BAB I
PENDAHULUAN
Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi.
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2002-2003) angka kematian ibu
adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin
dicapai oleh pemerintah pada tahun 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup angka
tersebut masih tergolong tinggi. Yang menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia di
samping perdarahan adalah pre-eklampsia atau eklampsia dan penyebab kematian perinatal
yang tinggi. 1,2
Pre-eklampsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan, penyebabnya belum diketahui. Pada kondisi berat pre-
eklamsia dapat menjadi eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang. 1,2
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia adalah
iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya preeclampsia dan eklampsia (multiple causation). Faktor
yang sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain nulipara, kehamilan ganda, usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, punya riwayat keturunan, dan obesitas.
Namun diantara factor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang
menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat. 1
Pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan ibu di
samping membahayakan janin melalui placenta. Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal
di dunia karena eklampsia. Incidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100
sampai 1:1700. Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang
kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang.
Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan
kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak.
Oleh karena itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus dihindari karena eklampsia
menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi. 1,2,8
1
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pre-eklampsia Berat
2.1. Definisi
Pre-eklampsia adalah suatu sindroma spesifik pada kehamilan yang menyebabkan
penurunan perfusi darah pada organ-organ akibat adanya vasospasme dan menurunnya
aktivitas sel endotel. Penyakit ini ditandai dengan tanda-tanda khas berupa tekanan darah
tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin
(proteinuria). 1,2,3,5
Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga
terjadi pada trimester kedua kehamilan. Sering tidak diketahui atau diperhatikan oleh
wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat pre-
eklampsia berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejang-
kejang dan atau koma. Kedatangan penderita sebagian besar dalam keadaan pre-eklampsia
berat dan eklampsia. 1,2,3
2.2. Epidemiologi
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 – 6 % dari ibu hamil
nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4 – 18
%. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia berat terjadi 25 %. Dari
seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu.
Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan
ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal (Lim, 2009). Pada ibu hamil primigravida
terutama dengan usia muda lebih sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan
multigravida. Faktor predisposisi lainnya adalah ras hitam, usia ibu hamil dibawah 25
tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes. 1,2,8,10
2.3. Faktor Predisposisi
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia bila mempunyai
faktor-faktor predisposisi sebagai berikut: 1,2,5,7
1. nulipara
2. kehamilan ganda
3. usia < 20 atau > 35 tahun
2
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
3
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua villi koriales dan kembali
perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena desidua.
Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap
menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Seluruh ruang interviller tanpa villi koriales mempunyai volume lebih kurang 150-250 ml.
Dampak terhadap janin, pada pre-eklampsia terjadi vasospasmus yang menyeluruh
termasuk spasmus dari arteriol spiralis deciduae dengan akibat menurunnya aliran darah
ke plasenta. Dengan demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplasenta, yang berfungsi baik
sebagai nutrisi maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin di dalam kandungan disebabkan oleh mengurangnya
pemberian karbohidrat, protein, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya
diterima oleh janin.
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang
singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenisasi
untuk janin.
Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi
vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada
kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah
sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Perubahan
aktivitas tromboksan memegang peranan sentral terhadap ketidakseimbangan prostasiklin
dan tromboksan. Hal ini mengakibatkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%,
hipertensi, dan penurunan volume plasma.
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen.
Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita preeklampsia
adalah peningkatan Human leukocyte antigen (HLA). Menurut beberapa peneliti,wanita
hamil yang mempunyai HLA dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko
lebih tinggi menderita preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat.
4
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
5
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
a. nyeri kepala
b. mata kabur
c. mual dan muntah
d. nyeri epigastrium
e. nyeri kuadran atas kanan abdomen.
2.6. Manifestasi Klinis1,2,4,5,7,8
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila
peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester
pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi
kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan
ketiga, mungkin penderita menderita pre-eklampsia.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh,
dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki, jari-
jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang
ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk
penentuan diagnose pre-eklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter
dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 +
(menggunakan metode turbidimetrik standard) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing
yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang
diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari
hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia, rupa-
rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap
sebagai tanda yang cukup serius.
Akibat Preeklampsia pada ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi perubahan
patologis pada sistem organ, yaitu :
Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi
dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular
terutama paru. Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
6
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Jika
autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka menyebabkan
plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.
Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau beberapa
arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat
menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan
adalah preeklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran
darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro,
2006).
Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan
pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena
peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat
proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan
albumin yang diproduksi oleh hati.
Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, perlambatan
ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum.
Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan
panas yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri
hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan terjadinya
peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat
7
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
8
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan
dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai
dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang, proses sekresi
aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron didalam darah.
Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal
ini terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah jantung dan
penurunan resistensi vaskular perifer.
Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial yang
disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas darah dan penurunan volume
plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
Akibat preeklampsia pada janin
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini
mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan
sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono
prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth
restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi
lahir rendah, dan solusio plasenta.
2.7. Pencegahan pre-eklampsia2,10
Pre-eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan
penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi
kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan
diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan
berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan untuk menentukan proteinuria.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Karena para
wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tanda-tanda
preeklampsia yang sudah terjadi, maka deteksi dini keadaan ini memerlukan pengamatan
yang cermat dengan masa-masa interval yang tepat. Kita perlu lebih waspada akan
timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah
9
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
10
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
11
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
12
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
13
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
(d) Keseimbangan cairan. Jangan sampai terjadi overload cairan. Kateterisasi urin
untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria. Sebaiknya pengeluran urin
dinilai setiap jam. Tujuannya untuk menjaga output urin tetap 30 ml/jam.
(e) Evaluasi keadaan organ vital dengan melakukan pemeriksaa EKG. Memeriksa
laboratorium untuk mengetahui fungsi hemopoetik, ginjal, hepar, seperti darah
rutin, status koagulasi, elektrolit, asam urat, fungsi hati, fungsi ginjal, urinalisis.
(f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
(g) Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.
(h) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
(i) Hentikan pemberian cairan intravena dan berikan diuretik bila ditemukan edema
paru.
Pengelolaan obstetrik
Sebelum melakukan pengakhiran kehamilan sebaiknya evaluasi dulu keadaan ibu
dan janin. Keadaan ibu dan janin mempengaruhi cara terminasi kehamilan. Cara terminasi
kehamilan tergantung apakah pasien sudah inpartu atau belum.
1. Belum inpartu
(a) Induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin, kateter folley, prostaglandin
(b) Section caesaria bila :
- Tidak memenuhi syarat oksitosin drip atau kontraindikasi oksitosin drip
- 12 jam setelah dimulainya oksitosin drip belum masuk fase aktif
2. Sudah inpartu
(a) Kala I :
- Fase laten : jika 6 jam tidak masuk fase aktif, maka dilakukan Sectio
caesaria
- Fase aktif : amniotomi, bila 6 jam dengan amniotomi belum lahir dievaluasi
HIS
(b) Kala II :
Pada persalinan pervaginam, kala II dapat diberi kesempatan partus spontan bila
diperkirakan dengan mengejan tidak terlampau kuat, janin dapat lahir. Bila
tidak, persalinan diselesaikan dengan ektraksi vakum atau forsep. Untuk
14
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
15
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
BAB III
LAPORAN KASUS
I. ANAMNESA PRIBADI
Nama : Ny. RA
Umur : 28 tahun
Paritas : G1P0A0
No. RM : 90.75.62
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Jalan T. Amir Hamzah Gg. Asuhan Lk. IV No.4
Medan Helvetia, Sumatera Utara.
Masuk RSUPM : 04 Desember 2013
Jam masuk : 04.14 WIB
16
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
Riwayat Haid
- Siklus haid : teratur, 28 hari/bulan
- HPHT : 20/02/2013
- TTP : 27/11/2013
- ANC : Pemeriksaan kehamilan di praktek bidan 3 kali, Sp.OG 1 kali.
Riwayat Persalinan
1. Hamil ini.
B. STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen : membesar asimetris
TFU : 3 cm bawah proscesus xypoidheus.
Tegang : kanan
Terbawah : bokong
Gerak : (+)
His : 2x 20’’/ 10’
DJJ : (+), 146 x/ menit
p/v : (-)
C. PEMERIKSAAN DALAM
VT (Setelah MgSO4 loading dose): cerviks sacral, diameter 1 cm, eff 100 %, seclaf
(+), kepala H1.
17
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
D. USG TAS
- Janin tunggal, presentasi bokong, anak hidup
- Fetal movement (+), fetal heart rate (+)
- Plasenta corpus posterior grade II
- BPD : 95,8 mm
- FL : 70,6 mm
- AC : 325,2 mm
- AFL : 10,7 cm
- Estimation Fetal Weight : 3254 gram
Kesan : IUP (38-40) minggu + presentasi bokong + anak hidup
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 04/12/2013 Pukul 00.33 WIB
Darah rutin: Nilai normal
Hb : 13,4 gr/dL 12-14 gr/dL
Leukosit : 14.900 / mm3 4000-10.000 µL
Ht : 38,9 % 36,0-42,0 %
Trombosit : 235.000 /mm3 150.000-450.000 µL
Nilai normal
KGD ad random : 95 mg/dL <140 mg/dL
SGOT : 19 0-40 U/I
SGPT : 16 0-40 U/I
Alkalin Phosphatase : 101 30-142 U//I
Total Bilirubin : 0,43 0,00-1,20 mg/dL
18
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
IV. TERAPI
- Inj. MgSO4 20% 20 cc 4 gram (loading dose)
- IVFD RL + MgSO4 40% 30 cc 12 gram → 14 gtt/menit
- Nifedipine tab 10 mg / 30 menit, jika tekanan darah ≥ 180/110 mmHg (dosis
maintenance 3-4 x 10 mg/ hari) dengan dosis maksimal 120 mg/24 jam
- Inj. Viccilin 5x 3 gr (Profilaksis) → Skin test.
V. RENCANA
Persiapan operasi SC cito
VI. LAPORAN SC
Pada tanggal 04 Desember 2013 dilakukan sectio caesaria atas indikasi pre-eklampsia berat
+ presentasi bokong
- Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik
- Dilakukan tindakan antiseptik dan aseptik dengan betadine dan alkohol 70 % pada
dinding abdomen dan daerah genital ibu, lalu ditutup dengan doek bolong kecuali
pada lapangan operasi
- Dilakukan spinal anastesi, lalu kutis, subkutis, fascia, peritoneum digunting ke
kanan dan kiri
- Fascia dan otot dikuakkan secara tumpul
- Otot dan peritoneum dikuakkan secara tumpul dan tampak uterus gravidarum
- Plica digunting ke kanan dan kiri pasien lalu dilakukan kearah blas secukupnya
19
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
Anjuran :
- Observasi vital sign, kontraksi uterus, dan tanda-tanda perdarahan
- Cek darah rutin 2 jam post SC, D-dimer, Fibrinogen.
Terapi :
- IVFD RL + MgSO4 40% (12 gram / 30 cc) → 14 gtt/ menit
- IVFD RL + Oksitosin 10-5-5 IU → 20 gtt/ menit
- Amlodipine tab 1x1
- Inj. Viccilin SX 1,5 gram/8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam
KALA IV
Jam 05.30WIB 06.00 WIB 06.30 WIB 07.00 WIB 07.30 WIB
Tek. Darah 170/90 180/100 180/100 160/100 160/100
Heart rate 89 104 90 82 92
Resp. Rate 20 22 24 22 20
20
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
21
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
VIII. FOLLOW UP
05/12/2013 Pukul 07.00 WIB
S : Nyeri luka operasi
O : SP: Sens : CM Anemis : (-)
TD : 140/70 mmHg Ikterik : (-)
HR : 84 x/I Sianosis : (-)
RR : 22 x/I Dyspnoe : (-)
T : 36.5 °C Oedema : (-)
Proteinuria : (-)
22
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
23
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
- Adalat oros 1x 30 mg
24
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
25
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
- B complex tab 2x 1
Rencana: GV → basah satu titik
26
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
27
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
BAB IV
1. ANALISA KASUS
TEORI KASUS
Pre-eklampsia berat merupakan timbulnya Pada pasien ini dijumpai tekanan darah
hipertensi disertai proteinuria, dan edema. tinggi dalam kehamilan yaitu 170/110
Penyakit pre-eklampsia digolongkan berat mmHg, proteinuria dijumpai +3.
apabila satu atau lebih tanda / gejala dibawah ini
ditemukan:
1) Tekanan darah sistolik/diastolik ≥
160/110 mmHg sedikitnya enam jam
pada dua kali pemeriksaan. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu
hamil sudah dirawat di rumah sakit dan
telah menjalani tirah baring.
2) Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 +
dipstik pada sampel urin sewaktu yang
dikumpulkan paling sedikit empat jam
sekali.
3) Oliguria < 400 ml / 24 jam.
4) Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2
mg/dl
5) Gangguan visus dan serebral : penurunan
kesadaran, nyeri kepala persisten,
skotoma, dan pandangan kabur.
6) Nyeri epigastrium pada kuadran kanan
atas abdomen akibat teregangnya
kapsula glisson.
28
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
Faktor Predisposisi
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami Pada pasien ini dijumpai tidak faktor
pre-eklampsia bila mempunyai faktor-faktor predisposisi yang mendukung
predisposisi sebagai berikut:
1. nulipara
2. kehamilan ganda
3. usia < 20 atau > 35 tahun
4. riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada
kehamilan sebelumnya
5. riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-
eklampsia
6. penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes
melitus yang sudah ada sebelum kehamilan Pada pasien ini, diagnosis ditegakkan
7. obesitas. berdasarkan :
29
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
30
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
31
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
2. PERMASALAHAN
32
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
DAFTAR PUSTAKA
33