Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIKAN SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN KEHIDUPAN

MASYARAKAT BERKUALITAS: SEBUAH RENUNGAN PEMIKIRAN

OLEH :
I MADE BRAM SARJANA
BAPPEDA KAB. BADUNG

Pengantar
Sejarah telah mengajarkan dan membuktikan kepada kita akan betapa
pentingnya pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa. Salah satu contoh yang dapat
diambil adalah Jepang, yang hancur lebur oleh Bom Atom Amerika Serikat pada tahun
1945, namun pada sekitar tahun 1960-an, sekitar 15 tahun kemudian, telah mampu
bangkit kembali sebagai negara yang kuat. Hal itu terjadi karena setelah perang
berakhir, pemerintahnya memberikan perhatian yang amat besar terhadap
pembangunan sektor pendidikannya. Pemerintah membangun kembali sekolah-
sekolah yang hancur, mencetak kembali buku-buku pelajaran, menerjemahkan pustaka
berbahasa asing ke bahasa Jepang agar dapat dipelajari dengan cepat, termasuk pula
dengan mengirim pemuda-pemudanya untuk belajar ke luar negeri.
Kini, seperti kita ketahui bersama, Jepang telah menjadi salah satu negara
superpower di dunia, dan menyusul sejumlah negara lainnya di Asia seperti Korea
Selatan, India yang menjadi negara maju, termasuk negara tetangga kita yang pada
masa lalu justru banyak belajar dari Indonesia, yaitu Malaysia. Berdasarkan pada
pengalaman sejarah tersebut, maka sinergi antara pemerintah, masyarakat, dunia
usaha dengan dunia pendidikan menjadi sangat strategis dalam upaya mewujudkan
kehidupan masyarakat yang berkualitas. Hal ini pula yang turut menjadi perhatian
Pemerintah Kabupaten Badung sehingga menetapkan sektor pendidikan sebagai salah
satu fokus dalam pelaksanaan pembangunan daerah.

Pokok Bahasan
Tulisan ini secara ringkas akan mendiskusikan tentang sejumlah hal berikut ini
Apa itu pendidikan?, Mengapa pendidikan? danRelevansi pendidikan dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat

a. Apa itu Pendidikan


Pendidikan merupakan bagian inheren dari kehidupan, karena pada dasarnya
manusia adalah ”mahluk pembelajar”. Konsekuensi dari hakekat manusia sebagai

1
mahluk pembelajar adalah bahwa manusia sudah sewajarnya senantiasa melakukan
upaya-upaya yang mengarah pada ”peningkatan kapasitas”, yaitu suatu proses
untuk melakukan atau menggerakkan perubahan di berbagai tingkatan (individu,
kelompok, organisasi, dan sistem) untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri
dari orang dan organisasi sehingga dapat merespons lingkungannya yang selalu
berubah.
Kita sebagai manusia, adalah ciptaan yang diciptakan oleh Sang Pencipta yang
dianugerahi pula dengan daya untuk mencipta (we are created by The Creator to be
creature with creativity). Pendidikan juga merupakan proses pembelajaran menuju
pematangan psikologis melalui tahapan dimulai dari aspek Kognitif (penalaran), Afektif
(penghayatan) hingga berlanjut pada Psikomotorik (tindakan).
Dahulu kala, manusia belum mengenal bahasa dan tulisan. Mereka
berkomunikasi satu sama lainnya dengan bahasa tubuh, yang juga muncul karena
proses pembelajaran. Selanjutnya mereka menyepakati penggunaan simbol-simbol
tertentu di kalangan terbatas untuk berkomunikasi, umumnya masih berupa gambar-
gambar yang mewakili benda-benda fisik di sekitar mereka, yang pernah dilihat. Pada
tahapan berikutnya, berbagai simbol tersebut dimodifikasi menjadi huruf-huruf yang
membentuk bahasa, sebagai media berkomunikasi di antara mereka. Terbentuknya
bahasa inilah yang selanjutnya mendorong percepatan terciptanya berbagai sarana
yang membantu kehidupan manusia. Dengan proses pembelajaran melalui bahasa,
manusia pun mulai menulis, yang selanjutnya mendorong penemuan kertas dan buku.
Demikian proses pembelajaran itu berlangsung terus secara akumulatif, hingga
pada abad ke-21 ini akhirnya manusia di bumi dapat berkomunikasi secara real time
dengan manusia lainnya yang tengah menjalankan misi di luar angkasa. Manusia di
satu belahan dunia dapat berkomunikasi atau mengetahui peristiwa di belahan dunia
lainnya melalui wahana internet.

b. Mengapa Pendidikan
Pendidikan merupakan media menuju pencerahan (enlighment) jasmani rohani
dan pemberdayaan (empowerment) potensi yang dimiliki masing-masing individu,
menjadi sebuah kekuatan nyata untuk menjalani kehidupan, yaitu suatu kecakapan
hidup/life skill. Kini tentu menjadi menarik bagi Saudara untuk mencari tahu dari dalam
diri masing-masing, potensi apa saja yang kita miliki, apakah sains (murni maupun
terapan), seni, olah raga, dan sebagainya.
Pendidikan merupakan sebuah proses yang tidak pernah berhenti, terus
berlangsung secara berkelanjutan selama kehidupan manusia (long life education).
Kehidupan sendiri merupakan sebuah proses pendidikan. Proses pendidikan di tingkat
pendidikan tinggi yang Saudara jalani saat ini hanyalah merupakan salah satu tahapan

2
yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya. Usai menjalani sejumlah ujian dalam
menjalani pendidikan, kita akan menempuh ujian yang sebenarnya, yaitu kehidupan
bermasyarakat sebagai seorang warga negara, dalam ”universitas kehidupan”.

c. Relevansi Pendidikan untuk Kesejahteraan


Apa yang akan Saudara kerjakan dengan pendidikan yang ditempuh saat ini?
Tentunya berpartisipasi dalam pembangunan melalui ”kerja”. Melalui proses
pendidikan yang mencerahkan dan memberdayakan potensi tersebut, diharapkan
terjadinya suatu proses perubahan paradigma, bahwa pekerjaan sebagai sarana dalam
menjalani kehidupan, tidak sebatas hanya dengan menjadi seorang PNS atau
karyawan sebuah perusahaan. Ingatlah bahwa pada dasarnya pendidikan merupakan
suatu proses penyadaran dan pemberdayaan potensi manusia sebagai landasan
dalam menjalani kehidupan, melalui life skill yang telah disebutkan tadi.
Berbekal segala pengetahuan yang telah dipelajari selama menjalani
pendidikan, peluang para peserta didik yang telah menuntaskan proses/tahapan
pendidikannya dengan baik untuk selanjutnya menjalani kehidupan sangatlah besar.
Salah satu yang penting dan berdampak positif terhadap kehidupan secara luas adalah
dengan membangun usaha sendiri. Tantangan riil lainnya yang akan dihadapi ketika
para alumni masuk dalam kehidupan bermasyarakat adalah menjadi Guru yang sejati,
Guru bagi diri sendiri, Guru bagi masyarakat di lingkungan sekitar dan hingga menjadi
Guru bagi bangsa kita, seperti yang telah dilakoni para pendiri bangsa (founding
fathers). Siap dan mampukah kita? Ini adalah tantangan tersendiri yang memang kita
hadapi bersama setelah menempuh pendidikan sekian lama, dan harus berkecimpung
kembali di kehidupan bermasyarakat.
Sebagai sebuah gambaran umum, tantangan yang tengah terjadi dalam
kehidupan masyarakat kita antara lain adalah:
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Meningkatkan derajat kesehatan
- Memberdayakan potensi ekonomi lokal
- Meningkatkan dan membangun infrastruktur yang layak
- Mengatasi berbagai gejolak politik dan keamanan
- Menangani bencana alam akibat semakin merosotnya kualitas lingkungan
hidup
Pada intinya berbagai tantangan tersebut bermuara pada satu persoalan, yaitu
bagaimana meningkatkan tingkat kesejahteraan bangsa, melalui pendidikan.
Dari berbagai uraian tentang hakikat pendidikan yang bersifat filosofis hingga
kondisi riil yang bersifat praktis tadi, akhirnya kita sampai pada pertanyaan: Di mana
posisi kita saat ini, dan apa yang harus kita perbuat? Dengan melihat besarnya

3
tantangan yang kita hadapi bersama, tentunya menjadi kewajiban kita semua untuk
menggunakan seluruh perangkat keilmuan yang telah dipelajari dalam menggerakan
dan memberdayakan seluruh potensi yang ada. Potensi apa yang ada, tentunya amat
banyak, bila kita mau menggali dan memahaminya, salah satunya potensi dari sisi
kearifan budaya yang kita miliki.
Di Bali, para leluhur mewariskan sebuah konsep tentang tata cara mewujudkan
kehidupan harmonis, yaitu Tri Hita Karana. Konsep ini mengajarkan kepada kita
mengenai pentingnya hubungan yang harmonis antara tiga sendi kehidupan, yaitu
antara Sang Pencipta, Manusia, dan Alam. Sekilas konsep ini nampak terlalu
sederhana untuk menjelaskan kehidupan. Namun bila konsep Tri Hita Karana tersebut
kita coba gali dan pahami dengan benar, konsep sederhana tersebut sejatinya
mengajarkan kepada kita suatu pemikiran yang sangat fundamental dan mencerminkan
kebijaksanaan yang amat tinggi. Sebagai satu contoh kecil, seandainya manusia telah
terbiasa menghormati manusia lainnya, tentu angka perkelahian antar pemuda atau
bahkan mahasiswa dapat dihindari. Bila manusia telah terbiasa memperlakukan alam
secara terhormat, tentunya ancaman bencana seperti banjir dan tanah longsor dapat
dihindari pula. Demikian bila setiap insan telah melaksanakan srada baktinya kepada
Sang Pencipta dengan tulus, maka kedamaian akan betul-betul terwujud. Bila konsep
Tri Hita Karana dipahami secara benar, semuanya ternyata bermuara pada upaya
mengasah kecerdasan emosional (emotional quotient/EQ), kecerdasan intelektual
(intelligence quotient/IQ), bahkan kecerdasan kosmik (cosmic quotient).
Tri Hita Karana tadi hanyalah salah satu konsep dari beragam kearifan lokal
lainnya yang ada dalam budaya masyarakat di Bali. Tentu tak terhitung begitu banyak
kearifan lokal dari budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Kini dengan perangkat
keilmuan yang ada, segala kearifan lokal tersebut perlu direvitalisasi kembali agar
kontekstual dengan kehidupan kekinian. Untuk itu tentunya kita harus bahu-membahu,
bekerja keras, bersama-sama membangun masyarakat kita, terlebih bagi Saudara
selaku calon-calon pendidik masyarakat, saya harap dapat menjadi panutan dan agen
perubahan sosial (agent of social changes) dalam mewujudkan tatanan kehidupan
yang lebih berkualitas.
Akhirnya di pundak lembaga pendidikan, para pendidik dan peserta didiklah,
segala kemajuan dalam seluruh tatanan kehidupan ini bertumpu. Pendidikan
seharusnya mencerahkan dan memberdayakan. Pendidikan tidak boleh menjadi
menara gading yang berkilauan dari kejauhan namun tidak mampu berkontribusi untuk
kemajuan. Ini adalah tantangan yang harus kita jawab untuk mewujudkan kehidupan
yang berkualitas.

4
REFERENSI
Direktorat Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri & GTZ. 2005. Pedoman
Pengembangan Kapasitas di Daerah, Modul A:Siklus Pengembangan Kapasitas
dari Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas (CBNA) Menuju Rencana
Tindak Pengembangan Kapasitas (CBAP)
Freire, Paulo. 2000. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan
(terjemahan). Yogyakarta : Read & Pustaka Pelajar.
Harefa, Andrias. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: Kompas Media
Nusantara
Said, Edward W. 1998. Peran Intelektual (terjemahan). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan

Anda mungkin juga menyukai