Anda di halaman 1dari 8

Nama : Piranti Handayani

NPM : 14020088

3K4

Pencelupan poliamida dengan Zat Warna Reaktif

Serat Poliamida

Serat poliamida dibuat dari kondensasi asam dikarboksilat dan amina.

Pembuatan nilon diawali dengan pembuatan bahan baku yaitu asam adipat dan heksa
metilena diamina. Asam adipat dibuat dari fenol melalui pembentukan sikloheksanol dan
sikloheksanon. Sedangkan heksa metilena diamina dibuat dari asam adipat dengan melalui
pembentukan amida dan nitril. Setelah bahan baku diperoleh maka dilakukan pembuatan
polimer yang didahului dengan pembuatan daram nilon, polimerisasi dan penyetopan
panjang rantai. Pada pembuatan garam nilon asam adipat dan heksa metilena diamina
dilarutkan dalam metanol secara terpisahdan setelah dicampurkan akan terbentuk endapan
heksametilena diamonium adipat (garam nilon). Pada pemintalan nilon kehalusan filamen
tidak bergantung pada diameter lubang spineret, tetapi bergantung pada sifat polimer,
kecepatan penyemprotan polimer melalui spinneret dan kecepatan penggulungan filament.

Untuk mendapatkan derajat orientasi tinggi, filamen yang terbentuk ditarik dalam keadaan
dingin. Panjangnya kira-kira menjadi empat atau lima kali panjang semula.

Serat nylon adalah serat yang terdiri dari pengulangan gugus amida. Sifat dan karakteristik
poliester dan poliamida merupakan serat buatan yang akan meleleh pada suhu tinggi 2000C-2500C.
Serat tersebut melunak kemudian meleleh dinamakan Transisi Gelas (perubahan sifat serat dari melunak
karena meleleh). Pengerjaan panas yang tinggi dapat menyebabkan serat menjadi rusak, begitu pun
dengan poliamida (nylon). Tetapi sifat meleleh dari poliamida lebih rendah dibandingkan den
gan poliester.Poliamida dapat meleleh dengan suhu 1500C. Pemberian nama kepada salah
satu jenis poliamida adalah berdasarkan pada jumlah atom karbon pada diamina, asam
dikarboksilat dan asam aminonya.

Sifat – sifat fisika poliamida sebagai berikut :

ö Morfologi

Penampang melintang hampir bulat (tergantung) dari bentuk lubang spinneret dan
penarikan dingin sedangkan penampang membujur seperti silinder.

ö Moisture Regain

Moisture regain poliamida pada kondisi standar ( RH 65% dan suhu 21oC ) adalah 4,2
%.

ö Kekuatan dan mulur


Kekuatan mulur poliamida bergantung pada jenisnya ± 8,8 g/dinier dan 28 % - 43
g/denier dan 45 %. Kekuatan basah sekitar 80 – 90 % dari kekuatan kering.

ö Elastisitas

Jika mulur tinngi (22%) maka elastisitas naik. Penarikan 8 % elastisitas poliamida masih
100 %, penarikan 16 % elastisitas poliamida 91 %.

ö Titik leleh

Poliamida meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer nitrogen. Sedangkan diudara
meleleh pada suhu 250oC. Penyetrikaan pada suhu 180oC lengket dan lebih dari 230oC
poliamida akan rusak. Pemanasan diudara pada suhu 150oC selama 5 jam menjadikan
poliamida kekuningan, tetapi masih lebih baik dibandingkan wol dan sutera yang dibakar
akan meleleh.

ö Berat jenis

Berat jenis poliamida adalah 1,14

ö Mengkeret

Poliamida akan mengkeet dalam keadaan basah. Panjang serat poliamida dalam
keadaan basah 5 % lebih kecil dibandingkan keadaan keringnya.

Sifat – sifat kimia poliamida sebagai berikut :

ö Tahan terhadap asam – asam encer, dengan HCl pekat mendidih beberapa jam akan
menjadi asam adipat dan heksa metilena diamonium hidroklorida.

ö Tidak terpengaruh alkali. Poliamida dengan NaOH 10 % pada suhu 85oC selama 10 jam
hanya mengurangi kekuatan poliamida sebanyak 5 %.

ö Untuk melarutkan poliamida dipakai pelarut : asam foriat, kresol, fenol, H2SO4 pekat.

Adapun sifat – sifat lain dari poliamida adalah :

ö Sifat biologis

Serat poliamida tahan jamur, bakteri dan serangga

ö Pengaruh sinar

Poliamida terdegradasi oleh pengaruh sinar tetapi masih lebih baik dibandingkan sutera.
Dalam penyinaran selama lebih dari 16 minggu, sutera berkurang kekuatannya sebanyak 85
% sedangkan poliamida hanya 23 %.

ö Sifat listrik

Poliamida merupaan isolator yang baik dan menimbulkan litrik statik.

Contoh – contoh poliamida :

Nylon 6 dibuat dari kaprolaktam


Nylon 610 dibuat dari asam sebasat dan heksa metilena diamina

Nylon 11 dibuat dari minyak jarak

2.2 Zat warna reaktif

Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat
sehingga zat warna tersebut merupakan bagian daripada serat. Oleh karena itu hasil
celupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang baik. Demikian pula karena berat
molekul zat warna reaktif kecil maka kilaunya akan lebih baik dari zat warna direk.

Menurut reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

· Golongan I

Zat warna reaktif yang mengadakan reaksi substitusi dengan serat dan membentuk ikatan
pseudo ester. Misalnya zat warna Procion, Cibacron, dll.

· Golongan II

Zat warna reaktif dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan membentuk ikatan eter.
Misalnya zat warna Remazol, Remalan, dll.

Menurut cara pemakaiannya, zat warna reaktif dapat pula dibagi menjadi :

- Pemakaian secara dingin yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi.

- Pemakaian secara panas yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah

Pada umumnya struktur zat warna reaktif yang larut dalam air mempunyai bagian-bagian
dengan fungsi-fungsi tertentu

- Gugus pelarut misalnya gugusNatrium Sulfonat

- Kromofor misalnya gugus antrakuinon

- Gugusan penghubung antara kromofor dan sistem reaktif misalnya Amina

- Gugusan rekatif misalnya klor

- Sistem reaktif misalnya Triazin

Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat
molekul yang kecil agar daya serap terhadap serat tidak besar sehingga zat-zat warna yang
tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan gugus penghubung dapat mempengaruhi
daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif
merupakan bagian dari zat warna dan mudah lepas sehingga bagian berwarna mudah
bereaksi dengan serat. Pada umumnya agar reaksi berjalan dengan baik maka diperlukan
alkali dan elektrolit.

Ada 4 cara yang digunakan pada pencelupan dengan zat warna reaktif panas yaitu

1. Cara Standar
Pada cara ini reaksi fiksasi dan reaksi hidrolisis yang mana kedua reaksi ini dipengaruhi oleh
kereaktifan zat warna, suhu, dan pH.

2. Cara Pemasukan Garam dan Alkali bertahap

Pada cara ini pemasukan alkali dan garam dilakukan secara bertahap, hal ini untuk
menghindari resiko belang dan zat warna rusak.

3. Cara Salt at Start

Pada penggunaan cara ini garam dimasukkan di awal sehingga hasil yang didapat bahan
mempunyai resiko belang yang yinggi namun resiko rusaknya zat warna sangat rendah.

4. Cara All in

Pada penggunan cara ini garam dan alkali dimasukkan secara bersamaan dan pada
pembuatan larutan sehingga hasil yang didapat bahan mempunyai resiko belang yang tinggi
dan resiko zat warna rusak juga tinggi.

Di samping terjadi reaksi zat warna dengan serat molekul air juga mengadakan reaksi
hidrolisa dengan zat warna, reaksi tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan
temperatur.

Reaksi ikatan zat warna reaktif dengan serat selulosa :

D-Cl + Selulosa-OH D-O-Selulosa + HCl

HCl + NaOH NaCl + H2O

Hidrolisa dengan air:

D-Cl + H2O D-O-H + HCl

Zat Warna reaktif mengadakan reaksi dengan serat dan membentuk ikatan kovalen
sehingga zat warna tersebut menjadi bagian dari serat ikatan kovalen terbentuk dari hasil
reaksi antara sistem reaktif pada zat warna reaktif dengan gugus-OH,-SH.-NH2 dan NH.

Mekanisme Reaksi Zat Warna Reaktif

Dalam larutan netral zat warna mula – mula akan berdifusi masuk ke dalam struktur selulosa
dimana sebagian akan teradsorpsi pada antar muka selulosa-air di dalam serat. Pada saat
kesetimbangan tercapai zat warna berada dalam keadaan berdifusi masuk/keluar serat serta
teradsorpsi dan terdesorpsi dari permukaan serat dengan laju yang sama. Pada kondisi
larutan seperti ini konsentrasi ion hidroksil dan ion selulosa di dalam larutan sangat rendah
sehingga dapat dikatakan bahwadalam hal ini proses yang terjadi hampir seluruhnya fisika.

Penambahan alkali ke dalam larutan akan menaikkan konsentrasi ion selulosat hingga suatu
jumlah tertentu yang akan memungkinkan terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat,
dimana ion selulosa akan menyerang atom karbon yang kekurangan electron melalui suatu
mekanisme adisi atau substitusi, menghasilkan suatu ikatan kovalen antara keduanya.
Ikatan kovalen yang terjadi antara molekul zat warna dengan serat dapat berupa ikatan eter
atau pseudo ester, pada reaksi adisi atau reaski substitusi.

Terbentuknya senyawa – senyawa warna menyebabkan desorpsi terhenti dan


mengakibatkan berkurangnya jumlah zat warna di dalam larutan di dalam serat. Perbedaan
konsentrasi zat warna pada kedua fase, yaitu fase larutan dan fase serat menyebabkan zat
warna berdifusi masuk ke dalam serat dan memperbesar penyerapan yang semula kecil.

Penambahan Alkali

Penambahan alkali pada proses pencelupan tersebut dapat mempercepat jalannya reaksi
pencelupan. Hal ini disebabkan alkali akan mnetralkan asam yang terbentuk dari reaksi
pencelupan antar serat dengan zat warna sehingga reaksi bergeser ke kanan yaitu ke arah
ikatan antara serat dan zat warna.

Selain itu penambahan alkali akan mendorong terbentuknya ion selulosa. Semakin tinggi pH
larutan semakin besar ion selulosa terbentuk dan semakin banyak pula muatan negatif pada
permukaan serat.

ALAT DAN BAHAN

Bahan yang digunakan

v kain poliamida

v zat warna reaktif dingin Blue X 2R

v NaCl

v CH3COONa

v CH3COOH

v Na2CO3

v Teepol

Alat yang digunakan

- Mesin HT/HP dyeing

- Neraca

- Kaca pengaduk

- Gelas porselen 600 ml

- Gelas ukur 100 ml

- Pipet volume
 RESEP STANDAR

Resep 1 2 3 4

Zat warna reaktif 2


dingin (ml/L)

CH3COOH (ml/L) pH 4 pH 5

CH3COONa (g/L) 1

NaCl (g/L) - 5 - 5

Na2CO3 (g/L) - - 1 2

Zat Pembasah (ml/L) 1

Vlot (1 : x) 1:20

Suhu (0C) 100

Waktu (menit) 30

 Fungsi Zat

· Zat warna reaktif dingin : memberikan warna pada bahan yang akan dicelup

· NaCl : menambah penyerapan zat warna pada kain.

· Zat Pembasah : Menurunkan tegangan antar muka sehingga zat warna dapat larut
secara merata dan mempercepat proses pelarutan. Dalam pencucian berfungsi untuk
menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi oleh serat.

· Alkali :memperbesar kelarutan zat warna dalam larutan celup dan zat anti
kesadahan dalam air celupan, serta menetralkan asam-asam hasil dari reaksi yang terdapat
pada larutan celup. Memfiksasi zat warna dan membentuk ikatan Kovalen.

· CH3COOH 30 % : mengatur pH larutan celup untuk menjaga kerusakan serat selama


proses pencelupan berlangsung

· CH3COONa : zat yang berfungsi untuk menyetabilkan pH agar warna celup yang
dihasilkan lebih rata.
Pencelupan poliamida dengan Zat Warna Asam

 Resep

Heat Setting

180 oC ; 1 menit

Proses Pencelupan

Zat yang dipakai Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4


ZW asam (%)
1 1 2 2
(Super Milling)
Asam asetat 30% (ml/L) 2 3 3 4
Perata anionik (ml/L) 1 1 1 2
Vlot 1 : 30
Suhu ; Waktu 90 0C ; 20 menit
Pencucian Sabun

Sabun : 1 ml/L

Na2CO3 : 0,5 g/L

Vlot 1 : 20

80 oC ; 10 menit

Fungsi Zat

ZW asam : untuk mewarnai bahan

CH3COOH : memberi suasana asam pada proses pencelupan.

Perata : untuk menghambat penyerapan zat warna agar pendistribusiannya menjadi rata.

Sabun : untuk menghilangkan zat warna yang menempel pada permukaan serat sehingga
daya tahan luntur hasil pencelupan tinggi.

Na2CO3 : beri suasana alkali pada proses pencucian


Pencelupan Poliakrilat dengan Zat warna Basa

 Skema Proses

Anda mungkin juga menyukai