PEMBAHASAN
A. Definisi
Diare adalah pengeluaran feses yang lunak dan cair disertai sensasi ingin
defekasi yang tidak dapat ditunda. (Grace, Pierce A &Borley, Neil R, 2006).
Diare adalah gejala kelainan pencernaan, absorbsi dan fungsi sekresi
(Wong, 2001).
Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan
yang terjadi dengan bagian feses tidak terbentuk (Nethina, 2001).
Diare adalah kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja
(Behrman, 1999).
Menurut pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah gejala
kelainan sistem pencernaan, absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana pasien
mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja dengan frekuensi buang
air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak dengan
konsistensi feses cair, dapat berwarna hijau bercampur lendir atau darah, atau
lendir saja.
Diare dibagi menjadi dua yaitu:
1. Diare Akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan frekuensi dan
kualitas defekasi.
2. Diare Kronis
Diare kronis yaitu diare yang lebih dari dua minggu
B. Etiologi
Terdapat 3 bahan dalam etiologi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2005).
1. Diare Akut
Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri maupun
adanya infeksi.
a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat
diberikan terapi antibiotik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang
paling sering.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal, infeksi traktus
urinarius dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan,
antibiotik, toksin yang teringesti, iriitable bowel syndrome, enterokolitis,
dan intoleransi terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini:
a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respons inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis
3. Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi,
penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sanitasi atau
higiene buruk, pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak tepat.
C. Patofisiologi
Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan
kapasitas untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus
yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit
pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh
gangguan malabsorpsi.
Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis,
misalnya ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui
stimulasi usus oleh saraf parasimpatis.Juga terdapat jenis diare yang ditandai
oleh pengeluaran feses dalam jumlah sedikit tetapi sering. Penyebab diare
jenis ini antara lain adalah kolitis ulserabutiv dan penyakit Crohn. Kedua
penyakit ini memiliki komponen fisik dan psikogenik (Elizabeth J. Corwin,
2007).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diare akut
a. Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.
b. Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut,
rasa tidak enak, nyeri perut.
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut.
d. Demam.
2. Diare kronik
a. Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.
b. Penurunan BB dan nafsu makan.
c. Demam indikasi terjadi infeksi.
d. Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
a. Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis mengarahkan
dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa menjadi
patokan untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik.
b. Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.
Difficile ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin,
bukan berdasarkan ditemukannya organisme saja.
c. Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.
2. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan
prioritas diagnosis klinis yang paling mungkin:
a. Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED,
biokimiawi darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum,
vitamin B12 dan folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial untuk penyakit
siliaka.
b. Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum
menyingkirkan giardiasis.
c. Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja
dengan Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada
kasus yang lebih sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk
pengukuran ini dibutuhkan diet yang terstandardisasi.
d. Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi
pankras, sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dan/atau CT pankreas.
e. Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan
penyakit seliaka dan giardiasis.
f. Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah
lebih menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras
karena, bahkan ketika mukosa terlihat normal pada biopsi bisa ditemukan
kolitis mikroskopik (misalnya kolistik limfositik, kolitis kolagenosa).
g. Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan
berlebihan bakteri pada usus halus (laktulosa).
h. Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit
Crohn atau bahkan struktur usus halus.
i. Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di
urutan terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap
merupakan cara paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan diare
sekretorik.
j. Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi
hormonharus dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.
Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal dan
belum mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah untuk
Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila ada riwayat
perjalanan ke luar negeri.
2. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit
(ameba, Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter,
Clostridium difficile).
3. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau kangkaer (atau
kolitis ameba). Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai diasnostik
F. PATHWAY
Isi usus
Penyerapan makanan di
usus
Diare
Mual muntah
Hilang cairan & elektrolit
berlebihan
Nafsu makan
Kerusakan integritas
Gangguan keseimbangan
kulit
cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan
Dehidrasi nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Keterangan:
b. Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan
rincian sebagai berikut:
2) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg :
3) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
:
2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
a. Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak
jenuh.
b. Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai
sedang atau tak jenuh.
Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur
tempe yang bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan diare.
Adapun sasaran dan kegunaannya adalah untuk meringankan kerja usus bagi
penderita diare dan diberikan kepada anak usia 6 -12 bulan dan anak usia 1 -
5 tahun. Adapun bahan yang dibutuhkan adalah tepung beras 30 gram,
tempe 50 gram, margarine 10 gram dan gula pasir 20 gram, serta air 200 ml.
Adapun caranya ada 2 yaitu cara pertama: tempe di blender ditambah 20 cc,
campurkan tempe yang sudah diblender dengan tepung beras, gula pasir,
margarine dan air sebanyak 200 cc, aduk hingga rata, lalu mask diatas api
sampai mengental dan siap disajikan. Cara kedua: tempe direbus lalu
dihaluskan, campur tempe , tepung beras, margarine, gula pasir dengan sisa
rebusan tempe sebanyak 200 cc. Masak diatas api sampai mengental
kemudian disaring dan siap untuk disajikan.
3. Obat-obatan
Tabel antidiare(Kee, 1996)
Pemakaian dan
Obat Dosis
pertimbangan
Opiat
Tingfur opium TR: D: PQ: 0,6 mL atau 10 Untuk diare akut dan
tts, q.i.d. dicampur dengan air nonspesifik. Obat
Camphorated: 5-10 mL, 1-4 golongan II
kali/ hari
Paregorik D: PO: 5-10 mL, 1-4 kali/ hari Untuk diare. Obat
A: PO: 0,25-0,5 mL, 1-4 kali/ golongan III
hari
Kodein D: PO: 15-30 mg, q.i.d. Untuk diare
Agen-agen opiat
related
Difenoksilat dengan D: PO: 2,5-5 mg, b.i.d,q.i.d. Untuk diare akut,
atropin (Lomotil) nonspesifik. Obat
Anak >2 thn: 0,3-0,4 mg/kg, golongan V.
setiap hari dalam dosis terbagi Dosis untuk anak
4 atau 2 mg, 3-5 kali setiap bervariasi sesuai
hari dengan umur.
Adsorben
Kombinasi
2. Keluhan utama
Mencret
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan mencret dirasakan 4x sehari dan berkurang saat klien
beristirahat. Klien mengatakan diare dengan lendir dan merasa mulas, badan
merasa lemah sehingga menganggu aktivitas sehari-hari. Perut klien terasa
mulas dan anus terasa basah. Klien mengatakan diare dirasakan sudah 3-5
hari.
7. Riwayat Sosial
Yang mengasuh kedua anaknya adalah kedua orang tuanya, hubungan
anggota keluarga baik, hubungan dengan teman bermain juga baik.
8. Kebutuhan Dasar
NO AKTIVITAS DI RUMAH DI RUMAH
SAKIT
1 Nutrisi
a. Makan
Frekuensi 2 x sehari 2 x sehari
Jenis Nasi Bubur
Porsi ½ porsi, habis ½ porsi, tidak
habis
b. Minum
Frekuensi 4 x sehari, 1 4x sehari, 1
3 Personal Hygiene
Mandi 2x sehari -
Keramas 1x sehari -
Gosok gigi 2x sehari -
6. Mulut
Bibir pucat, tidak ada pembesaran tonsil, tidak ada karang gigi, gigi
terlihat bersih dan rapi
7. Abdomen
Bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak ada lesi, ada nyeri
tekan dan bising usung 15x/menit.
Inspeksi : perut datar.
Auskultasi : Bising usus meningkat 15x/menit
Palpasi : hepar tidak teraba.
Perkusi : timpani
8. Ekstremitas
An.S tidak mengalami kelemahan otot. Kekuatan otot ekstremitas atas
dan bawah 5.
9. Genetalia Dan Rektum
Bersih, tidak ada kelainan, terdapat kemerahan pada anus
10. Kulit
Turgor kulit menurun, kulit pucat cubitan kulit kembali dengan lambat,
warna kulit coklat.
1. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Infeksi Kekurangan volume cairan
-keluaraga klien
mengatakan klien Berkembang di usus
BAB mencret 4X
/ hari Hipersekresi air dan
elektrolit
DO :
-Klien tampak Isi usus
lemas
-Klien tampak Diare
pucat
-Mencret 4x seari Frekuensi BAB
-Bising usus 15 meningkat
kali permenit
-Kelopak mata Hilangnya cairan
cekung dan elektrolit
Ubun – ubun berlebihan
cekung
Gangguan
keseimbnagan cairan
dan elektrolit
Dehidrasi
Kekurangavolume
cairan
2 DS : Infeksi Ketidakseimbangan nutrisi
-orang tua klien kurang dari kebutuhan tubuh
mengatakan klien Berkembang di usus
tidak nafsu
makan Hipersekresi air dan
-Bila klien diberi elektrolit
makan selalau
mual muntah Isi usus
Do :
-klien tampak Diare
lemas
-Berat badan Distensi abdomen
menurun
Mual muntah
Nafsu makan
menurun
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
3 DS : Infeksi Kerusakan integritas kulit
-Klien
mengatakan Berkembang di usus
lemah dan lemas
DO: Hipersekresi air dan
-Kulit klien elektrolit
tampak kering
dan pucat Isi usus
-Lidah dan
mukosa bibir Diare
klien kering
-Cubitan kulit Frekuensi BAB
kembali dengan meningkat
lambat
-Anus klien Kerusakan integritas
tampak kulit perianal
kemerahan
B. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih di tandai
dengan mencret
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan ditandai dengan porsi makan seperempat
tidak habis
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan ditandai dengan
kemerahan pada anus.
Daftar Pustaka
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal – Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth.Jakarta : EGC.
Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2.Edisi 15.Alih
Bahasa A. Samik Wahab.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3; Alih Bahasa, Nike Budhi
Subekti.Jakarta: EGC.
Grace, Pierce A & Borley, Neil R. 2006.At a Glance Ilmu Bedah.Jakarta : Erlangga.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik; Alih Bahasa, Aifrina
Hany. Jakarta: EGC.
Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan,
dkk.Jakarta : EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperwatan
Berdasarkan Diagnose Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing.
(Ed. 6). Missouri : Mosby.