Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FISIKA ZAT PADAT

Dosen Pengampu : Puji HW, M.Si

Disusun Oleh:

1. EET WULANDARI (29 005 017)


2. MARLITA WURYANDARI (29 005 028)
3. JAKA JULAEHA FERRI R (29 005 035)
4. MUHAMMADIN (29 005 048)
5. DETYK AYU PURNAMA (29 005 063)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan rahmatNya Penulis dapat menyelesaikan
makalah fisika zat padat ini sampai pada waktunya.

Tujuan penyusunan makalah fisika zat padat ini adalah untuk memberikan gambaran
secara lebih terperinci tentang keseluruhan makalah fisika zat padat yang berjudul model
elektron bebas yang telah Penulis tulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
sehingga perlu pembenahan. Oleh karena itu segala kritik, saran dan himbauan yang konstruktif
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan mendatang.

Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh mahasiswa fisika dan
semua pembaca.

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

Fisika zat padat adalah ilmu yang mempelajari secara spesifik mengenai Kristal dan
elektron di dalam kristal. Pengetahuan tentang kristal mulai ditekuni pada Awal abad ke-19
yang diikuti dengan ditemukannya difraksi sinar-X. Dengan Menggunakan difraksi X dan
dilandasi oleh landasan teoritis yang memadai serta dikemukakannya perhitungan yang
sederhana dan perkiraan yang tepat dapat mempelajari struktur kristal.

Istilah "kristal" memiliki makna yang sudah ditentukan dalam ilmu material dan fisika
zat padat, dalam kehidupan sehari-hari "kristal" merujuk pada benda padat yang menunjukkan
bentuk geometri tertentu. Berbagai bentuk kristal tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-
bentuk kristal ini bergantung pada jenis ikatan molekuler antara atom-atom untuk menentukan
strukturnya. Bunga salju, intan, dan garam dapur adalah contoh-contoh kristal. Kristal adalah
suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya
berulang melebar secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika
mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang
semua atom-atom dalam padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi,
secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan
polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristal.
Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia cairannya
sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya struktur
kristalin dikenal sebagai kristalisasi. Kristal logam kristal dengan kisi yang terdiri atas atom
logam yang terikat melalui ikatan logam. Atom logam merupakan atom yang memiliki energi
ionisasi kecil sehingga elektron valensinya mudah lepas dan menyebabkan atom membentuk
kation. Bila dua atom logam saling mendekat, maka akan terjadi tumpah tindih antara orbital-
orbitalnya sehingga membentuk suatu orbital molekul. Semakin banyak atom logam yang
saling berinteraksi, maka akan semakin banyak terjadi tumpang tindih orbital sehingga
membentuk suatu orbital molekul baru. Terjadinya tumpang tindih orbital yang berulang-ulang
menyebabkan elektron-elektron pada kulit terluar setiap atom dipengaruhi oleh atom lain
sehingga dapat bergerak bebas di dalam kisi.
Salah satu sifat kristal logam adalah dapat ditempa. Sifat ini diperoleh dari ikatan logam yang
membentuknya. Dalam ikatan logam, terjadi interaksi antara atom/ion dengan elektron bebas
di sekitarnya sehingga dapat membuat logam mempertahankan strukturnya bila diberikan suatu
gaya yang kuat.
BAB II

ELEKTRON DALAM LOGAM I


(MODEL ELEKTRON BEBAS)

Logam memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, misalnya besi dalam
produksi otomobil, tembaga untuk penghantar listrik dan lain-lain. Umumnya, logam memiliki
sifat kekuatan fisik tinggi, kerapatan tinggi, konduktivitas listrik dan termal baik, dan daya
refleksi tinggi. Sifat ini berkaitan dengan struktur mikroskopis bahan, yang dapat diasumsikan
bahwa suatu logam mengandung elektron bebas, dengan konsentrasi besar, yang dapat
bergerak dalam keseluruhan volume kristal.
Saat atom bebas membentuk logam, semua elektron valensi menjadi elektron konduksi
dalam logam. Elektron konduksi bergerak bebas di antara ion, sehingga keadaannnya berubah
tajam. Berbeda dengan elektron “cores” yang tetap terlokalisasi sehingga karakternya relatif
tidak berubah. Dengan demikian, gambaran sederhana tentang kristal logam adalah suatu kisi
ion teratur dalam ruang, dan elektron bebas bergerak di antara ion tersebut. Gambaran lebih
lengkapnya, bahwa ion bergetar secara termal di sekitar titik setimbang, dan demikian pula
elektron bebas bergerak termal di antara ion kristal dan merubah arah geraknya setiap kali
menumbuk ion (kemungkinan besar) atau elektron lain (kemungkinan kecil).
Dalam logam Na, proporsi volume yang terisi oleh ion “cores” hanya sekitar 15%. Hal
ini terjadi karena radius ion Na+ adalah 0,98 Å; sedangkan setengah jarak antartetangga
terdekat atom adalah 1,83 Å. Konsentrasi elektron konduksi dapat dihitung dari valensi dan
kerapatan logam. Jika ρm dan Z, masing-masing adalah kerapatan bahan dan valensi atom,
maka konsentrasi elektronnya adalah

dengan N adalah bilangan Avogadro dan M adalah berat atom. Logam memiliki konsentrasi
elektron yang besar, yakni n = 1029/m3. Misalnya, logam Na, K, Cu, Ag dan Au adalah
monovalen; dan logam Be, Mg, Zn dan Cd adalah divalen.
Bagian awal bab ini membahas perkembangan model elektron bebas. Bahasan
kapasitas panas dan suseptibilitas magnetik dari sumbangan elektron menunjukkan bahwa yang
sesuai dengan eksperimen adalah hanya jika elektron mengikuti prinsip eksklusi Pauli.
Kemudian, dikenalkan konsep tingkatan Fermi dan permukaan Fermi, yang dapat digunakan
untuk memperjelas deskripsi konduktivitas listrik dalam logam.
Dalam bab ini juga dibahas pengaruh medan magnet terhadap gerakan elektron bebas,
yakni efek Hall dan resonansi siklotron. Bahasan kedua hal ini menghasilkan informasi yang
mendasar tentang logam.
Dalam model elektron bebas ini elektron mengalami tumbukan dengan fonon dan
ketidakmurnian. Hal ini menghasilkan ungkapan hukum Matthiessen. Selain itu, elektron dapat
melepaskan diri dari permukaan logam sehingga terjadi emisi thermionik. Akhirnya, bab ini
ditutup dengan dikemukakannya beberapa kegagalan model elektron bebas dalam membahas
sifat logam.

MODEL ELEKTRON BEBAS KLASIK


Teori Drude tentang Elektron dalam Logam

Drude (1900) mengandaikan bahwa dalam logam terdapat elektron bebas, yang
membentuk sistem gas elektron klasik, yang bergerak acak dalam kristal dengan kecepatan
random vo karena energi termal dan berubah arah geraknya setelah bertumbukan dengan ion
logam. Karena massanya yang jauh lebih besar, maka ion logam tidak terpengaruh dalam
tumbukan ini.
Kehadiran medan listrik ε dalam logam hanya mempengaruhi gerak keseluruhan
electron karena ion-ion tertata berjajar dan bervibrasi di sekitar titik kisi sehingga tidak
memiliki neto gerak translasi. Misalnya, terdapat medan listrik ε dalam arah sumbu-X.
Percepatan elektron yang timbul

dengan e dan m*, masing-masing adalah muatan dan massa efektif elektron. Jika waktu rata-
rata antara dua tumbukan elektron dan ion adalah 𝜏, maka kecepatan hanyut dalam selang
waktu tersebut

Oleh karena itu rapat arus yang terjadi

dimana penjumlahan dilakukan terhadap semua elektron bebas setiap satuan volume. Elektron
bergerak secara acak, sehingga ∑vo=0. Oleh sebab itu menjadi

Karena hubungan Jx=σε, maka konduktivitas listrik menjadi

Pengukuran menunjukkan bahwa nilai rata-rata σ logam sekitar 5.107(Ωm)-1 dengan


menganggap masa efektif m* sama dengan massa bebas mo=9,1.10-31kg, maka didapatkan nilai
𝜏 berorde 10-14 s. Contoh analisa lain adalah konduktivitas termal. Misalnya, sepanjang sumbu-
X terdapat gradien suhu ∂T/∂x, maka akan terjadi aliran energi persatuan luas perdetik (arus
kalor) Qe. Berdasarkan eksperimen arus kalor Qe tersebut sebanding dengan gradien suhu
∂T/∂x
Qe = -K ∂T/∂x
dengan K adalah konduktivitas termal. Dalam isolator, panas dialirkan sepenuhnya oleh fonon.
Sedangkan dalam logam dialirkan oleh fonon dan elektron. Tetapi karena konsentrasi elektron
dalam logam sangat besar, maka konduktivitas termal fonon jauh lebih kecil daripada elektron,
yakni Kfonon≅10-2K elektron, sehingga konduktivitas fonon diabaikan.
Dari pendekatan teori kinetik gas diperoleh ungkapan konduktivitas termal

dimana CV, v dan masing-masing adalah kapasitas panas elektron persatuan volume,
kecepatan partikel rata-rata dan lintas bebas rata-rata partikel. Karena CV =(3/2)nk, (1/2)mv2
=(3/2)kT dan ℓ=v𝜏, maka konduktivitas menjadi

Perbandingan konduktivitas termal dan listrik adalah

Hal ini sesuai dengan penemuan empirik oleh Wiedemann-Frans (1853). Kadangkadang
perbandingan di atas dinyatakan sebagai bilangan Lorentz

Ternyata, hukum Wiedemann-Frans sesuai dengan pengamatan untuk suhu tinggi (termasuk
suhu kamar) dan suhu sangat rendah (beberapa K). Tetapi, untuk suhu “intermediate”, K/σT
bergantung pada suhu.
Dalam teori drude, lintas bebas rata-rata elektron bebas, ℓ=𝜏vo, tidak bergantung suhu. Namun,
karena vo~T1/2, maka keadaan mengharuskan

Hal ini didukung fakta eksperimen bahwa σ~T-1, sehingga dari ungkapan konduktivitas listrik
didapatkan

Ungkapan terakhir ini menunjukkan bahwa bila T naik, maka n menurun. Hal ini tidak sesuai
dengan fakta, dan menyebabkan teori Drude tidak memadai.
Model Elektron Bebas Klasik

Model elektron bebasa klasik tentang logam mengambil andaian berikut.


a. Kristal digambarkan sebagai superposisi dari jajaran gugus ion positip (yang
membentuk kisi kristal) dan elektron yang bebas bergerak dalam volume kristal.
b. Elektron bebas tersebut diperlakukan sebagai gas, yang masing-masing bergerak
secara acak dengan kecepatan termal (seperti molekul dalam gas ideal – tidak ada
tumbukan, kecuali terhadap permukaan batas).
c. Pengaruh medan potensial ion diabaikan, karena energi kinetik elektron bebas sangat
besar.
d. Elektron hanya bergerak dalam kristal karena adanya penghalang potensial di
permukaan batas.

Misalnya, setiap atom memberikan ZV elektron bebas, maka jumlah total elektron tersebut
perkilomol

Bila elektron berperilaku seperti dalam gas ideal, maka energi kinetik totalnya

sehingga kapasitas panas sumbangan elektron bebas

Kapasitas panas total dalam logam, termasuk sumbangan oleh fonon, adalah

Jadi, setidaknya kapasitas panas logam harus 50% lebih tinggi daripada isolator. Tetapi,
eksperimen menunjukkan bahwa untuk semua bahan padatan (logam dan isolator) nilai CV
mendekati 3R pada suhu tinggi. Pengukuran yang akurat menunjukkan bahwa sumbangan
elektron bebas terhadap kapasitas panas total adalah reduksi harga klasik (3/2)R oleh factor 10-
2
. Oleh karena itu model elektron bebas klasik tidak memberikan hasil ramalan Cv yang
memadai. Suseptibilitas magnetik χ mengkaitkan momen magnetik M dan kuat medan
magnetik H melalui ungkapan
Dalam hal ini hanya dibahas untuk bahan isotropik, sehingga χ skalar. Pengaruh medan magnet
̅ terhadap elektron bebas menyebabkan setiap momen dipol 𝜇̅ , yang acak arahnya,
luar 𝐻
memperoleh energi magnetik

Jika distribusi momen dipol elektron bebas memenuhi statistik Maxwell-Boltzmann,

maka momen dipol rata-rata dalam arah medan memenuhi

Dimana θ adalah sudut antara µ dan H.

dengan L(x)=coth x – (1/x) = fungsi Langevin

Dengan menggunakan deret

maka untuk medan H tidak kuat, yakni µH<<kT momen dipol rata-rata tersebut berharga

Jika jumlah momen dipol magnet adalah N, maka magnetisasinya

Dengan membandingkan persamaan-persamaan diperoleh suseptibilitas magnetik

Tetapi, eksperimen tidak menunjukkan adanya kebergantungan χ terhadap T. Hal ini berarti
model elektron bebas klasik tidak dapat menerangkan tentang mengapa χ untuk paramagnet
elektron tidak bergantung pada T.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil yang dibahas diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kristal adalah suatu
padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya
berulang melebar secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika
mengalami proses pemadatan. Berbagai bentuk kristal tersebut dapat ditemukan di
alam. Bentuk-bentuk kristal ini bergantung pada jenis ikatan molekuler antara atom-
atom untuk menentukan strukturnya. Bunga salju, intan, dan garam dapur.
Dalam logam terdapat elektron bebas, yang membentuk sistem gas elektron
klasik, yang bergerak acak dalam kristal dengan kecepatan random vo karena energi
termal dan berubah arah geraknya setelah bertumbukan dengan ion logam. Karena
massanya yang jauh lebih besar, maka ion logam tidak terpengaruh dalam tumbukan
ini.

Hukum Wiedemann-Frans sesuai dengan pengamatan untuk suhu tinggi (termasuk


suhu kamar) dan suhu sangat rendah (beberapa K). Tetapi, untuk suhu “intermediate”,
K/σT bergantung pada suhu.

B. Saran
Dari kesimpulan diatas maka diharapkan para pembaca lebih mengetahui apa itu elktron
dalam logam, elektron bebas klasik dan hukum wiedemann. Namun wacana ini hanya
sebagian kecil dari materi zat padat. Jadi untuk lebih mengetahui dengan lanjut tentang
materi fisika zat padat, hendaknya membaca berbagai referensi agar lebih memahami.

DAFTAR PUSTAKA
Http:/www.google.com/hokum wiedemann-frans/elektronbebas klasik
Makalah fisika zat padat.pdf – Drs. Parno
Suwitra, Nyoman. 1989. Pengantar fisika zat padat, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai