Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
ARI KURNIAWAN
20153010063
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing rumah sakit Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan rumah sakit
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan,
pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada rumah sakit. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau
bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan yang akan semakin meningkatkan
kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia;
telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 dan visi indonesia mencapai MDGS 2014 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan
dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses penyembuhan dan pengobatan
secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja
yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-
undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan di rumah sakit dalam
menangani korban dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dan
peran dari sisi rumah sakit tersebut dalam menangani pasien/orang yang sakit dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita
petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan
saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang
belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas
RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit,
saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala,
gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit
kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu
upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena
itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan
terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun
karyawan RS.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut
menjadi :
A. /Planning /(perencanaan)
B. /Organizing/ (organisasi)
C. /Actuating /(pelaksanaan)
D. /Controlling /(pengawasan)
a) Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah
keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini
dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan
timbal balik pasien – perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan
tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:
c. Mengapa mengerjakan
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di
bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan
penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya
menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan )
makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi
kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan.
b) Organizing/ (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah
(wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini
baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan
pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah
(wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat
daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah
sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit / instansi
kesehatan.
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi
kesehatan.
6. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No.
154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun
organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait
dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di
tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi
profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi
sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit / Instansi Kesehatan.
c) Actuating/ (Pelaksanaan)
d) Controlling/ (Pengawasan)
a. Adanya rencana
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi
kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi
kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara
lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi kesehatan
yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara
menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut.
6. Dan lain-lain.
D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan
Peran Dinas Kesehatan
UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja menyatakan bahwa
setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa setiap perusahaan
yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau lebih dan atau yang mengandung potensi
bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (Bab III Pasal 3).
Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan sarana kesehatan,
kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak
dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak buruk pada
kesehatan.
Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus bagaimana
lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.
K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan itu, paling
banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali peraturan daerah. Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki semua dokumen peraturan yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang
mengurusi bidang ini. Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh
pemerintah daerah dalam bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu
pada PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom
maka pemerintah daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan ini
barang kali bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah melaksanakan apa
yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula, regulasi
K3RS ini lemah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari
zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan
kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat gelas
yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
B. Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia
internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan global karena
mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).
Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.
Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga perlu memfasilitasi
dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya
harus lebih bersifat manusiawi dan bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan
pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan
kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.