepentingan dalam setiap penentuan keputusan yang
cukup berpengaruh (Stakeholder Engagement )
g. Mengimplementasikan audit dan manajement risiko (audit and risk management
practice).

Sedangkan Faktor-Faktor Kunci Good clinical governance yaitu :


a) Kepemimpinan klinis yang kuat dan rencana strategis yang optimal secara efektif
memungkinkan perkembangan dan peningkatan (Clinical leadership)
b) Budaya kepemimpinan yang mengutamakan pada mutu dan keselamatan pasien
dan selalu mendukung upaya peningkatan mutu berkelanjutan (quality
improvement and safety)
c) Pengalokasian sumberdaya yang sesuai dalam mendukung pemberian pelayanan
kesehatan (Appropriateness)
7
d) Design, monitoring dan pengembangan pola ketenagaan disesuaikan dengan
beban kerja (Efisiensi)
e) Proses klinis yang reliable guna memastikan sistem terdesign dengan baik dan
mampu menghasilkan kinerja yang optimal (misal : audit klinis)
f) Penggunaan monitoring data-data klinis secara efektif (clinical effectivenes)
g) Sistem design yang mampu mengidentifikasi risiko dan manajemen risiko (Risk
management and Safety)

Tata kelola klinis didalam tata kelola rumah sakit memiliki empat fungsi yaitu
untuk menetapkan standar, mereview dan memonitor kinerja, menyediakan masukan,
rekomendasi dan arahan tentang praktek yang efektif serta mampu mendukung staf
guna meningkatkan mutu pelayanan. Komitmen yang diberikan adalah dengan
melakukan pendekatan yang independent, keterbukaan dan transparansi, sensitif dan
professional. Kegiatan focus kerja yang dilakukan aalah berfokus pada kerjasama,
praktek berbasis bukti dan didorong karena mutu. Standar yang ditetapkan adalah
standar yang jelas dan bisa diukur, berdasarkan pada praktek berbasis bukti yang sesuai,
dan ditulis diakui bersama dengan standard an protocol klinis lainnya. Standar tersebut
dibuat dalam bahasa yang sederhana dan tersedia dalam format yang beragam.
Berfokus pada isu klinis dan faktor non klinis yang mampu mempengaruhi kualitas
pelayanan, dikembangkan oleh para professional pemberi pelayanan kesehatan,dan
dikonsultasikan secara luas, direview secara teratur dan revisi untuk memastikan
standar tersebut tetap relevan dan up to date. Standar tersebut mudah dicapai namun
kaku. Rumah sakit harus memiliki pengaturan tata kelola dan pengelolaan risiko klinis
untuk mendukung penyampaian layanan dan layanan yang aman, efektif, dan fokus
pada pasien. Manajemen risiko secara proaktif mengurangi risiko yang teridentifikasi ke
tingkat yang dapat diterima dengan menciptakan budaya yang didirikan berdasarkan
penilaian dan pencegahan, bukan reaksi dan pemulihan. Organisasi yang mengelola
risiko secara efektif dan efisien lebih cenderung mencapai perawatan yang aman dan
efektif, dan melakukannya dengan biaya keseluruhan yang lebih rendah.
8
Tata Kelola yang baik berfokus pada tujuan dari pelayanan pasien dengan luaran
untuk pasien dan pengguna pelayanan kesehatan, kinerja yang efektif terdefinisi jelas
fungsi dan tugasnya, Mempromosikan nilai-nilai untuk seluruh staf dan mampu
mendemonstrasikan nilai dari tata kelola yang baik melalui prakteknya. Memberikan
informasi, mampu membuat keputusan yang transparent dan mengelola risiko (diambil
dari The Good Governance Standards for Public Services, 2004). Peran pimpinan rumah
sakit dalam tata kelola adalah untuk menetapkan standar untuk pengelolaan klinis dan
manajemen risiko, dan menilai kinerja terhadap standar ini. Selama pengembangan
standar ini, kami telah bekerja dalam kemitraan dengan lembaga lain yang bertanggung
jawab atas aspek tata kelola kesehatan lainnya untuk meminimalkan duplikasi dan
menghindari tumpang tindih. Konsep tata kelola klinis diperkenalkan ke untuk
memastikan bahwa kualitas perawatan diberikan sebagai layanan unggulan yang sama
dengan penggerak utama lainnya seperti keuangan dan kepegawaian. Ini telah
digambarkan sebagai 'pertanggungjawaban perusahaan untuk kinerja klinis' dan
merupakan sistem untuk memastikan bahwa perawatan kesehatan aman dan efektif,
dan bahwa pasien dan masyarakat dilibatkan.
Manajemen risiko secara proaktif mampu mengurangi risiko yang teridentifikasi
ke tingkat yang dapat diterima dengan menciptakan budaya yang berdasarkan penilaian
dan pencegahan, bukan reaksi dan pemulihan. Ini memainkan peran penting yang
mendukung dan menginformasikan pengambilan keputusan dalam menyediakan
lingkungan yang aman dan aman bagi pasien, perawat dan staf. Hal ini harus
dimasukkan ke dalam semua proses organisasi dan melibatkan semua orang dalam
organisasi. Organisasi yang mengelola risiko secara efektif dan efisien lebih cenderung
mencapai perawatan yang aman dan efektif,dan melakukannya dengan biaya
keseluruhan yang lebih rendah.
Hasil Implementasi Ketika Standar untuk Manajemen Klinis & Manajemen Risiko
sepenuhnya dilaksanakan, hasil berikut dicapai:
 sistem tersedia untuk memastikan keselamatan pasien dan staf yang menjadi
dasar semua aspek pemberian layanan kesehatan
9
 prinsip kesetaraan dan keragaman tertanam dalam nilai, budaya dan perilaku
pasien NHSScotland, perawat dan masyarakat diperlakukan dengan harga diri,
rasa hormat dan empati setiap saat
 pasien dan perawat individu dilibatkan, dan diinformasikan tentang, semua
keputusan yang dibuat selama perjalanan perawatan mereka
 informasi digunakan secara tepat untuk mendukung pengambilan keputusan dan
memfasilitasi penyampaian layanan berkualitas
 pandangan dan pengalaman pasien, wali, publik dan staf diperhitungkan dalam
perencanaan dan penyampaian layanan
 Staf didukung sepenuhnya dan dilatih secara memadai, baik secara pribadi
maupun profesional, untuk memainkan peran penuh dan aktif dalam
menyediakan layanan dan layanan yang aman, efektif, fokus pada pasien proses
di tempat untuk memungkinkan peninjauan kembali pemberian layanan dan
peningkatan kualitas berkelanjutan.

Standar ini mencakup area berikut:


Standar 1 - Perawatan dan layanan yang aman dan efektif
1) Manajemen risiko
2) Kegawatan dan kontinuitas
3) Efektivitas klinis dan peningkatan kualitas
• Standar 2 - kesehatan, kesejahteraan dan perawatan
1) Akses, rujukan, pengobatan dan pemulangan
2) Kesetaraan dan keragaman
3) Komunikasi

10
• Standar 3 - Jaminan dan pertanggungjawaban
1) Kebugaran untuk berpraktek
2) Tata kelola klinis dan penjaminan mutu
3) Komunikasi eksternal
4) Manajemen kinerja
5) Tata kelola informasi

Standar 1 - Perawatan dan layanan yang aman dan efektif

1) Manajemen risiko

Identifikasi risiko, asesmen risiko, pengendalian risiko, pengelolaan risiko dan Risk Action Plan.

2) Kegawatan dan kontinuitas

Perencanaan bila ada tanggap gawat darurat.

3) Efektivitas klinis dan peningkatan kualitas

Efektivitas klinis dan peningkatan mutu berkelanjutan berdasarkan standard dan regulasi yang
sudah ada, dikembangkan dalam ruang lingkup pelayanan pasien, pelayanan komunitas, selalu
dimonitor dan mencari masukan dari pasien dan keluarga untuk selalu mendorong upaya
peningkatan mutu.

• Standar 2 - kesehatan, kesejahteraan dan perawatan

1) Akses, rujukan, pengobatan dan pemulangan

Akses terhadap pelayanan kesehatan mudah, selalu mempertimbangkan kontinuitas pelayanan,


identifikasi kebutuhan pasien dilakukan secara mendalam dan multidisiplin serta pemulangan
pasien selalu memastikan kondisi pasien dan rencana selanjutnya.

2) Kesetaraan dan keragaman

11
Semua layanan baru dan yang sudah ada ditinjau, dampak kesetaraan dan keragaman dinilai,
dikembangkan, atau ditingkatkan, untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang
sama terhadap layanan. Sistem ada untuk mengidentifikasi, menilai dan menanggapi kebutuhan
kelompok dan individu di dalam populasi, yang memiliki kebutuhan atau preferensi tertentu.
Komunikasi 2c
3) Komunikasi

Ada kebijakan, dikembangkan dalam kemitraan dengan lembaga lain, yang membimbing,
memantau dan memperbaiki cara staf berkomunikasi dan terlibat satu sama lain dan dengan
pasien, perawat dan masyarakat umum.

• Standar 3 - Jaminan dan pertanggungjawaban

1) Kebugaran untuk berpraktek

Sistem tersedia untuk memastikan bahwa semua pemeriksaan pra-karyawan dan pemeriksaan
berkala dilakukan, dan bahwa semua staf profesional yang dipekerjakan atau dikontrak
terdaftar di badan-badan yang sesuai .

2) Tata kelola klinis dan penjaminan mutu

Ada sistem dan proses organisasi yang efektif untuk memantau dan melaporkan efektivitas
proses penjaminan mutu dan perbaikan pada masing-masing, tim, unit / layanan operasional
(yaitu kemitraan kesehatan masyarakat, divisi) dan tingkat perusahaan.

3) Komunikasi eksternal

Ada strategi komunikasi eksternal yang dipantau dan ditinjau secara berkala.

4) Manajemen kinerja

Pengaturan manajemen kinerja disesuaikan dengan sistem tata kelola klinis dan didukung oleh
tujuan, indikator, dan indikator organisasi yang eksplisit, yang memastikan prioritas
pengambilan keputusan.

12
5) Tata kelola informasi

Pasien diberi tahu tentang bagaimana informasi pribadi mereka dicatat dan digunakan,
bagaimana cara mengakses informasi pribadi mereka, dan tentang hak mereka untuk
menentukan bagaimana informasi pribadi mereka dibagikan dan dilindungi.

BAB III

HASIL RANCANGAN PROGRAM

Berdasarkan konsep-konsep yang kami kemukakan diatas kami mendapatkan rancangan


program penjaminan kualitas untuk rumah sakit seperti dibawah ini.

13
GAMBARAN UMUM

LATAR BELAKANG PROGRAM DAN DESKRIPSI SINGKAT


Semakin menjamurnya rumah sakit di Indonesia serta semakin tingginya tuntutan
masyarakat akan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, mau tidak mau membuat
institusi ini harus berupaya survive di tengah persaingan yang semakin ketat sekaligus memenuhi
tuntutan-tuntutan tersebut. Berbagai upaya telah ditempuh untuk memenuhi harapan tersebut.
Pelayanan prima pada dasarnya ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada pasien. Pelayanan
yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memenuhi lima dimensi mutu yang utama
yaitu: tangibles, reliability, responsiveness, assurance, and empathy. Disadari ataupun tidak,
penampilan (tangibles) dari rumah sakit merupakan poin pertama yang ditilik ketika pasien pertama
kali mengetahui keberadaannya. Masalah kesesuaian janji (reliability), pelayanan yang tepat
(responsiveness), dan jaminan pelayanan (assurance) merupakan masalah yang sangat peka dan
sering menimbulkan konflik. Dalam proses pelayanan ini faktor perhatian (empathy) terhadap
pasien tidak dapat dilalaikan oleh pihak rumah sakit (Fahriadi,2008).

Tiga komponen penting dalam organisasi yang perlu menjadi perhatian kita yaitu
produktivitas, efisiensi dan mutu. Manajemen mutu akan meningkatkan fungsi ketiga komponen
tersebut yang dampaknya adalah peningkatan hasil guna asset, penambahan margin dan
meningkatkan keunggulan mutu sehingga meningkatkan kemampuan meraih dan berkembangnya
pangsa pasar. Hasil akhirnya adalah perolehan keuntungan baik yang berupa uang (profit) maupun
bukan berupa uang yaitu kepuasan (satisfaction). Profit dan satisfaction merupakan sasaran antara
sebelum tercapai sasaran akhir yaitu kepuasan para pelaku organisasi (stakeholders). Langkah
pertama untuk mencapai kedua sasaran tersebut adalah dengan menentukan kompetensi dasar
yang dimiliki yaitu ketrampilan, baik core skill maupun quality skill yang pada dasarnya dapat
ditingkatkan dengan pendidikan, pelatihan dan kerja sama "team" yang merupakan proses
akumulasi ketrampilan. Adanya ketrampilan tersebut membuat organisasi dapat menentukan
sasaran pengendalian berupa kualitas produk jasa yang akan dijual dengan biaya yang sesuai,
sehingga didapatkan pendapatan yang optimal menguntungkan dengan kepuasan semua pihak yang
terlibat. Dengan demikian dapat dikatakan adanya keterkaitan antara ketrampilan dengan
keuntungan dan kepuasan (Djuhaeni, 2009).

14
Menuju Rumah Sakit Berstandar Internasional adalah visi yang akan dicapai. Parameter
standar internasional itu ditetapkan dengan terlebih dahulu mensurvei rumah sakit-rumah
sakit sehingga bisa diketahui hal-hal apa yang bisa distandarkan sehinggga dalam
pelaksanaan manajemen dan pelayanannya bisa memuaskan pasien. Tak hanya itu,
mencari keterangan dari pasien, tenaga medis dan juga staf pegawai juga dilakukan. Dari
semua itu bisa diperoleh suatu standar internasional yang bisa memberikan rasa nyaman
dan puas baik bagi pasien maupun bagi para tenaga medis dan karyawan serta dapat
memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan sekitar. Standarisasi diterapkan di
seluruh aspek rumah sakit mulai dari yang sederhana, misalnya saja penanda tempat atau
petunjuk jalan sampai hal-hal yang belum dipikirkan masyarakat awam pada umumnya.
Walaupun hanya soal penanda jalan, tetapi hal ini sangat bermanfaat bagi sumber daya
yang baru bekerja maupun pasien ataupun pengunjung yang baru mengenal rumah sakit
tersebut. Bahasa yang digunakan pun haruslah mudah dipahami dan letak simbolnya
mudah dilihat. RS yang berstandar internasional haruslah memiliki minimal satu generator
pembangkit listrik sendiri. Generator ini secara otomatis langsung men-cover seluruh
kebutuhan listrik rumah sakit jika listrik mati mendadak. Kalaupun tidak bisa secara
otomatis, itupun sudah ada standar jeda waktu yang diperbolehkan misalnya, akreditasi
mensyaratkan lag timenya hanya berkisar 30 detik. Untuk setiap ruangan pun harus di
15
pasang detector asap dan peralatan pemadam kebakaran sehingga resiko kebakaran dapat
dicegah sejak dini. Tidak hanya itu, pintu masuk emergency harus dipisah dengan pintu
masuk umum.

RUANG LINGKUP

Komponen Utama dalam penjaminan kualitas adalah


Clinical Governance (Tata Kelola Klinis )
Prinsip dari Clinical Governance
 Menjelaskan garis dari tanggung-jawab di dalam Trusts
 suatu program yang menyeluruh dari sistem peningkatan kualitas (mencakup audit klinis,
mendukung dan penerapan praktek dasar, penerapan standar klinis serta petunjuk,
perencanaan dan pengembangan)
 kebijakan-kebijakan yang secara jelas mengarahkan resiko pengelola, identifikasi dan
perbaikan kinerja profesionalisme yang masih rendah dan monitoring pelayanan klinis
yang terintegrasikan dengan suatu program jaminan kualitas.

16
Bahwa dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan
kesejahteraan rakyat, diperlukan Rumah Sakit untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
paripurna meliputi pencegahan, pengobatan, pemulihan dan peningkatan kesehatan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Setiap rumah sakit wajib untuk dikelola secara
efektif, efisien dan akuntabel dengan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance), sesuai dengan
apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam
rangka mewujudkan hal tersebut, rumah sakit memerlukan suatu aturan tertulis yang berlaku
khusus di RS yang sekaligus untuk dijadikan acuan dalam penyusunan berbagai aturan
pelaksanaan.
Tata Kelola Klinis menjadi peta jalan (roadmap) bagi operasionalisasi rumah sakit agar
tercipta pola tata kelola yang baik sebagai sebuah institusi dan menjadi kerangka kerja
(framework), memastikan hanya staf medis yang kompeten dan berperilaku profesional yang
boleh melakukan pelayanan medis di rumah sakit dan seluruh staf medis pemberi pelayanan
dirumah sakit dapat melaksanakan fungsi profesionalnya dengan senantiasa berorientasi pada
mutu dan keselamatan pasien (patient safety) dan diharapkan penyelenggaraan rumah sakit
dapat berjalan efektif, efisien, berkualitas, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai

17
peraturan (‘Clinical Governance Information Brochure for CSW Clinical Governance Information
Brochure for CSW NHS Professionals takes its responsibility for Clinical Governance’, 2017).

TUJUAN

A. TUJUAN UMUM

Mengubah Budaya Rumah Sakit mejadi berorientasi pada mutu, peningkatan mutu dan
peningkatan mutu pelayanan dalam semua bidang pelayanan.

B. TUJUAN KHUSUS

1. Terlaksananya kegiatan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien


dengan pendekatan prosedur, SDM dan sistem, di seluruh departemen/unit
rumah sakit.

2. Membuat peningkatan yang berkelanjutan dari program tersebut

3. Terlaksananya kegiatan pemantauan terhadap pengukuran indikator mutu


termasuk didalamnya indikator prioritas yang meliputi keefektifan klinis,
pelayanan berfokus pada pasien dan keamanan pasien, managerial dan
keselamatan pasien serta indikator mutu departemen/unit.

4. Terlaksananya kegiatan pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu kegiatan


program mutu

5. Terlaksananya kegiatan survey kepuasaan pasien guna peningkatan mutu


pelayanan

6. Terciptanya budaya kerja yang aman untuk staf dan budaya keselamatan
pasien di seluruh lingkungan rumah sakit

KEGIATAN UTAMA

A. Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan

18
B. Manajemen Risiko

C. Departemental Quality

D. Monitoring, Evaluasi dan Analisis

E. Budaya Keselamatan

F. Akreditasi

RINCIAN KEGIATAN

1. Upaya Penerapan Standar Mutu Rumah Sakit dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. Upaya Peningkatan Mutu Departemen/Unit
3. Upaya Penerapan Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko
4. Pemantauan Mutu Medik, Clinical pathway, audit klinis, dan PPK
5. Peningkatan Mutu Pelayanan Keperawatan
6. Pemantauan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
7. Pemantauan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
8. Pemantauan Program Panitia Rekam Medis
9. Pemantauan Program Pendidikan dan Pelatihan
10. Pemantauan Program Pengembangan SDM dan Penilaian Kinerja Individu
11. Program Komunikasi Pelaporan Dan Koordinasi governance body, direksi rumah sakit,
ketua komite, dan koordinator unit terkait dengan mutu dan keselamatan pasien.
12. Pemantauan Survey Kepuasan Pelanggan
13. Pemantauan Evaluasi kontrak dan perjanjian lainnya
14. Pemantauan Program Komite Farmasi dan Terapi termasuk didalamnya supply chain
obat-obatan
15. Pengendalian Dokumen Rumah Sakit
16. Pelaksanaan Program Mutu Penunjang Medik
Pemantapan Mutu Laboratorium Klinis
Pemantauan Program Mutu Radiologi
Pemantauan Program Preventive Maintenance termasuk didalamnya program medical

19
technology
Program Peningkatan Mutu Gizi termasuk didalamnya supply chain gizi
17. Pemantauan Program PKRS
18. Pemantauan Program MDGS
19. Pemantauan Program Etik Rumah Sakit dan Kepatuhan Kebijakan
20. Monitoring program pengendalian resistensi anti mikroba
21. Melakukan Perencanaan Perbaikan Strategis (PPS) dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS)/JCI dan Pelaksanaan Survey verifikasi Tahunan KARS/Survey Triennial JCI
22. Monitoring pemberian pelayanan risiko tinggi

KERANGKA HUBUNGAN KERJA DALAM SISTEM PENJAMINAN KUALITAS

20
PENUTUP

Dengan upaya peningkatan mutu pelayanan yang berkesinambungan dan kegiatan yang
berfokus kepada keselamatan pasien, maka diharapkan dapat menurunkan angka kejadian yang
tidak diharapkan dan selanjutnya memberikan dampak terhadap peningkatan kepercayaan pasien
untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Upaya peningkatan mutu merupakan kegiatan
yang komprehensif dan integratif yang menyangkut input, proses dan output secara objektif,
sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien
dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan sehingga pelayanan yang diberikan berdaya
guna dan berhasil guna. Dengan demikian pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan
kebutuhan pasien.

Dibuat Oleh D Tanggal Disetujui Oleh Tanggal

21
BAB IV

PENUTUP

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diperlukan tata kelola klinis yang efektif
dalam prinsip tata kelola rumah sakit sehingga disusunlah strategi sebuah program
penjaminan kualitas dan manajemen risiko dengan komitmen bersama sebagai berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan dan tata kelola sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya
peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah
Sakit, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu dan aman di Rumah Sakit Umum, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle,menyusun program
keselamatan dan manajemen risiko serta kepatuhan kebijakan.

22
23

Anda mungkin juga menyukai