Anda di halaman 1dari 4

Resiliensi merupakan istilah yang cukup baru dalam dunia

psikologi, terutama psikologi perkembangan. Desmita (2006: 228)


berpendapat bahwa:
Resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang
dimiliki seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkan
untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan
menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi
yang tidak menyenangkan, atau bahkan merubah kondisi yang
menyesatakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.
Pengertian lain dari resiliensi menurut Grotberg (1999: 3)
mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas manusia untuk
menghadapi, mengatasi, menjadi kuat, dan bahkan berubah karena
pengalaman adversitas. Individu yang reisilien akan mampu
mengambil makna positif dari kejadian yang dialamainya dan bahkan
mampu menjadikan dirinya lebih baik. Setiap individu memiliki
kapasitas untuk menjadi resilien. Pada dasarnya setiap individu dapat
belajar cara menghadapi adversitas dalam hidupnya. Setiap individu
juga memiliki kemampauan mengatasi adversitas dan menjadi lebih
kuat karena hal yang terjadi dalam kehidupan tersebut..
Senada dengan Grotberg, Revich & Shatte (Desmita, 2006:
227) adalah kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi ketika
12
keadaan menjadi serba salah. Hal ini berarti individu yang resilien
akan mampu menyesuaikan diri saat berada dalam situasi yang tidak
menyenangkan dalam hidupnya. Individu akan mampu beradaptasi
terhadap kondisi yang terjadi di hidupnya dan mampu untuk bertahan
dalam kondisi yang kurang menyenangkan.
Salkind (2006: 1075) memaparkan bahwa resiliensi menunjuk
kepada kemampuan untuk berkembang sebagai manusia meskipun
kehidupan mengarahkan kepada situasi, stressor, dan risiko yang
serius. Istilah resiliensi digunakan dalam dua hal yang berbeda.
Pengertian yang pertama, secara sederhana menunjuk kepada
karakteristik fundamental untuk semua anak dan makhluk hidup
yang mudah beradaptasi, fleksibel, dan memiliki kemampuan yang
dalam bertahan dari kejadian hidup negatif yang luar biasa yang
menimpa hidupnya. Istilah resiliensi yang kedua menunjuk kepada
kualitas psikologis yang sedikit bervariasi antara individu dengan
individu lainnya. Beberapa anak mungkin dapat pulih dari trauma
dan mengatasi faktor risiko tetapi pada anak lainnya dapat
mengganggu pertumbuhan mereka secara serius. Smet (Desmita,
2011: 199) mengatakan istilah resiliensi diperkenalkan oleh Redl
pada tahun 1969 dan istilah ini digunakan untuk menggambarkan
bagian positif dalam respon seseorang terhadap stres dan adversitas
lainnya.
13
Sependapat dengan Salkind, Wollins (Henderson and Milstein,
2003: 7) mendefisikan resiliensi sebagai kapasitas untuk bangkit
kembali, bertahan dari kesulitan dan memperbaiki pribadi seseorang.
Menurut Kaufman, dkk (Desmita, 2011: 199) hingga kini definisi
tentang resiliensi masih terus dipermasalahkan dan bahkan belum ada
konsensus tentang cakupan wilayah dari konstruk resiliensi seperti
ciri-ciri dan dinamikanya. Meskipun belum ada kesamaan pendapat
mengenai definisi dari resiliensi, namun untuk memahami konsep
tersebut dapat dikutip beberapa definisi yang sudah dirumuskan oleh
beberapa ahli.
Selanjutnya, Greef (2005: 10) menjelaskan bahwa resiliensi
dapat diartikan secara sederhana sebagai keberhasilan individu
beradapatsi terhadap risiko dan adversitas. Resiliensi juga dapat
dikatakan sebagai ketahanan atau kemampuan inidvidu menghadapi
tantangan dalam hidupnya. Resiliensi tidak hanya ketahanan
inidvidu untuk menghadapi adversitas, vulnerabilitas dan berbagai
faktor risiko belaka. Akan tetapi, seharusnya resiliensi juga
mencakup proses penyembuhan seperti halnya perkembangan dan
kebahagiaan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti akan
mengacu teori yang diungkapkan oleh Reivich.K & Shatte. A
(2002:1) yang mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk
mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian atau masalah berat
14
yang terjadi dalam kehidupannya. Individu mampu bertahan dalam
keadaan tertekan dan mampu berhadapan dengan adversitas yang
dialami dalam hidupnya.
Pengertian Resiliensi
Resiliensi secara psikologi dapat diartikan
sebagai kemampuan merespon secara
fleksibel untuk mengubah kebutuhan
situasional dan kemampuan untuk bangkit
dari pengalaman emosional yang negatif
(Block & Block, Block & Kremen,
Lazarus dalam Tugade, Fredrickson &
Barret, 2005). Yang dimaksud dengan
resiliensi dalam penelitian ini adalah
kemampuan seseorang untuk beradaptasi
dalam kondisi sulit dan bangkit kembali
dari pengalaman emosional yang negatif.
b. Komponen-komponen Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatte (2002),
resiliensidibangundari tujuhkemampuan
yang berbeda dan hampir tidak ada
satupunindividuyang secarakeseluruhan
memiliki kemampuan tersebut dengan
baik.Kemampuan ini terdiri dari:
1) Regulasi emosi,
2) Pengendalian impuls,
3) Optimisme,
4) Empati,
5) Analisis penyebab masalah
6) Efikasi diri
7) Peningkatan aspek positif
c. Karakteristik Orang yang Resilien
Menurut Bernard (dalamKrovetz, 1988)
anak-anak yang resilien biasanya
memiliki empat sifat secara umum, yaitu :
1) Kompetensi sosial
2) Keahlian dalam menyelesaikan
masalah
3) Autonomi
4) Kesadaran akanmaksud tujuan dan
masa depan
d. Faktor - faktor yangMempengaruhi
Resiliensi
Menurut Grotberg (1995) untuk
mengatasi rintangan, anak dibentuk
melalui tiga sumber resiliensi yang diberi
label :
1) I Have (Saya memiliki), merupakan
sumber resiliensi yang berhubungan
dengan pemaknaan individu terhadap
besarnya dukungan yang diberikan
oleh lingkungan sosial terhadap
dirinya.
2) I Am (Diri Saya), merupakan sumber
resiliensi yang berkaitan dengan
kekuatan pribadi yang dimiliki oleh
individu yang terdiri dari perasaan,
sikap, dan keyakinan pribadi.
3) I Can (SayaMampu), adalah sumber
resiliensi yang berkaitan dengan apa
sajayangdapatdilakukanolehseorang
resilien sehubungan dengan
ketrampilan-ketrampilan sosial dan
interpersonal.

Resiliensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk bertahan bahkan menjadi lebih kuat
ketika menghadapi tekanan hidup yang sulit.

Anda mungkin juga menyukai