Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN NYERI

A. Pengertian

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, sifatnya sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tindakannya
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang di
alaminya. Berikut ini pendapat beberapa ahli mengenai rasa nyeri :

1. Menurut Mc. Coffery (1979)


Nyeri adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dimana eksistensinya
diketahui jika seseorang pernah mengalaminya.
2. Menurut Wolf, Firest (1974)
Nyeri adalah suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan nyeri
yang bisa menimbulkan ketegangan.
3. Menurut Arthur C. Cuvton (1983)
Nyeri adalah suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul bila mana jaringan yang
sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi atau menghilangkan
rangsang nyeri.
4. Secara umum nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional ( A. AZIZ Alimul Hidayat kdpk 2008 ).

 Sifat nyeri
a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.
b. Nyeri bersifat individual.
c. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif.
d. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan dari pernyataan klien.
e. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya.
f. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.

1
g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan.
h. Nyeri mengawali ketidakmampuan.
i. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan management nyeri tidak optimal.

Reaksi
Impuls Nyeri → Medulla Spinalis → Batang Otak & Talamus → Sistem Saraf Otonom →
Respon Fisiologis & Perilaku.

 Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan Sumbernya
a) Cutaneus / Superfisial
Nyeri yang mengenai kulit / jaringan subkutan biasanya bersifat burning.
Contoh : terkena ujung pisau / gunting.
b) Somatik / Nyeri Dalam
Nyeri yang muncul dari pembuluh darah, tendon, saraf dan lebih lama dari
superfisial.
c) Visceral ( Organ Dalam )
Simulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium dan thorak.

2. Berdasarkan Penyebab
a) Fisik
Bisa terjadi karena stimulus fisik :
1) Radang tulang, otot dan rheumatic lainnya.
2) Nyeri otot, kaku / pemendekan otot (kram).
3) Sakit bahu dan tulang punggung.
4) Salah posisi saat kerja / aktivitas dan tidur.
5) Cedera olah raga.
6) Kelainan bentuk kaki.
7) Pasca patah tulang, amputasi tulang dan osteoporosis.

2
b) Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas / susah / diidentifikasi bersumber dari
emosi / psikis dan biasanya tidak disadari.
Contoh : orang yang marah tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.

3. Berdasarkan Lama / Durasinya


a) Nyeri Akut
o Nyeri secara mendadak dan mudah hilang.
o Durasi singkat.
o Tidak lebih dari 6 bulan.
o Serangan mendadak.
o Daerah nyeri tidak diketahui secara pasti.
b) Nyeri Kronis
o Nyeri secara perlahan-lahan dan berlangsung cukup lama.
o Durasi lama.
o Lebih dari 6 bulan.
o Serangan bisa mendadak, terus-menerus.
o Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya.

Perbedaan Karakteristik Nyeri Akut dan Nyeri Kronik

Nyeri Akut Nyeri Kronik


1. Lamanya dalam hitungan menit. 1. Lamanya sampai hitungan bulan, >
2. Ditandai peningkatan nadi, respirasi. 6 bulan.
3. Respon pasien : fokus pada nyeri, 2. Fungsi fisiologis bersifat normal.
menangis, mengerang. 3. Tidak ada keluhan nyeri.
4. Tingkah laku : menggosok bagian 4. Tidak ada aktifitas fisik sebagai
yang nyeri. respon terhadap nyeri.

3
4. Berdasarkan Lokasi / Letak
a) Radiating Pain
Nyeri menyebar dari sumber nyeri menyebar ke jaringan didekatnya.
b) Referred Pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari jaringan
penyebab.
c) Intractable Pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan.
Contoh : nyeri kanker maligna.
d) Phanthom Pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang / bagian tubuh yang lumpuh injuri
medulla spinalis.
Contoh : bagian tubuh yang diamputasi.

 Jenis Nyeri
1. Neuropatik
Disebabkan oleh kelainan disepanjang suatu jalur saraf yang bisa menyebabkan suatu
sakit dalam atau rasa terbakar (sensitif terhadap sentuhan) dan infeksi (herpes zoster)
menyebabkan peradangan sehingga terjadi neuralgia post herpetik.
2. Distrofi Reflek Simpatis
Nyeri disertai pembengkakan, berkeringat atau perubahan pada aliran darah atau
dijaringan (atropi atau osteoporosis) dan kontraktur (sendi tidak bisa ditekuk /
diluruskan secara sempurna).
3. Kausalgia
Nyeri yang terjadi setelah suatu cedera atau penyakit pada saraf utama. Menyebabkan :
nyeri terbakar disertai pembengkakan, berkeringat, perubahan aliran darah.
4. Nyeri Setelah Pembedahan
Nyeri bisa menetap dan hilang timbul semakin buruk jika bergerak, batuk, tertawa atau
menarik napas dalam atau ketika luka perban pembungkus diganti.
5. Nyeri Karena Kanker
6. Nyeri yang Berhubungan dengan Kelainan Psikis
Penyebab psikogenik / fisik.

4
B. Fungsi fisiologis

Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri terhadap empat
proses tersendiri: Transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi nyeri adalah
proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor
nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat terinduksi
melewati saraf perifer sampai termal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron
pemancar yang naik dan medula spinalis ke otak. Medulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf
melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri yang
setinggi medula spinalis. Medulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan
atau meningkatkan aktivitas direseptor nyeri aferen primer. Akhirnya, persepsi nyeri adalah
pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri
oleh saraf.

 Fisiologis nyeri
Untuk memudahkan dalam memahami nyeri, maka perlu mempelajari 3 komponen
fisiologi nyeri, antara lain:
1. Resepsi : Proses perjalanan nyeri.
Stimulus (mekanik, termal, kimia) → Pengeluaran Histamin, Bradikinin, Kalium →
Nosiseptor → Impuls saraf → Serabut Saraf Perifer → Neurotransmiter → Pusat
Saraf di Otak → Respon reflek protektif.
Tipe Serabut Saraf Perifer
Serabut saraf A delta :
a) Serabut bermyelin.
b) Mengirim pesan secara cepat.
c) Kecepatan transmisi 6-30 m/dt.
d) Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyeri.
e) Biasanya sering ada pada injuri akut.

Serabut Saraf C :
a) Tidak bermyelin.
b) Mengirim pesan secara lambat.
c) Kecepatan transmisi 0,5 m/dt.
d) Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat dan tekanan cepat.

5
2. Neuroregulator
a. Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, berperan penting
pada pengalaman nyeri.
b. Substansi ini ditemukan pada nociceptor yaitu pada akhir saraf dalam kornu
dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik.
c. Neororegulator ada 2 macam yaitu Neurotransmiter dan Neuromodulator.
d. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah sinaptik antara 2
serabut saraf. ( Contoh: supstansi P, serotonin, prostaglandin ).
e. Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus
saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps.
(Contoh: endorphin, bradikinin).
f. Neuromodulator diyakini aktivitasnya secara tidak langsung bisa meningkatkan
atau menurunkan efek sebagai neurotransmitter.
3. Teory Gate Control
Teori ini dikenal oleh Melzak dan Wall pada tahun 1965. Menurut teori ini,
sinaps yang berada pada dorsal hom bekerja seperti sebuah pintu membuka atau
menutup sehingga apabila ada rangsang nyeri pintu tersebut akan ditutup sehingga
nyeri tersebut tidak sampai di otak atau pintu itu dibuka sehingga nyeri sampai ke
otak. Hipotesis teori ini adalah apabila ada sejumlah impuls nyeri yang berjalan
sepanjang serabut saraf tebal (seperti: panas, dingin atau sentuhan), maka sejumlah
impuls nyeri tersebut berusaha untuk dicegah dengan cara menutup pintu pada serabut
saraf tersebut. Individu akan merasakan nyeri hanya jika pintu sinaps dibukivata atau
impuls sangat dominan.

 Respon fisiologis terhadap nyeri


1. Stimulasi Simpatik: ( nyeri ringan, moderat, dan superficial ).
1) Dilatasi saluran bronchial dan peningkatan respirasi rate.
2) Peningkatan heart rate.
3) Vasokontriksi perifer, peningkatan Blood Pessure.
4) Peningkatan nilai gula darah.
5) Peningkatan kekuatan otot.
6) Dilatasi pupil.
7) Penurunan motilitas GI.

6
2. Stimulus Parasimpatik ( nyeri berat dan dalam ).
1) Muka pucat.
2) Otot mengeras.
3) Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure.
4) Nafas cepat dan irregular.
5) Nausea dan Vomitus (Mual & Muntah).
6) Kelelahan dan Keletihan.

 Respon tingkah laku terhadap nyeri


Respon tingkah laku terhadap nyeri dapat mencakup:
a. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur).
b. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir).
c. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan
tangan.
d. Kontak dengan orang lain/ interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari
kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan
nyeri).

 Respon individu terhadap nyeri


Respon tubuh terhadap nyeri ada 3 tahap, yaitu:
a. Tahap aktivasi (activation)
Dimulai saat pertama individu menerima rangsang nyeri sampai tubuh bereaksi
terhadap nyeri yang meliputi : respon simpato adrenal, respon muskuler, dan respon
emosional.

Respon Simpato
Respon Muskuler Respon Emosional
Adrenal
1. Denyut nadi naik. 1. Tensi otot naik. 1. Bergejolak.
2. Tekanan darah 2. Otot kaku menggeliat 2. Mudah tersinggung.
naik. sakit.
3. Pernapasan naik. 3. Gelisah. 3. Perubahan tingkah laku.
4. Berkeringat 4. Mengambil posisi 4. Berteriak.
banyak. tertentu.

7
5. Mual dan muntah, 5. Imobilitas. 5. Menangis.
karena darah 6. Mengusap daerah yang 6. Diam.
mengalir dari otot nyeri.
visral ke otot paru, 7. Kewaspadaan.
jantung, dan otot
keras.
6. Pucat.
7. Dilatasi bronchial.
8. Glikogenolisis.
9. Pelepasan eritrosit
dari limpa.
10. Dilatasi pupil.

b. Tahap Pemantulan (rebound).


Pada tahap ini nyeri sangat hebat tetapi singkat. Pada tahap ini pula sistem saraf
parasimpatis mengambil alih tugas, sehingga terjadi respon yang berlawanan terhadap
tahap aktivasi.
c. Tahap adaptasi (adaptation).
Saat nyeri berlangsung lama tubuh mencoba untuk beradaptasi melalui peran
endorthins. Reaksi adaptasi tubuh ini terhadap nyeri dapat berlangsung beberapa jam
atau beberapa hari. Bila nyeri berkepanjangan maka akan menurunkan sekresi
norepineprin sehingga individu merasa tidak berdaya, tidak berharga dan lesu.

 Fase Nyeri
Menurut Meinhart dan Mc. Caffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
a. Fase antisipasi, terjadi sebelum nyeri diterima.
b. Fase ini bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang
nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini
sangat penting , terutama dalam memberikan informasi pada klien.
c. Fase sensasi, terjadi saat nyeri terasa.
d. Fase ini terjadi ketika klien merasa nyeri, karena nyeri itu bersifat subjektif, maka tiap
orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan
berbeda antara satu orang dengan yang lain. Orang yang mempunyai tingkat toleransi
8
tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengn
stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu
menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang toleransi terhadap nyerinya rendah
sudah mencari upaya pencegahan nyeri, sebelum nyeri datang. Keberadaan enkefalin
dan endorphin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan
tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorphin tiap individu, individu dengan
endorphin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorphin
merasakan nyeri lebih besar.
e. Fase akibat (aftermath)
f. Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode
nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan
yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk
meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

 Stimulus Nyeri
Seseorang dapat mentoleransi, menahan nyeri atau dapat mengenali jumlah stimulasi
nyeri sebelum merasakan nyeri.
Terdapat beberapa jenis stimulasi nyeri :
1. Trauma pada jaringan tubuh.
Contoh : pembedahan.
2. Gangguan pada jaringan tubuh.
Contoh : oedema.
3. Tumor.
4. Iskemik pada jaringan.
Tertumpuknya asam laktat.
5. Spasme otot, menstimulasi mekanik.

9
 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-
anak dari lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kolompok usia ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak – anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.

2. Jenis Kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons
terhadap nyeri (Gil, 1990). Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin (mis.
menganggap bahwa seorang anak laki – laki harus bersifat berani dan tidak boleh menangis,
sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama).

3. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai – nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991).

4. Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan
cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan
latarbelakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara
berbeda – beda, apabila nyeri tersebutmemberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman,
dan tantangan.

5. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi


persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun
(Gil, 1990).

6. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seingkali


meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.

10
Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990). Sulit untuk
memisahkan dua sensasi. Paice(1991) melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri
mengaktifkan bagian system limbic yang diyakini mengendalikan emosi seseorang,
khususnya ansietas. System limbiik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni
memperburuk atau menghilangkan nyeri.

7. Keletihan

Keletihan meningkatkan peresepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri


semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Dalam hal ini dapat menjadi masalah
umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan
disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa leibh berat lagi. Nyeri
seringkali leibh berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap
disbanding pada akhir hari yang melelahkan.

8. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak
selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa
yang akan datang. Apabila indibidu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri
tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut
dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang sama
berulang – ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih
mudah lagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan
lebih siap untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri.

9. Gaya koping

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang mampu membuat anda
merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri dikeadaan perawatan kesehatan, seperti di
rumah sakit, klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering terjadi adalah
klien merasa kehilangan control terhadap lingkungan atau kehilangan control terhadap hasil
akhir dari peristiwa – peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, gaya koping mempengaruhi
kemampuan individu tersebut untuk mengatasi nyeri.

11
10. Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respons nyeri ialah kehadiran orang –
orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu dari kelompok
sosial budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang orang tempat mereka
menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri (Meinhart dan Mc. Caffery, 1983). Individu
yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.

 Intensitas nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin
adalah menggunakan respon fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut:

1. Skala intensitas nyeri dekskritif

2. Skala identitas nyeri numeric

12
3. Skala analog visual

4. Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1–3 : Nyeri ringan : secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat


menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikan, dapat mengikuti
perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan, tidak dapat diatasi dengan
alih posisi nafas panjang dan distraksi.

10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,


memukul.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,
sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari
waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.

13
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tinggkat keparahan nyeri yang lebih
objektif. Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale, VDS) merupakan sebuah garis
yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama
disepanjang garis. Pendeskripsi ini di ranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang
tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien klien skala tersebut dan meminta klien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh
nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.
Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.
Skala penilaian numerik (numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti
alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan
10cm (AHCPR, 1992)

Skala analog visual (Verbal analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa
memilih satu kata atau satu angka (potter, 2005).

C. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman & Aman

Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya (Barbara C.


Long, 1989).

1. Teori Pemisahan (Specificity Theory)


- Rangsangan sakit masuk ke medula spinalis melalui kornu dosalis yang
bersinapsis di daerah posterior.
- Medula spinalis kemudian naik ke traktus lissus dan menyilang digaris median
disisi lainnya.
- Berakhir di kortek sensori tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.

14
2. Teori Pola (Pattern Theory)
- Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan
rangsangan aktifitas sel T.
- Mengakibatkan suatu respon yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi yaitu
kortek serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi
sehingga menimbulkan nyeri.
- Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari reaksi sel T.

3. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)


Dikemukakan oleh Melzack dan Wall pada tahun 1965.Teori mengusulkan
bahwa impuls nyeri dapat diatur / bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di
sepanjang sistem saraf pusat.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa substansi gelatinosa (SG) yang ada pada bagian
ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi
nyeri yang datang sebelum mereka sampai di kortek serebri dan menimbulkan
nyeri. Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan diblok
ketika pintu gerbang ditutup. Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi
mengatasi nyeri. Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk
memanage nyeri pasien. Neuromedulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara
menghambat pembentukan substansi P. Menurut teori ini tindakan massase diyakini
bisa menutup gerbang nyeri.

4. Teori Transmisi dan Inhibisi


Adanya stimulus pada nosiseptor melalui transmisi impuls–impuls saraf sehingga
transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik.
Kemudian inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls–impuls pada
serabut-serabut besar yang memblok impuls–impuls pada serabut lamban dan
endogen opiate system supresif.

15
D. Penatalaksanaan

1. Farmakologi
a) Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan
karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan
penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat (Tamsuri, 2007). Namun,
penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernafasan di medulla
batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam
status pernafasan jika menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare,
2001).

b) Analgesik Non Narkotik


Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain
memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat
golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi
prostalglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer
& Bare, 2001). Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan
pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster.

2. Non Farmakologi
a) Relaksasi progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stress. Teknik
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri, stress fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2006).
b) Stimulasi Kutaneus Plasebo
c) Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal
oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Placebo
umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa (Tamsuri,
2007).
d) Teknik Distraksi.Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri
dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga
pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami. ( Priharjo, 1996 ).

16
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
A. Pengkajian
1. Nama :
2. No.RM :
3. Alamat :
4. Umur :
5. Jenis kelamin :
6. Status perkawinan :
7. Pendidikan :
8. Pekerjaan :
9. Diagnose medis :
10. Tanggal masuk :
11. Tanggal pengkajain :

B. Keluhan utama
Keluhan yang sangat dirasakan pasien saat pengkajian.

 Keluhan yang paling dirasakan klien


o Klien mengatakan nyeri
 P : Paliatif : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
 Q : Qualitatif : Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat.
 R : Regio : Daerah perjalan nyeri.
 S : Severe : Keparahan atau intensitas nyeri.
 T : Time : Lama waktu serangan atau frequensi nyeri.

a. Keamanan
Memastikan lingkungan yang aman, perawat perlu memahami hal-hal yang memberi
kontribusi keadaan rumah, komunitas, atau lingkungan pelayanan kesehatan dan
kemudian mengkaji berbagai ancaman terhadap keamanan klien dan lingkungan.
1) Komunitas
Ancaman keamanan dalam komunitas dipengaruhi oleh terhadap perkembangan,
gaya hidup, status mobilisasi, perubahan sensorik, dan kesadaran klien terhadap
keamanan.

17
2) Lembaga pelayanan kesehatan
Jenis dasar resiko terhadap keamanan klien di dalam lingkungan pelayanan
kesehatan adalah terjadi kecelakaan yang disebabkan klien, kecelakaan yang
disebabkan prosedur, dan kecelakaan yang menyebabkan penggunaan alat.

b. Kenyamanan
Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang bersifat subyektif dan
hanya yang menerimanya yang dapat menjelaskannya.
Tanda-tanda yang menunjukan seseorang mengalami sensasi nyeri:
1) Posisi yang memperlihatkan pasien
Pasien tampak takut bergerak, dan berusaha merusak posisi yang memberikan
rasa nyaman.
2) Ekspresi umum :
a. Tampak meringis, merintih.
b. Cemas, wajah pucat.
c. Ketakutan bila nyeri timbul mendadak.
d. Keluar keringat dingin.
e. Kedua rahang dikatupkan erat-erat dan kedua tangan tampak dalam
posisi menggenggam.
f. Pasien tampak mengeliat karena kesakitan.
3) Pasien dengan nyeri perlu diperhatikan saat pengkajian adalah :
a. Lokasi nyeri.
b. Waktu timbulnya nyeri.
c. Reaksi fisik/psikologis pasien terhadap nyeri.
d. Karakteristik nyeri.
e. Faktor pencetus timbulnya nyeri.
f. Cara-cara yang pernah dilakukan untuk mengatasi nyeri.

C. Riwayat penyakit (keluhan) sekarang


1. Adanya perilaku protektif/perasaan tidak tenang.
2. Peningkatan tekanan darah, nadi, pernafasan.
3. Wajah menyeringai.
4. Perilaku distraksi seperti menangis dan merintih.

18
5. Faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan.
6. Perjalanan nyeri, pengobatan, dan efek samping; perjelas jika tidak realistis.
7. Tingkat ansietas : ringan, sedang, berat, panik.

D. Riwayat penyakit dahulu


1. Apakah pasien pernah masuk rumah sakit sebelumnya.
2. Kapan, dimana dan berapa lama penyakit yang pernah dialami oleh klien.
3. Obat-obatan apa yang bisa dikonsumsi dan berapa lama obat-obatan tersebut
dikonsumsi.
4. Apakah ada alergi obat atau tidak.

E. Riwayat penyakit keluarga


Genogram : apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. (minimal
3 generasi).

F. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernafasan.
2. Kepala
a. Inspeksi : kesimetrisan wajah dan tengkorak, warna dan distribusi rambut
pada kulit kepala.
b. Palpasi : keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan,
nyeri tekan, fontanel (pada bayi).
3. Kulit dan kuku
a. Inspeksi kulit : kesimetrisan wajah, jaringan parut, lesi, dan kondisi
vaskularisasi superficial.
b. Palpasi kulit : suhu kulit, tekstur (halus, kasar), mobilitas/tugor, dan adanya
lesi.
c. Inspeksi dan palpasi kuku : warna, bentuk, dan setiap ketidaknormalan/lesi.
4. Mata
a. Inspeksi : bola mata, kelopak mata, bulu mata, kulit, keluasan mata membuka,
konjungtiva dan sclera, warna dan ukuran iris, reaksi pupil terhadap cahaya,
gerakan mata, lapang pandang (visus).
b. Palpasi : tekanan bola mata, nyeri tekan.
19
5. Hidung
a. Inspeksi : bentuk hidung, keadaan kulit, kesimetrisan lubang hidung.
b. Palpasi : bagian luar hidung, mobilitas septum, sinus maksilaris, sinus
frontalis, sinus etmoidalis.
6. Telinga
a. Inspeksi : telinga luar (bentuk, warna, massa).
b. Palpasi : jaringan lunak, jaringan keras, tragus.
c. Pemeriksaan : bisikan.
7. Mulut
a. Inspeksi : bibir, gigi, gusi, bau mulut, lidah, selaput lendir mulut, faring.
b. Palpasi : pipi, palatum, dasar mulut, lidah.
8. Leher
a. Inspeksi : bentuk kulit (warna pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid.
b. Palpasi : pipi, palatum, dasar mulut, lidah.
9. Paru-paru
a. Inspeksi : postur, bentuk, dan kesimetrisan ekspansi, serta keadaan kulit.
b. Palpasi : kedaan dinding dada nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan taktil premitus.
c. Perkusi : terdengar suara/bunyi resonan, seperti : dug,dug,dug.
d. Auskultasi : aliran udara melalui batang trakeobronkial dan adanya sumbatan
aliran udara.
10. Jantung
a. Inspeksi : ketidaknormalan denyutan.
b. Palpasi : pembesaran jantung.
c. Perkusi : mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar.
d. Auskultasi : mendengar suara jantung, seperti : lub dub.
11. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk, warna, dan gerakan abdomen.
b. Auskultasi : untuk mendengar bising usus.
c. Perkusi : mendengar adanya gas, cairan/massa.
d. Palpasi : bentuk ukuran, konstitensi organ serta struktur di dalam abdomen.
12. Genitalia
Perhatikan tanda kemerahan, bengkak, ulkus, nodular, ukuran, konsistensi, bentuk.

20
13. Urogenital
Penimbunan urine atau distensi
14. Ekstermitas
a. Superior
Akral teraba hangat, teraba tonus otot, terdapat kekuatan otot yang normal pada
tangan kanan dan kiri, mampu menahan tarikan yang diberikan oleh perawat.
b. Inferior
Akral teraba hangat, teraba tonus otot, terdapat kekuatan otot yang normal pada
kaki kanan dan kiri, mampu menahan tarikan yang diberikan oleh perawat.
c. Kekuatan otot
Derajat kekuatan otot.
- Derajat 5 : kekuatan normal dimana seluruh gerakan dapat dilakukan otot
dengan tahanan maksimal dari proses yang dilakukan berulang-ulang
tanpa menimbulkan kelelahan.
- Derajat 4 : dapat melakukan Range of motion (ROM) secara penuh dan
dapat melawan tahanan ringan.
- Derajat 3 : dapat melakukan ROM secara penuh dengan melawan gaya
berat (gravitasi), tetapi tidak dapat melawan tahanan.
- Derajat 3 : dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan ROM
secara penuh.
- Derajat 2 : dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan ROM
secara penuh.
- Derajat 1 : kontraksi otot minimal terasa/ teraba pada otot bersangkutan
tanpa menimbulkan gerakan.
- Derajat 0 : tidak ada kontraksi otot sama sekali.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan:
 Perubahan frekwensi pernafasan.
 Mengekspresikan perilaku gelisah, menangis.
 Meringis.
 Sikap melindungi area nyeri.
 Melaporkan nyeri secara verbal.

21
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan:
 Perilaku gelisah.
 Tampak waspada.
 Berfokus pada diri sendiri.
 Rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan.
 Wajah tegang.
 Peningkatan denyut nadi.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak ditandai
dengan:
 Kesulitan membolak-balikan posisi.
 Keterbatasan kemampuan melakukan motorik halus.
 Keterbatasan kemampuan melakukan motorik kasar.
 Keterbatasan rentang pergerakan sendi.
4. Defisit keperawatan diri berhubungan dengan nyeri muskoloskeletal ditandai dengan:
 Ketidakmampuan mengakses kamar mandi.
 Ketidakmampuan mengeringkan tubuh.
 Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi.
 Ketidakmampuan menjangkau sumber air mandi.
 Ketidakmampuan membasuh tubuh.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri ditandai dengan:
 Perubahan pola tidur normal.
 Penurunan kemampuan berfungsi.
 Ketidakmampuan tidur.
 Menyatakan sering terjaga.
 Menyatakan tidak merasa cukup beristirahat.

22
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1. Nyeri akut Tujuan : 1. Catat lokasi, 1. Membantu dalam
berhubungan Setelah dilakukan karakteristik, dan evaluasi kebutuhan
dengan agen asuhan keperawatan intensitas nyeri (0-10) . dan keefektifan
cedera biologis 2x24 jam diharapkan intervensi. Perubahan
ditandai pasien mengatakan dapat mengindikasikan
dengan: bahwa rasa sakit terjadinya komplikasi.
 Perubahan telah 2. Observasi TTV, dan 2. Dapat
frekwensi terkontrol/hilang. tanda-tanda umum. mengidentifikasikan
pernafasan. Kriteria hasil : rasa sakit akut dan
 Mengeks- - Klien tampak ketidaknyamanan.
resikan rileks 3. Kaji penyebab 3. Ketidaknyamanan
perilaku - Klien dapat ketidaknyamanan. mungkin disebabkan/
gelisah, beristirahat/tidur diperbutuk oleh (sakit
menangis - Klien dapat kandung kemih,
 Meringis beraktifitas akumulasi cairan, dan

 Sikap sesuai medikasi).

melindungi kemampuan 4. Lakukan reposisi 4. Mungkin mengurangi

area nyeri. - Nadi : 80 x/menit sesuai petunjuk. rasa sakit dan

 Melaprkan - Skala nyeri 4-0 meningkatkan

nyeri secara sirkulasi.

verbal. 5. Dorong penggunaan 5. Lepaskan ketegangan


teknik relaksasi, emosional dan otot,
misalnya latihan napas tingkatkan perasaan
dalam, bimbing kontrol yang mungkin
imajinasi. dapat meningkatkan
kemampuan koping.
6. Delegasi pemberian 6. Obat analgetik sebagai
obat analgetik. jalan terakhir bila
nyeri tidak dapat

23
diatasi dengan
intervensi
keperawatan.
2. Ansietas Tujuan : 1. Observasi TTV, dan 1. Dapat
berhubungan Setelah dilakukan tanda-tanda umum. mengidentifikasikan
dengan asuhan keperawatan rasa sakit akut dan
perubahan selama 1x24 jam ketidaknyamanan.
dalam status diharapkan 2. Evaluasi respon verbal 2. Ketakutan dapat
kesehatan kesadaran pasien dan non verbal pasien. terjadi karena nyeri
ditandai terhadap perasaan hebat, meningkatkan
dengan: dan cara yang sehat perasaan sakit, dan
 Perilaku untuk menghadapi kemungkinan
gelisah. masalah pembedahan.
 Tampak Kriteria hasil : 3. Berikan penjelasan 3. Meningkatkan
waspada. - Melaporkan hubungan antara pemahaman,
 Bertfokus ansietas menurun proses penyakit dan mengurangi rasa takut
pada diri sampai tingkat gejalanya. karena ketidaktahuan,
sendiri. dapat ditangani. dan dapat membantu

 Rasa nyeri - Tampak rileks. menurunkan ansietas.

yang
mening- 4. Berikan kesempatan 4. Mengungkapkan rasa

katkan pasien untuk takut secara terbuka

ketidak - mengungkapkan isi dimana rasa takut

berdayaan. pikiran dan perasaan dapat ditujukan.

 Wajah takutnya.

tegang.
 Peningkatan 5. Catat perilaku dari 5. Orang

denyut nadi. orang terdekat/keluarga terdekat/keluarga


yang meningkatkan mungkin secara tidak
peran sakit pasien. sadar memungkinkan
pasien untuk
mempertahankan
ketergantungan

24
dengan melakukan
sesuatu yang pasien
sendiri mampu
melakukannya.
6. Identifikasi sumber 6. Memberikan
yang mampu menolong. keyakinan bahwa
pasien tidak sendiri
dalam menghadapi
masalah.
3. Hambatan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV, dan 1. Dapat
mobilitas fisik tindakan tanda-tanda umum. mengidentifikasikan
berhubungan keperawatan selama rasa sakit akut dan
dengan 1 x24 jam ketidaknyamanan.
program diharapkan pasien
pembatasan mampu dalam 2. Observasi respon 2. Mengidentifikasikan
gerak ditandai mobolisasi secara terhadap aktivitas. kemungkinan
dengan: mandiri. Dengan kerusakan secara
 Kesulitan kriteria hasil : fungsiaonal dan
membolak-  Melakukan mempengaruhi
balikan kembali/mempert pilihan intervensi
posisi. ahankan posisi yang akan dilakukan.
 Keterbatasan fungsi optimal, 3. Identifikasi faktor yang 3. Seseorang dalam
kemampuan dibuktikan oleh mempengaruhi semua ketegori sama-
melakukan tidak adanya intoleransi rencanakan sama mempunyai
motorik kontraktur, periode istirahat resiko kecelakaan
halus. footdrop. diantara waktu bekerja. namun kategori
 Mempertahankan dengan nuilai 2-4
 Keterbatasan /meningkatkan mempunyai risiko
kemampuan kekuatan dan terbesar untuk
melakukan fungsi bagian terjadinya bahaya
motorik tubuh yang skit tersebut sehubungan
kasar. dan/atau dengan imobilisasi.

 Keterbatasan kompensasi 4. Anjurkan untuk lakukan 4. Perubahan posisi

25
rentang  Mendemonstrasi aktivitas sesuai yang teratur
pergerakan kan tehnik/ kemampuan pasien. menyebabkan
sendi. perilaku yang penyebaran terhadap
memunglkinkan berat badan dan
dilakukuan meningkatkan
nya kembali sirkulasi pada seluruh
aktivitas bagian tubuh.
- Mempertahankan 5. Berikan program 5. Mempertahankan
integritas kulit, latihan aktivitas sesuai mobilisasi dan fungsi
kandung kemih toleransi. sendi/posisi normal
dan fungsi usus. ekstremitas dan
menurunkan
terjadinya vena yang
statis.
6. Rencanakan bersama 6. Mingkatkan sirkulasi
keluarga mengurangi dan elastisitas kulit
energi yang berlebihan dan menurunkan
saat melakukan risiko terjadinya
aktivitas harian. ekskoriasi kulit.

7. Delegasi pesangan 7. Pemakaian kateter


kateter foley. foley selama fase akut
mungkin dibutuhkan
untuk jangka waktu
yang panjang
sebelum
memingkinkan untuk
melakuakan latihan
kandung kemih.

26
4. Defisit Setelah diberikan 1. Observasi TTV dan 1. Dapat
keperawatan asuhan keperrawatan keadaan umum. mengidentifikasikan
diri selama….x….jam, - Bantu perawatan diri: rasa sakit akut dan
berhubungan diharapkan pasien Mandi, hygiene ketidaknyamanan.
dengan nyeri mampu melakukan mulut, penil/vulva,
muskoloskeletal ADL mandiri: rambut dan kulit.
ditandai mandi, hygiene 2. Kaji kebersihan kulit, 2. Untuk menjaga
dengan: mulut, kuku, penuh/ kuku, rambut, gigi personal hygiene
 Ketidak- vulva, rambut, mulut, perineal , anus. pasien.
mampuan berpakaian,
mengakses melakukan aktivitas 3. Bantu klien untuk 3. Untuk mencegah
kamar sehari-hari, toileting, mandi, tawarkan bakteri bersarang pada
mandi. makan-minum, pemakaian lotion, mulut pasien.
 Ketidak - ambulnsi dengan perawatan kuku,
mampuan criteria hasil: rambut gigi dan mulut.
mengering - 1. Mandi sendiri 4. Anjurkan klien dan 4. Untuk menghindari
kan tubuh. atau dengan keluarga untuk kerusakan jaringan
 Ketidak - bantuan tanpa melakukan orah pada mulut pasien.
mampuan kecemasan. hygiene sesudah
mengambil 2. Terbebas dari bau makan bila perlu.
perleng - badan dan
kapan mempertahankan 5. Kaji dan dukung 5. Untuk melatih agar
mandi. kulit utuh. kemampuan klien pasien dapt melakukan

 Ketidak - 3. Mempertahankan untuk berkemampuan sesuatu secara

mampuan kebersihan area klien untuk berpakaian mandiri.

menjangkau perineal dan anus. sendiri.

sumber air 4. Berpakaian dan Bantu perawatan diri

mandi. melekaskan makan-minum.

 Ketidak - pasien sendiri. 6. Kaji kemampuan klien 6. Untuk memenuhi

mampuan Makan dan untuk makan: kebutuhan nutrisi

membasuh minum sendiri, mengunyah dan tubuh pasien.

tubuh. meminta bantuan menelan makanan.


bila perlu.

27
7. Ciptakan lingkungan 7. Untuk menghindari
yang aman (tersedia terjadinya cedera.
pegangan
dinding/bel), nyaman
dan jaga privasi
selama toileting.
8. Ajarkan pada klien 8. Menghindari
dan keluarga untuk terjadinya gangguan
melakukan toileting pada urogenetalia
secara teratur. pasien.
5. Gangguan pola Setelah diberikan 1. Observasi TTV dan 1. Dapat
tidur (sulit tindakan keadaan umum. mengidentifikasikan
tidur) keperawatan rasa sakit akut dan
berhubungan selama….x…. jam, ketidaknyamanan.
dengan nyeri nyeri dapat teratasi
ditandai Kriteria Hasil: 2. Kaji keluhan nyeri, 2. Mengindikasikan
dengan: 1. Keluhan nyeri perhatikan lokasi, keutuhan un tuk
 Perubahan berkurang intensitas (skala 1-10), intervensi dan juga
pola tidur dengan frekuensi frekuensi, dan waktu. tanda-tanda
normal. nyeri dan Menandai gejala non perkembangan atau
 Penurunan lamanya episode verbal misalnya: resolusi komplikasi.
kemampuan nyeri dilaporkan gelisah, takikardia, Catatan sakit yang
berfungsi. menengah atau dan meringis. kronis tidak
 Ketidak- ringan (skala menimbulkan
mampuan nyeri 1-5). perubahan autonomik.
tidur. 2. Menunjukkan 3. Dorong pengungkapan 3. Dapat mengurangi

 Menyatakan ekspresi wajah perasaan. ansietas dan rasa takut,

sering rileks. sehingga mengurangi

terjaga. 3. Dapat tidur persepsi akan

 Menyatakan dengan adekuat. intensitas rasa sakit.

tidak merasa Pemeriksaan 4. Berikan aktifitas 4. Memfokuskan kembali

cukup TTV: hiburan misalnya: perhatian, mungkin

beristirahat. TD: membaca, dapat meningkatkan

28
- Sistole: 100-130 berkunjung, dan kemampuan untuk
mmHg. menonton televisi. menanggulangi.
- Diastole: 70-80
mmHg. 5. Tindakan paliatif, 5. Meningkatkan
- S: 36-37ºC. misalnya: relaksasi/menurunkan
- RR: 16-24 pengubahan posisi, tegangan otot.
x/menit. massase.
- N: 80-100
x/menit. 6. Berikan kompres 6. Dilatasi pembuluh
hangat atau lembab. darah pada areal
nyeri.

7. Intruksikan 7. Meningkatkan
pasien/dorong untuk relaksasi dan perasaan
menggunakan sehat.
visualisasi/bimbingan
imajinasi, relaksasi
progresif, dan tekhnik
nafas dalam.
8. Kolaborasi untuk 8. Analgesik system
pemberian diperankan oleh
analgesik/antipiretik. adanya opiate receptor
di bagian otak dan
medulla spinalis yang
diduga mampu
mengeluarkan
neurotransmitter
enkephanin dan
endhorpin yang
mampu memodifikasi
fungsi-fungsi CNS
untuk menekan rasa
nyeri.

29
D. IMPLEMENTASI
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi.

E. EVALUASI
Setalah dilaksanakan tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk mengatasi
gangguan nyeri adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut yang dirasakan pasien dapat berkurang.
2. Ansietas yang dirasakan pasien dapat teratasi.
3. Aktivitas pasien dapat kembali seperti semula.
4. Pola tidur (sulit tidur) dapat kembali seperti semula.
5. Defisit keperawatan diri berhubungan dengan nyeri muskoloskeletal dapat
teratasi.

30
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

NANDA INTERNASIONAL.2012-2014. DIAGNOSA KEPERAWATAN Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan
Praktik. Jakarta : EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai