Anda di halaman 1dari 5

I.

Latar Belakang
a. Rute Pemberian
Rektal, pemberian obat melalui rektum (dubur) untuk obat yang layak (Allen,
2002).
b. Efek farmakologi
Khasiat :
Analgesik dan antipiretik (AHFS, 2011).
Mekanisme kerja :
Menghambat efek siklooksigenase 1 secara reversibel (AHFS, 2011).
Absorbsi :
Paracetamol yang diberikan per rektal memiliki kecepatan absorpsi yang lebih
lambat dibandingkan bila diberikan secara per oral. Paracetamol
didistribusikan ke hampir sebagian besar jaringan tubuh. Paracetamol dapat
menembus plasenta dan terekskresi dalam air susu. Paracetamol dimetabolisme
terutama di liver dan diekskresikan melalui urin terutama sebagai konjugat
glukoronid dan sulfatnya. Kurang dari 5% dieksresikan dalam bentuk tidak
berubah. (Reynolds, 1989).
Efek samping :
Ruam kulit, anemia, urtikaria, pusing, nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas
(DIH, 2009).
c. Dosis
Dewasa ≥ 12 tahun : 500 – 1000 mg setiap 4 – 6 jam (Martindale, 2009).
X. Pembahasan
Suppositoria adalah salah satu jenis sediaan obat yang berbentuk padat
yang diberikan melalui rektal (anus), vagina, atau uretra. Suppositoria ini mudah
meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Umumnya berbentuk
menyerupai peluru atau torpedo dengan bobot sekitar 2 gram dan panjang sekitar
1 – 1,5 inci. (Allen, 2002). Keuntungan penggunaan obat dalam Suppositoria
dibanding peroral, yaitu dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung,
dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam lambung,
obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek
lebih cepat daripada penggunaan obat peroral, dan baik bagi pasien yang mudah
muntah atau tidak sadar (Agoes, 2012).
Paracetamol adalah obat yang memiliki aksi menghambat prostaglandin
di SSP tetapi tidak memiliki efek anti-inflamasi di perifer dan mengurangi
demam melalui tindakan langsung pada hipotalamus pengatur pusat panas.
Parasetamol diindikasikan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang dan
pengobatan demam (AHFS, 2011). Paracetamol digunakan secara luas
diberbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-
antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui
resep dokter atau yang dijual bebas. Parasetamol berupa serbuk hablur putih,
tidak berbau dan memiliki rasa yang sedikit pahit dengan titik lebur 169-170.5.
Parasetamol mudah larut ke dalam air mendidih, sangat mudah larut dalam
kloroform, larut dalam etanol, methanol, dimetil formamida, aseton dan etil
asetat, namun praktis tidak larut dalam benzene (Ikawati, 2010).
Pada praktikum ini pembuatan suppositoria ini digunakan zat aktif
paracetamol dengan menggunakan bahan eksipien yaitu menggunakan oleum
cacao sebanyak 94% sebagai basis karena oleum cacao dapat meleleh pada suhu
tubuh dan juga tidak mengiritasi jaringan mukosa rektal. Titik lebur basis rendah
sehingga ditambahkan setil alkohol sebanyak 6% sebagai peningkat titik lebur
basis oleum cacao. Setil alcohol juga dapat meningkatkan absorpsi atau
peningkat penetresi karena diketahui bahwa Absorpsi zat aktif lambat di mukosa
rektal,
Prosedur pembuatan suppositoria paracetamol yaitu pertama-tama
menyiapkan alat dan bahan, lalu menimbang semua bahan yaitu paracetamol
5000 mg, setil alkohol 923,7 mg, oleum cacao 1447,13 mg. Paracetamol
berbentuk hablur sehingga harus digerus terlebih dahulu agar mudah bercampur
dengan basis. Selanjutnya, dileburkan setil alkohol dan oleum cacao diatas hot
plate, tujuan dari peleburan adalah,agar lebih mudah bercampur, lalu aduk hngga
homogen. Setelah itu, ditambahkan sedikit demi sedikit paracetamol ke dalam
campuran basis, lalu aduk hingga homogen. Kemudian dituang campuran
suppositoria ke dalam cetakan yang telah diolesi gliserin agar suppositoria yang
sudah mengeras mudah dikeluarkan dari cetakan. . Lalu didiamkan pada suhu
ruang hingga memadat. Kemudian dikeluarkan suppositoria dari cetakan. Setelah
itu dilakukan evaluasi sediaan. . Kemudian dikemas suppositoria pada kemasan
yang sesuai beserta etiket dan brosur.
Hasil evaluasi suppositoria diperoleh pada uji organoleptik yaitu
berwarna putih kekuningan, tekstur lembek dan sedikit berminyak.
Evaluasi uji waktu hancur dengan cara suppositoria dimasukkan kedalam
penangas air yang kemudian diamati waktu yang dibutuhkan untuk hancur atau
melunaknya suppositoria, hasil waktu hancur suppositoria yang diperoleh yaitu
pada waktu 8 menit 15 detik. Hasil ini sesuai dengan literatur, menurut Noman
(2011), bahwa suppositoria meleleh pada suhu tubuh dan mempunyai waktu
hancur kurang dari 30 menit.
XI. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dan pengujian evaluasi granul yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Suppositoria adalah salah satu jenis sediaan obat yang berbentuk padat yang
diberikan melalui rektal (anus), vagina, atau uretra. Suppositoria ini mudah
meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Umumnya berbentuk
menyerupai peluru atau torpedo dengan bobot sekitar 2 gram dan panjang
sekitar 1 – 1,5 inci.
2. Hasil yang diperoleh pada uji organoleptik yaitu berwarna putih kekuningan,
tekstur lembek dan sedikit berminyak.
3. Waktu hancur suppositoria yaitu 8 menit 15 detik.
DAFTAR PUSTAKA

Allen. L.V. (2002). The Art Science and Technology of Pharmaceutical. American
Pharmaceutical Association, New York.
Anonim. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Lund. Walter. (1994). The Pharmaceutical Codex 12th Edition. Pharmaceutical Press.
London.
Mc Evoy, G.K. (2011). AHFS Drug Information Essentials. American Society of
Health-Sitem Pharmacists. Bethesda.
Noman, M.A., Kadi, H.O., 2011. Formulation and evaluation of paracetamol
suppositories. Continental J. Pharmaceutical science, 5(2);20-24.
Rowe, R.C. (2009). Handbook of Phamaceutical Exipients 6th Edition.
Pharmaceutical Press. London.

Anda mungkin juga menyukai