Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta
Jl. Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur
05 Mei – 16 Mei 2008

Disusun oleh:
Sriwati, S. Farm (073202098)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Sriwati : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta Jl.
Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakrta Timur 05 Mei – 16 Mei 2008, 2008
USU Repository © 2008
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
di
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
Plant Jakarta
Jl. Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur
05 Mei – 16 Mei 2008
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan
Disusun oleh:
Ainul Mardiah, S. Si (073202006)
Lady Balqis Ali, S. Farm (073202050)
Rafiqoh Parinduri, S. Farm (073202073)
Sri Wati, S. Farm (073202098)

PT. Kimia Farma (persero) Tbk


Plant Jakarta

Disetujui oleh:

Drs. Herry Rustanto, Apt Dra. Tia Mutianingsih, Apt


Pembimbing PT. Kimia Farma Plant Jakarta Pembimbing PT. Kimia Farma Plant Jakarta

Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt


NIP. 131 283 716

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas Berkat Rahmat-Nya sehingga Praktek Kerja Profesi Apoteker ( PKPA) di PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta pada tanggal 05 Mei 2008 sampai dengan
16 Mei 2008 telah dilaksanakan dengan baik.
Kerja Praktek Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant
Jakarta merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar
apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dengan harapan agar setiap
calon apoteker mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang peran apoteker di
Industri Farmasi.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak
Drs. Herry Rustanto, Apt, dan Ibu Dra. Tia Mutianingsih, Apt, sebagai pembimbing
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan moril dan pengatahuan
kepada kami selama pelaksanaan PKPA di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant
Jakarta. Dan kami turut mengucapkan banyak terima yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Wiryanto, M.Si, Apt., selaku Koordinator Program Pendidikan
Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara .
3. Bapak Drs. Abdul Manan, Apt., selaku Plant Manager Jakarta yang telah
memberikan tempat bagi kami dalam melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker dengan baik.
4. Seluruh Staf dan Karyawan/ Karyawati PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant
Jakarta, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan
bantuan informasi selama pelaksanaan PKPA ini.
5. Teman - teman Profesi Apoteker Stambuk 2007, terima kasih atas segala
bantuan dan motivasi yang telah diberikan
6. Semua pihak yang banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

ii
Kami berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang kami peroleh
selama kami menjalani PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan - rekan dan semua
pihak yang membutuhkan khususnya buat kalangan Profesi Apoteker.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, seperti kata
pepatah mengatakan Tak Ada Gading Yang Tak Retak oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan, kritik dan saran dari pembaca bagi profesi kefarmasian yang
akan datang.

Jakarta, Mei 2008

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ……...………………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………... ii
KATA PENGANTAR …………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ………………………………………………. v
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………. vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………….. viii
RINGKASAN ..................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………….. 1
1.2. Tujuan ……………………………………………….. 3
BAB II. TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI …………… 4
2.1. Sejarah ……………………………………………… 4
2.2. Visi dan Misi ……………………………………….... 5
2.3. Lokasi Industri Farmasi PT. Kimia Farma (Persero),
Tbk ……………………………………………….. 6
2.3.1. Lima Plant PT. Kimia Farma (Persero) Tbk …. 7
2.3.2. Struktur Organisasi …………………………... 8
2.4. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) …………… 10
BAB III.KEGIATAN DIINDUSTRI FARMASI ………………….. 22
3.1. Keterlibatan Dalam Produksi ………………………… 22
3.1.1. Bagaian Perencanaan Pengendalian Produksi
dan Inventory ………………………………… 22
3.2. Bagian Penyimpanan ………………………………… 25
3.3. Bagian Produksi ……………………………………… 28
3.4. Bagian Pengelolahan Mutu dan Validasi ……………. 41
3.5. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan …….. 46
BAB IV. PEMBAHASAN ………………………………………… 52

iv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………….. 57
5.1. Kesimpulan ……………………………………….. 57
5.2. Saran ………………………………………………… 57
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 58

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk……….. 8
2. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk. Plant Jakarta..................................................................... 9

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Struktur Organisasi PPPI
(Perencanaan Pengendalian Produksi Dan Lingkungan...…..... 59
2. Struktur Organisasi Bagian Produksi……………………...…. 60
3. Sruktur Organisasi Bagian Pengolahan Mutu………………... 61
4. Struktur Organisasi Bagian Penyimpanan………………….... 62
5. Alur Produksi Bagian Formulasi I…………………………… 63
6. Alur Proses Produksi Narkotika……………………………... 64
7. Alur Proses Produksi Bagian Formulasi II…………………... 65
8. Alur Proses Sediaan Kapsul Bagian Formulasi III…………... 66
9. Alur Proses Sediaan Injeksi Bagian Formulasi III…………... 67
10. Alur Proses Sediaan Sirup Kering Bagian Formulasi III……. 68
11. Alur Proses Sediaan Krim Bagian Formulasi III…………….. 69
12. Alur Proses Produksi Tablet Dan Kapsul Betalaktam……….. 70
13. Bagan Proses Pengemasan…………………………………… 71
14. Alur Proses Produksi Sirup Kering Betalaktam……………… 72
15. Skema Proses Pengolahan Air……………………………….. 73
16. Alur Proses Produksi (Penerimaan Dan Penggunaan
Bahan Baku Serta Bahan Pengemas)…................................... 74
17. Alur Proses Produksi (Penerimaan Dan Penggunaan
Bahan Baku Serta Bahan Pengemas, lanjutan)…………….. 75
18. Alur Proses Pengolahan Air Limbah………………………… 76
19. Upaya Pengolahan Limbah………………………………….. 77
20. Denah Bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta 78
21. Denah Bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant
Jakarta (Lanjutan)…………………………………………… 79

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak setiap warga Negara. Setiap orang mempunyai hak
untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk
didalamnya mendapatkan makanan, pakaian, perumahan dan pelayanan sosial yang
diperlukan.
Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992
tentang kesehatan, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi masyarakat agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Untuk dapat mencapai upaya, yaitu peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
Dalam menyelenggarakan upaya – upaya tersebut, maka diperlukan sarana –
sarana yang mendukung. Menurut Undang – Undang Republik Indonesia No. 23
tahun 1992 pasal 56, salah satu sarana kesehatan adalah pabrik obat atau industri
farmasi. Industri farmasi sebagai salah satu sarana kesehatan adalah tempat untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian, antara lain pembuatan obat, pengendalian
mutu, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat.
Salah satu langkah utama yang dilakukan industri farmasi dalam upaya
menghasilkan obat jadi yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan
yang telah ditentukan serta sesuai dengan tujuan penggunaannya adalah dengan
menerapkan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Jaminan mutu suatu
produk obat jadi tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian akan tetapi
mutu harus dibentuk atau dibangun pada seluruh tahapan proses produksi dari awal
sampai akhir. Oleh sebab itu, pelaksanaan CPOB harus diterapkan pada seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.
Pengembangan produksi yang dilakukan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Jakarta adalah dengan terus meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan
meningkatkan jumlah produk yang memiliki sertifikat CPOB. PT. Kimia Farma
(Persero) Pant Jakarta selain mengupayakan pengembangan dan perbaikan dalam
aspek produksi juga dilakukan pada aspek sumber daya manusia. Pengembangan
aspek kualitas sumber daya manusia dilakukan dengan memberikan kesempatan bagi
personilnya untuk mengikuti pelatihan ataupun seminar yang menunjang kemampuan
dan keterampilan.
Industri farmasi merupakan institusi yang memiliki dwi fungsi yaitu unit
pelayanan kesehatan (non frofit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit oriented).
Industri farmasi merupakan tempat memproduksi obat jadi atau bahan baku obat.
Obat yang dibuat harus memiliki mutu tinggi dan kualitas yang baik. Industri farmasi
selain dapat sebagai unit usaha yang memproduksi obat untukkebutuhan masyarakat,
juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam menyediakan obat, karena obat
merupakan salah satu komoditi dibidang kesehatan yang sangat penting.
Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi secara langsung dapat
digunakan untuk mengaplikasi ilmu yang diperoleh, sehingga diharapkan dapat
menilai sampai sejauh mana peran farmasis di industri obat. Kendala yang biasa
dihadapi oleh para farmasis selaku penanggung jawab dalam menegakan
profesionalismenya dalam lingkungan yang cenderung selalu berfikir tentang profit
oriented dan bukan patient oriented. Praktek kerja lapangan ini diharapkan dapat
memberikan gambaran dan wacana tentang atmosfer lingkungan industri farmasi.
Universitas adalah sarana pencetak apoteker, sejak awal sudah harus
mempersiapkan lulusannya sehingga mempunyai wawasan dan pengetahuan yang
cukup untuk bisa berperan dan memberikan andil dalam menjalankan profesinya
diindustri farmasi. Aspek teoritis yang kuat dan ditunjang dengan aspek prakstis yang
diharapkan dapat mencetak lulusan tang berkualitas. Sehubungan dengan itu maka
Program Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara menjalin kerja
sama dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Jakarta, menyelenggarakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dimulai dari tanggal 05 Mei 2008 sampai
dengan tanggal 16 Mei 2008, dengan adanya Praktek Kerja Profesi Apoteker di
industri farmasi diharapkan mahasiswa Profesi Apoteker mampu menerapkan ilmu
yang diperoleh saat kuliah dan mendapatkan pengetahuan praktis lainnya yang
bermanfaat sebagai panduan dan tolak ukur dalam menjalankan Profesi Apoteker
dimasa yang akan datang.

1.2. Tujuan
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk. Plant Jakarta adalah :
1. Mempersiapkan Apoteker untuk menjalani profesinya secara professional,
handal, dan mandiri serta mampu menghadapi tantangan dimasa yang akan
datang.
2. Memberikan gambaran tentang struktur organisasi, tugas dan fungsi Apoteker,
situasi dan kondisi di Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta.
3. Mempelajari, memahami, mengetahui, tugas dan tangng jawab Apoteker di
Industri farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta baik dibidang
managereal dan penerapan CPOB.
BAB II
TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

2.1. Sejarah
Industri adalah kegiatan memproses atau mengolahan barang dengan
menggunakan sarana dan peralatan, misalkan mesin, dalam pengertian bisnis, Industri
adalah himpunan perusahaan yang memproduksi barang-barang yang bersifat
substitusi dekat atau (closed substitute) yang memiliki nilai permintaan silang yang
relatif tinggi.
Industri farmasi menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan No.
245/MenKes/V/1990 adalah indutri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu
produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi tersebut dapat
berupa sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap dipergunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi. Sedangkan industri bahan baku adalah bahan yang diproduksi oleh
suatu industri, diamana bahan baku tersebut adalah semua bahan baik yang berkhasiat
ataupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam proses penggunaan obat.
Menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan No. 245/MenKes/V/1990 usaha
industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Didirikan oleh perusahaan umum (Perum), badan hukum berbentuk perseroaan
terbatas (PT) dan kopersai.
2. Memiliki rencana investasi
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) sesuai
dengan SK MenKes No. 43/ MenKes/SK/II/1988 tentang pedoman CPOB.
5. Wajib mempekerjakan sekurang-kurangnya dua orang Apoteker Warga
Negara Indonesia (WNI), yang masing-masing sebagai penanggung jawab
pengawasan mutu dan penanggung jawab pengawasan produksi.
6. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan Industri farmasi hanya boleh
diedarkan setelah mendapat persetujuan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

2.2 Visi dan Misi


A. Visi Industri Farmasi Indonesia menurut SK MenKes No. 47/SK/II/1983
adalah:
1. Upaya dibidang obat harus memperhatikan aspek sosial dan diarahkan untuk
mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan.
2. Mengusahakan kemandirian dibidang obat, khususnya bahan baku obat
dengan jalan:
a. Mempercepat dan memperlancar transfer teknologi serta meningkatan
kemampuan pengembangan teknologi.
b. Memberikan perlindungan yang wajar terhadap obat produksi dalam
negri.
c. Penelitian dan pengembangan bahan baku dalam negri dan langkah-
langkah lain untuk mendorong produksi dalam negri.
B. Misi Industri Farmasi Indonesia menurut SK MenKes No. 47/SK/II/1983
adalah:
1. Meningkatkan tersedianya dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
dengan kebutuhan nyata masyarakat yang diperlukan dalam kesehatan.
2. Meningkatkan penyebaran obat secara merata dan teratur sehingga mudah
diperoleh pada saat yang diperlukan serta terjangkau oleh masyarakat.
3. Menjamin kebenaran khasiat, keamanan, mutu dan keabsahan obat yang
beredar serta meningkatan ketepatan, kerasionalan dan efesiensi
penggunaan obat
4. Memanfaatkan potensi nasional deibidang obat menunjang pembangunan
ekonomi menuju tercapainya kemandirian dibidang obat.
2.3. Lokasi Industri Farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta berlokasi di JL.Rawagelam V
No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Jakarta mempunyai area seluas 35.000 m2, dengan area bangunan untuk non
betalaktam seluas 11,225 m2, sumber air yang digunakan berasal dari perusahaan Air
Minum (PAM)dan air artesis sedangkan sumber listrik yang digunakan berasal dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN)dan sebagai cadangan digunakan Generator Set.
Sumber udara untuk setiap ruangan menggunakan Air Conditioning (AC) dengan
sistem sentral.
Bangunan pabrik PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta yang
mencapai luas 35.000 m2 meliputi :
1. Gedung Perkantoran
Bangunan untuk perkantoran terletak di bagian depan yang terdiri dari
dua lantai. Pada lantai pertama terdapat lobi, masjid, koperasi, poliklinik, dapur
dan kantin. Pada lantai dua terdapat ruang Plant Manager, ruang Manager
Produksi, ruang Manager PPPI, ruang administrasi keuangan, ruang personalia,
ruang pembelian dan ruang rapat.
2. Gedung Produksi Non Betalaktam
Bangunan yang terletak dibelakang perkantoran dimana pada lantai satu
digunakan untuk produksi non betalaktam, produk steril, penyimpanan bahan
baku dan bahan pengemas. Lantaidua digunakan sebagai laboratorium pengujian,
dokumentasi, penyimpanan contoh pertinggal, teknologi formulasi, pemastian
mutu, dan perpustakaan.
3. Gedung Produksi Betalaktam
Bangunan untuk produksi betalaktam merupakan gedung yang terpisah
yang terdiri dari dua lantai. Lantai satu dipakai untuk produksi dan lantai dua
dipakai untuk ruang pengemasan sediaan.
4. Instalasi Pengolahan Air Limbah
Unit pengolahan limbah, terdiri dari dua bagian yaitu pengolahan limbah
betalaktam dan non betalaktam.
5. Bangunan Pelengkap
Bangunan ini terdiri dari generator diesel, penampungan air
(PAM) dan artesis, steam dan laundry.

2.3.1 Lima Plant PT. Kimia Farma (Persero) Tbk yaitu:


1. Plant Jakarta
Memproduksi obat dalam bentuk sediaan tablet, tablet salut,
kapsul, granul, sirup kering, suspensi/sirup, tetes mata, cream antibiotik
dan injeksi. Unit ini satu-satunya pabrik obat yang mendapat tugas oleh
pemerintah untuk memproduksi golongan narkotik di Indonesia. Unit
produksi ini telah memperoleh sertifikat CPOB dan ISO- 9001.
2. Plant Bandung
Memproduksi bahan baku Kina dan turunanya, dan Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) serta obat asli Indonesia seperti
Batugin Elixir dan Enkasari. Unit ini juga memproduksi tablet, sirup,
serbuk, dan produk kontrasepsi Pil Keluarga Berencana. Unit produksi
ini telah menerima sertifikat CPOB dan ISO-9001.
3. Plant Semarang
. Unit Produksi ini mengkhususkan diri memproduksi minyak
jarak, pemurnian minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak kelapa
sawit, minyak kedelai, minyak kacang serta kosmetika dalam bentuk
serbuk/bedak. Unit produksi ini menjamin kualitas hasil produksi
dengan menerapkan system manajemen mutu ISO-9001, serta telah
mendapat sertifikat CPOB
4. Plant Watudakon (Jombang), Jawa Timur
Satu-satunya pabrik yang mengolah tambang yodium di
Indonesia. Unit ini memproduksi yodium dan garam-garamnya, bahan
baku ferro sulfat sebagai bahan utama pembuatan tablet besi untuk obat
tambah darah dan kapsul lunak “Yodiol” yang merupakan obat pilihan
untuk pencegahan gondok. Unit ini telah memproduksi sertifikat
CPOB, ISO-9001 dan ISO-14001.
5. Plant Tanjung Morawa ( Medan), Sumatera Utara.
Unit ini khusus untuk memasok kebutuhan obat di wilayah
Sumatera. Produk yang dihasilkan pabrik berupa sediaan tablet, cream,
dan kapsul dalam skala kecil. Plant ini telah memperoleh sertifikat
CPOB.

2.3.2 Struktur Organisasi


A. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, dipimpin oleh seorang Direktur


Utama, dibantu oleh 4 Direktur yaitu: Direktur Produksi, Direktur
Pemasaran, Direktur Keuangan, Direktur Umum. Selain direktur utama
dibantu juga oleh beberapa staff, yaitu: General Manager Internal Control
(Manager Umum Pengawasan Internal), General Manager Bussiness
Development (Manager Umum Pengembangan Bisnis) dan Corporate
Secretary.
Board Of Commisaris
(Dewan Komisaris)

President Director
(Direktur Utama)

Direktur Direktur Direktur Direktur


Pemasaran Produksi Keuangan HRD

Corporate Manajer Umum Manajer Umum


Secretary Pengawasan Internal Pengembangan Bisnis

Gambar 1 . Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk

B. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero)Tbk. Plant Jakarta


PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta dipimpin oleh Plant
Manager yang langsung membawahi Bagian Produksi, Pengelolaan
Mutu, Perencanaan Pengendalian Produksi dan Inventori (PPPI), Bagian
Administrasi/Keuangan, Bagian Pembelian, Bagian Umum Personalia
dan Bagian Teknik Pemeliharaan.
Selain itu terdapat juga beberapa jabatan fungsionl seperti
Management Representative, bagian Kesehatan Keselamatan Kerja dan
Lingkungan (K3L). Jabatan-jabatan ini bekerja secara koordinatif, yang
berada langsung dibawah Plant Jakarta.
Bagan struktur organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant
Jakarta adalah sebagai berikut :
Plant Jakarta

Managemen K3L
Representatif Keselamatan, Kesehatan Kerja dan lingkungan

Production Quality PPIC Maintenance


Operation

Betalaktam Ware House


Products Testing Raw. Material
Laboratory Planning & Control
Information
Formulasi I Quality Production Technology
(Tablet) Assurance Planing & Control

Purchasing

Formulasi II Formulation
(liquid & cream) Technology Personel Adm
&
Gen. Affairs
Formulasi III
(Kapsul &
Products steril) Finance

Packaging Accountancy

Gambar 2 . Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Plant Jakarta


2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
a. Ketentuan Umum
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin mutu yang
telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya.
Ketentuan umum memuat beberapa landasan yang penting diperhatikan
yaitu:
1. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin
bahwa konsumen obat yang bermutu tinggi. Pengawasan menyeluruh
merupakan salah satu kegiatan yang sangat esensial pada pembuatan obat.
2. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan
pada suatu pengujian tertentu saja. Mutu obat harus dibangun dalam
produk obat itu sendiri. Mutu obat tergantung mutu bangunan, peralatan
dan personalia yang terlibat.
3. CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan
mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar
mutu obat yang telah ditentukan telah tercapai.
b. Personalia
Kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor
penunjang, salah satu faktor terpenting adalah faktor manusia. Oleh karena
alur produksi hanya bisa terjadi jika personil yang mengerjakannya
mempunyai kualitas yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan
pengalamannya.
Jumlah karyawan disemua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya serta
kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan
tugasnya secara professional dan sebagaimana mestinya. Mereka hendaklah
mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah:

1. Organisasi dan tanggung jawab


Dalam perusahaan, struktur organisasi disusun sedemikian rupa
sehingga bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda
yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap lain. Masing-masing
hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang
diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Keduanya tidak
dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat
menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau financial.
Manajer Produksi dan Pengawasan Mutu hendaklah seorang
Apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis dan
memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam
kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara
professional.
Manajer Produksi hendaklah memiliki wewenang serta tanggung
jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Manajer Produksi
hendaklah memiliki tanggung jawab bersama dalam menjaga mutu obat,
baik dengan Manajer Pengawasan Mutu maupun Manajer teknik.
Manajer Pengawasan Mutu hendaklah diberi wewenang dan
tanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yaitu dalam
penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan
mutu. Manajer pengawasan Mutu adalah satu-satunya yang memiliki
wewenang untuk meluluskan bahan awal produk antara, produk ruahan
dan obat jadi bila produk sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya
bila tidak cocok dengan spesifikasinya atau bila tidak dibuat dengan
prosedur yang tidak disetujui kondisi yang ditentukan.
Untuk menunjang dan membantu tenaga inti tersebut diatas, dapat
ditunjuk tenaga yang terampil dalam jumlah sesuai untuk melaksanakan
supervisi langsung dibagian dan pengawasan mutu.
Disamping staff tersebut diatas hendaklah tersedia tenaga yang
terlatih secara teknis dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan
kegiatan produksi dan pengwasan mutu dan sesuai dengan prosedur dan
spesifikasi yang pada saat pengangkatan, kepada mereka diberi pelatihan
yang cukup. Tanggung jawab yang diberikan kepada setiap karyawan
tidak boleh berlebihan sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap
mutu obat.
2. Pelatihan
Seluruh karyawan yang berhubungan langsung dengan proses
pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai
dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Pelatihan hendaklah
diberikan olah tenaga kompoten. Pelatihan khusus hendaklah bagi mereka
yang berkerja didaerah steril dan daerah bersih atau bagi mereka yang
bekerja menggunakan bahan yang mempunyai resiko tinggi,toksik atau
yang menimbulkan sensitifisasi.
Latihan mengenai CPOB harus dilakukan secara
berkesinambungan dan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin
agar para karyawan terbiasa dengan persyaratan dengan CPOB yang
berkaitan dengan tugasnya. Pelatihan mengenai CPOB dilaksanakan
menurut program tertulis yang telah disetujui oleh Manajer Produksi dan
Manajer Pengawasan.
Catatan pelatihan karyawan mengenai CPOB hendaklah disimpan
dan efektifitas program pelatihan dinilai secara berkala. Setelah
mengadakan pelatihan, pelatihan karyawan hendaklah dinilai untuk
menentukan apakah mereka memilki kualifikasi yang memadai untuk
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan untuk produksi obat-obatan hendaklah memiliki ukuran,
rancangan konstruksi dan letak yang memadai untuk mencegah bahan yang
dapat meiliki kualitas dan hendaknya memberikan kondisi lingkunagan
yang sesuai, menunjukan kelancaran kerja, memungkinkan pembersihan
dan sanitasi yang cukup, menghindari masuknya debu, serangga, dan
hewan-hewan lainnya, Dan memungkinkan para karyawan untuk
melaksanakan tugas-tugas. Letak bangunan dibuat cukup tinggi agar
terhindar dari banjir dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air.
Beberap persyartan yang perlu diperhatikan pada bangunan industri farmasi,
antara lain:
1. Pabrik ditata sedemikian rupa untuk mencegah kekacauan dan kemungkinan
pencemaran silang serta tercampurnya obat, komponen , dan bahan pengemas
ysang berlainan.
2. Sekat ruangan hendaknya digunakan untuk mencegah pencemaran atau
kasalahan.
3. Diperlukan pemisahan ruangan untuk kegiatan tertentu sesuai dengan fungsi
kegiatan produksi.
4. Ruangan yang diperlukan untuk pembutan steril harus terpisah dari kegiatan
lainnya.
5. Untuk daerah produksi, permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, dan
langit-langit) harus licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka, mudah
didesinfeksi dan dibersihkan. Lantai dibuat dari bahan kedap air, permukaan
rata, dan mudah dibersihkan.
6. Daerah penyimpanan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga
memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih,
dan teratur. Hendaknya disediakan daerah khusus untuk menyimpan bahan
yang mudah terbakar, yang mudah meledak, yang sangat beracun, narkotika
dan bahan berbahaya lain serta untuk produk atau bahan yang ditolak..
Berdasarkan kelompok kegiatan dan tingkat kebersihannya, maka tata ruang
bangunan industri farmasi terdiri atas:
1. White area (Daerah putih), termasuk kelas I dan II. Untuk kelas I, jumlah
partikel maksimum permeter kubik (m3) sebanyak 3.500 sedangkan untuk
kelas II jumlah partikel maksimum permeter kubik (m3) sebanyak
350.000. Meliputi ruang penyaringan steril, pengolahan, pengisian salep
mata, pengisian injeksi, pengolahan aseptis, dan pengisian bubuk steril.
2. Grey area ( Daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana, jumlah partikel
permeter kubik (m3) sebanyak 3.500.000. Meliputi ruang pengolahan dan
pengemasan obat nonsteril dan ruang pembuatan salep selain salep mata.
3. Black area (Daerah hitam) termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti
pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan
awaldan obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat, dan
toilet.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, dan
ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu setiap produk terjamin secara seragam
dari batch ke batch serta memudahkan pembersihan dan perawatannya.
Rancangan bangunan dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara,
produk jadi tidak boleh bereaksi. Mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat
mengubah identitas, mutu atau kemurniannya diluar batas yang ditentukan.
2. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk.
3. Bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus, seperti pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah.
4. Peralatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam
maupun bagian luar.
5. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan
mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi
menurut suatu program dan prosedur yang tepat.
6. Peralatan hendaknya dirawat sesuai dengan jadwal yang tepat.
7. Alat-alat harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja.
8. Daerah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan yang mudah
terbakar hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang eksploisasi
serta dibumikan dengan sempurna.
d. Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dan Higiene mutlak diperlukan dalam setiap aspek pembuatan
obat Ruang lingkup sanitasi dan hygiene meliputi semua sumber pencemaran
produk seperti personalia, bangunan, peralatan, bahan awlal serta wadahnya.
Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan dengan program sanitasi dan higiene
yang menyeluruh dan terpadu.
1. Personalia
Seluruh karyawan hendaknya menjalani kesehatan baik sebelum
maupun setelah diterima sebagai karyawan selama bekerja. Higiene
perorangan harus dilatih dan diterapkan semua karyawan yang berhubungan
dengan proses produksi, dan semua karyawan hendaknya menghindari
untuk bersentuhan langsung dengan produksi, sehingga diperlukan pakaian
pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya.
2. Bangunan
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaknya dirancang
dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang
baik. Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai
seperti toilet, loker, bak cuci, tempat penyimpanan bahan pembersih,
insektisida, bahan fungi dan lain-lain. Hendaknya disusun pula suatu
prosedur yang merupakan prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi
dengan jadwal yang teratur, serta diuraikan dengan cukup rinci.
3. Peralatan.
Peralatan harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan sesuai
prosedur yang telah ditetapkan. Suatu prosedur yang dirinci untuk
pembersihan dan sanitasi peralatan sekurang-kurangnya meliputi
penanggung jawab, jadwal, metode, peralatan dan bahan yang dipakai
dalam pembersihan, merupakan prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi
dengan jadwal yang teratur yang tidak bersamaan dengan jadwal produksi.
Selain itu prosedur sanitasi dengan higiene hendaknya diatur dan dievaluasi
secara berkala untuk memastikan bahwa seluruh prosedur telah memenuhi
syarat dan telah dilakukan secara efektif.
e Produksi
Produksi obat-obatan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan agar senantiasa diperoleh obat jadi yang memenuhi
spesifikasi yang ditentukan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan
produk meliputi:
1. Bahan awal
Pemeriksaan bahan awal dilakukan oleh bagian pemastian mutu
berdasarkan spesifikasi yang ditentukan dan dikarantina, sampai diluluskan
untuk dipakai. Bahan awal yang tidak memenuhi syarat disimpan terpisah
untuk dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan.
2. Validasi proses
Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tetap dan
dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Proses dan prosedur
tersebut hendaknya secara rutin dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa
proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan.
3. Pencemaran.
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi daya terapeutik serta
mempengaruhi kualitas produk tidak dapat diterima. Perhatian khusus
hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun
sifat dan tingkatanya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini
menunjukan pelaksanaan obat yang tidak sesuai CPOB
4. Sistem penomoran batch atau lot
Suatu system yang menjabarkan cara penomoran batch dan lot secara
rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan
atau obat jadi suatu batch dan lot dapat dikenali dengan nomor batch dan lot
tertentu tidak digunakan secara berulang
5. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan atau perhitungan dan penyerhan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari
siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap
6. Pengembalian
Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang dikembalikan ketempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan
dan dicek dengan baik. Bahan-bahan tersebut tidak boleh dikembalikan
kecuali memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
7. Pengelolaan
Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, kondisi daerah
pengolahan, wadah dan peralatan harus mengikuti prosedur tertulis yang
telah ditetapkan. Pencegahan pencemaran silang dalam seluruh tahap
pengolahan.
8. Produk steril
Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus untuk
menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Produksi steril dapat
digolongkan dalam dua kategori utama, yaitu yang harus diperoses dengan
cara aseptic pada semua tahap, dan yang disterilkan dalam wadah akhir
yang disebut juga sterilisasi akhir. Untuk membuat produk steril diperlukan
suatu ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan dialiri udara yang
melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam ruangan hendaklah lebih
tinggi dari ruangan disebelahnya.
9. Pengemasan
Produk ruahan menjadi obat jadi, yang dilaksanakan dengan
pengawasan yang tepat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas
barang yang sudah dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah
dilaksanakan dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.
10. Bahan atau produk pulihan
Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan asalkan bahan
tersebut layak untuk diolah ulang melalui prosedur tertentu yang telah
disahkan, serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang
ditentukan dan tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap mutunya Sisa
produk yang tidak layak untuk diolah ulang atau bahan pulihan yang tidak
memiliki spesifikasi, mutu kemanjuran atau keamanan tidak boleh
ditambahkan kedalam batch berikutnya.
11. Obat kembalian
Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik jika, ditemukan
adanya kerusakan kualitas teknis obat atau adanya reaksi merugikan dari
obat misal karena label atau kemasan luar kotor atau rusak, dapat diberi
label kembali atau diolah ulang kebatch berikut asalkan tidak ada resiko
terhadap mutu produk dan pengerjaan pengolahan ulang hendaklah disahkan
dan didokumentasikan secara khusus. Obat kembalian dari peredaran dapat
dijual kembali, diberi label kembali atau diolah kembali jika telah dilakukan
evaluasi secara cermat dan hasil pemeriksaan ulang olah Bagian Pemastian
Mutu dinyatakan memenuhi syarat.
12. Karantina obat jadi dan penyerahan kegudang obat jadi
Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat
jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan.
13. Pengawasan distribusi obat jadi
Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjadi
obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu (First In First
Out).
14. Penyimpanan bahan awal, Produk antara, produk ruahan dan obat jadi.
Bahan tersebut disimpan rapi dan teratur untuk mencegah resiko
tercampur baur atau pencemaran sera memudahkan pemeriksaan dan
pemeliharaan.

f. Pengawasan Mutu
Pengendalian mutu obat dilaksanakan melalui sistem pengawasan yang
terencana dan terpadu. Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari
cara pembuatan obat yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan penggunaannya. Pengawasan
mutu penting dalam penetapan spesifikasi, pengambilan contoh dan pengujian
beserta dukungan dan prosedur yang menjamin bahwa pengujian benar-benar
dilaksanakan, serta kelulusan bahan dan produk tidak akan diberikan sebelum
mtunya dinilai memuaskan. Keterlibatan dan rasa tanggung jawab semua unsur
yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk
mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat sampai
didistribusi obat jadi. Untuk keperluan tersebut harus ada suatu bagian
pengawasan mutu yang berdiri sendiri. Bagian pengawasan mutu bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa:
1. Tahap produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan
dan telah divalidasi sebelumnya, antara lain melalui evaluasi dokumentasi
produk terdahulu.
2. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap
suatu bets obat telah dilkasanakan dan bets tersebut telah memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusi.
3. Suatu bets memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang
ditetapkan.
Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk
memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku
atau produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat.
g. Infeksi Diri
Tujuan infeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh
aspek produksi dan pengendalian mutu dalam pabrik memenuhi ketentuan CPOB.
Program infeksi diri harus dirancang untuk mendeteksi kelemahan dan
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan. Infeksi diri ini
harus dilakukan secara teratur. Seluruh tindakan perbaikan yang disarankan untuk
melaksanakan infeksi diri ditunjuk tim infeksi diri yang mampu menilai secara
objektif pelaksanaan CPOB. Tim infeksi diri ditunjuk oleh manager perusahaan,
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang yang ahli dibidang pekerjaan dan paham
mengenai CPOB. Infeksi diri hendaknya dilakukan oleh orang yang kompeten dari
perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar. Keseluruhan prosedur
dan pencatatan mengenai infeksi diri ini harus didokumentasikan.
i. Penanganan Ketentuan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat
Kembalian
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek
samping yang merugikan atau masalah efek terapeutik. Semua laporan dan laporan
keluhan hendaknya diteliti dan dievaluasi dibuatkan laporan.
Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan kembali satu atau
beberapa bacth atau seluruh obat jadi tertentu dari suatu mata rantai distribusi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak
memenuhi persyaratan mutu atau dasar pertimbangan adanya efek samping yang
tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan kepabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadarluarsa, masalah
keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga
menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang
bersangkutan.
Prosedur pengamanan obat kembalian hendaklah dengan memperhatikan
hal-hal berikut antara lain: Identifikasi dan pencatatan mutu dari obat kembalian,
dikarantina, dilakukaan penelitian, pemeriksaan dan pengujian.
Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan
hendaklah dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak mencakup
pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat
tersebut ketangan orang yang tidak berwenang.
Pelaksanaan penanganan terhadap obat kembalian dan tindak lanjut yang
dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan. Untuk tiap pemusnahan obat
kembalian hendaknya dibuat berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana
pemusnahan dan saksi.
i .Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi
managemen yang meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi, perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian pembuatan obat.
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas dapat
instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilakukan
sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya
timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap
bacth atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta
penelusuran terhadap bacth atau lot produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi
juga digunakan dalam pemantauan dan pengendalian.
BAB III
KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI

3.1. Keterlibatan Dalam Produksi


3.1.1. Bagian Perencanaan Pengendalian Produksi Dan Iventory ( PPPI )
PPPI merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan
pengendalian bahan produksi dan inventori serta menjadi penghubung antara bagian
marketing dan produksi.
Tugas dan fungsi dari PPPI adalah :
a. Mengevaluasi dan mengkonfirmasi pesanan dari pemasaran / unit lain.
b. Menghitung dan merencanakan kebutuhan bahan baku / kemasan.
c. Mengendalikan stok bahan baku / kemasan agar efektif dan efisien.
d. Merencanakan dan membuat jadwal produksi per triwulan untuk seluruh item.
e. Mengendalikan proses produksi agar efektif, efisien, dan sesuai jadwal.
f. Menyiapkan laporan Managerial per bulan.
Berdasarkan struktur organisasi, PPPI membawahi 2 bagian yaitu :
1) Bagian Perencanaan dan Pengendalian Bahan
a. Supervisor pengendalian bahan
b. Supervisor perencanaan bahan
2) Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi
a. Supervisor pengendalian produksi
b. Supervisor perencanaan produksi
1. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Bahan.
Tugas bagian ini merencanakan dan mengendalikan persediaan bahan yang di
butuhkan untuk proses produksi, bekerja sama dengan bagian pemasaran yang
mengacu pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan ( RKAP ). Dalam hal
perencanaan bahan PPPI berkoordinasi dengan 4 bagian lain yaitu bagian produksi,
bagian pengelolaan mutu, bagian penyimpanan dan bagian pembelian.
Perencanaan harus dilakukan secara efisien, beberapa strategi dalam system
perencanaan bahan baku dan bahan kemasan adalah sebagai berikut :
a. Penentuan kuantum stok ditetapkan berdasarkan hasil produksi tahun
sebelumnya dibagi 12 bulan dan stok minimum adalah persediaan untuk tiga
bulan.
b. Penentuan jumlah ditentukan dengan cara RE Order Level ( ROL ), yaitu
kuantum yang menyebutkan waktu dilakukan order kembali.
c. Jadwal penerimaan pesanan untuk bahan kemasan adalah 40 hari dari tanggal
SPPB ( Surat Permohonan Pemesanan Bahan ) dan untuk bahan baku adalah 3
bulan dari tanggal SPPB.
d. Jumlah yang di butuhkan termasuk untuk buffer stock, bila kurang akan
dibuatkan SPPB ( Surat Permohonan Pemesanan Bahan ).
Jumlah permintaan pemesanan barang dari pemasaran akan menjadi bahan
pertimbangan, sehingga akan ada beberapa kemungkinan yaitu :
a. Pesanan di penuhi 100 % karena bahan baku tersedia, SDM mencukupi dan
kapasitas mesin besar.
b. Pesanan tidak dipenuhi sama sekali karena bahan baku kosong atau mesin
produksi rusak.
c. Pesanan dipenuhi sebagian atau kurang dari 100 % karena keterbatasan bahan
dan kapasitas produksi.
d. Jumlah pesanan dapat ditambah atau dikurangi, hal tersebut terjadi karena
adanya beberapa factor, yaitu kapasitas produksi terbatas, stok obat di pasaran
masih banyak, serta bahan baku tidak lengkap.
Sesuai dengan pemesanan, maka bagian perencanaan dan pengendalian bahan
membuat surat permohonan pemesanan barang ( SPPB ) dengan melampirkan
spesifikasi bahan dan untuk bahan pengemas disertai contohnya yang kemudian
dikirim kebagian pembelian. Untuk pembelian produk local dilakukan oleh bagian
pembelian plant Jakarta, sedangkan untuk produk impor dilakukan oleh bagian
pembelian kantor pusat yang akan mengkoordinir bagian pembelian ini di seluruh
Indonesia. Untuk pengendalian stok bahan dilakukan pengecekan jumlah
pemakaian per hari perhitungan dengan cermat pada saat pembuatan SPPB dan
mengatur jadwal kedatangan bahan yang akan dipesan sesuai jadwal.

2. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi


Tugas utama bagian perencanaan dan pengendalian produksi ( PP Produksi )
adalah merencanakan dan mengendalikan proses produksi, agar berjalan lancer dan
berkesinambungan. Dilakukan berdasarkan konfirmasi dan dibuat jadwal produksi per
minggu dalam satu triwulan.
Bila bahan – bahan yang di perlukan untuk produksi telah di terima, maka langkah
– langkah selanjutnya adalah :
a. Mengevaluasi pesanan dengan mengkonfirmasi Bagian Perencanaan
Bahan, Bagian Laboratorium Pengujian dan Bagian Produksi.
b. Mengkonfirmasi bagian pemasaran maksimal lima hari kerja.
c. Membuat rencana penurunan SPK ( Surat Perintah Kerja ), dimana rencana
ini harus di sesuaikan dengan kesiapan bahan dan mesin, SPK diturunkan
ke bagian produksi setiap minggu.
d. Mengevaluasi SPK apakah SPK tersebut belum, sedang atau sudah di
jalankan.
Supervisor PP Produksi memonitor perkembangan proses produksi, untuk
memudahkan monitoring, maka SPK yang di keluarkan harus diperiksa
kelengkapannya, antara lain :
1. Bon Penyerahan Bahan Baku ( BPBB ) dari penimbangan sentral ( PS ) ke
produksi.
2. Bon I sampai ke Bon IV adalah bon penyerahan produk setengah jadi
( BPPSJ ), yaitu :
• Bon I dari produksi ke KIP.
• Bon II dari KIP ke produksi.
• Bon III dari produksi ke KIP.
• Bon IV dari KIP ke pengemasan.
3. Bon V adalah bon penyerahan produk jadi ( BPPJ ) dari pengemasan ke bagian
penyimpanan.
4. Khusus untuk tablet salut terdapat :
• Bon IA dari proses massa ke KIP.
• Bon IIA dari KIP ke proses.
• Bon IB dari cetak ke KIP.
• Bon IIB dari KIP ke coating.
Setiap minggu dilakukan evaluasi kegiatan produksi dan setiap bulan dibuat
laporan evaluasi ke bagian pemasaran, apakah kegiatan produksi memenuhi target
atau tidak.

3.2. Bagian Penyimpanan


Bagian penyimpanan bertugas untuk mengelola penerimaan,
penyimpan dan pengeluaran baik bahan baku, bahan kemasan, serta produk
jadi, bagian ini di pimpin oleh seorang Asisten Manager Penyimpanan yang
membawahi 4 supervisor, yaitu :
1. Supervisor Gudang Bahan Baku.
2. Supervisor Gudang Bahan Kemas.
3. Supervisor Gudang Bahan Jadi dan Ekspedisi.
4. Supervisor Penimbangan Sentral.
Alur proses pada bagian penyimpanan adalah sebagai berikut :
a. Penerimaan.
Barang yang dikirim oleh pemasok ke gudang penyimpanan
disesuaikan dengan surat pesanan ( SP ) dari bagian pembelian. Oleh petugas
penyimpanan setiap barang yang datang, harus diperiksa kesesuaiannya
dengan SP dan dilakukan pemeriksaan secara visual. Jika telah sesuai, bagian
pembelian membuat surat bukti titipan barang sementara ( BTBS ) dan di beri
label kuning sebagai tanda bahwa barang tersebut berstatus karantina. BTBS
juga berfungsi sebagai permohonan periksa yang di serahkan kepada bagian
Laboratorium Pengujian.
Apabila hasil pemeriksaan laboratorium ( HPL ) tidak lulus, maka
bahan diberi label merah dan diberi tulisan DITOLAK kemudian dikembalikan
kepada pemasok disertai surat pengembalian. Untuk bahan baku yang
DILULUSKAN diberi label hijau oleh bagian Laboratorium Pengujian dan
dibuat bon penerimaan bahan baku ( BPBB ) dan bon penerimaan bahan
kemas ( BPBK ). Apabila sudah dinyatakan lulus, surat jalan ditanda tangani
untuk penagihan pembayaran. Surat jalan tersebut di serahkan kepada bagian
Pembelian sebagai data stok barang. Untuk bahan baku betalaktam penerimaan
dilakukan dalam gudang tersendiri yang terdapat di dalam area Beta Laktam.
Pada HPL terdapat jadwal uji ulang barang yang disimpan.
Pemeriksaan ulang bahan aktif dilakukan setiap 1 tahun sekali, sedangkan
untuk bahan tambahan di lakukan 2 tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan ulang
menyatakan barang tersebut sudah tidak memenuhi syarat lagi, maka barang
tersebut diberi label DITOLAK kemudian dimusnahkan.
b. Penyimpanan.
Ruangan penyimpanan terbagi atas 4 ruang, di sesuaikan dengan sifat
dan jenisnya untuk menjaga stabilitas barang digudang penyimpanan, yaitu :
a. Ruang A
Terbagi atas 4 bagian, yaitu ; ruang penerimaan bahan baku, ruang
karantina bahan baku, produk jadi dan ekspedisi serta ruang sampling
bahan baku. Ruang sampling bahan baku merupakan zona abu – abu dan
berada di bawah tanggung jawab Laboratorium Pengujian. Suhu ruang A
ini diatur tidak lebih dari 30ºC dan kelembaban ( Rh ) maksimal 75 %
pengkondisian ruangan ini di lakukan hanya saat jam kerja.

b. Ruang B
Merupakan gudang penyimpanan bahan baku ( umumnya untuk bahan
– bahan pembantu ). Suhu ruang ini di monitor tidak boleh lebih dari 30 ºC
dan kelembaban maksimal 75 % ± 5%. Pengkondisian ruangan ini
dilakukan hanya pada saat jam kerja.
c. Ruang C.
Merupakan ruang penyimpanan bahan pengemas primer (misal :
alumunium foil). Suhu ruang ini di monitor maksimal 25 ºC dan
kelembaban maksimal 70 % ± 5 %, dikondisikan selama 24 jam.
d. Ruang D.
Merupakan ruang penyimpanan bahan baku, terutama bahan aktif.
Suhu ruangan maksimal 25 ºC dan kelembaban maksimal 70 % ± 5 %,
dikondisikan selama 24 jam. Ruangan ini dibagi 4 bagian, yaitu :
• Untuk bahan aktif produk lisensi.
• Untuk bahan baku non lisensi.
• Bagian ruang bersuhu kurang dari 8-15 ºC ( cool storage ). Untuk
penyimpanan bahan aktif seperti dopamine HCL, ekstra kental
saga, ekstra pekat sirih, dll.
• Untuk penyimpanan bahan baku yang masih dalam status KIP jika
memang perlu kondisi penyimpanan khusus, bagian ini di batasi
dengan garis kuning pada lantai. Untuk produksi yang reject di
dalam area di batasi garis merah.
Sistem penyimpanan yang digunakan dalam rak bawah merupakan
bahan – bahan yang sering di pakai, dan rak atas merupakan bahan – bahan
yang jarang di pakai, bahan dalam wadah ukuran kecil disimpan dalam lemari.
Pengontrolan suhu dan kelembaban gudang dilakukan 2x sehari, yaitu pada
pukul 09.00 pagi dan 14.00 siang. Pemeriksaan kebersihan gudang dilakukan
1x seminggu, seperti, ventilasi, atap, lantai dan dinding, serta melindungi
bahan dari gangguan binatang, di lakukan pest control setiap 2 minggu sekali
oleh pihak ketiga. Untuk barang – barang yang mudah terbakar seperti aseton
dan alcohol disimpan dalam gudang terpisah dengan gudang terpisah dengan
gudang lain “gudang api“.
c. Pengeluaran
Pengeluaran bahan baku dari penyimpanan melalui penimbangan
sentral ( PS ) berdasarkan pada SPK dari PPPI kepada bagian produksi.
Selanjutnya bagian PS akan mengeluarkan BPBB ke bagian penyimpanan.
Bagian penyimpanan akan mengeluarkan barang sesuai dengan permintaan
tersebut. System pengeluaran di bagian penyimpanan menggunakan system
FIFO ( First in First out ) dengan melihat nomor hasil pemeriksaan
laboratorium dan system FEFO ( First expire First out ) untuk barang yang
kadaluarsanya sangat pendek. Pengeluaran bahan pengemas dari gudang
kemasan berdasarkan BPBP ( Bon Permintaan Bahan Pengemasan ) yang
diserahkan oleh bagian produksi yang membutuhkan.
Bagian penyimpanan berkoordinasi dengan bagian PPPI, setiap akhir
bulan dilakukan stock opname barang yang dapat di lihat dari kartu stok
bagian penyimpanan. Jika terjadi kekeliruan karena penulisan atau kesalahan
apapun, maka harus dibuat berita acara.
d. Penimbangan Sentral.
Penimbangan sentral dipimpin oleh Supervisor Penimbangan Sentral (
PS ). Setelah SPK di keluarkan oleh PPPI kepada bagian produksi, maka
bagian produksi akan meminta bahan baku yang dibutuhkan kepada PS dengan
menyerahkan rencana produksi dan bahan baku, Catatan Pengolahan Batch (
CPB ) dan bon permintaan bahan baku ( BPBB ). Kemudian PS akan
mengeluarkan bon permintaan bahan baku intern ( BPBI ) pada gudang bahan
baku. Bila persediaan barang yang akan digunakan tidak tersedia atau tidak
cukup maka gudang bahan baku akan mengeluarkan barang permintaan.
PS memiliki 4 ruang penimbangan yaitu ruang 1, 2, 3 dan 4. ruang 1
digunakan untuk penimbangan zat aktif golongan narkotika. Ruang 4
digunakan untuk penimbangan cairan dan gula dalam jumlah yang besar.
Ruang 2 dan 3 digunakan untuk menimbang bahan baku lainnya.

3.3. Bagian Produksi


Bagian produksi PT. Kimia Farma ( Persero ) Tbk. Plant Jakarta
dipimpin oleh seorang Manager yang membawahi 5 ( Lima ) bagian yang
masing – masing dipimpin oleh seorang Asisten Manager yaitu Bagian
Formulasi I, Formulasi II, Formulasi III, Beta laktam dan Bagian Pengemasan.
1. Bagian Formulasi I dan Narkotika.
Bagian formulasi I dipimpin oleh seorang Asisten Manager yang
membawahi 3 Supervisor yaitu Supervisor Granulagsi, Pencetakan dan
Penyalutan. Alur proses produksi diawali dari bagian PPPI mengeluarkan
SPK ( Surat Perintah Kerja ) kepada Bagian Formulasi I untuk melakukan
produksi kemudian Bagian Formulasi I akan meminta bahan baku ke
Penimbangan Sentral dengan menyertakan rencana produksi dan
penimbangan bahan baku, Catatan Pengolahan Batch ( CPB ) yang
dilampirkan dengan Berita Acara Produksi ( BAP ), Man Hour dan Machine
Hour dan Bon Penyerahan Bahan Baku ( BPBB ). Bahan baku yang telah
diterima dari Penimbangan Sentral akan dilanjutkan dengan proses
pencampuran.
Proses pembuatan tablet meliputi penimbangan bahan baku,
pencampuran dan pencetakan. Metode pembuatan tablet ada 3 macam yaitu
granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung. Pemilihan metode
tergantung dari sifat zat aktif yang akan dibuat tablet.
a. Granulasi Basah
Proses ini diawali dengan pembuatan larutan pengikat terlebih
dahulu. Bahan aktif, bahan pengisi dan bahan penghancur dicampur
sampai homogen, kemudian ditambahkan larutan pengikat dalam super
mixer Diosna. Masa yang didapat dilakukan pengayakan basah
kemudian dikeringkan dalam ruang pengering ( dehumidifier ) kurang
lebih satu malam granul yang telah kering tersebut dilakukan
pengayakan kering, kemudian dilakukan final mixing dengan
menambahkan bahan pelicin didalam V-mixer selama 5 menit. Massa
yang dihasilkan kemudian dikirim ke KIP untuk diperiksa LOD nya (
bon I ), apabila memenuhi syarat, bagian KIP akan menyerahkan Bon
II, kemudian massa dicetak dan dilakukan pemeriksaan meliputi bobot
tablet setiap 30 menit. Setelah proses pencetakan selesai kemudian
produk dikirim ke KIP sebagai produk ruahan disertakan Bon III dan
akan diperiksa meliputi bobot tablet, diameter tablet, waktu hancur,
kekerasan dan uji disolusi. Apabila lulus maka produk diserahkan
kebagian pengemasan di sertakan Bon IV dan siap untuk dikemas.
b. Granulasi Kering.
Proses granulasi kering dilakukan dengan mengayak semua
bahan kemudian dilakukan pencampuran dengan alat V-mixer, setelah
itu dilakukan slugging dengan mesin roller compactor kemudian slug
dihancurkan dan diayak menjadi granul. Ukuran granul sesuai dengan
ukuran mesh pada mesin pengayak. Granul yang dihasilkan
ditambahkan dengan fase luar dan dicampur dalam V-mixer selama
lima menit. Massa yang telah terbentuk dikirim ke KIP untuk
dilakukan pemeriksaan LOD granul, apabila diluluskan dilanjutkan ke
proses pencetakan. Produk yang telah dicetak dikirim lagi ke KIP
untuk diperiksa meliputi bobot tablet, diameter tablet, waktu hancur,
kekerasan dan uji disolusi. Apabila lulus maka produk diserahkan
kebagian pengemasan untuk dikemas.
c. Cetak Langsung.
Proses pembuatan tablet dengan metode cetak langsung diawali
dengan proses pencampuran semua bahan pembantu, kemudian
ditambahkan bahan aktif dan dilakukan pencampuaran dengan V-
mixer. Massa yang dihasilkan dikirim ke KIP untuk diperiksa besarnya
LOD di Laboratorium, setelah dinyatakan lulus kemudian dilakukan
pencetakan. Produk ruahan hasil pencetakan dikirim lagi ke KIP untuk
diperiksa meliputi bobot tablet, diameter tablet, waktu hancur,
kekerasan dan uji disolusi. Apabila lulus maka produk diserahkan
kebagian pengemasan untuk dikemas. Pada beberapa sediaan tablet
dilakukan proses penyalutan. Tablet salut yang diproduksi oleh PT.
Kimia Farma (Pesero) Tbk. Plant Jakarta ada 2 jenis yaitu: Tablet salut
gula dan tablet selaput film. Keutungan dari tablet salut antara lain:
a. memperbaiki mutu estetika produk
b. Menutup rasa dan bau yang tidak enak.
c. Memungkinkan produk yang lebih mudah ditelan oleh penderita
d. Melindungi obat dan in aktivitas atau kerusakan oleh asam
lambung.
e. Memudahkan penanganan terutama pada pengemasan.
f. Meningkatkan stabilitas produk.
g. Memodifikasi pelepasan zat aktif.
Macam – macam tablet salut antara lain :
a. tablet salut gula.
Proses pembuatan tablet salut gula adalah tablet yang akan
disalut dilakukan proteksi ( Protecting ) dengan melakukan larutan
shellac atau polimer organik, hal ini bertujuan untuk melindungi
tablet inti terhadap pengaruh bahan penyalut yang digunakan dalam
penyalutan.
Tablet yang telah diproteksi kemudian diberi bentuk dan
penambahan bobot dengan proses sub coating yaitu melapisi tablet
yang akan disalut untuk mencegah masuknya air kedalam inti
tablet, kemudian dikeringkan selama semalam. Coating merupakan
pelapisan yang dilakukan setelah inti tablet tertutup sampai tablet
inti tidak tampak lagi, setelah proses ini juga dilakukan
pengeringan selama semalam. Setelah tablet selesai di Coating,
proses selanjutnya adalah smoothing untuk membersihkan sisa
Coating yang menempel pada tablet. Setelah smoothing selesai
maka dilakukan pemberian warna ( Coloring ) yang juga
merupakan salah satu identitas tablet tersebut, setelah pewarnaan
selesai dan sempurna langkah selanjutnya adalah polishing.
b. Salut Selaput Film
Proses yang dilakukan dalam proses penyalutan film adalah
tahap pertama pelarutan bahan salut film kemudian dimasukkan
kedalam alat penyemprot Accelacota. Penyalutan dilakukan
terhadap tablet yang bergerak berputar, sampai semua bahan
penyalut habis. Seleksi juga dilakukan pada tablet selaput namun
tidak ada proses printing.
Selanjutnya ruahan tersebut dikirim keKIP, kemudian
disampling oleh IPC untuk dilakukan pemeriksaan oleh
Laboratorium Pengujian. Bila hasilnya diluluskan dapat dilanjutkan
untuk dikemas.
d. Narkotika
PT. Kimia Farma ( Persero ) Tbk. Plant Jakarta diberi hak
khusus untuk memproduksi obat-obatan narkotika dan psikotropika.
Berdasarkan Kep Men kes RI No. HK 00.65.6.01986 tanggal 26 juni
1994 tentang penunjukan PT. Kimia Farma ( Persero) Tbk. Sebagai
perusahaan yang diberi izin untuk melaksanakan produksi dan
distribusi narkotika di Indonesia. Kep Men Kes RI No. 199/Men
Kes/SK/III/1996 tentang penunjukkan PBF PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk. Depot sentral sebagai importir tunggal narkotika di Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, pemesanan narkotika dengan tujuan
pendistribusian ke apotek-apotek seluruh Indonesia hanya bisa lewat
PBF PT.Kimia Farma ( Persero ) Tbk. Jakarta.
Berbeda sedikit dengan alur proses produksi lainnya, untuk obat
golongan narkotika terdapat perlakukan khusus. Mulai dari pembelian
bahan baku oleh bagian impor harus mendapatka izin dari BPOM
mengenai jumlah dan jenisnya berdasarkan kuota tiap tahun untuk
Indonesia.
Tugas penanggung jawaban narkotika adalah menerima dan
menyimpan bahan baku narkotika dalam gudang tersendiri kemudian
dilakukan pemeriksaan, jika lulus bahan baku siap dipakai. Bagian
produksi akan menyerahkan BPBB dan CPB kePenimbangan Sentral
jika SPK telah dikeluarkan oleh PPPI. Proses selanjutnya sama dengan
produk lainnya dan pada setiap tahap produksi dibuatkan berita acara
yang dilaporkan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Pengiriman produk jadi ke Unit Logistik Sentral dilakukan oleh
Penanggung Jawab Narkotika dan atau Asisten Apoteker Penanggung
Jawab Gudang Narkotik.
Bagian Pengemasan memilki tempat khusus yang digunakan
untuk pengemasan produk narkotika. Gudang narkotika maupun
ruangan karantina dipisahkan dengan gudang lain dengan perlindungan
khusus seperti tertutup rapat tanpa jendela, atap bertralis dan memilki
dua lapis pintu besi dengan kunci yang berbeda.
2. Bagian Formulasi II
Bagian Formulasi II dipimpin oleh Asisten Manajer dan membawahi
beberapa Supervisor yaitu Supervisor Cairan, Supervisor Krim.
a. Produksi Cairan
Alur produksi cairan dimulai dari diturunkannya SPK oleh
PPPI kepada Bagian Formulasi II. Selanjutnya Bagian Formulasi II
akan menyerahkan CPB (Catatan Pengolahan Batch) dan BPBB
kepada Penimbangan Sentral. Bahan baku yang telah ditimbang
dilarutkan dan dicampur dalam suatu tangki, setelah homogen cairan
dimasukkan dalam Colloid Mill untuk menghaluskan partikel-partikel.
Campuran yang dihasilkan disaring dengan saringan yang berukuran
200 mesh. Untuk cairan dalam bentuk suspensi, proses selanjutnya
adalah pencampuran dengan suspending agent CMC Na. Massa yang
terbentuk dikirim ke ruang karantina dan melewati proses pemeriksaan
pH, viskositas dan kadar zat aktif oleh Laboratorium Pengujian.
Setelah laboratorium menyatakan lulus (ditandai dengan menempelkan
label berwarna hijau), bagian formulasi II akan mengajukan BPBK
(Bon Permintaan Bahan Kemas) untuk dilakukannya pengemasan
primer atau sering disebut juga pengisian massa dalam botol. Massa
yang telah dimasukkan kedalam botol, kemudian dikirim keruang
karantina sebagai produk ruahan. Setelah Laboratorium Pengujian
menyatakan lulus, produk tersebut dikirim kebagian pengemasan untuk
segera dikemas.
b. Produksi Krim
Alur produksi cairan dimulai dari diturunkannya SPK oleh
PPIC kepada Bagian Formulasi II. Selanjutnya Bagian Formulasi II
akan menyerahkan CPB dan BPBB kepada Penimbangan Sentral.
Proses produksi dimulai dengan pembuatan basis krim dengan
cara melarutkan fase air dan fase minyak sebagai bahan dasar.
Pembuatan basis krim dilakukan dengan peleburan untuk fase minyak
dan pelarutan untuk fase cair (dengan menggunakan heating tank),
kemudian masing-masing fase disaring dengan nilon berukuran 200
mesh. Selanjutnya fase air dicampur dengan fase minyak dalam
Planetary Mixer Miralles, sampai homogen. Campuran yang
dihasilkan didinginkan sampai suhunya 30-35º C dan dilakukan
penimbangan. Selanjutnya dilakukan pencampuran basis krim dengan
bahan aktif, untuk membentuk massa krim. Massa krim yang diperoleh
ditimbang dan dikirim ke ruang karantina. Selanjutnya Laboratorium
Pengujian akan melakukan pemeriksaan homogenitas, pH, viskositas
dan kadar zat aktif. Setelah Laboratorium menyatakan lulus, Bagian
Formulasi II akan mengajukan BPBK untuk melakukan pengemasan
primer terhadap massa krim tersebut. Massa krim yang telah
dimasukkan dalam tube dikirim ke ruang karantina sebagai produk
ruahan, dan mengalami pemeriksaan oleh Laboratorium Pengujian
untuk selanjutnya dikirim kebagian pengemasan.
c. Pengolahan Air Produksi
Bagian Formulasi II juga bertanggung jawab terhadap proses
pengolahan air yang digunakan untuk produksi Bagian Formulasi I,
Formulasi II dan Formulasi III. Air yang dihasilkan digunakan untuk
pembuatan sediaan cair, sediaan injeksi, sediaan tablet dan pencucian
wadah seperti botol, tutup botol dan ampul.
Proses pengolahan dimulai dari air yang berasal dari PAM yang
dilewatkan ke dalam karbon filter sebanyak 2 kali. Kemudian pompa
akan mendistribusikan cairan ke filter yang berlapis-lapis mulai ukuran
30 µm, 10 µm dan 5 µm. Selanjutnya hasil penyaringan dimasukkan ke
dalam membran Reverse Osmose System (RO). Sistem tersebut akan
mendistribusikan air kedalam empat bagian antara lain :
1. Bagian pertama, air akan masuk kedalam tangki-tangki
penampungan yang berkapasitas 5000 L, ait tersebut akan
digunakan untuk pembuatan sediaan krim dan mencuci
botol.
2. Bagian kedua, air akan disaring dengan filter yang
berukuran 1,5 µm dan 0,45 µm yang kemudian
digunakan untuk mencuci ampul.
3. Bagian ketiga, air akan disaring dalam filter yang
berukuran 1 µm dan 0,2 µm yang kemudian digunakan
untuk pembuatan sediaan cairan tablet.
4. Bagian keempat, air akan dialirkan ke tangki unit
destilasi kemudian dicatridge filter 2,5 µm dan 0,2 µm
untuk proses pembuatan sediaan injeksi pada Formulasi
III.
3. Bagian Formulasi III
Bagian Formulasi III dipimpin oleh seorang Asisten Manajer yang
membawahi Supervisor Injeksi, Supervisor Sirup Kering dan Supervisor
Kapsul. Bagian ini memproduksi injeksi, sirup kering dan kapsul.
a. Pembuatan Injeksi.
Bagian PPPI mengeluarkan SPK kepada Bagian Formulasi II untuk
melakukan produksi. Bagian formulasi II menyerahkan Catatan
Pengolahan Batch dan Bon Permintaan Bahan Baku kepada Penimbangan
Sentral, setelah bahan baku diterima dari Penimbangan Sentral kemudian
dilakukan proses pelarutan. Setelah dilakukan pelarutan kemudian
ditambahkan aqua pro injeksi sampai volume tertentu dan dilakukan
pengukuran pH massa injeksi kemudian massa dikirim ke KIP untuk
dilakukan pemeriksaan meliputi bentuk, warna, pH dan kejernihan larutan,
apabila diluluskan kemudian dilakukan penyaringan dengan filter ukuran
1,2 µ dan 0,45 µ kemudian dilakukan proses pengisian didalam ampul.
Ampul dicuci dengan air Reverse Osmosis Sistem yang telah disaring
menggunakan filter berukuran 1,5 µ dan 0,45 µ dan dikeringkan
menggunakan Hot Air Sterilizer pada suhu 170 ºC selama 1 jam, kemudian
dilanjutkan proses pengisian. Ampul yang telah diisi disterilkan dalam
double door autoclave pada suhu 110 ºC selama 30 menit, kemudian
dilakukan tes kebocoran menggunakan otoklaf selama 30 menit,
dilanjutkan proses seleksi secara visual untuk memeriksa adanya partikel
asing dengan menggunakan bantuan lampu TL. Produk yang diluluskan
masuk ke Karantina In Proses sebagai produk ruahan, jika hasil telah
memenuhi persyaratan dilanjutkan proses pengemasan.
Proses sediaan injeksi dilakukan dalam ruangan steril yang berkaca
tembus pandang untuk memudahkan pengawasan dari luar ruangan.
Tekanan udara di dalam ruangan steril lebih tinggi dari pada di koridor
untuk menghindari kontaminasi/pencemaran yang masuk ke ruang
produksi. Pegawai yang masuk ke ruang steril harus melewati tiga pintu
dan jumlah orang yang berada di ruang steril terbatas untuk empat orang,
hal ini dilakukan untuk menghindari pencemaran ruangan. Pemeriksaan
ruang steril dilakukan setiap satu bulan oleh bagian pengujian.
Upaya pemeliharaan ruang steril dilakukan setiap hari dengan
membersihkan semua ruang steril dengan alkohol, apabila pada saat proses
pemeriksaan ruangan tidak memenuhi syarat maka dilakuakan fumigasi
dengan sublimasi paraformaldehid didiamkan selama 24 jam, kemudian
asap dikeluarkan dan untuk membersihkan sisa paraformaldehid digunakan
amoniak 5% dan dilakukan pembersihan dengan aqua pro injeksi
kemudian dilap dengan alkohol 70%.
b. Produksi kapsul
Bagian PPPI mengeluarkan SPK kepada Bagian Formulasi III untuk
melakukan produksi. Bagian Formulasi III menyerahkan Catatan
Pengolahan Batch dan Bon Permintaan Bahan Baku kepada Penimbangan
Sentral, setelah bahan baku diterima dari penimbangan sentral kemudian
dilakukan proses pencampuran, sebelum dicampur dilakukan proses
pengayakan terlebih dahulu dengan Vibrating sieve mesh 35. Zat aktif dan
zat tambahan dimasukkan ke dalam alat pencampur V-mixer selama 15
menit, kemudian ditambahkan fase luar dan dilakukan pencampuran
kembali dengan V-mixer selama 5 menit. Massa kapsul dikirim ke
Karantina In Proses untuk dilakukan pemeriksaan LOD, jika dinyatakan
memenuhi syarat dilanjutkan proses pengisian kapsul dengan mesin
Macofar atau MG 2. Setelah selesai pengisian produk, dilakukan proses
polishing dan seleksi kapsul kemudian dikirim ke Karantina In Proses
untuk dilakukan pemeriksaan, jika diluluskan dilanjutkan ke proses
pengemasan.
c. Pembuatan Sirup Kering
Bahan baku yang diterima dari Penimbangan Sentral diperiksa
kesesuaiannya dengan CPB (Catatan Pengolahan Batch) dan BAP (Berita
Acara Produksi) jika sesuai bahan dicampur dalam mortir porselin sampai
homogen, dilakukan pengayakan dengan mesh 30 dilanjutkan
pencampuran lagi dengan intensive mixer, selanjutnya pencampuran akhir
dengan V-mixer, kemudian massa dikirim ke Karantina In Proses setelah
dinyatakan lulus kemudian dilakukan pengisian kedalam botol yang telah
dicuci dan dikeringkan dilemari pengering.
Selama proses dilakukan pemeriksaan keseragaman bobot dan
kekerasan perekatan tutup botol dengan alat Torque meter setiap 30 menit
yang bertujuan untuk mencetak kestabilan mesin. Produk yang telah
selesai pengisian dikirim kembali ke Karantina In Proses untuk dilakukan
pemeriksaan dan setelah dinyatakan memenuhi syarat, dilanjutkan ke
proses pengemasan.
4. Bagian Pengemasan
Bagian pengemasan dipimpin oleh Asisten Manajer dan dibawahi oleh 6
supervisor yaitu Supervisor Karantina In Proses, Supervisor Pengemasan Primer
I (solid), Supervisor Pengemasan Primer II (semi solid/cairan), Supervisor
Penandaan, Supervisor Pengemasan Sekunder I (solid), Supervisor Pengemasan
Sekunder II (semi solid dan cairan). Bagian pengemasan pengemasan akan
mulai bekerja setelah produk ruahan telah lulus dari Karantina In Proses. Semua
produk ruahan dikemas sesuai dengan bahan pengemas yang telah ditentukan.
Proses pengemasan ada dua macam yaitu Pengemasan Primer dan
Pengemasan Sekunder. Tahap awal dan proses pengemasan primer yang
dilakukan di zona abu-abu adalah stipping, blistering, labelling dan pengisian
(counting) ke dalam botol. Selanjutnya dilakukan tahap pengemasan sekunder di
Zona hitam yaitu pemberian etiket, sendok takar, printing nomor batch, printing
expired date pada kemasan dus atau box dan printing HET ( Harga Eceran
Tertinggi ) pada dus kemasan. Setelah pengemasan sekunder selesai kemudian
dilakukan pemeriksaan akhir atau finished pack analysis yang meliputi
pemeriksaan fisik pada produk jadi seperti : kesesuaian bahan pengemas dengan
obat (botol,blister,tube,ampul), kesesuaian jumlah obat dalam kemasan,
kelengkapan (etiket, sendok obat), pengamatan terhadap cacat yang ada,
kerapian kemasan dan pengepakan, kesesuaian berat bruto.
Uji kebocoran blister / strip dilakukan dengan menggunakan desikator
kemudian blister / strip dimasukkan kedalam desikator yang telah diisi air yang
telah diisi metylen blue sebagai indikator, kemudian divakumkan. Tekanan pada
desikator dikurangi, sehingga terdapat kebocoran pada wadah akan terlihat
gelembung udara dan tablet akan berwarna biru karena metylen blue. Jika terjadi
kebocoran, maka mesin dihentikan dulu dan dapat di operasikan kembali setelah
dilakukan perbaikan.
5. Bagian Betalaktam
Bagian Betalaktam yang merupakan bagian produksi yang khusus
memproduksi antibiotik golongan betalaktam yaiti Ampisillin dan Amoxicillin.
Lokasi pembuatan atau produksi golongan betalaktam terpisah dari bagian
formulasi lain karena golongan Betalaktam bersifat kontaminan terhadap produk
lain yang akan membahayakan bagi konsumen atau pasien, yaitu berupa reaksi
alergi bagi orang yang peka terhadap golongan Betalaktam.
Bahan aktif golongan Betalaktam disimpan di gudang penyimpanan
Betalaktam, namun admistrasinya terpusat pada bagian penyimpanan. Bahan
pembantu disimpan di gudang penyimpanan non Betalaktam. Penimbangan
bahan pembantu di penimbangan sentral produksi non Betalaktam.
Setiap karyawan yang masuk ataupun yang keluar dari Betalaktam harus
melewati ruang antara yang dilengkapi oleh sistem Air Shower untuk
menghilangkan partikel-partikel yang menempel pada pakaian kerja, setelah
selesai atau keluar dari ruangan produksi Betalaktam diharuskan mandi lebih
dahulu.
Produk golongan Betalaktam yang diproduksi antara lain : Ampicillin
sirup kering, Ampicillin 25 mg tablet, Ampisillin 250 mg tablet, Ampicillin 500
mg tablet, Amoxicillin sirup kering, Amoxicillin 250 mg kapsul, Amoxicillin
500 mg kaplet, Kimoxil 500 mg kapsul branded.
a. Pembuatan tablet
Alur pembuatan tablet dengan granulasi kering adalah bahan-bahan
yang diperlukan ditimbang di Penimbangan Sentral kemudian dicampur
hingga homogen didalam Bin Tumbling Mixer. Massa tablet yang
terbentuk (Ampicillin) dislugging 1-2 kali hingga diperoleh granul yang
kompak dengan mesin Roller Compactor. Proses berikutnya adalah
pengayakan dengan menggunakan alat oscilating granulating dengan mesh
tertentu. Granul ditimbang dan dicampurkan dengan fase luarnya dengan
mesin. Massa tablet disimpan di Karantina In Proses dan dilakukan
pemeriksaan Bin Tumbling Mixer LOD.
Bila diluluskan, massa tablet dikirim ke pencetakan tablet. Setelah
pencetakan, produk ruahan yang jadi akan kembali ke Karantina In Proses
untuk dilakukan pengujian meliputi kadar zat aktif, waktu hancur, disolusi,
kekerasan dan sebagainya.
Alur pembuatan tablet cetak langsung adalah bahan baku yang telah
dicampur hingga homogen dengan mesin Diosna. Massa tablet dikirim ke
Karantina In Proses untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dan apabila
diluluskan massa tablet dikirim ke pencetakan. Selanjutnya dilakukan
pencetakan dengan mesin Rotary Tablet Press. Produk ruahan yang telah
jadi dikirim ke Karantina In Proses untuk dilakukan pengujian. Jika
memenuhi syarat, produk ruahan dapat dilanjutkan keproses pengemasan.
b. Pembuatan Sirup Kering
Sirup kering Betalaktan memproduksi dua jenis sediaan yaitu
Ampicillin sirup kering dan Amoxicillin sirup kering, PPPI memberikan
Surat Perintah Kerja (SPK) kepada bagian Betalaktam untuk
memproduksi. Bagian Betalaktam menyerahkan Catatan Pengolahan Batch
(CPB) kepada Supervisor Proses Sirup Kering. Supervisor Sirup Kering
menyerahkan Bon Permintaan Bahan Baku (BPBB) dan CPB ke
Penimbangan Sentral.
Selanjutnya bahan baku diserahkan kepada operator pencampuran
kemudian dilakukan pencampuran dengan alat Diosna dan V-mixer selama
15 menit dan ditambahkan bahan pelicin. Massa sirup kering dikirim ke
Karantina In Proses untuk diperiksa oleh Bagian Laboratorium Pengujian.
Massa sirup kering yang telah lulus dari pemeriksaan Laboratorium,
kemudian dikirim ke maklooner untuk dilakukan pengisian sampai dengan
pengemasannya.
c. Pembuatan kapsul
Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi (PP Produksi)
memberikan SPK kepada bagian Betalaktam untuk produksi. Bagian
Betalaktam menyerahkan Catatan Pengolahan Batch (CPB) kepada
Supervisor Proses Kapsul. Supervisor ini menyerahkan Bon Permintaan
Bahan baku (BPBB) dan CPB kepada Penimbangan Sentral.
Bahan baku dari Penimbangan Sentral diserahkan kepada operator
pencampuran untuk dilakukan pencampuran. Proses selanjutnya adalah
proses pencampuran dengan menggunakan mesin Bin Tumbling hingga
homogen. Massa yang terbentuk bila perlu diayak dengan alat Oscilating
Granulating dan disimpan di ruang Karantina In Proses untuk dilakukan
pengujian oleh petugas laboratorium.
Proses selanjutnya yaitu pengisian massa kapsul ke dalam kapsul,
jika massa telah memenuhi syarat dan telah diluluskan. Lalu dilakukan
proses Polishing dan seleksi kapsul kemudian dikirim ke Karantina In
Proses untuk dilakukan pemeriksaan, jika diluluskan dilanjutkan keproses
pengemasan.
d. Proses pengemasan
Seksi pengemasan Betalaktam bertugas mengemas semua produk
yang dihasilkan oleh bagian Betalaktam. Proses pengemasan dimulai saat
produk ruahan dinyatakan lulus pemeriksaan laboratorium. Produk ruahan
dilakukan pengemasan primer di zona abu-abu dan pengemasan sekunder
di zona hitam.
Pada sediaan tablet atau kapsul, produk ruahan dilakukan
pengemasan primer dengan cara stripping kemudian diserahkan kepada
Pengemasan Sekunder. Setelah Pengemasan Skunder dikirim ke gudang
penyimpanan produk jadi dengan disertai BPPJ ( Bon Penyerahan Produk
Jadi) setelah lulus finished pack analysis.
3.4. Bagian Pengelolaan Mutu dan Validasi
1. Bagian Pengelolaan Mutu
Pengelolaan mutu dikepalai oleh manajer pengelolaan mutu yang
membawahi tiga bagian, yatu Bagian Teknologi Formulasi, Bagian Pemastian
Mutu dan Bagian Laboratorium Pengujian.
a. Teknologi Formulasi
Bagian ini dikepalai oleh seorang Asisten Manajer yang membawahi
tiga Supervisor, yaitu Supervisor Evaluasi Formula, Supervisor Evaluasi
Bahan Kemas, Supervisor Penanganan Produk Baru. Supervisor Evaluasi
Formulasi bertugas melakukan kegiatan perbaikan evaluasi formula produk
dan membuat rancangan formula di CPB, evaluasi perbaikan sistem dan
prosedur pada proses produksi, dan evaluasi efisiensi bahan baku. Selain itu
Supervisor Evaluasi Formula juga membuat laporan evaluasi formula dan
pembinaan sumber daya manusia di lingkungan evaluasi formula.
Supervisor Evaluasi Bahan Kemas bertugas melakukan kegiatan
evaluasi perbaikan komposisis bahan pengemas dan membuat rancangan
formula di CPsB, evaluasi perbaikan sistem dan prosedur pada proses
pengemasan, memeriksa art work dan contoh cetak serta membuat laporan
pemeriksaan. Supervisor Evaluasi Bahan Kemas juga bertugas melakukan
pembinaan SDM dilingkungan evaluasi formula.
Supervisor Penangan Produk Baru mempersiapkan produk yang akan
dipasarkan mulai diterimanya Nomor Registrasi dari Riset dan
pengembangan sampai produk siap diproduksi dan dikemas. Kegiatan
Supervisor Penangan Produk Baru meliputi, melakukan evaluasi formula dan
desain produk baru melakukan kegiatan trial skala produksi serta trial
pengemasan produk dan membuat CPB dan CPsB produk baru. Supervisor
Penanganan Produk Baru juga melakukan evaluasi kesiapan mesin untuk
proses produksi dan proses pengemasan produk baru serta melakukan
pembinaan SDM di lingkungan penangan produk baru.
b. Pemastian Mutu
Terdiri dari Supervisor Penanganan Regulasi, Supervisor Monitoring
Stabilitas,Supervisor Penanganan Dokumen Produk dan Contoh Pertinggal
dan Supervisor Kalibrasi Instrumen Laboratorium.
Supervisor Penanganan Regulasi bertugas memonitoring dan
mengumpulkan peraturan-peraturan baru di bidang kefarmasian, melakukan
kegiatan perpustakaan, menangani keluhan pelanggan dan memonitoring
serta melaksanakan kegiatan pencatatan Non Confirming Product (NCP).
Supervisor Monitoring Stabilitas mengawasi dan melaksanakan
kegiatan monitoring stabilitas, administrasi, pencatatan dan pembuatan
laporan monitoring stabilitas produk jadi. Penetapan kadaluarsa produk
dilakukan oleh bagian Riset Pengembangan di Bandung.
Supervisor Penanganan Dokumen Produksi dan Contoh Pertinggal,
prtugas mengawasi pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, penyusunan dan
penggabungan dokumen produk (CPB dan CPsB). Bagian ini juga
mengawasi kegiatan administrasi dan penyimpanan dokumen produksi dan
contoh pertinggal serta mengawasi pelaksanaan kegiatan pengambilan dan
penyimpanan contoh pertinggal.
Dokumen produksi dan contoh pertinggal disimpan selama 5 tahun.
Contoh pertinggal disimpan pada tempat yang memiliki suhu dan
kelembaban yang kurang lebih sama dengan keadaan dipasaran yaitu pada
suhu kamar. Untuk contoh pertinggal narkotika disimpan pada lemari
khusus. Banyaknya contoh pertinggal minimal cukup untuk dua kali
pemeriksaan lengkap. Contoh pertinggal mewakili alur proses setiap batch
atau lot produk. Selain sebagai dokumen, dokumen produksi dan contoh
pertinggal berfungsi pada saat melakukan investigasi terhadap adanya
keluhan pelanggan baik keluhan pelanggan terhadap jumlah maupun mutu.
Supervisor Kalibrasi Instrumen Laboratorium bertugas mengawasi dan
melaksanakan kalibrasi Instrumen Laboratorium, mengawasi dan
melaksanakan administrasi, pencatatan, perhitungan dan membuat laporan
hasil kalibrasi. Selain itu, bagian ini juga mengawasi dan memonitoring
jadwal kalibrasi serta menetapkan periode kalibrasi instrumen laboratorium
dan metode kalibrasinya.
c. Laboratorium Pengujian
Bagian Laboratorium Pengujian terdiri dari delapan Supervisor, yaitu
Supervisor Sampling Bahan Baku, Supervisor Pemeriksaan Bahan Baku,
Supervisor Pemeriksaan Bahan kemas, Supervisor Pemeriksaan Produk
Antara, Supervisor Pemeriksaan Mikrobiologi, Supervisor Pemeriksaan
Produk Jadi, Supervisor IPC Betalaktam dan Supervisor IPC Non
Betalaktam.
Supervisor Sampling Bahan Baku melakukan sampling dengan rumus
√n + 1 atau 1/2 √n + 1 atau melakukan sampling secara keseluruhan. Bahan
baku yang di sampling secara keseluruhan biasanya memiliki faktor kritis
yang bermasalah contohnya viskositas pada Na-CMC.
Supervisor Pemeriksaan Bahan Baku melakukan analisa berdasarkan
beberapa literatur yang mendukung data tersebut. Analisa tidak lengkap
biasanya dilakukan pada bahan baku yang berasal dari suplier yang sudah
dipercaya.
Supervisor pemeriksaan Bahan Kemas memeriksa kesesuaian bahan
kemas dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan secara fisik sesuai desain yang telah
ditetapkan.
Supervisor Pemeriksaan Produk Antara memeriksa kadar zat aktif dari
produk antara yang dihasilkan untuk dosis kurang dari 50 mg dilakukan
pemeriksaan keseragaman kandungan kadar. Sedangkan untuk produk
dengan dosis lebih dari 50 mg, dilakukan pemeriksaan LOD yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar.
Supervisor Pemeriksaan Mikrobiologi melakukan pengujian pada air,
bahan baku, uji sterilitas sediaan injeksi, produk ruahan sirup dan ruangan.
Uji mikrobiologi dilakukan untuk memastikan bahwa produk bebas dari
mikroorganisme pathogen dan jamur.
Supervisor Pemeriksaan Produk Jadi melakukan analisa lengkap
terhadap produk ruahan dan produk yang sudah jadi (Finished Goods)
meliputi pemeriksaan fisik dan kimia suatu produk (Pemeriksaan kebocoran,
waktu kadaluarsa, nomor batch, nomor registrasi, etiket).
Supervisor Pemeriksaan IPC Betalaktam dan Non Betalaktam,
melakukan pemeriksaan IPC pada semua produk, pada saat proses
pencetakan/pengisian.

2. Validasi
PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta memiliki suatu tim validasi
yang bertugas melakukan validasi seluruh komponen produksi, meliputi validasi
proses, validasi metode analisa, validasi pembersihan dan kualifikasi peralatan.
Validasi metode analisa merupakan tindakan pembuktian pada suatu
proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan
bahwa karakteristik kinerja sutu prosedur memenuhi persyaratan aplikasi
analitik yang dimaksudkan. Jenis prosedur analitik yang harus divalidasi pada
umumnya meliputi : uji kuantitatif (penetapan kadar atau potensi), uji kuantitatif
kandungan cemaran dan uji batas untuk mengetahui kandungan cemaran.
Parameter-parameter yang harus diukur dalam suatu penelitian validasi meliputi
:
a. Akurasi
b. Presisi
c. Ketegaran (robustness)
d. Linearitas
e. Rentang
f. Selektivitas (kespesifikan)
g. Batas deteksi
h. Batas kuantitas
Validasi pembersihan (Cleaning Validasi) merupakan suatu tindakan
pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa prosedur
pembersihan/sanitasi/higiene maupun menghilangkan kontaminan/ debu (bahan
aktif / tambahan, detergen, mikroba) dari mesin sehingga memenuhi spesifikasi
yang diharapkan.Validasi bertujuan untuk menjamin bahwa prosedur
pembersihan tidak mengubah kualitas (safety, identity, strength, quality, purity)
produk yang dibuat.
Kualifikasi peralatan adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendokumentasi seluruh kegiatan yang bertujuan untuk menjamin bahwa alat
yang dikualifikasi sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Kualifikasi
peralatan mencakup :Design Qualification (DQ), Installation Qualification (IQ),
Operational Qualification (OQ), dan Performance Qualification (PQ)

3.5. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan


PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant. Jakarta sebagai industri farmasi,
menjalankan kegiatan produksi berupaya agar sekecil mungkin menimbulkan
dampak pencemaran terhadap lingkungan dengan menerapkan CPOB.
Perwujudan upaya tersebut dengan adanya suatu unit pengolahan limbah yang
bertanggung jawab dalam sistem pengolahan limbah dan kesehatan lingkungan
yang dikenal dengan K3L. Tujuan K3L adalah untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, mencegah penyakit akibat kerja, mencegah penyakit akibat
hubungan kerja dan pengolahan lingkungan hidup. Sedangkan fungsi dari K3L
itu sendiri adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja mulai dari
karyawan tersebut berangkat, sampai tiba di tempat kerja, selama bekerja dan
sampai kembali kerumahnya.
1. Keselamatan Kerja
Program yang dilakukan K3L untuk keselamatan karyawan antara lain :
a. Pembuatan lembar data keselamatan karyawan, pembuatan petugas
P3K dan penyediaan kotak P3K ditempat kerja.
b. Pelatihan pemadam kebakaran satu kali seminggu setiap hari jumat,
tentang tata cara penggunaan hydrant dan pemadam kebakaran api
kecil.
c. Inspeksi tempat kerja yang dilakukan satu minggu dari satu bagian
kebagian yang lain. Meliputi : keselamatan tangga darurat, keselamatan
kimia, biologi, dan monitoring alat bantu dan gerak.
d. Pelatihan keselamatan kerja untuk karyawan baru dan lama tentang
keselamatan dan bahaya kerja yang dilakukan satu tahun sekali dan
materi disesuaikan pada masing-masing bagian.
e. Pemasangan tanda rambu Hollow Point tanggap darurat, yaitu tempat
untuk berkumpulnya karyawan bila terjadi bencana alam misalnya
gempa dan kebakaran.
f. Membuat tanda-tanda peringatan tentang keselamatan kerja ditempat-
tempat tertentu misalnya : tempat produksi Betalaktam dan Non
Betalaktam, bengkel, gudang, penimbangan sentral, dan lainnya.
g. Menyediakan alat pelindung diri bagi karyawan seperti : helm, google
(pelindung mata), up front (pelindung dada), ear muft atau ear plug
(untuk pelindung telinga), masker hidung, celana hernia (safety belt),
dan safety shoes.
h. Mengadakan pemeriksaan untuk karyawan tertentu, misalnya :
pemeriksaan audiometric 2 kali setahun (Juli dan Desember) terutama
bagi karyawan yang bekerja pada daerah dengan tingkatan kebisingan
yang tinggi, pemeriksaan mata 1 kali setahun, dan pemeriksaan urin
dan darah lengkap serta rontgen 1 kali setahun.
2. Pengelolaan Limbah
a. Pengolahan limbah PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta
PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta dalam
pengelolaan limbah mengacu pada undang-undang No.23 tahun 1997,
berusaha terus menerus melakukan upaya-upaya pengelolaan
lingkungan, terutama dalam pengelolaan limbah padat maupun cair.
Pembangunan 1 buah unit Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
yang telah memperoleh Izin Pembangunan Limbah Cair (IPLC) dari
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BPLHD). PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant jakarta juga melakukan
pembuangan limbah padat dan cair kategori B3, oleh karena itu PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta bekerjasama dengan pihak
ketiga dalam hal ini PT.PPLI Cileungsi Bogor dan PT. Dongwoo
Cikarang Bekasi dalam pemusnahannya.
Kegiatan kontrol terhadap baku mutu air buangan akhir dari
proses pengolahan air limbah, dilakukan pemantauan 2 kali seminggu
oleh laboratorium pengujian Plant Jakarta sesuai dengan parameter
wajib pantau untuk industri farmasi dan sebagai kontrol dilakukan
sampel air limbah ke BPLHD Jakarta setiap 3 bulan. Air keluar yang
masuk ke bak biokontrol tidak disalurkan keseluruh luar pabrik,
melainkan dimanfaatkan kembali untuk penyiraman tanaman.
b. Penggolongan limbah yang dihasilkan oleh PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk. Plant jakarta.
1) Limbah Padat
Limbah padat berasal dari beberapa bagian seperti obat
yang telah kadaluarsa, limbah hasil dari proses produksi seperti
produk gagal, debu dan kemasan. Limbah juga dapat berasal dari
laboratorium, seperti agar dan sample yang telah kadaluarsa, jika
kotoran dan sampah yang berasal dari kantin karyawan, sampah
dari kebun dan kertas dari kegiatan administrasi dan perkantoran.
Limbah hasil produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant
jakarta. Bekerjas dengan PT. Persada Pemusnah Limbah Industri
(PPLI) di Cileungsi Bogor untuk pengolahannya. Limbah sisa
media agar di sterilisasi pada suhu 121ºC dengan autoclave lalu
dikubur. Limbah dari kotoran dapur dan sampah kebun diolah
dengan bekerjasama dengan Pemda DKI, sedangkan kertas-kertas
bekas didaur ulang dan bekerjasama dengan pabrik di Bekasi.
2). Limbah Cair.
Limbah cair dapat berasal dari kegiatan produksi, yaitu :
a. Kegiatan produksi : pencucian mesin, alat-alat produksi,
pencucian kemasan, sanitasi ruangan, sanitasi karyawan
produksi.
b. Kegiatan laboratorium : pencucian alat, sanitasi ruangan,
sanitasi karyawan, limbah cair sisa pemeriksaan, pelarut sisa
reagen.
c. Kegiatan sarana penunjang : oli bekas mesin, solar bekas cucian
alat/mesin yang diperbaiki.
d. Kegiatan sanitasi pabrik/kantor.
Limbah cair dikelola dengan maksud untuk mengurangi
substansi-substansi pencemaran sebelum limbah dibuang ke dalam
badan air. Limbah cair diolah sendiri IPAL, sedangkan nyang
termasuk kedalam golongan limbah B3, diolah diluar PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta bekerjasama dengan
PT.Dongwoo Enviromental Indonesia Cikarang, Bekasi.
Pengolahan limbah untuk limbah cair menggunakan beberapa proses
yaitu
a. Proses Fisika
Proses ini air limbah hanya melalui proses penyaringan saja,
yakni penyaringan kotoran-kotoran kasar, seperti plastik, karet dan
lainnya.
b. Proses kimia
Limbah mengalami proses netralisasi, yatu proses air
dinetralkan terlebih dahulu dengan penambahan air kapur hingga
mencapai pH 7-8. Larutan kapur dimasukkan ke dalam bak
penampungan dan dilakukan sirkulasi terus menerus, pada sirkulasi
kran air limbah ke bak anaerob dibuka dan diatur debitnya. Khusus
air limbah dari proses Betalaktam ditambahkan air kapur sampai
pH > 11 untuk memecah cincin Betalaktam.
c. Proses Biologi
Proses pengolahan secara biologi mempunyai tujuan untuk
menghilangkan zat-zat organik yang mudah terurai secara biologis.
Adapun prinsip dari pengolahan secara biologis adalah penguraian
zat organik oleh mikroorganisme baik bakteri anaerob maupun
bakteri non aerob. Proses pengolahannya terdiri dari :
1. Proses Anaerob
Air limbah setelah dinetralkan, kemudian dipompakan
ke bak anaerob. Adanya bakteri anaerob di dalam air limbah
dapat mengurai zat-zat organik yang ada dalam limbah dapat
berubah menjadi zat-zat yang sederhana. Proses anaerob
dilakukan pada bak tertutup dengan kedalaman lebih dari 3
meter dan berjalan secara terus menerus sesuai kebutuhan.
Sebagai nutrisi ditambahkan pupuk NPK secara terus menerus
sesuai kebutuhan.
2. Proses Aerob
Air limbah yang berasal dari bak anaerob mengalir ke
bak aerob dengan sistem overflow, mengalir dengan sendirinya,
dimana zat organik yang masih ada diuraikan kembali oleh
bakteri aerob. Bakteri ini menguraikan zat organik yang masih
dapat diuraikan dan dilakukan dalam bak terbuka yang
dilengkapi dengan aerator tipe injeksi dan menggunakan
lumpur aktif yang lebih dari 20% volume limbah dan prosesnya
berlangsung terus menerus.
3. Proses Pengendapan
Tujuan proses ini adalah mengendapkan partikel-
partikel yang berasal dari proses aerob. Endapan yang terbentuk
dipompakan kembali ke bak aerasi yang bertujuan untuk
mempertahankan jumlah lumpur yang ada, sedangkan beningan
dialirkan ke bak biokontrol.
4. Bak Biokontrol
Bak ini berfungsi sebagai pemantau sebelumnya air
limbah yang digunakan untuk menyiram tanaman sebagai
indikator digunakan ikan mas. Parameter diperiksa di bak
biokontrol antara lain Total Solid Suspensi (TSS), warna,
Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen
Dermand (BOD) dan zat organik.
3). Limbah Gas dan Debu
Limbah ini berasal dari kegiatan produksi seperti gas sisa
pembakaran bahan bakar boiler dan hasil dari proses produksi seperti
granulasi, pencetakan tablet, coating dan pengisian. Limbah gas dan
debu dapat menyebabkan pencemaran dan mempengaruhi komponen-
komponen lingkungan disekitarnya seperti manusia, maka limbah gas
dan debu ini mendapat [erhatian dan penanganan seperti :
a. Menggunakan cerobong vertical dan mengoptimalkan proses
pembakaran untuk gas-gas yang keluar dari boiler.
b. Memasang dust collector pada ruang-ruang yang
menghasilkan banyak debu sehingga debu yang dikeluarkan
keudara bebas dapat dikurangi
c. Debu-debu tersebut ditampung dalam kantung plastik, untuk
kemudian diolah di tempat pengolahan B3.
d. Menggunakan vacuum cleaner untuk membersihkan debu-
debu obat yang ada di lantai.
4). Limbah Betalaktam
Proses produksi di Betalaktam juga menghasilkan limbah
layaknya produksi Non Betalaktam, dari limbah padat, gas dan juga
debu, tetapi Betalaktam terpisahkan. Limbah cair pada proses
Betalaktam sedikit dibedakan sebelum prosesnya sama dengan Non
Betalaktam, pada limbah cair yang dihasilkan oleh Betalaktam terlebih
dahulu mengalami equalisasi lalu dibasakan dengan air kapur sehingga
pH mencapai lebih besar dari 11, setelah itu dilakukan proses
pengendapan. Lakukan proses retreatment , setelah selesai, barulah
limbah mengalami proses seperti limbah cair non Betalaktam lainnya.
BAB IV
PEMBAHASAN

Mutu suatu obat harus dibangun mulai dari awal proses produksi pembuatan
obat yang akan dilakukan hingga menjadi suatu obat jadi dan akan digunakan oleh
konsumen. Dalam menjamin mutu suatu obat perlu diterapkan suatu pedoman
mengenai cara pembuatan obat yang baik dan benar diseluruh aspek dalam rangkaian
produksi yang disebut dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini
didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/1988 tanggal
2 Febuari 1988 yang mengharuskan seluruh industri farmasi untuk mulai menerapkan
CPOB dan pelaksanaan rangkaian produksi obat. Beberapa aspek yang terkait dalam
peningkatan mutu obat diantaranya adalah aspek personalia, bangunan, peralatan,
sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan
terhadap obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian serta aspek dokumentasi.
PT. Kimia farma (Persero) Tbk, merupakan salah satu BUMN yang bergerak
di bidang farmasi dan merupakan satu-satunya industri farmasi yang diberikan izin
memproduksi obat golongan narkotik. Bentuk-bentuk sediaan farmasi yang diproduksi
di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk antara lain tablet, tablet salut, kapsul, sirup,
suspensi, krim dan injeksi yang merupakan satu fungsi yang terkait satu dan yang
lainya.
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk mempunyai lima plant yang terdiri dari plant
Jakarta, Plant Bandung, Plant Watudakon, Plant Semarang dan Plant Medan. Masing-
masing plant tersebut dipimpin oleh seorang manager. Plant Jakarta merupakan unit
produksi yang paling besar dan Plant Manager Jakarta membawahi bagian Produksi,
Pengelolahan Mutu dan Perencanaan Pengendalian Produksi dan Inventori (PPPI)
yang masing-masing dipimpin oleh seorang manager. Bagian produksi membawahi
Bagian Formulasi I yang meliputi pembuatan sediaan tablet dan tablet salut, baik gula
maupun film: Formulasi II yang meliputi pembuatan sediaan cairan (sirup dan
suspensi), pembuatan krim dan proses pengolahan air untuk proses produksi:
Formulasi III yang meliputi pembuatan sediaan injeksi, kapsul, dan sirup kering:
Bagian Pengemasan dan Bagian Betalaktam yang khusus memproduksi obat-obat
antibiotik turunan penicilin yaitu ampicilin dan amoxicilin.
Bagian Pengelolahan Mutu membawahi Bagian Laboratorium Pengujian yang
bertugas dalam hal sampling bahan baku, pemeriksaan bahan baku, pemeriksaan
bahan kemas, pemeriksaan produk antara, pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan
produk jadi, IPC betalaktam dan IPC non betalaktam: Bagian Pemastian Mutu yang
bertugas dalam hal penanganan regulasi, monitoring stabilitas, penanganan dokumen
produk dan contoh pertinggal dan kalibrasi instrument laboratorium: dan Bagian
Teknologi Formulasi yang mempunyai tugas dalam hal evaluasi formula, evaluasi
bahan kemas dan penanganan produk baru. Bagian PPPI membawahi perencanaan dan
pengendalian bahan serta perencanaan dan pengendalian produksi. Yang masing-
masing dipimpin oleh asisten manager. Bagian PPPI berfungsi sebagai penghubung
antara bagian marketing dan produksi.
Pembagian ruangan produksi di Plant Jakarta berdasarkan jenis sediaan yang
dihasilkan dan tahap pembuatannya. Pada produksi tablet memiliki ruangan granulasi,
ruangan pencetakan dan ruangan penyalutan yang terpisah satu dengan yang lainnya.
Produksi krim dan cairan memiliki ruangan pembuatan dan pencampuran krim,
pengisian krim, pembersihan tube, ruangan pembuatan suspensi, ruangan pengisian
suspensi dan ruangan pengemasan suspensi. Pembagian ruangan produksi tersebut
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang (cross contamination)
ataupun ketercampuradukan (mix up) antara produk dengan bahan baku ataupun
produk lainnya.
Berdasarkan jumlah mikroba, jumlah partikel, suhu, kelembaban dan
pergantian udara kelas ruangan dibagi dalam tiga zona yaitu zona hitam, zona abu-abu
dan zona putih. Zona hitam mencakup ruang penyimpanan, ruang pengemas sekunder,
laboratorium, loker dan ruangan umum lainnya. Zona abu-abu mencakup ruang
produksi, lorong lalu lintas antara ruang produksi, ruang karantina, ruang
penimbangan, ruang pengemasan primer dan ruang pencucian ampul. Zona putih
mencakup ruang produksi steril. Ruangan produksi Betalaktam dilakukan pada
ruangan terpisah untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Selain itu ruangan
produksi Betalaktam dilengkapi dengan Air Shower dan pengaturan tekanan.
Kegiatan produksi diawali dengan adanya pesanan dari Bagian Pemasaran.
Pesanan tersebut akan disampaikan ke Bagian PPPI kemudian PPPI akan mengkaji
pesanan tersebut dengan mengajukan SPPB yang ditujukan kepada Bagian Pembelian.
Untuk pesanan yang dipenuhi sebagaian dapat disebabkan karena kapasitas produksi,
bahan baku tidak tersedia atau kurang dan terjadinya kerusakan mesin produksi.
Untuk permintaan yang dipenuhi melebihi pesanan dapat disebabkan karena
mengikuti basar bacth, permintaan dipasaran tinggi, atau untuk antisipasi suatu musim
penyakit tertentu. Jika pesanan melebihi kapasitas produksi, sedangkan kapasitas
mesin tidak cukup maka PT. Kimia Farma melakukan kerja sama toll manufacturing
dengan industri farmasi lain yang mempunyai standar CPOB yang sam untuk
melakukan proses produksi, tetapi tidak dimulai dari awal produksi. Industri lain
tersebut bisa mulai produksi misalkan dari pencetakan tablet atau pengemasan saja.
Untuk barang yang datang disimpan di Bagian Penyimpanan dengan penataan
tata letak barang berdasarkan spesifikasi barang, FIFO dan berdasarkan rak-rak. Rak
yang paling bawah digunakan untuk barang yang sifatnya fast Moving dan biasanya
dalam jumlah besar dan rak bagian atas digunakan untuk meletakkan barang Slow
Moving dan jumlahnya kecil. Stock opname dilakukan setiap enam bulan sekali.
Untuk barang yang lama tidak terpakai harus diperiksa ulang pemeriksaan bahan
baku. Pengambilan sampling bahan baku/bahan pengemas dengan memakai rumus
sampling ½ √n + 1 atau 100%.
Produksi obat di Plant Jakarta sudah dinyatakan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan. Pada Bagian Produksi pekerjaan dimulai dengan pembuatan sediaan,
pengisian sampai ke pengemasan. Setiap proses produksi suatu produk diberikan suatu
kode bacth sebagai identitas proses produksi tersebut. Produksi dilaksanakan dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, yang senantiasa dapat menjamin obat yang
dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Proses produksi di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta telah memenuhi persyaratan CPOB.
Untuk produksi obat tertentu seperti tablet dan kapsul Rifampisin, dilakukan
pada ruangan yang dipisahkan dari ruangan produksi lain tetapi masih dalam ruangan
non Betalaktam. Hal ini dikarenakan karena sifat fisik dari bahan baku Rifampicin
yang berwarna merah, sehingga untuk menghindari kontaminasi terhadap produk lain
maka dipisahkan ruangan produksinya.
Produksi narkotika hanya dilakukan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Oleh
karena itu perlu sekali pengawasan sejak bahan awal, produk antara, produk ruahan,
dan produk jadi. Setiap tahapan dibuat berita acara yang akan dilaporkan kepada
BPOM. Semua kegiatan dilakukan pencatatan seperti jumlah sample yang digunakan,
jumlah produk rusak, dan rendemen. Ruangan produksi narkotik sama dengan ruang
produksi lainya tetapi pengawasannya saja yang lebih ketat.
Bagian Pengemasan Primer pada saat melakukan striping dan blistering
terkadang mengalami kegagalan atau kerusakan pada pengemasannya. Bila hal ini
terjadi produk yang kemasannya rusak atau kurang sempurna tersebut dikeluarkan isi
tablet atau kapsulnya untuk dikemas kembali. Sedangkan untuk kemasan yang rusak
tersebut dikumpulkan dengan membuat laporannya untuk kemudian dimusnahkan
dengan diseratkan berita acaranya.
Pengelolaan Mutu merupakan kunci dari cara pembuatan obat yang baik.
Keterlibatan dan rasa tanggung jawab semua unsur yang berkepentingan dalam
seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yangt
ditetapkan mulai dari saat obat dibuat sampai distribusi obat jadi. Untuk keperluan
tersebut harus ada suatu fungsi Pengelolaan Mutu yang berdiri sendiri. Di PT. Kimia
Farma Bagian Pengelolaan Mutu terdiri atas pemastian Mutu, Labaratorium Pengujian
dan Teknologi Formulasi. Selain itu PT. Kimia Farma juga menyimpan contoh
pertinggal dengan identitas jelas yang mewakili setiap bacth dan disimpan selama 5
tahun dengan tujuan untuk memantau produk yang telah beredar dan untuk
memudahkan penelusuran jika ada keluhan yang terjadi.
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek
samping yang merugikan atau masalah efek terapeutik. Semua keluhan dan laporan
keluhan harus diteliti dan dievaluasi dengan cermat kemudian diambil tindak lanjut
yang sesuai dan dibuat laporan. Tindakan yang diambil dapat berupa tindakan
perbaikan yang diperlukan, penarikan kembali bacth obat yang rusak atau seluruh obat
yang bermasalah, dan dilakukan tindak lanjut yang sesuai.
Bila ada keluhan terhadap produk Kimia Farma dan diperlukan penarikan obat,
maka penarikan dilakukan oleh PBF dan diserahkan ke KFTD. Dari KFTD produk
kembalian dikirim kegudang Plant Jakarta. Setelah menerima produk kembalian,
gudang membuat Surat Bukti Penerimaan Obat Kembali yang berguna sebagai
permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila produk dilluluskan maka akan dilakukan
repack oleh bagian pengemasan kemudian diserahkan kembali ke gudang barang jadi.
Bila ditolak maka PPPI akan membuat Surat Pengembalian Barang ke KFTD untuk
memusnahkan barang tersebut.
Sistem pengelolahan limbah dari Plant Jakarta sudah berjalan baik dengan
hidupnya indicator makhluk hidup di dalam bak biokontrol dan HPL yang memenuhi
persyaratan baku mutu limbah menurut SK Gubenur DKI No. 582 tahun 1995 dengan
parameter COD, BOD, pH, padatan tersuspensi, fenol dan Nitrogen total, zat organik
serta zat antibiotik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. PT. Kimia Farma (Persero) TBk. Plant Jakarta telah menerapkan CPOB
dalam produksinya secara berkelanjutan dan akan terus berkembang.
2. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta merupakan industri farmasi
BUMN yang bergerak dalam bidang produksi obat, dengan produksi
terbesarnya adalah obat generik.
3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta merupakan satu-satunya
industri farmasi yang memiliki hak khusus untuk mengimpor,
memproduksi dan mendistribusikan narkotik di Indonesia sesuai dengan
KepMenKes/SK/III/1996.

5.2 Saran
1. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta perlu lebih meningkatkan
sosialisasi terhadap rambu-rambu yang ada lingkungan pabrik seperti:
hollow poin , smoking area, APAR, dll
2. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta dalam melaksanakan CPOB
perlu lebih mensosialisasikan peraturan di dalam white area, grey area,
bagi karyawan pada umumnya dan tamu pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (1992), Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan, Depertemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, (2001), Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawas Obat
dan Makanan, Jakarta.
Anonim, (2001) Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik,
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.
Anief, M., (2000), Prinsip dan Dasar Manajemen Pemasaran Umum dan Farmasi,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
ASEAN GMP Guidelines, 1996), 3rd Edition.
Australia Code Of Manufacturing Practices For Medical Products, (2002), Terapeutic
Goods Administration.
CGMP Regulations, (1980), Training Program Workbook, GMP Institue INC.
Gaspersz., V, (2002), Production Planing and Inventory Control, Berdasarkan
Pendekatan Sistem terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 21
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Good Manufacturing Practices For Pharmaceutical Products. In Technical Report
Series No. 908 Annex 4 (2002).
LAMPIRAN 1

Struktur Organisasi PPPI


(Perencanaan Pengendalian Produksi dan Inventory)

Plant Jakarta
(Plant Manager)

Manajemen K3L
Representatif (Keselamatan, Kesehatan, Kerja Dan Lingkungan)

Produksi Pengolahan Mutu PPPI


Manager (Manager) (Manager)

Pemeliharaan Pembelian

Asman PP. Bahan Asman PP. Produksi

Penyimpanan Administrasi
Spv. Perenc. Bahan Spv. Perenc. Produksi personalia &
Umum

Spv. Pengend. Bahan Spv. Pengend Bahan


Tek. Informasi Keuangan

Akuntansi
LAMPIRAN 2
Struktur Organisasi Bagian Produksi
LAMPIRAN 3

Struktur Organisasi Bagian Pengolahan Mutu

Plant Jakarta
(Plant Manager)

Manajemen K3L
Representatif (Keselamatan, Kesehatan, Kerja Dan Lingkungan)

Produksi Pengolahan Mutu PPPI


Manager (Manager) (Manager)

Asman Pemastian Pemeliharaan Pembelian


Mutu

Superuisor Kortek Penyimpanan Administrasi


Penanganan Regulasi personalia &
Umum

Superuisor Kortek Tek. Informasi Keuangan


Monetoring Stabilitas

Supervisor Kortek Akuntansi


Penanganan Dok.Prod &
Contoh Pertinggal

Supervisor Kortek
Kanbrasi Insterumen
LAB
LAMPIRAN 4
Struktur Organisasi Bagian Penyimpanan
LAMPIRAN 5
Alur Proses Produksi Bagian Formulasi I
LAMPIRAN 6
Alur Proses Produksi Narkotika
LAMPIRAN 7
Alur Proses Produksi Bagian Formulasi II
LAMPIRAN 8
Alur Proses Sediaan Kapsul bagian Formulasi III
LAMPIRAN 9
Alur Proses Sediaan Injeksi Bagian Formulasi III
LAMPIRAN 10
Alur Proses Sediaan Sirup Kering Bagian Formulasi III
LAMPIRAN 11
Alur Proses Sediaan Krim Bagian Formulasi III

PLANT MANAGER

BAGIAN PRODUKSI MANAGER PRODUKSI

BAGIAN FORMULASI III

Penimbang Sentral

KKC ( Krim )

Penimbang bahan baku

Pembuatan Basis Krim

Fasa Minyak Fasa Air

Peleburan Pelarutan

Penyaringan Penyaringan

Mixing Pendinginan

Pembuatan Massa Krim Penimbangan Basis Krim

Pencampuran zat aktif Pencampuran dengan basis Krim

Mixing akhir

Penimbangan massa Krim

KIP

Peniupan tube kosong Pengisian

Sterilisasi KIP
LAMPIRAN 12
Alur Proses Produksi Tablet Dan Kapsul Beta Laktam
LAMPIRAN 13
Bagan Proses Pengemasan
LAMPIRAN 14
Alur Proses Produksi Sirup Kering Beta Laktam
LAMPIRAN 15
Skema Proses Pengolahan Air
LAMPIRAN 16
Alur Proses Produksi
( Penerimaan dan Penggunaan Bahan Baku Serta Bahan Pengemas )
LAMPIRAN 17
Alur Proses Produksi
( Penerimaan dan Penggunaan Bahan Baku Serta Bahan Pengemasan )
( Lanjutan )
LAMPIRAN 18
Alur Proses Pengolahan Air Limbah

FLOW SHEET
PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH
PT. KIMIA FARMA ( PERSERO ) Tbk.
UNIT PRODUKSI JAKARTA
LAMPIRAN 19
Upaya Pengelolaan Limbah

UPAYA PENGELOLAAN
LIMBAH / CEMARAN YANG DIHASILKAN

LIMBAH PADAT CEMARAN DEBU LIMBAH CAIR LIMBAH BAKTERI

B-3
Non – B- 3 B-3 B-3 Non B - 3

Dibuang Dapat dimanfaatkan 1. Obat Kadaluarsa 1. Kegiatan Produksi


- pencucian mesin alat-alat produksi
1. Obat kadaluarsa 1. Kegiatan Produksi 2. Kegiatan Produksi - Saritasi Ruangan Kegiatan laboratorium
Debu yang berasal dari - Agar
- Kegagalan produksi - Satasi Karyawan
2. Kegiatan Produksi proses produksi:
- Kegagalan produksi - Proses granulasi
3. kegiatan laboratorium 2. kegiatan Laboratorium
- debu dari dus - Proses Pencetakan tablet
1. Kegiatan 1. Kegiatan administrasi - Sampai kadaluarsa - Pencucian alat
collector - Proses Coating - Pelarut bekas - Saritasi ruangan
Kantin Karyawan Perkantoran. - Bekas kemasan bahan - Proses capsul
2. Sampah kebun - Arsip-arsip kadaluarsa dll - Limbah cair sisa pemeriksaan - Saritasi karyawan
Baku, pembantu dan
/ Halaman kemasan yang rusak
2. Kegiatan Produksi
- Bekas kemasan Bahan 3. Kegiatan laboratorium
Baku

3. Kegiatan Sarana Penunjang


Dibuang - besi bekas Diolah di Diolah sendiri
Kerja sama - oli bekas PT. PPU Cileungsi Bogor Dengan cara di seterilkan
dengan Dengan autoclave
Pih k k III Suhu 120 C kemudian baru
dikubur
Di olah di Diolah di IPAL KF
PT. Dongwoo Enviromental Dimanfaatkan untuk
Diolah di
Indonesia Cikarang Bekasi Menyiram tanaman
PT. PPU Cileungsi Bogor
Dijual ke
Pengumpul barang bekas
Yang mempunyai dari
bapedal
LAMPIRAN 20
Denah Bangunan PT. Kimia Farma ( Persero ) Tbk, Plant Jakarta
LAMPIRAN 21
( Lanjutan )
Denah Bangunan PT. Kimia Farma ( Persero ) Plant Jakarta

KETERANGAN :

1. Ruang Sampling
2. Ruang Penimbangan
3. Ruang Narkotika
4. Ruang karantina
5. Gudang Bahan Produk Jadi
6. Gudang Bahan Baku
7. Gudang Dingin
8. Ruang Loker Pria
9. Ruang Loker Wanita
10. WC Wanita
11. WC Pria
12. Ruang Granulasi
13. Ruang Produksi
14. Ruang Kapsul
15. Ruang Karantina
16. Ruang Karantina
17. Ruang Narkotika
18. Ruang Cetak
19. Ruang Printing dan Seleksi
20. Ruang Staging
21. Ruang Salut Film
22. Ruang Salut Gula
23. Ruang Penimbangan Sentral
24. Ruang Cream
25. Ruang Kapsul
26. Ruang Pengemasan
27. Ruang Sirup Kering
28. Ruang Sediaan Cairan
29. Ruang Injeksi
30. Ruang Kosmetik
31. Ruang Cuci Ampul
32. Ruang Cuci Botol
33. Ruang Pengemasan Sekunder
34. Ruang Pengemasan Primer
35. Ruang Belataktam Tablet

Anda mungkin juga menyukai