Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional segenap kemampuan

modal dan potensi dalam negeri harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan

disertai kebijaksanaan serta langkah-langkah guna membantu, membimbing

pertumbuhan dan meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan

ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Pembangunan

ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya

mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan

kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan

ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah diharapkan terwujud

melalui pengelolaan sumber-sumber daerah. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai

wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

sesuai prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan batas wewenang yang

diberikan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa

pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya

sendiri secara bertanggung jawab. Peran pemerintah pusat dalam desentralisasi ini

hanya melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan


2

otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan

wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah-

langkah yang diambil yaitu dengan menggunakan sumber keuangannya sesuai

dengan batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi Mengatur (Reguierend) adalah pajak yang digunakan sebagai suatu alat

untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Fungsi

ini biasanya terdapat pada sektor swasta. Alat pembangunan tersebut didasarkan

melalui tarif-tarif pajak, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung yang

berada dalam sistem pengenaan pajak-pajak berupa pembebasan pajak-pajak dan

pemberian insensif-insensif atau dorongan-dorongan.

Dalam menjalankan otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001, masing-

masing daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber pendapatan asli daerah

agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintah. Dalam meningkatkan

pendapatan asli daerah dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

melalui efektivitas pemungutan yaitu dengan mengoptomalisasikan potensi yang ada

dan terus menggali sumber-sumber pendapatan yang baru. Untuk merealisasikan

pelaksanaan otonomi daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah

tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini di harapkan dapat

menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh

karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan

yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan

daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Pendapatan


3

Asli Daerah sendiri terdiri dari : (1) Pajak daerah, (2) Retribusi daerah, (3) Bagian

laba usaha daerah, dan (4) Pendapatan asli daerah yang sah lainnya.

Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas

dari peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah. Komponen yang

ada seperti penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik

daerah, penerimaan dinas-dinas serta penerimaan daerah lainnya. Ini merupakan

beberapa komponen yang menjadi sumber penerimaan daerah dimana tentunya akan

terus digali baik yang sudah ada maupun sumber penerimaan baru yang potensial.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib

rakyat kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai

kegiatan pemerintahan. Pajak berhubungan dengan pembangunan yaitu sebagai

potensi yang harus digali dalam pembangunan ekonomi. Pajak memiliki dua fungsi

yaitu fungsi Budgeter dan fungsi Mengatur (Reguierend). Budgeter adalah fungsi

yang terdapat disektor publik dan pajak disini merupakan suatu alat atau suatu

sumber untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang

pada waktunya digunakan untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran negara.

Jenis-jenis Pajak Daerah yang ditetapkan dan dapat dipungut oleh Pemerintah

Kabupaten Sarolangun dalam upaya menghimpun dana guna meningkatkan kualitas

maupun kuantitas pembangunan daerah saat ini terdiri atas enam jenis Pajak Daerah

antara lain Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak

Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan galian Golongan C.

akan tetapi menurut UU No.28 tahun 2009 jenis-jenis pajak daerah yang dapat

dipungut pemerintah kabupaten/kota terdiri dari sebelas jenis selain jenis-jenis di atas
4

yaitu Pajak Parkir, Pajak Air Bawah Tanah, Pajak Sarang Burung Wallet, Pajak

Bumi dan bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Untuk dapat memungut pajak tersebut pemerintah menggunakan sistem pemungutan

melalui official assessment sistem dan self assessment system . Dari kedua cara ini

diharapkan target pemenuhan penerimaan pajak dapat terealisasi.

Salah satu penerimaan dari komponen PAD yang dapat diandalkan

penerimaannya dalam meningkatkan penerimaan PAD adalah Pajak Daerah karna

pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah dari sumber-

sumber potensi yang dimiliki daerah seperti pemungutan pajak pengambilan bahan

galian golongan C yang termasuk salah satu pajak daerah yang dipungut pemerintah

daerah Kabupaten Sarolangun.

Pengambilan dan pengolahan Bahan Galian Golongan C memiliki sasaran

untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah yang pada akhirnya dapat

meningkatkan pembangunan kawasan. Semakin tinggi penerimaan pajak daerah,

diharapkan pembangunan kawasan daerah tersebut akan meningkat.

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan

bahan galian golongan C sesuai dengan Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku.

Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pengambilan bahan galian golongan C dari

sumber alam yang di dalam/atau permukaan bumi untuk di manfaatkan.

Target dan Realisasi penerimaan dari jenis-jenis pajak daerah yang dipungut

Kabupaten Sarolangun selama 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2006-2010 terlihat

pada tabel 1.1. berikut :


5

Tabel 1.1.
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Bahan Galian Golongan C

Tahun Target Realisasi Realisasi/Target

2006 Rp 400.000.000,00 Rp 267.832.911,00 66,96

2007 Rp 400.000.000,00 Rp 383.879.228,00 95,97

2008 Rp 600.000.000,00 Rp 663.729.637,50 110,62

2009 Rp 600.000.000,00 Rp 824.074.668,00 137,34

2010 Rp 700.000.000,00 Rp 574.654.059,00 82,09

Rata-Rata 98,60

Sumber : DPPKAD Kabupaten Sarolangun

Berdasarkan tabel 1.1. diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 hingga

2010 realisasi penerimaan pajak bahan galian golongan C selalu mengalami

pluktuasi yaitu dari tahun 2006 hingga 2009 realisasi penerimaan pajak bahan galian

golongan C mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2006 realisasi

penerimaannya sebesar Rp 267.832.911,00 hingga menjadi Rp 788.410.954,00

pada tahun 2009. Akan tetapi pada tahun berjalan tahun 2010 realisasi

penerimaannya menurun yaitu sebesar Rp 824.074.668,00 di bandingkan dengan

tahun sebelumnya yaitu tahun 2009. Penerimaan pajak bahan galian golongan C

setiap tahunnya selama lima tahun terakhir sudah efektif, dimana rata-rata realisasi

penerimaan dibandingkan dengan yang di targetkan sebesar 98,60 %. Sedangkan

rata-rata sumbangan yang diberikan pajak golongan galian C terhadap pajak Daerah

dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk setiap tahunnya selama lima tahun terakhir
6

yaitu tahun 2006 hingga 2010 adalah sebesar 20,69 untuk pajak Daerah dan 3, 21%

untuk PAD.

Mengingat adanyanya kontribusi dari Pajak pengambilan bahan galian

golongan C yang ikut serta dalam meningkatkan penerimaan PAD menjadikan Pajak

pengambilan bahan galian golongan C memiliki andil dalam meningkat dan

menurunnya Penerimaan PAD suatu daerah. dari uraian diatas maka penulis

bermaksud meneliti seberapa besar efektifitas penerimaan pajak pengambilan bahan

galian golongan C di Kabupaten Sarolangun dan menuangkannya dalam bentuk

skripsi yang berjudul : “ Analisis Penerimaan Pajak Bahan Galian Golongan C

Dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan PAD Kabupaten Sarolangun “.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis mencoba

menguraikan beberapa permasalahan. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana perkembangan penerimaan pajak bahan galian golongan C dilihat

dari materialnya di Kabupaten Sarolangun selama tahun 2006 hingga 2010.

2. Berapa besar kontribusi penerimaan pajak bahan galian golongan C terhadap

penerimaan Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten

Sarolangun selama tahun 2006 -2010 ?

3. Berapa besar efektivitas penerimaan pajak bahan galian golongan C di

Kabupaten Sarolangun selama tahun 2006-2010?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian


7

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka


tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk menganalisis perkembangan penerimaan pajak bahan galian golongan C

dilihat dari materialnya di Kabupaten Sarolangun selama tahun 2006-2010.

2. Untuk menganalisis kontribusi penerimaan pajak bahan galian golongan C

terhadap penerimaan pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di

Kabupaten Sarolangun selama tahun 2006-2010.

3. Untuk menetahui efektivitas penerimaan pajak bahan galian golongan C di

Kabupaten Sarolangun selama tahun 2006-2010.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat akademis, sebagai penyumbang wawasan akademis bagi para peneliti

dan mahasiswa lingkungan kampus dalam mengkaji suatu konsep yang berkaitan

dengan pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan juga diharapkan

sebagai bahan dan informasi bagi peneliti selanjutnya terhadap masalah dan

tempat yang sama dengan kajian yang lebih mendalam untuk meningkatkan

penerimaan pajak bahan galian golongan C di Kabupaten Sarolangun.

2. Manfaat Praktisi, Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

pemikiran bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam usahanya untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna membiayai pembangunan daerah

khususnya penerimaan yang berasal dari pajak daerah.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah Penerimaan yang diperoleh dari sumber-

sumber wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang berasal dari sumber-

sumber keuangan daerah seperti : (1) Pajak daerah, (2) Retribusi Daerah, (3) Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan (4) Lain-Lain PAD yang Sah.

PAD merupakan Sumber Keuangan Daerah yang digali dalam wilayah daerah yang

bersangkutan yang terdiru dari hasil Pajak daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil

Perusahaan milik daerah dan Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang lainnya yang

dipisahkan, serta lain-lain Pendapatan asli daerah yang sah.

2.1.2. Pajak Daerah

Pajak daerah, sebagai salah satu komponen PAD, merupakan pajak yang

dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah

otonom, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah

daerah yang memungut pajak daerah yang dibayarkannya.

Undang-Undang No.28 Tahun 2009 yang merupakan perubahan atas UU No.

34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, Pasal 1 ayat (10)

menyebutkan Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib
9

kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan tang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Secara umum unsur- unsur pajak sebagai berikut (Mardiasmo, 2009) :

1. Iuran dari rakyat kepada negara yaitu negara yang berhak memungut iuran dari

rakyat. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang yaitu pajak dipungut berdasarkan atau dengan

kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa timbal jasa dan kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk.

Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi individual oleh

pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.

Dan memiliki 2 (dua) fungsi diantaranya sebagai berikut (Mardiasmo, 2009) :

(1) Fungsi Budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluarannya, (2) Fungsi Mengatur (regulerend) yaitu

pajak sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam

bidang sosial dan ekonomi.


10

Pajak merupakan penyumbang terbesar dari empat sumber penerimaan PAD

dan paling berperan dalam APBD. Pajak Daerah (Mardiasmo, 2009 / 2011) adalah

iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang yang berlaku, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan

pembangunan daerah. Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Jenis pajak provinsi terdiri dari : (1) Pajak Kendaraan Bermotor, (2) Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor, (3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, (4)

Pajak Air permukaan dan (5) Pajak Rokok.

2. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3)

Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame, (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak

Mineral Bukan Logam dan batuan, (7) Pajak Parkir, (8) Pajak Air Tanah, (9)

Pajak Sarang Burung Wallet, (10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan

Perkotaan, (11) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Menurut UU No. 28 tahun 2009 jenis pajak daerah kabupaten/ kota dapat

diartikan sebagai berikut :

1. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Sedangkan

hotel adalah fasilitas penyediaan jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa

terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, kosmen,

gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan

sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
11

2. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang digunakan restoran. Dan yang

dimaksud dengan restoran adalah pasilitas penyedia makanaan dan atau

minuman yang dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,

warung, kantin, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering.

3. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan yang

dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan

dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

4. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Dan yang di maksud

dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak

ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan,

mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,

orang, atau badan, yang dapat di lihat, di baca, di dengar, di rasakan, dan atau di

nikmati oleh umum.

5. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang

dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan batuan adalah Pajak atas kegiatan mineral

bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau permukaan

bumi untuk dimanfaaatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan mineral bukan

logam adalah mineral bukan logam dan batuan sebagai mana dimaksud dalam

peraturan perundang-undangan dibidang mineral dan batu bara.

7. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan,

baik yang di sediakan berkaitan dengan pokok usaha, maupun yang di sediakan

sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.


12

Sedangkan yang dimaksud dengan parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu

kendaraan yang tidak bersifat sementara.

8. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan danatau pemanfaatan air tanah.

Sedangkan yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang terdapat dalam

lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah.

9. Pajak Sarang Burung Wallet dalah pajak atas kegiatan pengambilan dan atau

pengusahaan sarang burung walet. Sedangkan yang dimaksud dengan sarang

burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, Yaitu collocalia

fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia asculanta, dan collocalia linchi.

10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan

atau bangunan yang dimiliki, dikuasi, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi

atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,

perhutanan, dan pertambangan. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi

tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. bangunan

adalah konstruksi tekhnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah

dan atau perairan pedalaman dan atau laut.

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak

atas tanan dan atau bangunan. Sedangkan perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan

diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan orang pribadi atau badan.

Khusus pajak dan retribusi daerah, dasar hukum pemungutannya berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sedangkan
13

pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang

Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tentang Retribusi Daerah.

2.1.4.1. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan

pengambilan bahan galian golongan C baik yang bersifat perseorangan maupun

badan usaha yang melaksanakan pengambilan bahan galian. Dalam Pemungutannya

pajak pengambilan bahan galian golongan C harus berdasarkan dasar hukum yang

diantaranya :

1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 yang merupakan perubahan atas

Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang “Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah” akan tetapi

2. Peraturan pemerintah RI Nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah

3. Peraturan daerah Kabupaten/kota yang mengatur tentang pemungutan pajak

pengambilan bahan galian golongan C.

Wajib pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah orang pribadi atau

badan yang melakukan pengambilan bahan galian golongan C. tariff yang dikenakan

dalam pemungutan pajak bahan galian golongan C paling tinggi sebesar 20% dan

ditetapkan dengan peraturan daerak kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak sebagai alat kebijakan fiskal yang digunakan terus menerus oleh negara.

Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak daerah yang

penerimaanya diserahkan dan digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah.

Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C tersebut di kenakan terhadap wajib

pajak yang menggunakan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam UU No 18


14

Tahun 1997 yang diperbaharui dengan UU No 34 tahun 2000. Pembaharuan

Undang-undang di dasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus

dipatuhi oleh masyarakat dan pihak lain yang terkait (Marihot P. Siahaan, 2005), dan

juga untuk memberikan peluang kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut

pajak jenis pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat dan potensial di

daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah

Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kondisi serta perkembangan perekonomian

daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak

dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta

memenuhi kriteria yang ditetapkan (Marihot P. Siahaan, 2005).

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dalam UU terbaru yaitu No.28

tahun 2009 yang merupakan perubahan atas UU No. 34 tahun 200 telah direvisi lagi

dimana Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C diganti menjadi Pajak mineral

bukan Lgam dan batuan. Pajak Mineral Bukan Logam dan batuan adalah Pajak atas

kegiatan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau

permukaan bumi untuk dimanfaaatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan mineral

bukan logam adalah mineral bukan logam dan batuan sebagai mana dimaksud dalam

peraturan perundang-undangan dibidang mineral dan batu bara. Berdasarkan PP RI

No.65 Tahun 2001 tentang Pajak daerah menetapkan yang menjadi objek Pajak

Pengambilan Bahan Galian Golongan C diantaranya adalah sebagai berikut : Asbes,

Batu Tulis, Batu Setengah Permata, Batu Kapur, Batu Apung, Batu Permata,

Bentonit, Dolomit, Feldspar, Garam Batu (Halite), Grafit, Granit, Andesit, Batu

Yetti, Gips, Kalsit, Kaolin, Leusit, Magnesit, Mika, Marmer, Nitrat, Obsidien, Oker,
15

Pasir, Batu, Kerikil (Sirtukil), Pasir Kuarsa, Batu Silika, Batu Rijang, Perlit, Phospat,

Talk,Tanah Serap Fullers (Earth), Tanah Diatome, Tanah Liat, Tanah (Alum), Tras,

Pasir, Putih , Pasir Gunung, Tanah Urug, Yarosif, Zeolit, Basal, Trakkit.

Menurut Perda No.17 tahun 2009 tentang pajak pengambilan bahan galian

golongan C yang menjadi objek pajak di Kabupaten Sarolangun adalah (1) Pasir,

(2) batu, (3) Krikil (sirkuit), (4) Tanah Liat, (5) Tanah dll yang ada berhubungan

dengan pengambilan bahan galian golongan C.

1. Pasir yaitu butir-butir batu yang halus yang merupakan lapisan tanah atau

timbunan kersik halus, sedangkan

2. Batu

3. Krikil (sirkuit) adalah bitiran batu yang lebih besar dari pada pasir tetapi lebih

kecil dari pada krikil, berikuran kira-kira sebesar biji nangka.

4. Tanah Liat yaitu batuan berwarna yang terutama terdiri dari butiran halus silikat

alumunia berair sebagai hasil pelapukan bahan feldspar dan batuan silikat

alumunia lainnya.

2.2. Hasil Penelitian Sebelumnya

Kemampuan setiap daerah dalam menggali sumber penerimaannya tentulah

berbeda-beda antar daerah yang satu dengan daerah lainnya. Penelitian yang

mencoba menjelaskan tentang pentingnya penerimaan pajak daerah antara lain

adalah :

1. MenurutAndi (2010) hasil penelitiannya menjelaskan bahwa Penerimaan Pajak

pengambilan bahan galian golongan C selama kurun waktu 2001 hingga 2009

memberikan kontribusi rata-rata setiap tahunnya kepada pajak daerah dan PAD
16

untuk Kabupaten Muaro Jambi yaitu sebesar 25,31% untuk Pajak Daerah

sedangkankontribusinya untuk PAD sebesar 5,59%.

2. Syafri (2006) yang melakukan penelitian tentang besarnya kontribusi pajak daerah

terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Propinsi Jambi menyimpulkan, bahwa

selama kurun waktu sebelum pelaksanaan otonomi yaitu tahun 1997-2000 Pajak

Daerah mampu memberikan kontribusi terhadap PAD dengan rata-rata setiap

tahunnya sebesar 51,85% dan setelah pelaksanaan otonomi daerah yaitu sebesar

80,32% dan rata –rata kontribusi sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi di

Propinsi Jambi besarnya kontribusi pajak terhadap PAD rata-rata sebesar 66,09%.

2.3. Kerangka Pemikiran

Salah satu penerimaan dari komponen PAD yang dapat diandalkan

penerimaannya dalam meningkatkan penerimaan PAD adalah Pajak Daerah karna

pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah dari sumber-

sumber potensi yang dimiliki daerah seperti pemungutan pajak pengambilan bahan

golong galian C yang termasuk salah satu pajak daerah yang dipungut pemerintah

daerah Kabupaten Sarolangun.

Mengingat adanyanya kontribusi dari Pajak pengambilan bahan galian

golongan C yang ikut serta dalam meningkatkan penerimaan PAD menjadikan Pajak

pengambilan bahan galian golongan C memiliki andil dalam meningkat dan

menurunnya Penerimaan PAD suatu daerah. dari uraian diatas maka penulis

bermaksud meneliti seberapa besar efektifitas penerimaan pajak pengambilan bahan

galian golongan C di Kabupaten Sarolangun. Berdasarkan uraian tersebut secara

skematis kerangka pemikiran diatas dapat digambarkan sebagai berikut :


17

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Pendapatan Asli Daerah


(PAD)

Hasil Lain-Lain Kontribusi


Pajak Retribusi Pengelolaan Pajak
PAD yang
Kekayaan Yang Pengambilan
Daerah Daerah
Dipisahkan Sah bahan Galian
Gol. C terhadap
PAD

Pajak Pajak Pajak Pajak Pajak Pajak


Penerang Pengambilan
Hotel Restoran Hiburan Reklame
an jalan Bahan Gal
Gol. C

Kontribusi pajak
pengambilan bahan 1. Pasir
galian gol. C terhadap
Pajak Daerah
2. batu
3. Krikil (sirkuit)
4. Tanah Liat

- efektifitas
- efisiensi
18

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan

(library research) atau yang sering disebut studi pustaka , dimana penelitian ini di

lakukan dengan cara memperoleh teori, informasi, dan metode-metode yang di

butuhkan lainnya dalam penulisan ini dapat berupa buku-buku, bulletin, jurnal

ilmiah, serta literatur-literatur lain yang sangat mendukung dalam penulisan

penelitian ini.

3.2. Jenis Data dan sumber Data

3.2.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

terdiri dari Data realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan target dan

realisai penerimaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Data sekunder

merupakan data yang diambil dari pihak lain atau merupakan data yang sudah diolah

oleh pihak ketiga, secara berkala (time series) untuk melihat perkembangan objek

penelitian selama periode tertentu (2006-2010).

3.2.2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik

(BPS) Kabupaten Sarolangun, dan Dinas Pengelolaan Pendapatan Kekayaan dan


19

Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Sarolangun serta instansi terkait lainnya yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3.3. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini

adalah metode analisis deskriptif kuantitatif.

1. Untuk menjawab tujuan pertama dalam penelitian ini yaitu mengetahui tingkat

perkembangan penerimaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,

digunakan alat analisis dengan pendekatan sebagai berikut : (Mahmudi, 2007)

Perkembangan penerimaan pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

PGCt−(PGCt−1)
PGC = × 100%
PGCt−1
Keterangan :

PGC : Pertumbuhan penerimaan pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan


C tahun tertentu
PGCt : Penerimaan pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C tahun
tertentu
PGCt- 1 : Penerimaan pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C tahun
sebelumnya

2. Untuk menjawab tujuan kedua dalam penelitian ini yaitu mengetahui seberapa

besar kontribusi dari pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sarolangun, di gunakan alat analisis

dengan pendekatan sebagai berikut : (Mahmudi, 2007)

Kontribusi sebagai berikut :

PGCt
KPGCt = × 100%
PADt
20

Keterangan :

KPGCt : Kontribusi penerimaan pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan


C tahun tertentu
PGCt : Penerimaan pajak Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
tahun tertentu
PADt : Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun tertentu

3. Untuk menjawab tujuan ketiga dalam penelitian ini yaitu mengetahui seberapa

besar efektivitas penerimaan pajak Penerangan Jalan terhadap pendapatan asli

daerah (PAD) kabupaten Sarolangun, maka pendekatan yang di gunakan sebagai

berikut:

RGC
E= × 100%
TGC

Keterangan :
E : Efektiffitas
RGC : Realisasi Penerimaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
PGC : Target Penerimaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Standar untuk mengukur nilai efektivitas penerimaan Pajak Bahan Galian

Golongan C yang di kemukakan oleh departemen dalam negri adalah:

1. < 40% : sangat tidak efektif


2. 41% -60% : tidak efektif
3. 61% -80% : cukup efektif
4. 81% -100% : efektif
5. > 100% : sangat efektif

3.4. Operasional Variabel

1. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah adalah semua penerimaan yang diperoleh

dari pungutan kekayaan atau potensi-potensi daerah yang ada yang berasal dari
21

daerah sendiri seperti : semua penerimaan dari pajak daerah, retribusi daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan

asli daerah yang sah yang berdasrkan peraturan peundang-undangan yang

berlaku pada setiap penerimaan dan dinyatakan dalam rupiah untuk setiap

tahunnya selama tahun 2006-2010.

2. Penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah semua

penerimaan dari pungutan pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang

dikenakan atas pengambilan bahan galian golongan C seperti pasir, batu, krikil,

tanah dll yang berasal dari sumber alam yang di dalam atau permukaan bumi

untuk dimanfaatkan. Dan dinyatakan dalam rupuah untuk setiap tahun selama

tahun 2006-2010.

3. Penerimaan Pajak penambangan Pasir adalah semua penerimaan yang dikenakan

atas penembangan pasir dimana pasir yaitu butir-butir batu yang halus yang

merupakan lapisan tanah atau timbunan kersik halus yang dilihat dalam rupiah

4. Penerimaan Pajak Penambangan Batu adalah semua penerimaan yang dikenakan

atas penambangan batu yang dilihat dalam rupiah

5. Krikil (sirkuit) adalah bitiran batu yang lebih besar dari pada pasir tetapi lebih

kecil dari pada krikil, berikuran kira-kira sebesar biji nangka.

6. Tanah, Tanah Liat yaitu batuan berwarna yang terutama terdiri dari butiran halus

silikat alumunia berair sebagai hasil pelapukan bahan feldspar dan batuan silikat

alumunia lainnya.
22

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003, Tentang


Keuangan Negara.

, 2004, Undang-Undang Nomor.28 Tahun 2009, Tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah.

Anonim, 2001, Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001, tentang Pajak Daerah.

Suparmoko, 2001, Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah,


BPFE, Yogyakarta.

Syamsi, 1998, Dasar-dasar Kebijakan Keuangan Negara, Rineka Cipta, Jakarta.

Suparmoko, 1996, Azas-asas keuangan Daerah, Edisi Revisi, Rinaka Cipta, Jakarta.

Mardiasmo, 2009, Perpajakan 2009 Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta.

Mardiasmo, 2011, Perpajakan 2009 Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta.

Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yokyakarta.

Darise, Nurlan, 2007, Pengelolaan Keuangan Daerah, Indeks, Jakarta.

Mahmudi, 2007, Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, YKPN,


Yogyakarta.

Suandy, Erly, 2005, Perencanaan Pajak Edisi Revis, Salemba Empat, Jakarta.

Siahaan P, Marihat, 2005, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Raja Garafindo
Persada, Jakarta.

Suandy, Erly, 2005, Perencanaan Pajak Edisi Revis, Salemba Empat, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai