Gagal Jantung Kongestif BARU
Gagal Jantung Kongestif BARU
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi
otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
1
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia
diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
2.1.3 Patofisiologi
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga
keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh.
Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013).
Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan
kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25
mmHg). Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam
interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007).
2
2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi ventrikel
kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua sisi
jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang
ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal
jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di
ekstermitas bawah (Acton, 2013).
b. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada
gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann,
2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan
sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf
simpatik.
d. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai
perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress
ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan
Molkentin, 2010).
3
2.1.4 Manifestasi Klinis CHF
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya
gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua
ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.
4
2.2 CKD (Chronic Kidney Disease)
Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin.
2.2.2 Ginjal
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah berkembang
untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting, seperti : ekskresi produk sisa metabolisme,
pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam yang sesuai, dan sekresi
berbagai hormon dan autokoid.
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kirikarena
tertekan kebawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan
kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal terletak di bagian belakang
abdomen atas, di belakang peritoneum, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-
transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal terlindung dengan baik dari
trauma langsung, disebelah posterior (atas) dilindungi oleh iga dan otot-otot yang
meliputi iga, sedangkan di anterior (bawah) dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.
Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon.
5
Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 150
gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan medula ginjal.8
Ginjal terdiri dari bagian dalam (medula), dan bagian luar (korteks).
a. Bagian dalam (internal) medula. Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang
jumlahnya antara 18-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan
apeksnya mengahadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa
henle, vasa rekta dan diktus koligens terminal.
a. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Ukuran ginjal
terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya. Tiap ginjal manusia
memiliki kira-kira 1.3 juta nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu
fungsi satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.
b. Glomerulus18,20
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut glomerulus, yang
terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal. Tekanan darah mendorong sekitar 120
ml plasma darah melalui dinding kapiler glomerular setiap menit. Plasma yang tersaring
masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan protein yang besar dalam plasma terlalu besar
untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.
6
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah disaring oleh
glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar dari filtrat glomerulus diserap
kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus proksimal.
Panjang 15 mm dan diameter 55 µm.
d. Ansa henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron ginjal dimana,
tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan kemudian naik kembali
kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm. Tubulus
kontortus distalis Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil
longgar kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada
tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit)
mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus dari
ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan
mensekresi kalsium
Fungsi Ekskresi
7
Fungsi Non Ekskresi
2.2.5 Etiologi
Dua penyebab utama dari PGK ini adalah diabetes dan tekanan darah tinggi,
yang terjadi pada dua dari tiga kasus. Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu tinggi,
menyebabkan kerusakan banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta
pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika
tekanan darah terhadap dinding pebuluh darah meningkat. Jika tidak terkendali, atau
tidak terkontrol, tekanan darah tinggi dapat menjadi penyebab utama serangan jantung,
stroke dan PGK. PGK juga menyebabkan tekanan darah tinggi .
Beberapa kondisi yang juga dapat menyebabkan PGK dengan prevalensi yang
lebih kecil, antara lain:
d. Kegagalan pembentukan ginjal normal pada bayi yang belum lahir ketika berkembang
di rahim
8
e. Lupus eritematosus sistemik (kondisi dari sistem kekebalan tubuh di mana tubuh
menyerang ginjal yang dianggap sebagai benda asing)
f. Jangka panjang penggunaan rutin obat-obatan seperti : obat litium dan NSAID,
termasuk aspirin dan ibuprofen.
a. Kerusakan Ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau tanpa disertai
penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditandai dengan: kelainan patologi, dan
adanya pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium darah atau urine,
atau kelainan radiologi.
selama >3 bulan, dapat disertai atau tanpa disertai kerusakan ginjal. Diagnosis dari gagal
ginjal kronis terdiri dari: anamnesis yang ditandai seringnya berkemih pada malam hari,
pergelangan kaki bengkak, lemah, lesu, mual, muntah, nafsu makan turun, kram otot
terutama malam hari, sulit tidur, bengkak disekitar mata terutama pada bangun tidur, dan
mata merah serta berair (uremic red eye) karena deposit garam kalsiun fosfat yang dapat
menyebabkan iritasi hebat pada selaput lendir mata. Pemeriksaan fisik, seperti anemis,
kulit gatal dan kering, edema tungkai maupun palpebra, tanda bendungan paru, mata
merah dan berair. Diagnosis juga ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium terhadap
gangguan fungsi ginjal.
9
a. Kondisi normal: Kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal. Nilai GFR 60-89
ml/menit/1,73 m2
b. Stadium 1: Kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR, belum terasa
gejala yang mengganggu. Ginjal berfungsi 60-89%. Nilai GFR 60-89
ml/menit/1,73 m2
c. Stadium 2: Kerusakan sedang, masih bisa dipertahankan. Ginjal berfungsi 30-
59%. Nilai GFR 30-59 ml/menit/1,73 m2
d. Stadium 3: kerusakan beratsudah tingkat membahayakan. Ginjal berfungsi 15-
29%. Nilai GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2
e. Stadium 4: Kerusakan parah, harus cuci ginjal. Fungsi ginjal kurang dari 15%.
Pada kasus gagal ginjal akut kondisi ginjal dapat dipulihkan kembali, hal ini
berbeda dengan kasus pada gagal ginjal kronik. Pada gagal ginjal kronik penderita hanya
dapat berusaha menghambat laju tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak
menjadi gagal ginjal terminal, suatu kondisi dimana ginjal sudah hampir tidak dapat
berfungsi lagi. Kondisi ini berlangsung secara perlahan dan sifatnya menahun, dengan
sedikit gejala pada awalnya, bahkan lebih sering penderita tidak merasakan adanya
gejala.
Gagal ginjal akut adalah sindroma yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi
glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan
terjadinya retensi produk sisa nitrogen, seperti ureum dan kreatinin.
GGA Prarenal
10
c. GGA renal diakibatkan kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat
kimia/toksin,
d. iskemia ginjal, dan penyakit glomerular)
e. GGA Pascarenal
f. GGA pascarenal diakibatkan obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran
kemih,
g. hipertrofi prostat, keganasan ginekologis), ureter terjahit.
h. Fase gagal ginjal akut adalah anuria (produksi urine <100 ml/24 jam,
oliguria
i. (produksi urine <400 ml/24 jam), poliuria (produksi urine >3500 ml/24
jam)
j. Pada kasus penderita gagal ginjal akut (GGA), ginjal akan berfungsi
normal
k. kembali bila penyebabnya dapat diatasi, sehingga pengeluaran urin
kembali normal,
2.2.7 Patofisiologi
1) Lemah
11
2) Nafsu makan berkurang
3) Nokturia, poliuria
5) Urin berbuih
6) Sakit pinggang
7) Edema
9) Kulit pucat
5) Neuromuskuler (otot berkedut, sensorik perifer dan motorik neuropati, kram otot,
gangguan tidur, hiperrefleksia, kejang, ensefalopati, koma)
2.2.9 Klasifikasi .
PGK dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 hal, yaitu menurut diagnosis
12
etiologi dan menurut derajat (stage) penyakit. Klasifikasi atas dasar derajat (stage)
2.2.10 Komplikasi
PGK juga disertai dengan penyakit lain sebagai penyulit atau komplikasi
yang sering lebih berbahaya. Komplikasi yang sering ditemukan menurut Alam &
a. Anemia
Dikatakan anemia bila kadar sel darah merah rendah, karena terjadi gangguan
pada produksi hormon eritropoietin yang bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh
dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari.
Akibat dari gangguan tersebut, tubuh kekurangan energi karena sel darah merah yang
bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak mencukupi. Gejala
dari gangguan sirkulasi darah adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih
lambat sembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki dan tangan.
b. Osteodistrofi ginjal
c. Gagal jantung
13
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik
jantung kiri (left ventricular hypertrophy/LVH). Lama-kelamaan otot jantung akan
melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom
kardiorenal).
d. Disfungsi ereksi
2.2.11 Diagnosis
Setiap sistem organ utama akan dipengaruhi oleh penyakit gagal ginjal kronik, hal
itu terutama terjadi jika perkembangannya telah mencapai end-stage renal disease
(ESRD). Tanda dan gejala dihubungkan dengan uremia dan komplikasi sekunder PGK.
Secara subyektif dan obyektif, tanda dan gejala yang nampak bergantung dengan stadium
PGK yang diderita (Dipiro et al., 2005). Pendekatan diagnosis PGK mempunyai sasaran
berikut (Sukandar, 2006):
e. Meramalkan prognosis
14
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis
dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).
2.2.12 Penatalaksanaan
15
Persiapan untuk terapi gagal ginjal
Penggantian fungsi ginjal melalui dialisis dan transplantasi, jika terdapattanda dan
gejala uremia.
Rencana tindakan klinis harus dibuat untuk tiap pasien berdasarkan klasifikasi
stadium penyakit yang dibuat K/DOQI. Evaluasi ulang pengobatan sebaiknya dilakukan
pada setiap kunjungan terhadap penyesuaian dosisberdasarkan tingkat fungsi ginjal,
deteksi efek samping potensial terhadap fungsi ginjal atau komplikasi CKD, deteksi
interaksi obat, pengawasan obat terapetik.
16
2.3 Nefropati Diabetik
2.3.1 Etiologi
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit
DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati
Diabetika. Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk
mencapai fase Nefropati Diabetika yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).(9)
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari
studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain:
17
Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk mendapat
Nefropati Diabetik.
3. Hiperglikemia
2.3.3 Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran
ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan
sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan
endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan
volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih
sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah
yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan
intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan
dalam 5 tahap:
Ditandai dengan:
18
- Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min)
- Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke normal. Awal
kerusakan struktur ginjal
- Proteinuria menetap(>0,5gr/24j).
- Hipertensi
- Penurunan laju filtrasi glomerulus.
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis
ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan 5-7
tahun kemudian akan sampai stadiumV.
19
2.3.5Diagnosis
1. DM
2. Retinopati Diabetika
1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari
gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi,
penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar
sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda
retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan
Funduskopi, berupa :
20
3). Eksudat berupa :
a). Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.
4). Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
kapiler.
6). Neovaskularisasi
Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage,
didapatkan perubahan pada :
− Cor cardiomegali
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Penatalaksanaan
1. Pengendalian hiperglikemia
a. Diet
21
Diet harus sesuai dengan rekomendasi dari Sub Unit Endokrinologi &
Metabolisme, misalnya reducing diet khusus untuk pasien dengan obesitas.
Variasi diet dengan pembatasan protein hewani bersifat individual tergantung dari
penyakit penyerta :
− Hiperkolesterolemia
− Hipertensi esensial
. Pengendalian hiperglikemia
1). Insulin
a). Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin seluler (polyol)
dan metabolitnya (myoinocitol)
c). Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat menyebabkan
penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan untuk seleksi protein dan
kerusakan glomerulus (permselectivity).
22
Alternatif pemberian OADO terutama untuk pasien-pasien dengan tingkat edukasi rendah
sebagai upaya memelihara kepatuhan (complience). Pemilihan macam/tipe OADO harus
diperhatikan efek farmakologi dan farmakokinetik antara lain :
c). Perbedaan efek penghambat terhadap arterial smooth muscle cell (ASMC)
2. Pengendalian hipertensi
23
c. Obat-obat antihipertensi lainnya dapat diberikan tetapi harus memperhatikan
kondisi setiap pasien :
Blokade β-kardioselektif dengan aktivitaas intrinsik simpatetik
minimal misal atenolol.
Antagonis reseptor α-II misal prozoasin dan doxazosin. Vasodilator
murni seperti apresolin, minosidil kontra indikati untnuk pasien yang
sudah diketahui mengidap infark miokard.
24
2.4 Retinopati Diabetik
2.4.1 Epidemiologi
2.4.2 Etiologi
25
• Abnormalitas lipid serum.
2.4.5Klasifikasi
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan retinopati diabetik dasar
( Background Diabetic Retinopathy ).
2.4.6 Patofisiologi
Merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. Merupakan cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Disebabkan oleh
penyumbatan dan kebocoran kapiler , mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi telah
diteliti adanya perubahan endotel vaskuler ( penebalan membran basalis dan hilangnya
pericyte ) dan gangguan hemodinamik ( pada sel darah merah dan agregasi platelet )
Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina ( intraretinal ),
terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membran internal.
26
perdarahan bentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam
tempat sel-sel akson berorientasi vertikal.
Merupakan stadium yang paling berat dari Retinopati Diabetik Non Proliferatif.
Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran plasma
yang berlanjut, disertai iskemik pada dinding retina ( cotton wool spot, infark pada
lapisan serabut saraf ). Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran
darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton
wool spot, blot haemorrage, intraretinal Microvasculer Abnormal ( IRMA ), dan
rangkaian vena yang seperti manik-manik.1,3 Bila satu dari keempatnya dijumpai ada
kecendrungan untuk menjadi progresif ( Retinopati Diabetik Proliferatif ), dan bila
keempatnya dijumpai maka beresiko untuk menjadi Proliferatif dalam satu tahun.
• Perubahan sedikit demi sedikit dari pada penutupan kapiler intraretinal yang
menyebabkan iskemik makular.
Merupakan penyulit mata yang paling parah pada Diabetes Melitus. Pada jenis
ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang p
27
GEJALA KLINIS
• Kesulitan membaca
• Penglihatan kabur
• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
• Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung.
Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
• Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
28
preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan
badan kaca.
• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
29
2.4.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makular pada
retinopati diabetik non proliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroscopic
menggunakan lensa +90 dioptri.2 Disamping itu Angiografi Fluoresens juga sangat
bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskularisasi pada retinopati diabetik.
Dijumpainya kelainan pada elektroretinografik juga memiliki hubungan dengan
keparahan retinopati dan dapat membantu memperkirakan perkembangan retinopati
2.4.8Penatalaksanaan
Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mencegah
perkembangan retinopati diabetik.
A. Pencegahan
Suatu fakta dikemukakan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung pada
durasi menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana yang terpenting
yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes untuk dapat mencegah terjadinya retinopati
adalah dengan mengontrol gula darah, selain itu tekanan darah, masalah jantung, obesitas
dan lainnya harus juga dikendalikan dan diperhatikan.
B. Pengobatan
Fokus pengobatan bagi pasien retinopati diabetik non proliferatif tanpa edema
makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemuk lainnya. Terapi
Laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis
menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko penurunan penglihatan dan
meningkatka fungsi penglihatan . Sedangkan mata dengan edema makula diabetik yang
secara klinis tidak bermakna maka biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa terapi
laser.
30
Disamping itu peran bedah vitreoretina untuk retinopati diabetik proliferatif
masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau memulihkan
penglihatan yang baik.
2.4.8 PROGNOSIS
Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna akan
memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan
edema dan perfusi yang relatif baik.
31
2.5 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan
kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Diabetes tipe ini
disebabkan kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun.
Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan
sel σ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel
σ memproduksi hormon somastatin. Namun demikian serangan autoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel β. Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar
pankreas langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah
yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defesiensi
insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak
normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-
sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi
glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada penderita DM tipe 1, sekresi glukagon akan tetap
tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi
hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe
1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapatkan terapi insulin.
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada orang dewasa tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran
insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut
resietensi insulin.
32
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul
gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan.
Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun
sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada
penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Obesitas yang pada umumnya
menyebabkan gangguan pada kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi
pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk.
Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada
sebagian besar dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu
defisiensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respon sel α terhadap glukosa
dapat lebih diperparah dengan meningkatya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut
dapat diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik yang mengurangi hiperglikemia
tersebut (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
Diabetes mellitus gestasional adalah keadaaan diabetes yang timbul selama masa
kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara. Keadaan ini terjadi karena
pembentukan hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin (Tandra,
2008).
33
2.5.3 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
1. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,
protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalahmakanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan
diet pada diabetes adalah:
34
pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya
pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan memelihara
berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi
resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa.
2.Olah raga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara
teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh olah raga yang
disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya.
Olah raga akan memperbanyak jumlah
Terapi farmakologi
1. Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon
glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2
rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme,
efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah
setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.
Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan
jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda yang
digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk
fisiknya, contoh: Monotard Human.
35
3. Insulin kerja sedang (medium-acting)
a. Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab itu
hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi Penurunan
kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea
disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini
merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang
serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,
2005).
Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati. Masa
kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung, 2002). Dalam
darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah menjadi
karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal (Handoko dan Suharto, 1995)
36
itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kira-kira
4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati dan
metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa paruh
kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan
dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995). Tolazamid diserap lebih lambat di usus
daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam
beberapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).
b. Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan glukosa darah
melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan
produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak
meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight (Ditjen Bina
Farmasi dan Alkes, 2005).
37
c. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa penurunan
kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot,
jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak
dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran
kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
menyebabkan kelelahan sel β pankreas.
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja
di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada
kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2002).
38
2.6 Hipertensi
Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan
10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Oleh karena itu, upaya penanganan
hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas. Peninggian tekanan darah tidak jarang
merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi primer. Bergantung pada tingginya
tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-beda, kadang-kadang hipertensi primer
berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target
seperti ginjal, mata, otak, dan jantung.
Hipertensi sekunder
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah
pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1
dan hipertensi derajat 2 dapat dilihat pada tabel
39
2.6.3 Pengelolaan Hipertensi
Terapi ini dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup seseorang. Semua
pasien dan individu dengan riwayat keluarga hipertensi perlu dinasehati mengenai gaya
hidup, seperti menurunkan kegemukan, asupan garam (total, < 5 g/hari), asupan
lemakjenuh dan alkohol (pria < 21 unit dan perempuan < 14 unit per minggu), banyak
makan buah dan sayuran, tidak merokok dan berolah raga yang teratur, semua ini terbukti
dapat merendahkan tekanan darah dapat menurunkan penggunaan obat-obat (Ditjen Bina
Farmasi dan Alkes, 2006).
Terapi farmakologi
40
Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Hipertensi
Secara umum diperkirakan hipertensi dijumpai dua kali lebih banyak pada
populasi diabetes dibanding non diabetes. Hipertensi diketahui mempercepat dan
memperberat penyulit-penyulit akibat diabetes seperti penyakit jantung koroner, stroke,
nefropati diabetik, retinopati diabetik, dan penyakit kardiovaskular akibat diabetes, yang
meningkat dua kali lipat bila disertai hipertensi. Hipertensi merupakan faktor utama dari
harapan hidup dan komplikasi pada pasien diabetes dan menentukan evaluasi dari
nefropati dan retinopati penderita diabetes khususnya.
Hubungan antara diabetes tipe 2 dan hipertensi lebih kompleks dan tidak
berkaitan dengan nefropati. Pada pasien diabetes tipe 2, hipertensi seringkali bagian dari
sindrom metabolik dari resistensi insulin. Hipertensi mungkin muncul selama beberapa
tahun pada pasien ini sebelum diabetes mellitus muncul. Hiperinsulinemia memperbesar
patogenesis hipertensi dengan menurunkan ekskresi sodium pada ginjal, aktivitas
stimulasi dan tanggapan jaringan pada sistem saraf simpatetik, dan meningkatkan
resistensi sekeliling vaskular melalui hipertropi vaskular. Penatalakasanaan yang giat dari
hipertensi (<130/80 mmHg) mengurangi perkembangan komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskular (Saseen dan Carter, 2005).
41
Pengobatan non farmakologi berupa pengurangan asupan garam, penurunan berat badan
untuk pasien gemuk, dan berolah raga (Saseen dan Carter, 2005)
Terapi farmakologi
42
2. Angiostensin II Reseptor Blocker (ARB)
ARB menurunkan tekanan darah dengan menghambat secara langsung
reseptor angiostensin II yang sudah diketahui pada manusia: vasokonstrisi,
pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik dan
konstriksi arteriol efferent dari glomelurus ( Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,
2006). ARB digunakan untuk mengurangi progresi pada diabetik nefropati,
diabetes mellitus tipe 2 dengan protenuria dan kejadian penyakit ginjal.
Contoh obat-obat golongan ini yaitu Valsartan, Losartan, Irbesartan,
Telmisartan, Olmesartan (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2006).
3. Diuretics
Diuretik hemat kalium bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus kolingentes
daerah korteks dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi
kalium dengan jalan antagonisme kompetitif. Contoh diuretik hemat kalium
adalah spironolakton. Diuretik ini menyebabkan diuresis tanpa menyebabkan
kehilangan kalium dalam urin (Anonim, 2009).
43
memblok reseptor beta-1 (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2006)
44
BAB III
ANALISA KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : tj. Balik
No MR : 008154
Pekerjaan : IRT
Tgl Masuk : 24/11/2017
Keluhan Utama:
Sembab pada wajah kedua kaki dan kedua tangan sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit.
- Sembab pada wajah kedua kaki dan kedua tangan sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit.
- Nyeri pada saat menelan
- Perut kembung
- Pernapasan ngorok saat tidur telentang
- Penurunan nafsu makan (+)
- Badan terasa lelah (+)
- Kaki dan tangan kebas
- Mudah lelah
- Pandangan kabur
- BAB berdarah sejak ÷3 jam sebelum masuk rumah sakit
45
Riwayat Penyakit Dahulu
-Riwayat penyakit Diabetes Melitus (+) sejak 15 tahun yang lalu terkontrol
Riwayat Pengobatan
Seorang wanita berusia 54 tahun sudah menikah dan memiliki 4 orang anak.
Tinggal bersama suami dan anaknya.
Pemeriksaan Fisik
Napas : 18 x/ menit
46
Suhu : 36,3
Bb : 56 kg
Tb : 148 cm
IMT :
Kepala : Normochepal
47
Auskultasi : rhonki (-/-), wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (-/-)
Anggota gerak :
- Akral hangat : + +
+ +
- Edema : + +
+ +
Laboratorium:
Tgl 24/11-2017
25/11-2017
Urinalisa
Warna : kuning
Ph : 6,0
48
Sedimen
- Eritrosit = -
- Silinder = negatif
- Lekosit = 1-2/ LBP
- Kristal = negatif
- Epitel = 0-2 / LPK
Diagnosis :
Therapi :
-candesartan 1x15 mg
- amlodipin 1x 10 mg
Follow up
28/11/2017
Sakit mwenelan
49
Kaki sembab
Penglihatan kabur
Nadi : 78 x/ menit
Nafas : 18 x/ menit
Suhu : 36,5
Pemeriksaan labor :
-ureum : 49 mg/dl
Assasment :
Planning :
Konsul mata
29/11/2017
Sakit kepala
50
Sulit menelan
Objektif :
Kesadaran = CMC
Nadi = 80 x/ menit
Napas = 18 x/menit
Suhu = 36,2 C
Hasil labor :
Urinalisa
Warna = kuning
Bood = +++
Protein =+
Glukosa = ++
Sedimen
Leukosit = 10-15/lbp
Protein: 5,37
Albumin : 2,47
51
Globulin : 2,90
Pemeriksaan laboratorium:
faal hati
Urinalisa
-warna = kuning
-blood = +++
-bilirubin = negatif
-urobilinogen = -
-protein =+
-glukosa = ++
VOS 6/30
Retinopati diabetik
52
-IVFD RL 8 jam/kolf
-captoril 1x25 mg
- candesartan 1x16 mg
- paracetamol 3x500 mg
- Azitromicin 1x500 mg
30/11-2017
Sakit kepala
Sulit menelan
Terasa sembab pada wajah
BAB keras, berdarah , ada massa yang keluar dari anus
Objektif :
Kesadaran = CMC
Nadi = 80 x/ menit
Napas = 18 x/menit
Suhu = 36,2 C
Hasil laboratorium :
53
-ureum : 51 mg/dl
- Captopril 1x25 mg
- Inj lasix 2x1 amp
- Candesartan 2x16 mg
- Opilax
- Dulcolax supp 1x
KONSUL THT
2/12-2017
Subjektif :
Sakit kepala
Sulit menelan
Objektif :
Kesadaran = CMC
Nadi = 80 x/ menit
Napas = 18 x/menit
54
Suhu = 36,2 C
Hasil labor :
Urinalisa
Warna = kuning
Bood = +++
Protein =+
Glukosa = ++
Sedimen
Leukosit = 10-15/lbp
Protein: 5,27
Albumin : 2,47
Globulin : 2,90
Pemeriksaan laboratorium:
faal hati
55
Urinalisa
-warna = kuning
-blood = +++
-bilirubin = negatif
-urobilinogen = -
-protein =+
-glukosa = ++
Ceftriaxone
Amlodipin 1x 10 mg
GG 3X1 tab
Azitromicin 1x 500 mg
Candesartan 2x16 mg
56
4/12-2017
Objektif :
Kesadaran = CMC
Nadi = 80 x/ menit
Napas = 18 x/menit
Suhu = 36,2 C
Trombosit : 418000/ul
Assesment:
Ceftriaxone 1x2
57
Anti hemoroid sup 1x1
Amlodipin 1x10 mg
Paracetamol 3x500 mg
Candesartan 2x16 mg
Boleh pulang
58