LANDASAN TEORI
2.1 Restoran
2.1.1 Definisi Restoran
Menurut Mary B.Gregoire (2010, p. 11) yang mengemukakan berdasar tujuan bahwa
restoran dibagi menjadi dua pengertian yang dibagi menjadi Onsite foodservice yang
secara operasional menjual makanan hanya untuk mendukung aktifitas utama dan
biasanya tergolong non-profit, sedangkan commercial foodservice secara operasional
menjual makanan adalah prioritas utama dan keuntungan diinginkan.
2. Full-service restaurant
Full-service restaurant menyediakan meja untuk makan dengan pelayanan.
Konsumen disapa dan dipersilahkan duduk oleh host/hostess dan melayani
pemesanan makanan. Pembayaran dilakukan setelah makan.
2.2Pramusaji
2.2.1 Definisi Pramusaji
Menurut Marsum (2005, 90) Pramusaji adalah karyawan / karyawati di sebuah
restoran yang bertugas menunggu tamu- tamu, mebuat tamu-tamu merasa mendapat
sambutan yang baik dan nyaman, mengambil pesanan makanan dan minuman serta
menyajikannya, juga membersihkan restoran dan lingkungannya serta mempersiapkan
meja makan(table setting) untuk tamu berikutnya.
Keterangan gambar:
Cara kualitas meningkatkan keuntungan:
Keuntungan Penjualan:
• Perbaikan respons
• Harga yang lebih tinggi
• Perbaikan reputasi
Penurunan Biaya:
• Peningkatan produktivitas
• Pengurangan biaya rework dan limbah
• Pengurangan biaya garansi
Ada empat kategori biaya kualitas yang disebut cost of quality yaitu:
1. Prevention cost
Biaya yang terkait dengan pengurangan komponen atau jasa yang rusak.
2. Appraisal cost
Biaya yang dikaitkan dengan proses evaluasi produk, proses, komponen dan jasa
3. Internal failure
Biaya yang diakibatkan proses produksi yang menyebabkan kerusakan sebelum
dikirim ke konsumen.
4. External failure
Biaya yang terjadi setelah pengiriman produk ke konsumen.
2.5.2 Pengaruh Kualitas
Menurut Deitiana (2011) terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi kualitas,
diantaranya adalah :
1. Reputasi perusahaan
Suatu organisasi menyadari bahwa reputasi akan mengikuti kualitas apakah itu
baik atau buruk.
2. Keandalan produk
Pengadilan terus menerus berusaha menangkap organisasi yang memiliki desain,
memproduksi, atau mengedarkan produk atau jasa yang penggunaannya
mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan.
3. Keterlibatan Global
Bagi perusahaan dan negara yang ingin bersaing secara efektif pada ekonomi
global, maka produk mereka harus memenuhi harapan kualitas, desain, dan harga
global.
Dengan demikian, lima dimensi kualitas menurut Zeithaml dkk dalam Budi
(2013) adalah sebagai berikut:
• Tangibles. Penampilan fasilitas fisik, termasuk personalia dan bahan komunikasi.
Item skalanya, yaitu:
• Peralatan fisik hotel yang modern
• Karyawan yang memiliki penampilan rapid an professional
• Bahan-bahan materi yang enak dipandang yang diasosiasikan dengan layanan.
(POP material)
• Realibity. Yaitu “The ability to perform the promised service dependably and
accurately” (Leonard L. Berry dalam Budi, 2013) artinya adalah kemampuan
menepati janji yang dapat diandalkan secara akurat. Item skalanya, yaitu:
• Memberikan layanan sesuai janji
• Ketergantungan menangani masalah layanan konsumen
• Melakukan layanan pada saat pertama
• Menyediakan layanan pada waktu yang dijanjikan
• Kesiapan untuk menanggapi permintaan konsumen
• Responsiveness : “The willingness to help customers and to provide prompt
service” ini menyangkut kesigapan dan kecepatan respon karyawan, kesediaan
membantu dalam segala hal, serta kepastian pelayanan, tidak pernah mengabaikan
layanan terhadap konsumen atau kemauan membantu konsumen dalam menyajikan
jasa tepat pada waktunya. Item skalanya, yaitu:
• Mengusahakan konsumen tetap terinformasi; misalnya kapan layanan itu akan
dilaksanakan
• Layanan yang tepat pada konsumen
• Keinginan untuk membantu konsumen
• Kesiapan untuk menanggapi permintaan konsumen
• Assurancce : “The knowledge and courtesy of employees and their ability to
convey trust and confidence”, yaitu jaminan perasaan aman dan keramahan
pelayanan yang bersumber dari pengetahuan karyawan yang luas, karyawan
terpercaya, sopan serta ramah, dan jaminan keamanan atau pengetahuan dan
keterampilan petugas dalam menyampaikan jasa yang dapat dipercaya dan
menyakinkan, item skalanya, yaitu:
• Karyawan yang membangkitkan kepercayaan kepada konsumen
• Membuat konsumen merasa aman dalam transaksi mereka
• Karyawan yang sangat santun
• Karyawan yang memiliki pengetahuan untuk menjawab pertanyaan konsumen.
• Empathy: Perhatian kepada kepentingan individual konsumen dan memahami
perasaannya. Item skalanya, yaitu:
• Memberikan konsumen perhatian individual
• Karyawan menghadapi konsumen yang peduli mode
• Sangat memperhatikan kepentingan konsumen terbaik
• Karyawan yang memahami kebutuhan konsumen mereka
• Jam bisnis yang nyaman.
(1) Gap antara ekspektasi konsumen dan persepsi manajemen (Knowledge Gap).
Gap ini terjadi karena ada perbedaan antara ekspektasi konsumen actual dan
pemahaman atau persepsi manajemen terhadap ekspektasi konsumen.
(2) Gap antara persepsi manajemen terhadap ekspekyasi konsumen dan spesifikasi
kualitas layanan (Standards Gap).
Sekalipun manajemen mampu memahami kainginan konsumen dengan baik,
kadangkala penerjemahannya ke dalam spesifikasi kualitas layanan masih
bermasalah. Dengan kata lain, spesifikasi kualitas layanan tidak konsisten dengan
persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain: tidak
adanya standar kinerja yang jelas; kesalahan perencanaan atau prosedur
peencanaan tidak memadai; manajemen perencanaan buruk; kurangnya penetapan
tujuan yang jelas dalam organisasi; kurangnya dukungan dan komitmen
manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas layanan; kekurangan sumber
daya; dan siuasi permintaan berlebihan.
(3) Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian layanan (Delivery Gap)
Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses
produksi dan penyampaian layanan. Sejumlah penyebabnya antara lain: spesifikasi
kualitas terlalu rumit dan/atau terlalu kaku; para karyawan tidak menyepakati
spesifikasi tersebut dan karenanya tidak berusaha memenuhinya; spesifikasi tidak
sejalan dengan budaya korporat yang ada; manajemen operasi layanan buruk;
kurang memadainya aktivitas internal marketing; serta teknologi dan sistem yang
ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi, kurang terlatihnya
karyawan, beban kerja terlampau berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat
dipenuhi karyawan (terlalu tinggi atau tidak realistis) juga bisa menyebabkan
terjadinya gap ini. Selain itu, mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar-
standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain.
(4) Gap antara penyampaian layanan dan komunikasi eksternal (Communication Gap).
Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi
pemasaran tidak konsisten dengan layanan yang diberikan kepada para konsumen.
Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa factor, di antaranya: perencanaan
komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan opeasi layanan; kurangnya
koordinasi antara aktivitas pemasarn eksternal dan operasi layanan; organisasi
gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkannya, sementara kampanye komunikasi
pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut; dan kecenderungan untuk melakukan
“over-promise, under-deliver” dalam menarik konsumen baru. Iklan dan
slogan/janji perusahaan seringkali mempengaruhi ekspektasi konsumen. Jika
penyedia layanan memberikan janji berlebihan, maka risikonya adalah ekspektasi
pelangan bisa menbumbung tinggi dan sulit dipenuhi.
(5) Gap antara persepsi terhadap layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan
(Service Gap).
Gap ini berarti bahwa layanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan layanan
yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsistensi negative, seperti
kualitas buruk (negative confirmed quality) dan masalah kualitas; komunikasi
gethok tular yang negative, dampak negative terhadap citra korporat atau citra
local; dan kehilangan konsumen. Gap ini terjadi apabila konsumen mengukur
kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria atau ukuran yang berbeda, atau
bisa juga mereka keliru menginterpretasikan kualitas layanan bersangkutan.
Tjiptono juga mengatakan bahwa kunci utama mengatasi Gap 5 (service Gap)
sampai Gap 4 melalui perancangan sistem layanan secara komprehensif, komunikasi
dengan konsumen secara terintegrasi dan konsisten, dan pengembangan staf layanan
terlatih yang mampu secara konsisten memberikan layanan prima. Selama masih ada
gap, persepsi konsumen terhadap layanan peruahaan akan rendah.
4. Gap komunikasi
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan factor esensial dalam
menjalin kontak dan relasi dengan konsumen. Bila terjadi gap komunikasi, maka bisa
timbul penilaian atau persepsi negative terhadap kualitas pelayanan. Gap-gap
komunikasi bisa berupa:
• Penyedia layanan memberikan janji berlebihan, sehingga tidak mampu
memenuhinya.
• Penyedia layanan tidak bisa salalu menyajikan informasi terbaru kepada para
konsumen, misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur/aturan, perubahan
susunan barang di rak pajangan pasar swalayan, perubahan kemasan, perubahan
harga, dan lain-lain.
• Pesan komunikasi penyedia layanan tidak dipahami konsumen
• Penyedia layanan tidak memperhatikan atau tidak segera menindaklanjuti keluhan
dan/atau saran konsumen.
Penjualan silang
Kepuasan konsumen
Pertambahan jumlah
Mulut ke mulut
konsumen baru
• Importance-Performance Analysis
Dalam teknik ini responden diminta untuk merangking berbagai elemen
(atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen. Selain
itu, responden juga diminta untuk merangking seberapa baik kinerja
perusahaan dalam masing-masing elemen tersebut.
3. Aftermarketing
Aftermarketing menekankan pentingnya orientasi konsumen saat ini (current
customer) sebagai cara yang biaya yang lebih efektif untuk membangun bisnis yang
menguntungkan. Ada lima kunci dair implikasi aftermarketing;
• Acquainting (mengenal)
Mengenal para konsumen dan perilaku pembelian serta kebutuhan mereka,
termasuk mengindentifikasi “high value customer”.
• Acknowledging (mengakui)
Menunjukkan kepada para konsumen bahwa mereka dikenal secara personal,
misalnya dengan merespon setiap komunikasi atau korespondensi dari para
konsumen secepat mungkin.
• Appreciating (mengapresiasi)
Mengapresiasi konsumen dan bisnisnya.
• Analyzing (menganalisa)
Menganalisa informasi-informasi yang disampaikan konsumen melalui
komunikasi dan korespondensi mereka.
• Acting (menindaklanjuti)
Setiap masukan yang didapatkan dari konsumen dan menunjukan pada mereka
bahwa perusahaan siap mendengarkan dan siap mengubah prosedur operasi
atau produk/jasa dalam rangka memuaskan mereka secara lebih efektif.
4. Strategi retensi konsumen
Strategi retensi konsumen mirip dengan aftermarketing. Strategi ini berusaha
meningkatkan retensi/mempertahankan konsumen melalui pemahaman atas faktor-
faktor yang menyebabkan konsumen beralih. Dengan kata lain, strategi ini mencoba
menekan price defectors (beralih pemasok karena mengejar harga lebih murah),
product defectors (menemukan produk superior di tempat lain), service defectors
(mendapatkan pelayanan yang lebih baik di tempat lain), market defectors (pindah ke
pasar lain), technological defectors (beralih ke teknologi lain), dan organizational
defectors (beralih karena tekanan politik)
2. Jurnal Winy Salim (2013) “Analisa Pengaruh Service Quality Terhadap Customer
Satisfaction Rempah Indonesian Restaurant”. Abstrak: Saat ini bisnis makanan dan
minuman semakin meningkat didasarkan karena banyaknya permintaan dan penawaran.
Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan 100 kuisioner kepada responden konsumen
Rempah Indonesian Restaurant. Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
validitas, reliabilitas dan analisa statistik deskriptif, sedangkan metode analisis data yang
dipakai adalah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dan analisa gap.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa service quality secara simultan dan parsial
berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction Rempah Indonesian Restaurant.
Sedangkan faktor yang berpengaruh dominan terhadap customer satisfaction di Rempah
Indonesian Restaurant adalah empathy.
3. Jurnal Patti Collett Miles (2013) (USA) "Competitive strategy: the link between service
characteristics and customer satisfaction". Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji bagaimana strategi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan konsumen dalam
hubungan dengan karakteristik kualitas layanan. Penelitian ini menggunakan data survei
yang dikumpulkan dari 179 konsumen dari empat layanan yang mewakili dua segmen
industri. Analisis varians digunakan untuk menguji empat hipotesis mengusulkan strategi
perusahaan dapat mempengaruhi nilai dari konsumen dari karakteristik layanan, sementara
konsumen masih tetap setia dengan tingkat tinggi kepuasan konsumen. Hasil mendukung
pernyataan bahwa harapan konsumen dari strategi perusahaan dapat memungkinkan
perusahaan dalam industri yang sama untuk menerima peringkat yang sangat berbeda pada
karakteristik layanan seperti nilai dan kualitas, sementara memiliki konsumen setia sama
dan puas.
4. Jurnal Rina Safitri (2012) “Analisis Product Knowledge terhadap Purchasing Behaviour
Western Food”. Abstrak: Peneliti melakukan penelitian ke berbagai restoran yang
menawarkan menu western yang mana penulis menyimpulkan bahwa perkembangan
restoran berdasarkan jenis hidangan khas western adalah restoran yang paling cepat
berkembang dan paling disukai dalam bisnis restoran. Permasalahan yang penulis teliti
adalah bagaimana pengaruh faktor-faktor product knowledge yang terdiri dari sumber
daya konsumen, motivasi, sikap, kepribadian berpengaruh terhadap purchasing behaviour
dari konsumen western food. Alat analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi, sikap, dan kepribadian berpengaruh
signifikan terhadap purchasing behaviour.
5. Jurnal yang ditulis oleh Ernest Emeka Izogo dan Ike-Elechi Ogba (2015) (Nigeria)
“Service Quality, Customer Satisfaction And Loyalty In Automobile Repair Services
Sector”. Abstrak: Temuan yang menguatkan penelitian sebelumnya seperti yang
ditetapkan bahwa upaya yang berbeda untuk mengukur kepuasan dan loyalitas konsumen
dalam konteks layanan terbukti kurang berguna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi struktur dimensi dari service quality dalam pengaturan layanan serta
dampak dari dimensi kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen.
Pendekatan kuantitatif yang menggunakan 32-item, tujuh poin kuesioner diberikan kepada
384 peserta dengan 55.99 persen tingkat respons yang dapat digunakan. Data dianalisis
menggunakan analisis faktor exploratory, konsistensi internal Cronbach dan uji γ untuk
masing-masing, mengukur skala kesesuaian, kegunaan dan kekuatan/arah. Hasil dari
penelitian ini adalah pengurangan 32 item menjadi 26 item skala dengan 0.929 total skor α.
Hasil lebih lanjut menunjukkan bahwa dimensi kualitas pelayanan merupakan pengaruh
signifikan dari kepuasan dan loyalitas konsumen.
3. Dayatanggap (responsiveness)
• Tetap Setia
4. Jaminan (assurance) • Membeli produk yang
ditawarkan
5. Empati
Gambar (empathy)Pemikiran
2.1 Kerangka
• Merekomendasi produk
Tjiptono dalam Sunyoto (2012)
• Bersedia membayar lebih
• Memberi masukan
2.12 Hipotesis
H0 = Tidak ada hubungan antara Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen
H1 = Ada hubungan antara Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen