Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, masyarakat yang dibutuhkan saat ini bukan
sekedar mereka yang mampu memahami ilmu pengetahuan tertentu saja akan
tetapi lebih dalam dari itu. Saat ini, masyarakat dituntut untuk memanfaatkan
pengetahuannya secara optimal agar lebih cerdas dan kritis dalam menerima dan
mengolah informasi. Hal ini sangat penting untuk menunjang pemecahan masalah
yang semakin kompleks. Untuk itu pendidikan saat ini diharapkan mampu
mengembangkan siswa untuk berfikir kreatif, fleksibel, memecahkan masalah,
ketrampilan berkolaborasi dan inovatif yang dibutuhkan untuk sukses dalam
pekerjaan maupun kehidupan.
Berdasarkan Standar Isi tersebut, matematika sebagai salah satu mata
pelajaran wajib diharapkan tidak hanya membekali siswa dengan kemampuan
untuk mengunakan perhitungan atau rumus dalam mengerjakan soal tes saja akan
tetapi juga mampu melibatkan kemampuan bernalar dan analitisnya dalam
memecahkan masalah sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pandangan NCTM
(National Council of Teaching Mathematics) yang menjadikan problem solving
(Pemecahan Masalah), reasoning and proof (Penalaran dan Pembuktian),
communication (Komunikasi) dan representation (Penyajian) sebagai standar
proses pada pembelajaran matematika.
Tuntutan kemampuan siswa dalam matematika tidak sekedar memiliki
kemampuan berhitung saja, akan tetapi kemampuan bernalar yang logis dan kritis
dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini tidak semata-mata masalah
yang berupa soal rutin akan tetapi lebih kepada permasalahan yang dihadapi
sehari-hari. Kemampuan matematis yang demikian dikenal sebagai kemampuan
literasi matematika.Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Programme for
International Student Assessment (PISA), kemampuan literasi matematika siswa
di Indonesia masih rendah. Indonesia berada di bawah rata-rata internasional.
Tidak hanya itu, mayoritas siswa hanya dapat menyelesaikan masalah dibawah

1
level 2. Melihat fakta terebut, kemampuan literasi matematika siswa di Indonesia
masih perlu untuk ditingkatkan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi matematika ini, guru,
pemerintah maupun pemerhati pendidikan perlu memahami terlebih dahulu apa
itu literasi matematika.
Kehidupan di abad ke-21 menuntut berbagai keterampilan yang harus
dikuasai seseorang, sehingga diharapkan pendidikan dapat mempersiapkan siswa
untuk menguasai berbagai keterampilan tersebut agar menjadi pribadi yang sukses
dalam hidup. Keterampilan-keterampilan penting di abad ke-21 masih relevan
dengan empat pilar kehidupan yang mencakup learning to know, learning to do,
learning to be dan learning to live together. Pada abad terakhir ini telah terjadi
pergeseran yang signifikan dari layanan manufaktur kepada layanan yang
menekankan pada informasi dan pengetahuan (Scott, 2015a). Teknologi informasi
dan komunikasi telah mengubah cara kita belajar, sifat pekerjaan yang dapat
dilakukan, dan makna hubungan sosial. Pengambilan keputusan bersama, berbagi
informasi, berkolaborasi, berinovasi, dan kecepatan bekerja menjadi aspek yang
sangat penting pada saat ini. Siswa diharapkan tidak lagi berfokus untuk berhasil
dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan manual atau pekerjaan rutin berbantuan
mesin ataupun juga pekerjaan yang mengandalkan pasar tenaga kerja murah.
Di abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin penting untuk menjamin
siswa memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan
teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, dan bertahan dengan
menggunakan keterampilan untukhidup (life skills).
Pembelajaran matematika pada abad 21 memiliki tujuan dengan
karakteristik 4C, yaitu; Communication, Collaboration, Critical Thinking and
Problem Solving, Creativity and Innovation . Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh lebih dari 250 peneliti dari 60 institusi dunia yang
tergabung dalam ATC21S (Assessment & Teaching of 21st Century Skills)
mengelompokkan kecakapan abad 21 dalam 4 kategori, salah satunya adalah cara
berpikir (ATC21S, 2013).

2
Kemampuan berpikir terbagi atas dua bagian, yaitu kemampuan berpikir
tingkat rendah ( Low Order Thinking Skill atau LOTS) dan kemampuan berpikir
tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill atau HOTS).
Keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa merupakan salah satu barometer
tingkat intelektualitas bangsa. Oleh karena itu, pada abad 21 ini proses
pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah maupun di perguruan tinggi harus
benar-benar diperhatikan, agar dapat menghasilkan lulusan yang kompeten.
HOTS yang dimaksud dalam kajian ini adalah kemampuan berpikir kritis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan literasi matematika?
2. Apa yang dimaksud dengan keterampilan abad-21?
3. Apa yang dimaksud dengan berpikir tingkat tinggi ( higher order
thingking/HOT )?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah
adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan literasi matematika
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keterampilan abad-21
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan berpikir tingkat tinggi (
higher order thingking/HOT )

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Literasi Matematika
1. Pengertian literasi
Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa
Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem
tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Kendati demikian, literasi
utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan,
sementara sistem bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Pengembangan dan
penggunaan bahasa tentunya tidak lepas dari budaya, sehingga pendefinisian
istilah literasi tentunya harus mencakup unsur yang melingkupi bahasa itu
sendiri, yakni situasi sosial budayanya.
Menurut Baynham (dalam Buhari, 2011:5) bahwa literasi
merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara, menulis, membaca
dan berfikir kritis. James Gee(dalam Buhari, 2011:5) mengartikan Literasi
adalah ‘’Matery of, or fluetcontrol over a secondary Discourse’’ dalam
memberikan pengertian demikian gee menggunakan dasar pemikiran bahwa
literasi merupakan suatu keterampilan yang dimiliki seseorang dari kegiatan
berfikir, berbicara, membaca dan menulis.
Menurut Wells (dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan vol.20)
menyebutkan bahwa terdapat empat tingaktan Literasi yaitu; Performative,
Functional, Imformational, dan Epistemic. Pada tingkatan Performative, orang
mampu membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara dengan symbol-
symbol yang digunakan. Pada tingkat Fuctional, orang mampu menggunakan
Bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hariseperti membaca surat
kabar, manual atau petunjuk. Pada tingkat informational orang mampu
mengakses pengetahuan dengan kemampuan berbahasa, sedangkan pada
tingkat epistemic orang mampu mengungkapkan pengetahuan ke dalam
Bahasa sasaran.

4
2. Pengertian literasi Matematika
Literasi merupakan hak asasi manusia dan dasar untuk belajar
sepanjang hayat, yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Salah satu aspek
tersebut adalah kebutuhan akan literasi matematika.
Sebelum dikenalkan melalui PISA, istilah literasi matematika telah
dicetuskan oleh NCTM (1989) sebagai salah satu visi pendidikan matematika
yaitu menjadi melek/literate matematika. Dalam visi ini literasi matematika
dimaknai sebagai “an individual’s ability to explore, to conjecture, and to
reason logically as well as to use variety of mathematical methods effectively
to solve problems. By becoming literate, their mathematical power should
develop”. Pengertian ini mencakup 4 komponen utama literasi matematika
dalam pemecahan masalah yaitu mengekplorasi, menghubungkan dan menalar
secara logis serta mengunakan metode matematis yang beragam. Komponen
utama ini digunakan untuk memudahkan pemecahan masalah sehari-hari yang
sekaligus dapat mengembangkan kemampuan matematikanya.
Lebih sederhana, Ojose, B berpendapat bahwa literasi matematika
merupakan pengetahuan untuk mengetahui dan mengunakan dasar matematika
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian ini, seseorang yang memiliki
kemampuan literasi matematika yang baik memiliki kepekaan konsep-konsep
matematika mana yang relevan dengan fenomena atau masalah yang sedang
dihadapinya. Dari kepekaan ini kemudian dilanjutkan dengan pemecahan
masalah dengan mengunkan konsep matematika
Literasi matematika dalam kerangka PISA (Programme For
International Student Assesment) matematika 2012 didefinisikan sebagai
kemampuan individu untuk merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan
matematika dalam berbagai konteks. Termasuk kemampuan melakukan
penalaran secara matematika dan menggunakan konsep, prosedur, fakta,
sebagai alat untuk mendeskripsikan, menjelaskan serta memprediksi suatu
fenomena atau kejadian.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa literasi matematika merupakan kemampuan individu

5
untuk memformulasikan, mengunakan, dan menafsirkan matematika dalam
berbagai konteks. Hal ini meliputi penalaran matematik dan pengunaan
konsep, prosedur, fakta dan lat matematika untuk mendeskripsikan,
menjelaskan, dan mempresiksi fenomena. Hal ini menuntun individu untuk
mengnali peranan matematika dalam kehidupan dan membuat penilaian yang
baik dan pengambilan keputusan yang dibutuhkan oleh penduduk yang
konstruktif, dan reflektif.
Pengertian ini mengisyaratkan literasi matematika tidak hanya
pada penguasaan materi saja akan tetapi hingga kepada pengunaan penalaran,
konsep, fakta dan alat matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari.
Selain itu, literasi matematika juga menuntut seseorang untuk
mengkomunikasikan dan menjelaskan fenomena yang dihadapinya dengan
konsep matematika
Literasi matematika dapat membantu individu untuk mengenal
peran matematika di dunia nyata dan sebagainya dan pertimbangan dan
penentuan keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat (OEDCD, 2010:4).
Literasi matematika adalah tentang kegunaan atau fungsi matematika yang
telah dipelajari oleh seseorang siswa di sekolah. Tujuan literasi matematika
adalah untuk melatih siswa menggunakan kemampuan-kemampuan yang
relevan dalam konteks yang tidak terstruktur, dimana petunjuk tidak begitu
jelas jelas bagi siswa.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi Matematika


Terdapat sejumlah variabel yang dapat menjadi determinan literasi
siswa. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dua kategori
yaitu faktor dalam diri siswa (internal) dan faktor di luar diri siswa (faktor
eksternal). Faktor internal dapat dipilah menjadi aspek kognitif seperti
kemampuan intelektual, kemampuan numerik, dan kemampuan verbal; dan
aspek nonkognitif seperti minat dan motivasi. Adapun faktor eksternal
meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta lingkungan media

6
massa dan lingkungan sosial (Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang
Kemdikbud, 2013b).
Walberg (1992) serta Wilkin, Zembilas, & Travers (2002),
sebagaimana dikutip Umar dan Miftahuddin (2012), mengidentifikasi tiga
kelompok variabel yang memengaruhi bukan hanya prestasi belajar, tetapi
juga aspek perkembangan afektif dan perilaku siswa, yaitu: (a) variabel
personal seperti prestasi sebelumnya, umur, motivasi, self concept, (b)
variabel instruksional seperti intensitas, kualitas, dan metode peng-ajaran, dan
(c) variabel lingkungan seperti keadaan di rumah, kondisi guru, kelas, sekolah,
teman belajar, dan media belajar.
Terkait pengaruh faktor instruksional, misal-nya, hasil penelitian
Simanjuntak (2013) pada siswa SMA di Pangkal Pinang mengungkapkan
bahwa kemampuan guru melaksanakan pembelajaran memberikan kontribusi
positif terhadap hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini digunakan pendekatan yang sama, yaitu dengan
mengelompokkan variabel-variabel yang secara teoretik merupakan deter-
minan dari capaian literasi siswa tersebut. Sebagai learning outcomes
variable, literasi matematika dianalisis dalam hubungannya dengan variabel-
variabel yang terkait (variabel personal, variabel instruksional, dan variabel
lingkungan) yang datanya diperoleh dari respon siswa, guru, dan pihak
sekolah atas angket yang disampaikan kepada mereka.

B. Keterampilan Abad-21
Kehidupan di abad ke-21 menuntut berbagai keterampilan yang harus
dikuasai seseorang, sehingga diharapkan pendidikan dapat mempersiapkan siswa
untuk menguasai berbagai keterampilan tersebut agar siswanya kelak mencapai
kesuksesan dalam hidupnya. Secara singkat, pembelajaran abad ke-21 memiliki
prinsip pokok bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa, bersifat
kolaboratif, kontekstual, dan terintegrasi dengan masyarakat. Peran guru dalam
melaksanakan pembelajaran abad ke-21 sangat penting dalam mewujudkan masa
depan anak bangsa yang lebih baik.

7
Berbagai organisasi mencoba merumuskan berbagai macam kompetensi
dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi abad ke-21. Namun, satu
hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa mendidik generasi muda di
abad ke-21 tidak bisa hanya dilakukan melalui satu pendekatan saja. Beberapa
organisasi tersebut dan hasil pengembangannya disampaikan sekilas sebagai
berikut.
Wagner (2010) dan Change Leadership Group dari Universitas Harvard
mengidentifikasi kompetensi dan keterampilan bertahan hidup yang diperlukan
oleh siswa dalam menghadapi kehidupan, dunia kerja, dan kewarganegaraan di
abad ke-21 ditekankan pada tujuh (7) keterampilan berikut:
(1) kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah.
(2) kolaborasi dan kepemimpinan.
(3) ketangkasan dan kemampuan beradaptasi.
(4) inisiatif dan berjiwa entrepreneur.
(5) mampu berkomunikasi efektif baik secara oral maupun tertulis.
(6) mampu mengakses dan menganalisis informasi.
(7) memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh OECD didapatkan


deskripsi tiga (3) dimensi belajar pada abad ke-21 yaitu informasi, komunikasi,
dan etika dan pengaruh sosial (Ananiadou & Claro, 2009). Kreativitas juga
merupakan salah satu komponen penting agar dapat sukses menghadapi dunia
yang kompleks (IBM, 2010).

1. Pilar pendidikan
Delors Report (1996) dari International Commission on Education for
the Twenty-first Century, mengajukan empat visi pembelajaran yaitu
pengetahuan, pemahaman, kompetensi untuk hidup, dan kompetensi untuk
bertindak. Selain visi tersebut juga dirumuskan empat prinsip yang dikenal
sebagai empat pilar pendidikan yaitu learning to know, lerning to do, learning
to be dan learning to live together. Kerangka pemikiran ini dirasa masih

8
relevan dengan kepentingan pendidikan saat ini dan dapat dikembangkan
sesuai dengan keperluan di abad ke-21 (Scott, 2015b). berikut penjelasan
mengenai empat pilar pendidikan:
1) Belajar untuk Mencari Tahu (Learning to Know)
Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh,
memperdalam dan memanfaatkan materi pengetahuan. Penguasaan materi
merupakan salah satu hal penting bagi siswa di abad ke-21. Belajar untuk
mencari tahu terkait dengan cara mendapatkan pengetahuan melalui
penggunaan media atau alat yang ada. Media bisa berupa buku, orang,
internet, dan teknologi yang lainya. Implementasinya untuk mencari tahu
tersebut di Indonesia sudah berjalan melalui proses belajar membaca,
menghafal, dan mendengarkan, baik yang terjadi di dalam kelas maupun
dalam kehidupan sehari-hari.

2) Belajar untuk Mengerjakan (Learning to Do)


Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam
masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar
berkarya. Siswa maupun orang dewasa sama-sama memerlukan
pengetahuan akademik dan terapan, dapat menghubungkan pengetahuan
dan keterampilan, kreatif dan adaptif, serta mampu mentrasformasikan
semua aspek tersebut ke dalam keterampilan yang berharga.
Terkait dengan pembelajaran didalam kelas, maka belajar
untuk mengerjakan ini sangat diperlukan latihan keterampilan bagaimana
peserta didik dapat menggunakan pengetahuan tentang konsep atau prinsip
mata pelajaran tertentu dalam mata pelajaran lainnya atau dalam
kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian peserta didik memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang dapat mempengaruhi kehidupannya
dalam mennetukan pilihan kerja yang ada di masyarakat.

9
3) Belajar untuk Menjadi Pribadi (Learning to Be)
Keterampilan akademik dan kognitif memang keterampilan
yang penting bagi seorang siswa, namun bukan merupakan satu-satunya
keterampilan yang diperlukan siswa untuk menjadi sukses. Siswa yang
memiliki kompetensi kognitif yang fundamental merupakan pribadi yang
berkualitas dan beridentitas. Siswa seperti ini mampu menanggapi
kegagalan serta konflik dan krisis, serta siap menghadapi dan mengatasi
masalah sulit di abad ke-21.
Belajar menjadi pribadi yang berkembang secara optimal yang
memiliki kesesuaian dan keseimbangan pada kepribadianya baik itu
moral, intelektual, emosi, spiritual, maupun sosial, sehingga dalam
pembelajaran, guru memiliki kewajiban untuk mengembangkan potensi
peserta sesuai dengan bakat dan minatnya agar peserta didik tersebut dapat
menentukan pilihannya, terlepas dari siapa dan apa pekerjaanya, tetapi
yang penting adalah dia menjadi sosok yang pribadi memiliki keunggulan.

4) Belajar untuk Hidup Berdampingan (Learning to Live Together )


Berbagai bukti menunjukkan bahwa siswa yang bekerja secara
kooperatif dapat mencapai level kemampuan yang lebih tinggi jika ditinjau
dari hasil pemikiran dan kemampuan untuk menyimpan informasi dalam
jangka waktu yang panjang dari pada siswa yang bekerja secara individu.
Belajar bersama akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat
aktif dalam diskusi, senantiasa memantau strategi dan pencapaian belajar
mereka dan menjadi pemikir kritis.
Pada pembelajaran, peserta didik harus memahami bahwa
keberagaman tersebut bukan untuk dibeda-bedakan, akan tetapi
dipahamkan bahwa keberagaman tersebut tergabung dalam suatu
lingkungan masyarakat. Oleh karena itu saling membantu dan menghargai
satu dengan yang lainya sangat diperlukan agar tercipta masyarakat yang
tertib dan aman, sehingga setiap individu dapat belajar dan hidup dalam
kebersamaan dan kedamaian.

10
2. Kompetensi Abad-21
US-based P21 (Partnership for 21st Century Learning)
mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs”-
communication, collaboration, critical thinking, dan creativity. Kompetensi-
kompetensi tersebut penting diajarkan pada siswa dalam konteks bidang studi
inti dan tema abad ke-21.
P21 mengembangkan framework pembelajaran di abad 21 yang
menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan
kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan
pembelajaran dan inovasi serta keterampilan hidup dan karir (P21, 2015).
Framework ini juga menjelaskan tentang keterampilan, pengetahuan dan
keahlian yang harus dikuasai agar siswa dapat sukses dalam kehidupan dan
pekerjaannya.
Sejalan dengan hal itu, Kemdikbud merumuskan bahwa paradigma
pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam
mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir
analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah
(Litbang Kemdikbud, 2013).
Adapun penjelasan mengenai framework pembelajaran abad ke-21
menurut (BSNP:2010) adalah sebagai berikut:
(a) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking
and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan
sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;
(b) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and
Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara
efektif dengan berbagai pihak;
(c) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking
and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan
sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;

11
(d) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and
Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara
efektif dengan berbagai pihak,
(e) Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation
Skills), mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk
menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif;
(f) Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and
Communications Technology Literacy), mampu memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas
sehari-hari;
(g) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) , mampu
menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian
dari pengembangan pribadi,
(h) Kemampuan informasi dan literasi media s, mampu memahami dan
menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam
gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan
beragam pihak.

Berikut ini penjelasan mengenai 4 kompetensi yang diperlukan dalam


keterampilan abad-21 (4C).

1) Kecakapan Berkomunikasi (Communication Skills)


Raymond Ross (1996) mengatakan bahwa “Komunikasi adalah proses
menyortir, memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar
membantu pendengar membangkitkan respons/ makna dari pemikiran yang
serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator”.
Kecakapan komunikasi dalam proses pembelajaran antara lain sebagai
berikut.
a) Memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif
dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia
(ICT Literacy).

12
b) Menggunakan kemampuan untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu
pada saat berdiskusi, di dalam dan di luar kelas, maupun tertuang pada
tulisan.
c) Menggunakan bahasa lisan yang sesuai konten dan konteks
pembicaraan dengan lawan bicara atau yang diajak berkomunikasi.
d) Selain itu dalam komunikasi lisan diperlukan juga sikap untuk dapat
mendengarkan, dan menghargai pendapat orang lain, selain
pengetahuan terkait konten dan konteks pembicaraan.
e) Menggunakan alur pikir yang logis, terstruktur sesuai dengan kaidah
yang berlaku.
f) Dalam Abad 21 komunikasi tidak terbatas hanya pada satu bahasa,
tetapi kemungkinan multi-bahasa.

2) Kolaborasi (Collaboration)
Kolaborasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu bentuk
kerjasama dengan satu sama lain saling membantu dan melengkapi untuk
melakukan tugas-tugas tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah
ditentukan.
Kecakapan terkait dengan kolaborasi dalam pembelajaran antara lain
sebagai berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam kerjasama berkelompok.
b) Beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara
produktif dengan yang lain.
c) Memiliki empati dan menghormati perspektif berbeda.
d) Mampu berkompromi dengan anggota yang lain dalam kelompok demi
tercapainya tujuan yangbtelah ditetapkan.

3) Kecakapan Berpikir Kritis (Critical Thinking)


Berpikir kritis menurut Beyer (1985) adalah:
1) Menentukan kredibilitas suatu sumber,
2) Membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan,

13
3) Membedakan fakta dari penilaian,
4) Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan,
5) Mengidentifikasi bias yang ada,
6) Mengidentifikasi sudut pandang
7) Mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.

4) Kreativitas dan Inovasi (Creativity and Innovation)


Guilford (1976) mengemukakan kreatifitas adalah cara-cara berpikir
yang divergen, berpikir yang produktif, berdaya cipta berpikir heuristik dan
berpikir lateral. Beberapa kecakapan terkait kreatifitas yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan, melaksanakan, dan
menyampaikan gagasan-gagasan baru secara lisan atau tulisan.
b) Bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
c) Mampu mengemukakan ide-ide kreatif secara konseptual dan praktikal.
d) Menggunakan konsep-konsep atau pengetahuannya dalam situasi baru
dan berbeda, baik dalam mata pelajaran terkait, antar mata pelajaran,
maupun dalam persoalan kontekstual.
e) Menggunakan kegagalan sebagai wahana pembelajaran.
f) Memiliki kemampuan dalam menciptakan kebaharuan berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki.
g) Mampu beradaptasi dalam situasi baru dan memberikan kontribusi
positif terhadap lingkungan.

C. Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thingking/HOT)


Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat
tinggi menurut King, Goodson, dan Rohani (2004: 1-2) meliputi berpikir kritis,
logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif.
Dewanto dalam Amalia (20013:5) menyatakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi adala suatu kapasitas diatas informasi yang diberikan,

14
dengan sikap yang kritis untuk mengevaluasi, mempunyai kesadaran (awareness)
metakognitif dan memiliki kemampuan pemecahan masalah. Menurut Stein
(2008) berpikir tingkat tinggi menggunakan pemikiran yang kompleks, non
algorithmic untuk menyelesaikan suatu tugas, ada yang tidak dapat diprediksi,
menggunakan pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada dan berbeda
dengan contoh.
Resnick (1987) mengatakan bahwa, HOTS memiliki karakteristik, seperti
yang diungkapkan yaitu non algoritmik, bersifat kompleks, multiple solutions
(mempunyai banyak solusi), melibatkan variasi pengambilan keputusan dan
interpretasi, penerapan multiple criteria (banyak kriteria), dan bersifat effortful
(membutuhkan banyak usaha).
Sedangkan menurut Lewis dan Smith (1993) mendefinisikan keterampilan
berpikir tingkat tinggi (TheHigher Order Thinking Skills) sebagaiketerampilan
berpikir yang terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi
yang sudah tersimpan dalam ingatannya, selanjutnya menghubungkan informasi
tersebut dan menyampaikannya untuk mencapai tujuan atau jawaban yang
dibutuhkan.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas , maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berpikir tingkat merupakan suatu keterampilan yang meliputi
berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif yang bersifat kompleks,
mempunyai banyak solusi, membutuhkan usaha ketika mendapat informasi baru
dan menghubungkan informasi yang sudah dimiliknya dan menyampaikannya
untuk mencapai tujuan atau jawaban yang dibutuhkan. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan
menstransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk
berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan
memecahkan masalah pada situasi yang baru dan itu semua tidak dapat dilepaskan
dari kehidupan sehari-hari.
King, et al (2010) mengatakan keterampilan berpikir tingkat tinggi pada
siswa dapat diberdayakan dengan memberikan masalah yang tidak biasa dan tidak
menentu seperti pertanyaan atau dilema, sehingga penerapan yang sukses dari

15
kemampuan ini adalah ketika siswa berhasil menjelaskan, memutuskan,
menunjukkan, dan menghasilkan penyelesaian masalah dalam konteks
pengetahuan dan pengalaman.
Taksonomi Bloom dianggap merupakan dasar bagi berpikir tingkat tinggi,
pemikir ini didasarkan bahwa beberapa jenis pembelajaran memerlukan proses
kognisi yang lebih dari pada yang lain, tetapi memiliki manfaat-manfaat lebih
umum. Dalam Taksonomi Bloom revisi kemampuan melibatkan analisis (C4),
mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6) dianggap berpikir tingkat tinggi.
(Krathworl & Andrerson, 2001).
Menurut Krathworl (2002) dalam A revion of Bloom’s Taxonomy: an
overview – theory Into Practice menyatakan bahwa indikator untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:

1. Menganalisis
a. Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi kedalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya.
b. Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat
dari sebuah skenario yang rumit.
c. Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.

2. Mengevaluasi
Instrumen evaluasi yang mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi
dapat menggunakan berbagai tipe penilaian seperti modified multiple
choice, konstruksi jawaban singkat dan konstruksi jawaban panjang
seperti yang telah dilakukan oleh Ramirez dan Ganaden (2008).
a. Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi
dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada
untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b. Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.

16
c. Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan.

3. Mencipta
a. Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.
b. Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
c. Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur
baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Pentingnya penguasaan keterampilan berpikir tingkat tinggi terdapat


dalam beberapa poin Standar Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah. Poin yang
diharapkan yaitu siswa dapat membangun dan menerapkan informasi atau
pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif; menunjukkan kemampuan
berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan; serta
menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
(Permendiknas No 23 Tahun 2006).
.

17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
literasi matematika merupakan kemampuan individu untuk
memformulasikan, mengunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai
konteks. Hal ini meliputi penalaran matematik dan pengunaan konsep, prosedur,
fakta dan lat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan mempresiksi
fenomena. Hal ini menuntun individu untuk mengnali peranan matematika dalam
kehidupan dan membuat penilaian yang baik dan pengambilan keputusan yang
dibutuhkan oleh penduduk yang konstruktif, dan reflektif.
Kehidupan di abad ke-21 menuntut berbagai keterampilan yang harus
dikuasai seseorang, sehingga diharapkan pendidikan dapat mempersiapkan siswa
untuk menguasai berbagai keterampilan tersebut agar siswanya kelak mencapai
kesuksesan dalam hidupnya. Secara singkat, pembelajaran abad ke-21 memiliki
prinsip pokok bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa, bersifat
kolaboratif, kontekstual, dan terintegrasi dengan masyarakat. Peran guru dalam
melaksanakan pembelajaran abad ke-21 sangat penting dalam mewujudkan masa
depan anak bangsa yang lebih baik.
keterampilan berpikir tingkat merupakan suatu keterampilan yang meliputi
berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif yang bersifat kompleks,
mempunyai banyak solusi, membutuhkan usaha ketika mendapat informasi baru
dan menghubungkan informasi yang sudah dimiliknya dan menyampaikannya
untuk mencapai tujuan atau jawaban yang dibutuhkan. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan
menstransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk
berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan
memecahkan masalah pada situasi yang baru dan itu semua tidak dapat dilepaskan
dari kehidupan sehari-hari.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=465751&val=9630&title=LI
TERASI%20MATEMATIKA%20SISWA%20PENDIDIKAN%20MENENGAH:
%20Analisis%20Menggunakan%20Desain%20Tes%20Internasional%20dengan
%20Konteks%20Indonesia (di akses pada 11 januari 2018)

http://seminar.uny.ac.id/semnasmatematika/sites/seminar.uny.ac.id.semnasmatem
atika/files/banner/PM-102.pdf (di akses pada 11 januari 2018)

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rj
a&uact=8&ved=0ahUKEwiK5ZfhzNHYAhUDabwKHTlwBIcQFggsMAA&url=
http%3A%2F%2Fjurnalmahasiswa.unesa.ac.id%2Farticle%2F19990%2F15%2Fa
rticle.pdf&usg=AOvVaw2huBXBsXmcQIqoPVDGh_0-(di akses pada 11 januari
2018)

https://www.researchgate.net/profile/Siti_Zubaidah5/publication/318013627_KE
TERAMPILAN_ABAD_KE-
21_KETERAMPILAN_YANG_DIAJARKAN_MELALUI_PEMBELAJARAN/l
inks/5954c8450f7e9b2da1b3a42b/KETERAMPILAN-ABAD-KE-21-
KETERAMPILAN-YANG-DIAJARKAN-MELALUI-PEMBELAJARAN.pdf
(di akses pada 11 januari 2018)

https://awan965.files.wordpress.com/2017/09/panduan-implementasi-kecakapan-
abad-21.pdf (di akses pada 11 januari 2018)

http://repository.unikama.ac.id/840/32/263-
278%20TRANSFORMASI%20PENDIDIKAN%20ABAD%2021%20SEBAGAI
%20TUNTUTAN%20PENGEMBANGAN%20SUMBER%20DAYA%20MAN
USIA%20DI%20ERA%20GLOBAL.pdf (di akses pada 11 januari 2018)

http://e-
campus.fkip.unja.ac.id/eskripsi/data/pdf/jurnal_mhs/artikel/RRA1C209035.pdf
(di akses pada 11 januari 2018)

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rj
a&uact=8&ved=0ahUKEwjFyaCMz9HYAhWCabwKHXRXCzMQFggnMAA&
url=http%3A%2F%2Fojs.umrah.ac.id%2Findex.php%2Fpedagogihayati%2Farticl
e%2Fdownload%2F37%2F37&usg=AOvVaw2bx8pJ2KkCKfgXdMoTIidI (di
akses pada 11 januari 2018)

19
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rj
a&uact=8&ved=0ahUKEwikwaefz9HYAhWCE7wKHdRvDDsQFggsMAA&url
=https%3A%2F%2Fjournal.uny.ac.id%2Findex.php%2Fcp%2Farticle%2Fdownl
oad%2F1269%2Fpdf&usg=AOvVaw1qCj7aeO68Zzl-UQ41aTw1 (di akses pada
11 januari 2018)

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rj
a&uact=8&ved=0ahUKEwixyfS0z9HYAhVDUrwKHVscDPkQFggnMAA&url=
http%3A%2F%2Fjurnal.unma.ac.id%2Findex.php%2Fth%2Farticle%2Fdownloa
d%2F383%2F362&usg=AOvVaw0KMR_2IDOL-QeGKxDXS_fl(di akses pada
11 januari 2018)

20

Anda mungkin juga menyukai