Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengemasan adalah salah satu hal penting dalam industri pangan.
Kemasan memiliki fungsi untuk melindungi produk dari kerusakan
lingkungan, menjaga kualitas produk, dan sebagai media informasi untuk
konsumen. Salah satu bahan pengemas yang sering digunakan adalah plastik.
Plastik digunakan oleh industri karena memiliki beberapa keunggulan yaitu
memiliki sifat mudah dibentuk, ringan, tidak korosif, dapat diberi warna dan
transparan, dan tahan terhadap bahan kimia. Plastik mudah dibentuk karena
memiliki sifat ulet, lumer dan temperatur leleh yang rendah. Permukaan
plastik dapat disiapkan dengan baik. Plastik dapat diberi pewarna atau dilapis
dengan logam. Pada lingkungan udara bebas dan udara basah, plastik tidak
mengalami korosif. Plastik rusak karena degradasi akibat sinar atau perubahan
temperatur.
Kualitas plastik dapat dilihat dari bagaimana kekuatan tariknya, bagaimana
kekuatan luluhnya, bagaimana perpanjangannya, bagaimana modulus tariknya,
bagaimana modulus flexur-nya, bagaimana kekuatan impaknya, bagaimana
kekerasannya dan sebagainya. Oleh karena itu, pada praktikum ini, akan
dilakukan pengujian kualitas plastik untuk mengetahui kualitas tiap plastik
yang akan digunakan sebagai pengemas produk.

1.2. Tujuan
Tujuan Instruksional Umum
- Mahasiswa memahami prinsip pengujian sifat mekanis kemasan fleksibel,
yaitu daya regang atau daya rentang.
Tujuan Instruksonal Khusus
- Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip pengujian daya regang/daya
rentang kemasan fleksibel.
- Mahasiswa dapat melakukan pengujian daya regang kemasan fleksibel.
- Mahasiswa dapat menjelaskan tipe kemasan berdasarkan daya regangnya.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Jenis Kemasan


2.1.1 Polietilen
Menurut Sacharow dan Griffin (1980) dalam Nurminah (2002),
polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel,
mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan
pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110ºC.
Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat
mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01
inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya
yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat
kerapatan yang baik. Konversi etilen menjadi polietilen (PE) secara
komersial semula dilakukan dengan tekanan tinggi, namun ditemukan cara
tanpa tekanan tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

n(CH2= CH2) (-CH2-CH2-)n


Etilen polimerisasi Polietilen

2.1.2 Polipropilen

Menurut Brody (1972) dalam Nurminah (2002) , polipropilen


sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa.
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah,
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup
mengkilap . Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara
thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues
yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah.
Dengan menggunakan katalis Natta- Ziegler polypropilen dapat diperoleh
dari propilen . Sifat-sifat kemasan polypropylene (PP) menurut Buckle et
al., (1987) antara lain sebagai berikut:
 Mengkilap dan tidak mudah sobek.
 Plastik polypropylene lebih kaku daripada polyethylene.
 Memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air rendah.
 Memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak.
 Tahan terhadap suhu tinggi.
Menurut Fauziah (2016), plastik jenis ini memiliki ketahanan yang
baik terhadap lemak serta daya tembus uap yang rendah cocok digunakan
untuk pengemasan sayuran dan buah. Polyprophylene memiliki densitas
yang lebih rendah dan memiliki titik lunak lebih tinggi dibandingkan
polyetylene, permeabilitas sedang, tahan terhadap lemak dan bahan kimia.
PP yaitu memiliki densitas yang ringan (0,9 g/cm3) dan permeabilitas O2
adalah 3,2 ml μ/cm2.hari.atm pada 100C.
2.1.3 High Density Polyethylene (HDPE)
Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai
antara molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang
rendah, sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang yang
lebih sedikit dibanding jenis low density. Dengan demikian, high density
memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan
terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam
menentukan titik leleh plastik (Harper, 1975 dalam Nurminah, 2002).
2.1.4 Kemasan Laminasi
Pengemasan laminasi merupakan pengkombinasian menggunakan
bahan bukan plastik, seperti kertas, aluminium foil, dan sebagainya.
Kombinasi atau laminasi tersebut terdiri atas lapisan satu bahan di atas
bahan yang lain yang disatukan dengan perekat. Bahan laminasi plastik
dapat pula diproduksi sebagai film komposit yang dihasilkan dengan proses
co-extrusion atau coating (Suyitno, 1991).
Menurut Winarno (1982), kombinasi atau laminasi terdiri atas
lapisan satu bahan di atas bahan yang lain yang disatukan dengan perekat.
Bahan laminasi ini dibuat karena mengingat tidak ada suatu jenis polimer
yang dapat memenuhi semua sifat kemasan yang diinginkan. Apalagi bagi
keperluan pengemasan bahan makanan yang menghendaki persyaratan yang
bervariasi sehingga dapat dikatakan tidak ada satu polimer yang ideal secara
universal. Sifat optimum seringkali hanya dapat dicapai dengan
memanfaatkan beberapa macam polimer dan bahkan mengkombinasikan
bahan bukan plastik, seperti kertas dan aluminium foil, dsb.
Sifat-sifat yang dihasilkan oleh kemasan laminasi dari dua atau lebih
film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari
lapisan kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk
kemasan makanan kering. Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi
untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah. Polietilen berfungsi
sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas. Aluminium foil
meskipun hanya setipis 0,00035 inch (1/3 mm), memberi barrier yang kuat
dan superior. Sedang polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan
dan kemampuan untuk direkat atau ditutup dengan panas. Dengan konsep
laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya sehingga
menghasilkan lembaran kemasan yang bermutu tinggi.
2.2 Stress dan Strain
Menurut Suyitno (1988), stress adalah salah satu sifat rheologi
yang menunjukkan intensitas gaya (force) yang bekerja pada suatu tempat
dari sebuah benda. Stress dinyatakan dengan satuan gaya per satuan luas
(N/m2). Ketika nilai strain meningkat maka nilai Modulus Young juga
akan mengalami peningkatan. Kemasan yang baik diharapkan memiliki
nilai Modulus yang tinggi ketika diregangkan secara maksimal. Maka,
pada nilai strain yang sama, semakin besar nilai stress suatu bahan
pengemas, maka semakin baik elastisitas bahan pengemas tersebut.
Semakin besar nilai stress, berarti bahan tersebut memiliki daya tahan
yang semakin baik terhadap tekanan yang diberikan (Suyitno, 1988).
Strain merupakan perubahan fraksional panjang bahan kemasan atau fraksi
perubahan panjang suatu material (Δl) akibat beban terhadap panjang awal
(lo).
Menurut Sumaryono (2012), dalam pengujian tarik, ketika spesimen
mendapatkan beban, maka dia akan mengalami perpanjangan, sampai
kemudian putus. Jika L1 adalah panjang mula-mula dari spesimen dan L2
adalah panjang akhir spesimen setelah penarikan, maka perpanjangan
persatuan panjang (e) adalah :
𝐿2−𝐿1
e=
𝐿1
Perpanjangan per satuan panjang ini disebut regangan (strain). Dari
regangan ini kita bisa mengetahui mampu bentuk suatu bahan. Semakin besar
nilai regangan berarti bahan tersebut semakin baik mampu bentuknya.
Disamping itu spesimen juga mendapatkan pembebanan (P) per satuan luas
(A) yang besarnya adalah
𝐹
𝑃=
𝐴

Gambar 1. Diagram tegangan-regangan uji tarik bahan ulet


Bagian awal linear garis OA merupakan daerah elastis. Titik A
ialah batas elastis yang didefinisikan sebagai tegangan terbesar yang dapat
ditahan oleh bahan tanpa mengalami regangan permanen apabila beban
ditiadakan. Penentuan batas elastis cukup rumit, tergantung kepekaan
instrument pengukur regangan. Itulah sebabnya mengapa batas elastis
sering diganti dengan batas proporsional. Batas proporsional adalah
tegangan dimana garis lengkung tegangan-regangan menyimpang dari
kelinierannya. Titik B merupakan kekuatan luluh (yield strength) dimana
tegangan yang akan menghasilkan deformasi permanent dalam jumlah
kecil yang pada umumnya sama dengan regangan sebesar 0,2 %. Dalam
hal ini digunakan metode offset. Hal ini dilakukan dengan menarik garis
sejajar dengan daerah proporsional pada jarak 0,2 % atau titik C.
Kemudian perpotongan antara garis offset dengan diagram ditentukan
sebagai titik luluh bahan. Pada bahan yang bersifat ulet, biasanya setelah
pembebanan dihilangkan, regangan total akan berkurang dari e1 menjadi
e2. Berkurangnya regangan ini disebut recoverable elastic strain. Maka
regangan yang diambil untuk menentukan offset adalah e2.
2.3 Tensile Strength
Penentuan kekuatan tarik dan perpanjangan putus kedua jenis
bahankemasan ini dilakukan menggunakan alat tensile strength tester,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Pengukuran kekuatan tarik ini
dilakukan dengan menekan tuas di sebelahkanan alat ke arah bawah. Alat
akan menarik klem ke bawah dan sampel mendapat beban tarik tertentu.
Bersamaan dengan itu jarum penunjuk bergerak ke atas menunjuk angka
tertentu sesuai dengan beban tarik yang bekerja pada sampel. Pada saat
sampel putus jarum akan berhenti bergerak. Nilai yang ditunjukkan oleh
jarum pada saat sampel putus adalah nilai beban tariknya. Pembacaan
jarum dilakukan secara cepat dan cermat karena jarum penunjuk akan
cepat bergerak kembali ke posisi awal ketika contoh putus.

Gambar 2. Bagian-Bagian Alat Tensile Strength Tester.


Sumber: Matweb (2012)
BAB III
CARA KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Alat penguji kekuatan regang kemasan
- Penggaris
- Gunting

3.1.2 Bahan

- Plastik Polietilen (PE) - Plastik HDPE


- Plastik Polipropilen (PP) - Kemasan laminasi

3.2 Cara Kerja

Penyiapan kemasan yang akan diuji

Pemotongan kemasan sesuai ukuran. Untuk kemasan laminasi,


p = 30 cm dan l = tetap

Peletakkan kemasan pada penjepit pada alat penguji kekuatan


regang kemasan

Pengukuran panjang awal kemasan

Penarikan kemasan dengan tali sampai meregang maksimal


(putus)

Pembacaan beban pada skala pembaca pada saat putus dan


pengukuran panjang akhir kemasan

Penghitungan nilai tensile strenght, stress, dan strain


BAB IV
DATA PENGAMATAN

Tabel 4.1 Data Stress


Beban
Panjang Lebar A Stress*)
Kemasan Max
(m) (m) (m2) (N/ m2)
(kg)
Plastik PP 5 0,25 0,23 0,0575 852,17
Plastik PE 11 0,28 0,30 0,084 1283,33
Plastik
23 0,24 0,235 0,0564 3996,45
HDPE
Kemasan
35 0,30 0,23 0,069 4971,01
laminasi
*) Contoh Perhitungan :
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑥 9,8 5 𝑥 9,8
Stress = = = 852,17 𝑁/𝑚2
𝐴 0,0575

Tabel 4.2 Data Strain


Panjang awal (Lo) Panjang akhir (L) ∆L
Kemasan Strain*)
(m) (m) (m)
Plastik PP 0,29 0,44 0,15 0,52
Plastik PE 0,35 0,63 0,28 0,8
Plastik HDPE 0,245 0,33 0,085 0,35
Kemasan laminasi 0,22 0,36 0,14 0,64
*) Contoh Perhitungan :
∆𝐿 0,15
Strain = = = 0,52
𝐿𝑜 0,29
Tabel 4.3 Data Tensile Strength

Stress Strain
Kemasan Tensile Strength*)
(N/ m2)
Plastik PP 852,17 0,52 1638,79
Plastik PE 1283,33 0,8 1604,16
Plastik HDPE 3996,45 0,35 11418,43
Kemasan
4971,01 0,64 7767,20
laminasi
*) Contoh Perhitungan :
𝑆𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 852,17
Tensile Strength = = = 1638,79
𝑆𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 0,52
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Stress
Stress adalah salah satu sifat rheologi yang menunjukkan intensitas
gaya (force) yang bekerja pada suatu tempat dari sebuah benda. Stress
dinyatakan dengan satuan gaya per satuan luas (N/m2). Pada data stress
pada tabel 4.1 didapatkan bahwa stress PP < PE < HDPE < kemasan
laminasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai stress,
berarti bahan tersebut memiliki daya tahan yang semakin baik terhadap
tekanan yang diberikan (Suyitno, 1988). Kemasan laminasi memiliki nilai
stress paling tinggi karena memiliki tebal kemasan paling tebal dan karena
semakin tebal polimer menyebabkan gaya yang diterima setiap partikel
lebih sedikit (gaya terdispersi atau terbagi kepada jumlah partikel yang
lebih besar)
5.2 Strain
Strain merupakan perubahan fraksional panjang bahan kemasan
atau fraksi perubahan panjang suatu material (Δl) akibat beban terhadap
panjang awal (lo). Pada data strain pada tabel 4.2 didapatkan bahwa strain
HDPE < PP < kemasan laminasi < PE. Hal tersebut menunjukkan semakin
tinggi nilai strain maka semakin tinggi elastis bahan sehingga mudah
ditarik lebih mulur (Sari dan Satoto, 2010). Perbedaan nilai strain karena
perbedaan susunan polimer pada tiap kemasan. Ikatan antar polimer yang
kurang kuat menyebabkan kemasan lebih mudah putus. PE memiliki nilai
strain lebih tinggi dibanding PP karena PE memiliki struktur yang
mengarah ke amorf karena rantai polimernya bercabang , sehingga
memberikan daya regang lebih tinggi daripada PP yang memiliki struktur
kristalin karena susunan polimernya linier.
5.3 Tensile Strength
Tensile strength (daya regang putus) adalah beban maksimum yang
dapat ditahan suatu material. Pada data tensile strength pada tabel 4.3
didapatkan bahwa tensile strength PE < PP < kemasan laminasi < HDPE.
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai tensile strength
maka kemasan akan memiliki kekuatan yang semakin besar.
BAB VI
KESIMPULAN

1. Kemasan laminasi memiliki nilai stress paling tinggi dan kemasan PP


paling rendah.
2. Kemasan PE memiliki nilai strain paling tinggi dan kemasan HDPE paling
rendah.
3. Kemasan HDPE memiliki nilai tensile strength paling tinggi dan kemasan
PE paling rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wootton,1987. Ilmu


Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Fauziah, D. 2016. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Jenis Kemasan serta
Lama Penyimpanan terhadap Karakteristik Tomat (Solanum
lycopersicum L.) Organik. Universitas Pasundan. Bandung.
Matweb. 2012. Tensile Property Testing of Plastics.
http://www.matweb.com/reference/ tensilestrength.aspx (7
November 2017).
Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan
Kertas serta Pengaruhnya terhadap Bahan yang Dikemas. USU
Digital Library.
Sari, K. dan R. Satoto. 2010. Analisis Korelasi Kondisi Pembuatan Film
Tipis Polipropilen dan Sifat-Sifat Mekaniknya dengan Metode Uji
Tarik. Jurnal Berkala Fisika. 13(2).
Sumaryono. 2012. Perilaku Pengujian Tarik pada Polimer Polistiren dan
Polipropilen. Jurnal Gardan. 1(1).
Suyitno. 1988. Pengujian Sifat Fisik Bahan Pangan. Yogyakarta : PAU
Pangan dan Gizi.
Suyitno. 1990. Bahan-bahan Pengemas. Yogyakarta : UGM.
Winarno, F.G. dan Jennie. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai