Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut bahan
aktif (active ingredient) yang merupakan bahan utama pembunuh organisme pengganggu
dan bahan ramuan (inert ingredient). Jika dilihat dari struktur kimianya, bahan aktif ini
bisa digolongkan menjadi kelompok organic sintetik, orgnik alamiah dan inorganic. Bahan
aktif ini jenisnya sangat banyak sekali. Tahun 1986 badan proteksi lingkungan amerika
serikat mencatat ada 2600 bahan aktif yang sudah dipasarkan. Dan diseluruh dunia ada
35000 formulasi atau merek dagang.Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta
jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang
dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu,
penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian
nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan
hewan lain yang dianggap merugikan. Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan
bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, (e-petani, 2010).
Penggunaan pestisida dan tertinggalnya residu dapat sangat menurunkan populasi
hewan tanah. Dibandingkan dengan besarnya kandungan residu pestisida dalam tanah,
kandungan pestisida dalam air memang lebih rendah. ( Panut, Djojosurmarto. 2000 )
Pestisida mencakup bahan – bahan yang beracun sehingga perlu hati – hati dalam
penggunaannya. Oleh karena itu pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum
digunakan perlu diformulasikan terlebih dahulu. Formulasi pestisida merupakan
pengolahan (processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat – sifat yang
berhubungan dengan keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan
keefektifan pestisidan. Pestisida yang dijual telah diformulasikan sehingga untuk
penggunaannya, pemakai tinggal mengikuti petunjuk yang ada dilabel.
Jika melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat penggunaan
pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar dan merupakan
sarana penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian. Usaha intensifikasi
pertanian yang dilakukan dengan menerapkan berbagai teknologi maju seperti penggunaan
pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan
perubahan ekosistem yang sering diikuti oleh meningkatnya problema serangan jasad
pengganggu. Demikian pula usaha ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan
pertanian baru, yang berarti melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan
timbulnya masalah serangan jasad pengganggu (Sukoco, 1999).

II. TUJUAN
1. Untuk mengetahui nilai asiditas / asam dan alkalitas / basah, dari suatu
larutan yang bercampur atau untuk mendapatkan gambaran jenis aplikator
yang digunakan.
2. Untuk mengetahui daya larut suatu larutan atau untuk mendapatkan gambaran
ukuran nozzel yang akan digunakan.
3. Untuk menentukan nilai toksisitas suatu larutan yang dapat menimbulkan sinergisme
adhitif dan kompabilitas.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Susunan Formulasi Pestisida


Formulasi adalah campuran bahan aktif pestisida dengan pembawa/carrier-nya. Bahan
aktif bersifat sangat toksik dan mudah menguap sehingga harus ada bahan carrier-nya
yang bersifat netral
Secara garis besar, formulasi pestisida yang diperdagangkan umumnya terdiri dari 3
bagian, yaitu bahan aktif, bahan pembantu, dan bahan pembawa.
A. Bahan Aktif
Bahan aktif merupakan senyawa kimia atau bahan-bahan lain yang memiliki efek
sebagai pestisida. Bahan aktif pestisida dapat berbentuk padatan, cair, dan gas. Bahan
aktif yang digunakan dalam produksi komersil disebut bahan aktif teknis. Bahan aktif
yang biasanya digunakan dalam formulasi berasal dari bahan aktif teknis dalam
bentuk aslinya, yang kemudian dicampur dengan bahan pembantu dan bahan
pembawa.
B. Bahan Pembantu (Adjuvant)
Bahan pembantu merupakan bahan-bahan atau senyawa kimia yang ditambahkan ke
dalam pestisida dalam proses formulasinya agar mudah diaplikasikan atau digunakan
untuk memperbaiki efikasi pestisida tersebut. Bahan-bahan pembantu yang sering
ditambahkan pada formulasi antara lain:
 Solvent
Solvent adalah bahan cair pelarut misalnya alkohol, minyak tanah, xylene dan
air.Solvent ditambahkan ke dalam formulasi untuk melarutkan bahan aktik
karena bahan aktif pestisida tidak larut dalam air atau minyak. Beberapa
contoh solvent organik yang biasa digunakan yaitu asetonitril, aseton,
diklorometan, etanol, etilasetat, heksan, methanol, toluene, dan xylene.
 Diluent
Diluent umumnya ditambahkan ke dalam formulasi untuk membantu
melarutkan atau membawa bahan aktif. Beberapa contoh adalah silica gel,
hydrated alumunium oxide dan kalsium silikat.
 Suspension Agent
Suspension Agent adalah bahan pembantu yang digunakan untuk membantu
pembentukan suspensi, umumnya dicampurkan dalam formulasi
WP. Suspension Agentini membantu pestisida dalam bentuk tepung untuk
tidak cepat mengendap.
 Emulsifier
Emulisifier adalah bahan pembantu yang digunakan untuk membantu
pembentukan emulsi. Emulsifier merupakan bahan detergen yang akan
memudahkan terjadinya emulsi bila bahan minyak diencerkan dalam air.
Umumnya ditambahkan ke dalam formulasi EC.
 Buffer
Buffer merupakn bahan kimia yang ditambahkan ke dalam formulasi untuk
menstabilkan pH formulasi pestisidan antara 5,5 – 7. Umumnya adalah
campuran asam lemah dengan garamnya, misalnya CH3COOH (asam lemah)
plus CH3COONa (garam natrium).
 Surfactant (surfaktan)
Surfactant membantu membasahi bidang sasaran dengan cara menurunkan
tegangan permukaannya. Dengan demikian maka butiran semprot akan lebih
mudah menempel pada bidang sasaran.
 Sticker
Sticker membantu merekatkan butiran semprot pada bidang sasaran dengan
cara meningkatkan adhesi partikel ke bidang sasaran. Sticker menurunkan
kemungkinan pestisida luruh atau tercuci akibat hujan. Beberapa diantaranya
juga mengurangi penguapan.
 Plant Penetrants
Plant Penetrants mampu meningkatkan penetrasi beberapa pestisida ke dalam
jaringan tanaman tertentu. Umumnya digunakan untuk bahan aktif pestisida
dan tanaman yang spesifik.
 Tickener
Tickener berfungsi untuk meningkatkan kekentalan larutan semprot.
Digunakan untuk mengendalikan butiran semprot terbawa angina dan
menghambat penguapan. Kebanyakan pestisida hanya akan mampu
menembus kulit daun tanaman selama pestisida tersebut dalam bentuk larutan.
Jika kering pestisida tidak lagi mampu menembus jaringan tanaman, Tickener
inilah yang memecahkan masalah tersebut.
 Deforming Agent
Deforming Agent digunakan sebagai penghambat terbentuknya busa pestisida
jika dituang atau diaduk dalam tanki, biasanya digunakan dalam jumlah kecil.
 Safener
Safener merupakan bahan yang ditambahkan untuk mengurangi fitotoksik
(daya racun pestisida terhadap tanaman yang disemprot)
 Synergist
Synergis, sejenis bahan yang dapat meningkatkan daya racun, walaupun bahan
itu sendiri mungkin tidak beracun, seperti sesamin (berasal dari biji wijen),
dan piperonil butoksida.

C. Bahan Pembawa (Carrier)


Bahan pembawa digunakan untuk menurunkan konsentrasi produk pestisida,
tergantung pada cara penggunaan yang diinginkan. Bahan pembawa bisa berupa air
(pada water basedformulation), minyak (pada oil based formulation), talk, attapulgit,
bentonit, tepung diatomae (pada formulasi tepung), pasir (pada formulasi butiran),
dan sebagainya. Sebagai contoh, formulasi WP (wettable powder) tersusun atas bahan
aktif, sistem solvent, carrier yang sangat adsobtif, diluent, deactivator, wetting
agent, dispersant, dan sticker.
2.2 Kode Formulasi pada Nama Dagang
1. Jika diformulasikan dalam bentuk padat (misalnya tepung dan butiran), angka
dibelakang nama dagang menunjukkan kandungan bahan aktif dalam persen. contoh :
2. herbisida Karmex 80 WP mengandung 80% bahan aktif (diuron) dan diformulasikan
dalam bentuk WP (tepung yang bisa disuspensikan dalam air)
3. Jika formulasinya dalam bentuk cair, angka di belakang nama dagang menunjukkan
jumlah gram atau mililiter bahan aktif untuk setiap liter produk. Contoh :fungisida
Score 250 EC mengandung 250 ml bahan aktif (difenokonazol) dalam setiap liter
produk Score 250 EC.
4. Jika produk tersebut mengandung lebih dari satu macam bahan aktif maka kandungan
bahan – bahan aktifnya dicantumkan semua dan dipisahkan dengan garis miring.
Contoh : fungisida Ridomil Gold MZ 4/64 WP mengandung bahan – bahan aktif
metalaksil-M 4% dan mankozeb 64% dan diformulasikan dalam bentuk WP.

2.3 Kode Formulasi Pestisida


Global Crop Protection Federation (GCPF) atau Federasi Perlindungan Tanaman Dunia)
telah menyusun kode standart untuk menandai berbagai macam formulasi pestisida.Berikut
adalah beberapa formulasi yang sering ditemukan di Indonesia.
A. Sediaan (Formulasi) Cair.
 Emulsifiable Concentrate atau Emulsiable Concentrate (EC)
EC merupakan sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan
(konsentrasi) bahan aktif yang cukup tinggi. EC umumnya digunakan dengan cara
disemprotkan. Bersama formulasi WP, formulasi EC merupakan formulasi klasik
yang paling banyak digunakan saat ini.
Kelebihan formulasi EC sebagai berikut:
- Konsentrasi tinggi yang berarti harga persatuan berat bahan aktif relatif
murah.
- Dalam penggunaannya memerlukan sedikit pengadukan.
- Tidak atau sedikit meninggalkan “residu yang tampak” pada bidang sasaran.
Kelemahan formulasi EC sebagai berikut:
 mudah menimbulkan overdosing karena kesalahan perhitungan pengenceran.
 Resiko terjadinya peracunan tanaman lebih besar.
 Mudah diserap kulit manusia.
 Solvent bisa merusak selang karet, bagian – bagian pompa sprayer, dan
bagian lainnya.
 Kemungkinan korosif.

 Solube Concentrate in Water (SCW) atau Water Solube Concentrate (WSC)


Formulasi ini mirip EC, tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air
maka konsentrat ini jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan
membentuk larutan homogen. Umumnya, sediaan ini diaplikasikan dengan cara
disemprotkan.
 Aquaeous Solution (AS) atau Aquaeous Concentrate (AC)
AS dan AC merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dalam air. Pestisida yang
diformulasikan dalam bentuk AS atau AC umumnya berupa pestisida berbahan
aktif dalam bentuk garam yang memiliki kelarutan tinggi dalam air. Pestisida
yang diformulasikan dalam bentuk ini digunakan dengan cara disemprotkan.
Formulasi AS juga bisa mengacu pada formulasiaquaeous suspensions.
 Solube liquid (SL)
SL merupakan pekatan cair. Jika dicampur air, pekatan cair ini akan membentuk
larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan cara disemprotkan. SL bisa mengacu
pada formulasi slurry.
 Flowable (F) atau Flowable in Water (FW)
Formualsi F atau FW berbentuk konsentrasi cair yang sangat pekat (mendekati
pasta, tetapi masih bisa dituangkan. Jika dicampurkan air, sediaan ini akan
membentuk suspensi (partikel padat yang melayang dalam media cair) seperti
halnya WP. Pada dasarnya FW adalah WP yang dibasahkan.
Keuntungan formulasi flowable, diantaranya:
 Jarang menyumbat nosel,
 Penanganan dan aplikasinya mudah dilakukan, dan
 Tidak memercik (bandingkan dengan EC).
Kelamahan formualsi flowable, diantaranya:
 Membutuhkan pengadukan terus menerus, dan
 Sering meninggalkan residu yang tampak pada bidang sasaran.

 Ultra Low Volume (ULV)


Sediaan ini merupakan sediaan khusus untuk penyemprotan dengan volume ultra
rendah, yaitu volume semprot antara 1-5 liter/hektar. Formualsi ULV umumnya
berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah
digunakan butiran semprot yang sangat halus.
 Micro-encapsulation
Micro-encapsulation merupakan bentuk formulasi yang relatif baru, yaitu partikel
pestisida (baik cair atau padat) dimasukkan dalam kapsul (semacam selubung
plastik yang larut dalam air) berukuran sangat kecil (lebih kecil dari diameter
rambut manusia). Bentuk mikrokapsul juga bisa dibuat menjadi formulasi CF
(capsule suspensions for seed treatment), yaitu bentuk mikrokapsul khusus untuk
perawatan benih.
B. Sediaan Padat
 Wettable Powder (WP)
Formulasi WP bernama EC merupakan formulasi klasik yang masih banyak
digunakan hingga saat ini. WP merupakan sediaan berbentuk tepung (ukuran
partikel beberapa mikron) dengan kadar bahan aktif relatif tinggi (50-80%), yang
jika dicampurkan dengan air akan membentuk suspensi. Pengaplikasian WP dengan
cara disemprotkan.
Kelebihan penggunaan formulasi WP sebagai berikut:
- Relatif murah.
- Resiko fitotoksisitas lebih rendah (dibandingkan EC dan formulasi cair lainnya).
- Kurang diserap oleh kulit (dibandingkan dengan formulasi cair).
Kelemahan penggunaan formulasi WP sebagai berikut:
- Menimbulkan debu ketika dituang (bahaya inhalasi).
- Memerlukan pengadukan secara terus – menerus.
- Bersifat abrasif.
- Bisa meninggalkan residu yang tampak pada bidang sasaran.

 Soluble Powder (S atau SP)


Formulasi berbentuk tepung yang jika dicampur air akan membentuk larutan
homogen. Digunakan dengan cara disemprotkan.
 Butiran (Granule, G)
Umumnya butiran merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif
rendah (sekitar 2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7-1 mm. Pestisida butiran
umumnya digunakan dengan cara ditaburkan dilapangan (baik secara manual
maupun dengan mesin penabur). Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada
bidang pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu
tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran
biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa
serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan
ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding
dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang
biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).
Kelebihan formulasi butiran seperti berikut:
 Siap pakai sehingga tidak perlu mencampur.
 Tidak memerlukan drift, tidak berdebu, dan tidak memercik.
 Tidak mudah diserap kulit.
 Tidak memerlukan alat aplikasi yang rumit.
Kelemahan formualsi butiran seperti berikut:
 Lebih mahal (dibandingkan ECV atau WP).
 Memerlukan pengolahan tanah setelah penaburan.
 Memerlukan kondisi tertentu (misalnya kelembaban tanah) agar aktif.
 Water Dispersible Granule (WG atau WDG); Dry Flowable (DF)
WDG atau WG berbentuk butiran, mirip G, tetapi penggunaannya sangat berbeda.
Formulasi WG/WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan air dan digunakan
dengan cara disemprotkan. WDG juga sering disebut sebagai dry flowable (DF).
Keuntungan formulasi WDG (dan SG) yaitu:
 pengukuran dan pencampurannya mudah, dan
 risiko bagi keselamatan pengguna lebih kecil (tidak memercik dan tidak
berdebu).
 Solube Granule (SG)
SG (solube granule) mirip dengan WG yang juga harus diencerkan dalam air dan
digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur air, SG akan
membentuk larutan sempurna.
 Tepung Hembus (Dust;D)
Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat
pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini kurang
banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila
pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran
(tanaman).Sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur dengan air) berbentuk tepung
(ukuran partikel 10-30 mikron) dengan konsentrasi bahan aktif rendah (2%)
digunakan dengan cara dihembuskan (dusting).
 Seed Dressing (SD) atau Seed Treatment (ST)
SD dan ST adalah formulasi khusus berbentuk tepung atau cairan yang digunakan
dalam perawatan benih.
 Umpan Bait (B) atau Ready Mix Bait (RB atau RMB)
Umpan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan dalam formulasi
rodentisida untuk mengendalikan hama berupa binatang besar (tikus, babi hutan).
RB atau RMB merupakan umpan siap pakai (sudah dicampur pakan, misalnya
beras); sedangkan B harus dicampur sendiri oleh pemakaianya.
BAB III

CARA KERJA

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENGAMATAN


Pengamatan dilakukan pada:
Hari : Rabu
Tanggal :
Tempat : Laboraturium workshop Jurusan Kesehatan Lingkungan

3.2 ALAT DAN BAHAN.

1. Tabung reaksi
2. Rak tabung
3. Beker glass
4. Stop Watch
5. Masker
6. PH Universal
7. Batang pengaduk
8. Pipet tetes
9. Corong gelas
10. Insektisida / pestisida
11. Sarung tangan
12. Insekta : lalat, Kecoa, Jangkrik, Belalang @ 10 ekor
3.3.1 CARA KERJA.
1. Siapkan alat dan bahan insektisida / pestisida yang akan digunakan.
2. Siapkan insektisida / pestisida (Mustang 25 EC) sebanyak 2 – 3 ml.
3. Ukur nilai PH, dan masukkan dalam tabung reaksi.
4. Siapkan insektisida / pestisida (Biflex 25 EC) yang bersifat sinergisme / daya
toksis. Adhitif / daya rekat pada beker glass sebanyak 2 ml.
5. Ukur nilai PH dan masukkan ke dalam tabung reaksi.
6. Analisa tingkat koligatif / daya larut dan PH pada larutan tercampur.
7. Identifikasi bentuk dan jenis formulasi.
8. Lakukan treatment/perlakuan terhadap insekta dengan insektisida / pestisida yang
sudah dicampur antara lain :
a. Pada media : kaca, porselin, dan hart boart / triplek masing – masing 3 (
tiga kali ) percobaan setiap media.
b. Siapkan dan tutup insekta dengan corong gelas
c. Hitung dengan stopwatch.
9. Amati perubahan periodesasi waktu terhadap tingkat kematian insekta.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan Insektisida Pestisida Sebelum Dicampur

Dalam percobaan yang dilakukan, insektisida yang digunakan adalah Biflex 25EC dan Mustang
25EC

NO INSEKTISIDA KARAKTERISTIK pH
1 Baycarb Bening 4
2 Icon Bening kekuningan 6
3 Rider Putih keruh dan ada endapan 2
4 Pro – Vap Kuning bening tanpa endapan 5
5 Basileum Merah kecoklatan ( seperti air teh ) 7
6 Biflex Bening kekuningan 9
7 Baygon Kuning bening 10
8 Lentrek Bening kecoklatan 5
9 Mustang Bening

4.2 Hasil Pengamatan insektisida Setelah Dicampur

No Insektisida Karakteristik pH Sifat formulasi Koligatif Adhitif

1 Biflex + Bening EC
Mustang kekuningan ada 1. Bening/berwarna
endapan 2. Nozzel 0,2 – 1,4
3. Jika bercampur
air menjadi keruh
putih susu, tidk
ada endapan
4. Aplikator (
sprayer,blower,U
LV)

4.3 Hasil Treatment Pada Insekta Setelah Dicampur

Media
N
Insektisida Insekta Triplek Kaca Porselain
o
GC GL GM GC GL GM GC GL GM
Lalat 1 12’’ 40’’ 19’’ 5’’ 15’’ 20’’ 13’’ 33’’ 17’’
Lalat 2 12’’ 45’’ 55’’ 8’’ 10’’ 17’’ 13’’ 30’’ 51’’
Lalat 3 12’’ 45’’ 1’05’’ 6’’ 10’’ 16’’ 13’’ 33’’ 16’’
Jangkrik 1 54’’ 16’’ 1’10’’ 37’’ 13’’ 10’’ 12’’ 4’’ 28’’
Jangkrik 2 37 3’25’’ 6’15’’ 37’’ 14’’ 15’’ 15’’ 23’’ 38’’
Jangkrik 3 3’20” 7’24’’ 8’54’’ 21’’ 29’’ 21’’ 10’’ 18’’ 28’’
Biflex + Kecoa 1 1’19’’ 3’16’’ 4’35’’ 1’7’’ 3’11’’ 5’38’’ 21’’ 53’’ 1’14’’
1
Mustang Kecoa 2 2’06’’ 12’49 14’55’’ 5’18’’ 4’ 1’58’’ 1’38’’ 6’1’’ 7’39’’

Kecoa 3 2’46’’ 13’4’’ 15’50’’ 4’18’’ 3’24’’ 8’52’’ 1’45’’ 8’19 9’04’’

Belalang 1 27’’ 45’’ 1’22’’ 39’’ 1’28’’ 2’47’’ 26’’ 1’4’’ 1’16’’
Belalang 2 22’’ 44’’ 1’44’’ 42’’ 1’18’’ 2’30’’ 29’’ 1’ 1’41’’
Belalang 3 27’’ 48’’ 2’10’’ 23’’ 1’36’’ 2’16’’ 20’’ 33’’ 43’’
4.4 Hasil Perhitungan

1) LALAT

Lalat pada media trirplek R1= 101,67-71 = 30,67

P1 = 71 R2= 101,67-112= 10,33

P2 = 112 R3=101,67-122 = 20,33

P3 = 122 30,67 +10,33 +20,33


R= 3

71+112+122
P rata-rata = = 101,67 (X) R= 61,33 (Y)
3

KR = X + Y

KR 1 = 101,67+ 61,33 = 163

KR 2 = 101,67– 61,33 = 40,34

𝑌
KP = 𝑋 x100%

61,33
= x 100% = 0,6 %
101,67

Lalat pada media kaca

P1 = 40 R1 = 35,67 – 40 = 24,33

P2 = 35 R2 = 35,67 – 35 = 0,67

P3 = 32 R3 = 35,67 – 32 = 3,67

40 + 35 + 32 24,33+0,67+3,67
P rata-rata = = 35,67 (X) R= 3
3

R = 9,56 (Y)
KR = X + Y

KR = 35,67 + 9,56 = 45,23

KR = 35,67 - 9,56 = 26,11

KP = x 100%

𝑌
= x 100%
𝑋

9,56
= 35,56 𝑥 100

Lalat pada media porselain

P1 = 63 R1 = 73 – 63 = 10

P2 = 94 R2 = 73 – 94 = 21

P3 = 62 R3 = 73 – 62 = 11

63 + 94 + 62 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3
P rata-rata = = 73 (X) R=
3 3

10 +21+11
= = 14 (Y)
3

KR = X + Y

KR = 73 + 14 = 87

KR = 73 - 14 = 59

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

14
= 𝑥 100% = 0,19 %
73
2) Jangkrik

Jangkrik pada media triplek

P1 = 140 R1 = 645 – 140 = 505

P2 = 617 R2 = 645 – 617 = 28

P3 = 1178 R3 = 645 – 1178 = 533

140 + 617 + 1178 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3


P rata-rata = = 645 (X) R=
3 3

505 +28+533
= = 355,3 (Y)
3

KR = X + Y

KR = 645 + 355,3 = 1000,3

KR = 645 - 355,3 = 289,7

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

355,3
= 𝑥 100% = 0,55 %
645

Jangkrik pada media kaca

P1 = 60 R1 = 197 – 60 = 137

P2 = 66 R2 = 197 – 66 = 131

P3 = 71 R3 = 197 – 71 = 126

60 + 66 + 71 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3
P rata-rata = = 65,67 (X) R=
3 3

137 +131+126
= = 131,3 (Y)
3
KR = X + Y

KR = 65,67 + 131,3 = 196,97

KR = 65,67 - 131,3 = 65,63

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

131,3
= 65,63 𝑥 100% = 2 %

Jangkrik pada media porselain

P1 = 44 R1 = 56 – 44 = 12

P2 = 76 R2 = 56 – 76 = 20

P3 = 48 R3 = 56 – 48 = 8

44 + 76 + 48 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3 12 +20+28


P rata-rata = = 56 (X) R= = = 20 (Y)
3 3 3

KR = X + Y

KR = 56 + 20 = 76

KR = 56 - 20 = 36

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

20
= 56 𝑥 100% = 0,35 %

3) KECOA

Kecoa pada media triplek 550 + 1290 + 1900


P rata-rata = = 1246,7 (X)
3

P1 = 550
R1 = 1246,7 – 550 = 696,7
P2 = 1290
R2 = 1246,7 – 1290 = 43,3
P3 = 1900
R3 = 1246,7 – 1900 = 653,3
𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3 696,7 +43,3+653,3
R= 3
= = 464,43 (Y)
3

KR = X + Y

KR = 1246,7 + 464,43 = 1711,13

KR = 1246,7 - 464,43 = 782,27

𝑌
KP = x 100%
𝑋

464,43
= 𝑥 100% = 0,37 %
1246,7

Kecoa pada media kaca

P1 = 596 R1 = 755,3 – 596 = 159,3

P2 = 676 R2 = 755,3 – 676 = 79,3

P3 = 994 R3 = 755,3 – 994 = 238,7

596 + 676 + 994 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3


P rata-rata = 3
= 755,3 (X) R= 3

159,3 +79,3+238,7
= = 159,1 (Y)
3

KR = X + Y

KR = 755,3 + 159,1 = 914,4

KR = 755,3 - 159,1 = 596,2

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

159,1
= 755,3 𝑥 100% = 21,06 %
Kecoa pada media porselain

P1 = 148 R1 = 798 – 148 = 650

P2 = 918 R2 = 798 – 918 = 120

P3 = 1328 R3 = 798 – 1328 = 530

148 + 918 + 1328 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3 650 +120+530


P rata-rata = = 798 (X) R= = = 433,3 (Y)
3 3 3

KR = X + Y

KR = 798 + 433,3 = 1231,3

KR = 798 - 433,3 = 364,7

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

433,3
= 𝑥 100% = 54,2 %
798

3) BELALANG

Belalang pada media triplek

P1 = 134 R1 = 169,67 – 134 = 35,67

P2 = 170 R2 = 169,67 – 170 = 0,33

P3 = 205 R3 = 169,67 – 205 = 35,33

134 + 170 + 205 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3


P rata-rata = = 169,67 (X) R= 3
3

35,67 +0,33+35,33
= = 23,7 (Y)
3
KR = X + Y

KR = 169,67 + 23,7 = 193,37

KR = 169,67 - 23,7 = 145,97

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

23,7
= 169,67 𝑥 100% = 13,9 %

Belalang pada media porselain

P1 = 166 R1 = 150,67 – 166 = 15,33

P2 = 190 R2 = 150,67 – 190= 39,33

P3 = 96 R3 = 150,67 – 96 = 54,67

166 + 190 + 96 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3


P rata-rata = = 150,67 (X) R=
3 3

15,33+39,33+54,67
= = 36,44 (Y)
3

KR = X + Y

KR = 150,67 + 36,44 = 187,11

KR = 150,67 - 136,44 = 114,23

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

136,44
= 150,67 𝑥 100% = 90,55 %

Belalang pada media kaca

P1 = 286
P2 = 270 R2 = 270,3 – 270 = 0,3

P3 = 255 R3 = 270,3 – 255 = 15,3

286+270+255 𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3 15,7+0,3+15,3


P rata-rata = = 270,3 (X) R= = = 10,43 (Y)
3 3 3

R1 = 270,3 – 286 = 15,7

KR = X + Y

KR = 270,3 + 10,43 = 280,73

KR = 270,3 - 10,43 = 259,87

𝑌
KP = 𝑋 x 100%

10,43
= 270,3 𝑥 100% = 3,85
Analisis hasil

Dari percobaan formulasi yang kami lakukan didapatkan hasil sifat formulasi yaitu EC,
bening/berwarna, nozzel 0,2 – 1,4, jika bercampur air menjadi keruh putih susu, tidak ada
endapan, aplikator ( sprayer,blower,ULV).Setelah insektisida dicampur, rata-rata waktu
kematian yang paling cepat yaitu pada insekta lalat. Dan rata-rata waktu kematian yang paling
lama yaitu pada insekta Kecoa. Hal ini dikarenakan nilai aciditas yang didapat dari larutan sesuai
dengan dosis yang dibutuhkan sehingga dapat memudahkan dalam pengendalian insekta
tersebut.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Waktu kematian hewan insekta dari cepat – lama adalah lalat-belalang-jangkrik-


kecoa.
2. Pencampuran 2 atau lebih pestisida dapat meningkatkan daya toksisitas
terhadap insekta jika merupakan insektisida campurannya bersifat aditif,
sinergis dan kompatabel namun sebaiknya akan menurunkan nilai toksisitas
bila campuran tersebut bersifat antagonis.
3. Dari hasil pengmatan didapatkan bahwa media juga berpengaruh pada efektivitas
penggunaan pestisida. Porselain-kaca-triplek

5.2 SARAN

Perlu diadakan pengamatan lebih lanjut


REFERENSI

http://www.gerbangpertanian.com/2010/10/cara-membaca-formulasi-pestisida.html

http://formatfpuns.blogspot.com/2013/02/formulasi-dan-aplikasi-pestisida-sebuah.html

http://masechoamcp.blogspot.com/2012/12/formulasi-pestisida.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24225/4/Chapter%20II.pdf
PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU – B
“FORMULASI PESTISIDA”

Disusun oleh:

Tingkat 2D4 Kelompok 2

1. Fakhry Muhammad 5. Larasati Wijayanti

2. Fathul Fitriyah Rosdiyani 6. Latri Hidayah

3. Erni Tri Wulandari 7. Wahyu Widi Santoso

4. Indah Nur Abidah 8. Widhy Reza Putra

Kesehatan Lingkungan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

2014

Anda mungkin juga menyukai