Imunitas seluler (sel T, makrofag) yang di induksi faksinasi adalah esensial untuk
mencegah dan eradikasi bakteri, protozoa, virus dan jamur intraseluler. Oleh karna itu vaksinasi
harus di arahkan untuk menginduksi baik system imun humoral maupun selular, respon CD4
atau CD8, respon Th1 atau Th2 yang memacu produksi IgE,sedang untuk proteksi terhadap
mikrobakteri di pilih respons Th1 yang mengaktifkan makrofag (DTH). Imunisasi fasif dengan
sel,dewasa ini tidak dapat dilakukan oleh karna dapat menimbulkan imunitas transplasi terhadap
sel asal donor dengan histokompatibilitasi yang berbeda. Imunisasi dapat terjadi secara alamiah
dan buatan (akti dan pasif) terlihat pada gambar (16,1)
Berbagai vaksin dan serum (juga asal hewan) yang di gunakan pada manusia, terlihat
pada tabel 16,2
II. ANTIGEN DAN IMUNOGENISITAS
A. Imunogenisitas dan antigenisitas
1. Imunogenisitas
Imunogenisitas merupakan sifat dasar bahan tertentu (imunogen). Imunogen adalah bahan yang
menginduksi respons imun. Respons imun di tandai dengan induksi sel B untuk memproduksi Ig
dan aktifasi sel T yang melepas sitokin.
2. Antigenisitas
Antigenisitas adalah kemampuan suatu bahan (antigen) untuk menginduksi respons imun yang
dapat bereaksi dengan reseptor antigen tersebut yang di produksi sel B (antibody) dan reseptor
antigen pada permukaan sel T. imunogenisisitas dan anti genisitas sering di gunakaan dan di
artikan sama.( Tabel 16,2 vaksin dan serum yang di gunakan pada manusia)
3. Lokasi berbagai antigen yang menginduksi imunitas
Vaksin yang sering di gunakaan terdiri atas antigen multiple yang masing-masing dapat memiliki
antigenisitas spesifik atau epitope.(gambar 16,2)
mengingat antigen permukaan merupakan komponen mikroba pertama yang berinteraksi dengan
pejamu, antigen eksternal biasanya merupakaan antigen yang di gunakaan dalam vaksinasi.
Dalam hal ini, respons humoral dan selular yang di induksi vaksin menghasilkan produk yang
menginaktifkan potensi patogenik mikroba.
Virus influenza memiliki antigeb eksternal (hemaglutinin dan neuramidase ) yang di ekpresikan
di permukaan virus dan juga antigen internal (matriks protein atau nucleoprotein) yang tidak
terpajan. Antigen internal menginduksi antibody selama infeksi, namun hanya antibody terhadap
antigen eksternal yang dapat menetralisasi virus dan mencegah infeksi. Tidak semua antigen
eksternal menginduksi respons protektif. Antibody terhadap molekul hemaglutinin influenza
lebih efektif dalam mencegah infeksi di banding antibody terhadap molekul neuraminidase.
B. Derajat imunogenisitas
Antigen harus merupakan bahan asing untuk pejamu yang derajat antigenisitasnya tergantung
dari jarak filogenetik. Jadi serum kuda lebih imunogenik terhadap manusia di bandingkan serum
kera. Kompleksitas suatu kimia dari molekul sangat berperan pada imunogenisitas.
Keanekaragaman kimia memungkinkan adanya berbagai epitop (unit untuk rangsangan
antibody) epitope yang lebih berfariasi lebih besar kemungkinannya seseorang akan memberikan
reaksi satu atau lebih epitop.
Protein merupakaan imonugen poten oleh karna protein di bentuk oleh 20 asam amino
atau lebih yang dapat merupakaan epitope khusus. Kojugat protein dengan molekul biologic lain
(glikoprotein) juga merupakaan antigen yang baik. Kebanyakaan polisakarida merupakaan
antigen lemah atau bahkan nonantigenik. Polisakarida biasanya terdiri atas beberapa
monosakarida dan tidak memiliki cukup keanekaragaaman kimia untuk menunjukan
imunogenisitas. Asam nukleat dalam bentuk murni dianggap nonimunogenik. Tetapi bila di ikat
oleh protein dasar, asam nukleat dapat berperan sebagai imunogen.
C. Antigen yang berubah
Antigen dapat di ubah secara antifisial dan anti body yang di produksinya akan berhubungan
dengan epitop yang berubah. Epitope dapat di hilangkan, di tambahkan atau di rubah.
D. Hapten
Cara umum untuk meningkatkan jumlah epitope ialah dengan menambahkan bahan yang di sebut
hapten ke antigen yang sudah ada. Hapten adalah molekul kecil nonimunogenik yang dapat
menambahkan epitope baru (spesipitas baru) bila di konjugasikan dengan anti gen yang ada.
Antibody terhadap epitope baru bereaksi dengan hapten bebas, tetapi juga dengan tempat hapten
epitope pada antigen yang di rubah.
E. Ajuvan
Ajuvan adalah bahan yang berbeda dari antigen yang di tambahkan ke vaksin untuk
meningkatkan respons imun, aktifasi sel T melalui peningkatan akumulasi APC. Ajuvan di ikat
antigen dalam vaksin, menolong antigen tetap di tempat suntikaan dan mengantarkan antigen ke
KGB tempat respons imuns terjadi.
Berbagai mikroba dan preparat sintesis memiliki sifat ajuvan. Contoh-contohnya adalah emulsi
air/minyak,produk bakteri kompoen polimer dan dterjen yang di gunakaan sendiri atau di campur
dengan yang lain.alum (GARAM ALUMUNIUM) dan kalsium banyak di gunakan. Ajuvan yang
dewasa ini sering di gunakaan adalah lipid A yang sudah di proses untuk menurunkan
toksisitasnya. Komponen bakteri lain yang di gunakan adalah muramildipeptida, suatu bahan
asal tuberkel kuman berupa emulsi mintak/air. Produk bakteri sperti B pertusis yang dimatikan
dalam DPT berfungsi sebagai ajuvan untuk toksoid di samping sebagai vaksin sndiri.
Penggunaan sitokin (IL-I dan IL-2) sebagai ajuvan masih dalam eksperiment. Antigen pada
liposom dari fospolipid ( masih eksperimental) dapat digunakan dalam sistem penghantaran
khusus. Di samping ajuvan, vaksin juga mengandung antibiotik untuk mencgah kontaminasi
bakteri selama produksi, pengawt untuk vial yang multidose steril setelah dibuka atau stabilisator
untuk mmpertahankan potensi vaksin pada suhu yang sedikit kurang dari optimal. Ajuvan freund
in complete adalah ajuvan yang mengandung minyak mineral yang di campur dengan antigen
dalam air. Dapat meningkatkan rspons imun humoral tetapi tidak sluler. Ajuvan mikobaktrium
mengunakan suspensi mikobakterium yang mati yang di kringkan antara lain M. Tuberkulosis
campuran dengan antigen meningkatkan terutama imunitas seluler.
F. Besar Molekul
Besar molekul penting dalam menentukan kemampuan menginduksi respons imun. Molekul
besar biasanya lebih imunogenik oleh karena memberikan kesempatan menjadi lebih kompleks
(lebih banyak epitop yang beranekaragam). Molekul yang tidak dapat dipecah seperti partikel
polistiren atau asbestos tidak imunogenik oleh karena tidak dapat diproses oleh fagosit.
G. Rute Imunisasi
Pemberian SK atau IM merupakan rute tersering dan terbaik dalam vaksinasi aktif atau pasif
untum menginduksi respons antibodi. Suntikan IV akan dapat mengurangi respons imun.
hipogamaglobulinemia Bruton. Pemberian oral digunakan untuk imunisasi polio (sabin) galur
(strain) virus yang dilemahkan yang dapat berkembang dalam mukosa usus kecil. Subjek yang
diimunisasi akan mengeluarkan virus dalam tinja, yang dapat disebarkan ke orang lain disamping
alamiyah terhadap patogen yang disebarkan melalui udara dan dapat memberikan keuntungan
H. Sifat Pejamu
Berbagai faktor mempengaruhi respon terhadap imunisasi seperti faktror endogen berupa usia,
genetik, kesehatan umum dan faktor eksogen berupa infeksi intermiten, status gizi dan medikasi.
Defisisensi vitamin A dapat mengurangi daya pertahanan pejamu. Untuk keberhasilan imunisasi,
resifien harus ada dalam keadaan imunokompeten. Mereka yang kurang imunokompeten seperti
infeksi, efek herediter akan mendapat pengobatan dengan imunosupresip, tidak hanya
menunujkan respon imun buruk, tetapi juga menunjukan resiko dari bahan vaksin. Hal ini dapat
I. Dosis
Dosis antigen diharapkan tidak mengganggu respon imun. Jumlah berlebihan atau dosisi
berulang kan mengganggu respon imun. Hal tersebut terutama terjadi pada polisakarida
J. Nomenklatur Antigen
Berbagai nama diberikan untuk antigen sesuai asalnya seperti antigen kapsul, antigen golongan
darah, antigen transplantasi, atau sesuai komposisi kimia. Nama fungsional antigen seperti sel T
dipenden atau sel T independen dan deskripsi sebagai super antigen mungkin lebih banyak
Kebanyak antigen memerlukan bantuan sel T untuk menimbulkan respon imun. Antigen dengan
komponen protein merupakan prototipe antigen T yang dependen (TD). Hal ini berarti bahwa sel
B yang sebenarnya memproduksi Ig tidak akan mampu berfungsi tanpa bantuan sel T. Bantuan
tersebut berupa sitokin yang dilepas sel T setelah kontak dengan antigen. Sebaliknya,
polisakarida dan molekul lain dengan tempat determinan yang terbatas, dapat merangsang sel B
Antigen TI di temukaan dalam dua bentuk: TI 1 dan TI 2. Antigen TI 1 seperti LPS bakteri
berfungsi seperti nitrogen dan mengaktifkan banyak sel B (aktifator poliklonal sel B) antigen TI
2 mempuntai banyak ulangan epitop dan bereaksi silang dengan banyak reseptor antigen pada sel
B, jadi memberikan sinyal poliferasi terhadap sel B spesifik.antigen TI dapat di jadikan sel T
dependent bila di konjugasikan dengan antigen TD merangsang produksi imunoglobulin yang
mencolok (respons anamnetik), yang tidak terjadi pada suntikan booster antigen TI.
L. superantigen
Molekul superantigen merupakaan mitogen sel T yang sangat poten. Mungkin lebih tepat kalau
di sebut supermitogen karna dapat memacu mitosis sel CD4 tanpa bantuan dari APC.
Superantigen diikat pada regio yang variabe dari rantai-B reseptor T dan sekaligus diikat
molekul MHC-II. Ikatan silang ( cross-linking) itu merupakan sinyal kuat sekali untuk mitosis
oleh karna molekul tersebut dapat bereaksi dengan berbagai rantai-B dari reseptor sel T.
Satu molekul superantigen dapat mengaktifkan sejumlah besar (sampai 20%) dari semua sel T
dalam darah perifer. Contoh superantigen adalah enterotoksin dan toksin sindrom syok yang di