Triage menjadi komponen yang sangat penting di unit gawat darurat terutama
karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit melalui unit ini.
Berbagai laporan dari UGD menyatakan adanya kepadatan (overcrowding) menyebabkan
perlu ada metode menentukan siapa pasien yang lebih prioritas sejak awal kedatangan.
Ketepatan dalam menentukan kriteria triase dapat memperbaiki aliran pasien yang datang
ke unit gawat darurat, menjaga sumber daya unit agar dapat fokus menangani kasus yang
benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke fasilitas kesehatan
yang sesuai. Dalam rangka meningkatkan performa pelayanan di UGD, revitalisasi peran
dan fungsi triase harus dilakukan. Untuk itu, perkembangan sistem triase rumah sakit
diberbagai negara perlu diketahui, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah
sistim triase modern tersebut relevan diterapkan di Indonesia.
Triage sebagai pintu gerbang perawatan pasien memegang peranan penting
dalam pengaturan darurat melalui pengelompokan dan memprioritaskan paien secara
efisien sesuai dengan tampilan medis pasien. Triage adalah perawatan terhadap pasien
yang didasarkan pada prioritas pasien (atau korban selama bencana) bersumber pada
penyakit/tingkat cedera, tingkat keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya.
Dengan triage dapat ditentukan kebutuhan terbesar pasien/korban untuk segera
menerima perawatan secepat mungkin. Tujuan dari triage adalah untuk mengidentifikasi
pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan pasien ke area
perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai tindakan
diagnostik atau terapi.
Perawat dalam melakukan pengkajian dan menentukan prioritas perawatan (triage)
tidak hanya didasarkan pada kondisi fisik, lingkungan dan psikososial pasien tetapi juga
memperhatikan patient flow di departemen emergensi dan akses perawat. Triage
departemen emergensi memiliki beberapa fungsi diantaranya : 1) identifikasi pasien yang
tidak harus menunggu untuk dilihat, dan 2) memprioritaskan pasien (Mace and Mayer,
2013).
Adapun Triase dilakukan berdasarkan observasi Terhadap 3 hal yaitu, Pernafasan
( respiratory), Sirkulasi (perfusion), dan Status Mental (Mental State). Dalam pelaksanaan
triase biasanya dilakukan Tag label Triase (Label Berwarna) yang dipakai oleh petugas
triase untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi untuk tindakan medis terhadap korban.
Triase ESI berstandar pada empat pertanyaan dasar (4) algoritme pada gambar
1. Kategorisasi ESI 1, ESI 2, dan ESI 5 telah jelas. Kategori ESI 2 dan ESI 3
mensyaratkan perawat triase mengetahui secara tepat sumber daya yang diperlukan.
Contoh sumber daya adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan, pemberian cairan
intravena, nebulisasi, pemasangan kateter urine, dan penjahitan luka laserasi.
Pemeriksaan darah, urine, dan sputum yang dilakukan bersamaan dihitung satu
sumber daya. Demikian pula CT Scan kepala, foto polos thorax, dan foto polos
ekstremitas bersamaan dihitung sebagai satu sumber daya.
3. TRIAGE DI RUANGAN
1. Kategori merah, Pasien yang harus segera dilihat oleh dokter termasuk dalam
kategori paling mendesak.
2. Kategori oranye, pasien yang masih bisa menunggu sampai sepuluh menit.
3. Kategori kuning, pasien yang masih bisa menunggu sampai enam puluh menit.
4. Kategori hijau, pasien yang tergolong masih bisa menunggu hingga 120 menit.
5. Kategori biru, pasien yang tergolong masih bisa menunggu hingga 240 menit.
Michael Christ, et al. 2010. Modern Triage in the Emergency Department. Deutsches
Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int; 107(50): 892–8.
Kahn, Schultz, Miller dan Anderson, (2008). Does START Triage Work? An Outcomes
Assessment After a Disaster. Annals of Emergency Medicine Volume 54, Issue 3,
Pages 424-430.e1, September 2009
1
MODEL TRIAGE IN THE EMERGENCY, KEL. 6
0