Anda di halaman 1dari 21

TUGAS

Disusun oleh :

Topan Muhamad Nur

2013730184/ 30.06 1340 2013

Pembimbing :

dr. H. Awie Darwizar, Sp.OG, D. MAS

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
1. FISIOLOGI KEHAMILAN

 Pembuahan
a) Ovum

Saat ovulasi, ovum keluar dari folikel ovarium yang pecah. Kadar estrogen yang tinggi
meningkatkan gerakan tuba uterina, sehingga ovum disapu oleh mikrofilamen-mikrofilamen
fimbria infundibulum tuba kea rah ostium tuba abdominalis dan disalurkan terus ke arah medial.
Ovum dilingkari zona pelusida. Di luar zona pelusida ditemukan sel-sel korona radiate dan di
dalamnya terdapat ruang perivitelina. Ovum tidak dapat berjalan sendiri. Ovum dianggap subur
selama 24 jam setelah ovulasi. Apabila tidak difertilisasi oleh sperma, ovum berdegenerasi dan
diabsorpsi.

b) Sperma

Saat hubungan seksual dalam kondisi normal dikeluarkan 200 sampai 500 juta sperma ke
dalam vagina. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri dan tuba, dan
hanya beberapa ratus akan samapi ke bagian ampula tuba di mana spermatozoa memasuki ovum.
Hanya satu spermatozoa yang mempunyai kemampuan untuk membuahi. Sperma berenang
dengan gerakan ekornya. Beberapa sperma dapat mencapai tempat fertilisasi dalam lima menit,
tapi rata – rata waktu yang dibutuhkan adalah 4 sampai 6 jam. Sewaktu sperma berjalan melalui
tuba uterina, enzim yang dihasilkan disana akan membantu kapasitasi sperma. Yakni perubahan
fisiologis yang membuat lapisan pelindung lepas dari kepala sperma ( akrosom ) sehingga
terbentuk lubang kecil di akrosom yang memungkinkan enzim hialuronidase keluar. Enzim ini
dibutuhkan agar sperma dapat menembus lapisan pelindung ovum sebelum fertilisasi.

c) Proses Fertilisasi (pembuahan)

Didefinisikan sebagai persatuan antara sebuah ovum dan spermatozoa, yang menandai
yang biasanya berlangsung di ampula tuba. Pembuahan meliputi penetrasi spermatozoa ke dalam
ovum, fusi sperma dan ovum, diakhiri dengan fusi materi genetic. Sperma melewati korona radiate
dan zona pelusida yaitu lapisan yang menutupi dan mencegah ovum mengalami fertilisasi lebih
dari satu sperma. Suatu molekul komplemen khusus di permukaan kepala sperma kemudian
mengikat ZP3 glikoprotein di zona pelusida. Pengikatan ini memicu akrosom melepaskan enzim
yang membantu sperma menembus zona pelusida.

Apabila sebuah sperma berhasil menembus membran yang mengelilingi ovum, baik
sperma maupun ovum akan berada di dalam membran yang tidak dapat lagi ditembus oleh sperma
lain. Hal ini disebut reaksi zona. Sperma membesar dan menjadi pronukleus pria, sedangkan
ekornya berdegenerasi. Nucleus menyatu dan kromosom bergabung sehingga dicapai jumlah yang
diploid yakni 46. Dengan demikian, konsepsi berlangsung dan terbentuklah zigot. Karna telur yang
difertilisasi membelah dengan cepat sedangkan ukurannya tidak bertambah maka terbentuklah sel
kecil yang disebut blastomer yang terbentuk pada setiap pembelahan. Morula terdiri dari 16 sel
berupa satu bola sel padat yang dihasilkan dalam 3 hari. Morula masih dikelilingi oleh lapisan
pelindung zona pelusida. Cairan masuk ke dalam zona pelusida dan menyusup ke dalam ruang
unterseluler diantara blastomer, lalu kemudian terbentuk pula blastosis. Pembentukan ini
menandai diferensiasi utama pertama embrio. Massa padat sel bagian dalam berkembang menjadi
embrio dan membrane embrio, yang disebut amnion.

Gambar 1. Pertumbuhan dan perkembangan janin dimulai dari saat konsepsi.


Gambar 2. Proses fertilisasi

Gambar 3. Proses fertilisasi

 Nidasi

Pada hari ke-4 hasil konsepsi mencapai stadium blastula disebut blastokista dengan
bagian luarnya adalah trofoblas dan bagian dalam disebut massa inner cell. Massa inner
cell ini berkembang menjadi janin manakala trofoblas menjadi placenta. Sejak trofoblas
dibentuk, produksi hormone human chorionic gonadotropin (hCG) dimulai. Produksi
hormone ini meningkat sampai kurang lebih hari ke-60 dan kemudian turun lagi. Antara 7
sampai 10 hari setelah konsepsi, trofoblas menyekresi enzim yang membantunya
membenamkan diri ke dalam endometrium sampai seluruh bagian blastosis tertutup.
Trofoblas ini sendiri mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan jaringan
endometrium. Nidasi diatur oleh proses antara trofoblas yang mempunyai kemampuan
invasi yang kuat manakala endometrium mengontrol invasi trofoblas dengan
menyekresikan inhibitor cytokines dan protease. Blasokisata dengan bagian mengandung
massa inner cell aktif mudah masuk ke dalam lapisan desidua dan luka desidua kemudian
menutup kembali. Luka yang kadang-kadang terjadi pada lapisan desidua ini sewaktu
nidasi disebut tanda Hartman. Umumnya nidasi terjadi pada dinding anterior atau posterior
uterus, dekat pada fundus uteri. Proses inilah yang disebut implantasi.

 Pembentukan Plasenta
a) Struktur Plasenta
Plasenta merupakan organ penting bagi janin, karena sebagai alat pertukaran zat antara ibu
dan bayi atau sebaliknya. Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20
cm dan tebal ± 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta terbentuk sampai 12-18
minggu setelah fertilisasi. Plasenta terletak di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas
kearah fundus uteri, dikarenakan alasan fisiologis, permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas,
sehingga lebih banyak tempat untuk berimplementasi. Plasenta berasal dari sebagian besar dari
bagian janin, yaitu villi koriales atau jonjot chorion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal
dari desidua basalis.
Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, trofoblas invasive telah
melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium. Terbentuklah sinus intertrofoblastik yaitu
ruangan-ruangan yang berisi darah maternal. Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul
ruangan interviler di mana vili korialis seolah-olah terapung-apung di antara ruangan-ruangan
tersebut sampai terbentuknya plasenta.
Tiga minggu pascafertilisasi sirkulasi darah janin dapat diidentifikasi dan dimulai
pembentukan vili korialis. Sirkulasi darah janin ini berakhir di lengkung kapilar (capillary loops)
di dalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi darah maternal yang dipasok oleh arteri
spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterine. Vili korialis ini bertumbuh menjadi plasenta. Darah
ibu dan janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion yang dinamakan
plasenta hemokorial.
Plasenta mempunyai dua permukaan, yaitu permukaan fetal dan maternal.
Permukaan fetal adalah permukaan yang menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan dan
licin. Hal ini disebabkan karena permukaan fetal tertutup oleh amnion, di bawah tampak
pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal adalah permukaan yang menghadap dinding
rahim, berwarna merah dan terbagi oleh celah-celah yang berasal dari jaringan ibu. Jumlah celah
pada plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.

Gambar 4. Permukaan plasenta

Penampang plasenta terbagi menjadi dua bagian yang terbentuk oleh jaringan anak dan
jaringan ibu. Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut membrana chorii, yang dibentuk
oleh amnion, pembuluh darah janin, korion dan villi. Bagian dari jaringan ibu disebut
piring desidua atau piring basal yang terdiri dari desidua compacta dan desidua spongiosa.
Gambar 5. Struktur plasenta

b) Fungsi Plasenta
1. Nutrisi: tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh
kembang janin
2. Respirasi: memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
3. Ekskresi: mengeluarkan sisa metabolisme janin
4. Endokrin:sebagaipenghasil hormon-hormon kehamilan seperti HCG, HPL, esterogen,
progesteron
5. Imunologi: menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
6. Farmakologi: menyalurkan obat-obatan yang diperlukan janin, diberikan melalui ibu
7. Proteksi: barier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat toksik
 Perubahan pada sistem reproduksi

UTERUS

Uterus pada wanita yang tidak hamil mempunyai berat sekitar 70 gram dan rongga yang
dapat menampung isi 10 ml atau kurang. Selama kehamilan uterus berubah menjdi struktur yang
relative berdinding otot tipis yang dapat mengakomodasi janin, plasenta, dan cairan amnion. Isi
yang data ditampung menjadi antara 5-20 L. Pengurangan tinggi fundus terjadi pada beberapa
bulan terakhir kehamilan, pada saat fetus turun ke bawah ke bagian bawah uterus. Hal ini bertujuan
untuk membuat jaringan pelvic menjadi lebih lunak dengan tonus uterus yang baik, dengan formasi
yang baru dari segmen bawah rahim. Pada akhir kehamilan (40 minggu) berat uterus menjadi 1000
gram (berat uterus normal 30 gram) dengan panjang 20 cm dan dinding 2,5 cm. Pada bulan-bulan
pertama kehamilan, bentuk uterus seperti buah alpukat agak gepeng.

Gambar 6: uterus saat hamil

Pada kehamilan 16 minggu, uterus berbentuk bulat. Selanjutnya pada akhir kehamilan
kembali seperti bentuk semula, lonjong seperti telur. Hubungan antara besarnya uterus dengan
tuanya kehamilan sangat penting diketahui antara lain untuk membentuk diagnosis, apakah wanita
tersebut hamil fisiologik, hamil ganda atau menderita penyakit seperti mola hidatidosa dan
sebagainya.Pada kehamilan 28 minggu, fundus uteri terletak kira-kira 3 jari diatas pusat atau 1/3
jarak antara pusat ke prosssus xipoideus. Pada kehamilan 32 minggu, fundus uteri terletak antara
½ jarak pusat dan prossesus xipoideus. Pada kehamilan 36 minggu, fundus uteri terletak kira-kira
1 jari dibawah prossesus xipoideus.
Bila pertumbuhan janin normal, maka tinggi fundus uteri pada kehamilan 28 minggu
adalah 25 cm, pada 32 minggu adalah 27 cm dan pada 36 minggu adalah 30 cm. Pada kehamilan
40 minggu, fundus uteri turun kembali dan terletak kira-kira 3 jari dibawah prossesus xipoideus.
Hal ini disebabkan oleh kepala janin yang pada primigravida turun dan masuk kedalam rongga
panggul.Pada trimester III, istmus uteri lebih nyata menjadi corpus uteri dan berkembang menjadi
segmen bawah uterus atau segmen bawah rahim (SBR).

Pada kehamilan tua, kontraksi otot-otot bagian atas uterus menyebabkan SBR menjadi
lebih lebar dan tipis (tampak batas yang nyata antara bagian atas yang lebih tebal dan segmen
bawah yang lebih tipis). Batas ini dikenal sebagai lingkaran retraksi fisiologik. Dinding uterus
diatas lingkaran ini jauh lebih tebal daripada SBR.

Saat awal hamil, kontraktilitas uterus ireguler dan tidak menimbulkan rasa sakit. Selama trimester
kedua, ada kontraksi yang dapat di deteksi dengan pemeriksaan bimanual. Zat-zat yang dibutuhkan
untuk perkembangan dan metabolism janin dan plasenta dan juga pembuangan dari zat sisa
metabolic bergantung pada aliran darah total dari uterus, yang terutama berasal dari arteri uterine
dan ovarica. Aliran darah uretroplasental meningkat secara progresif selama kehamilan.

SERVIKS UTERI

Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena hormon estrogen. Akibat
kadar estrogen yang meningkat dan dengan adanya hipervaskularisasi, maka konsistensi serviks
menjadi lunak. Serviks uteri lebih banyak mengandung jaringan ikat yang terdiri atas kolagen.
Karena servik terdiri atas jaringan ikat dan hanya sedikit mengandung jaringan otot, maka serviks
tidak mempunyai fungsi sebagai spinkter, sehingga pada saat partus serviks akan membuka saja
mengikuti tarikan-tarikan corpus uteri keatas dan tekanan bagian bawah janin kebawah. Sesudah
partus, serviks akan tampak berlipat-lipat dan tidak menutup seperti spinkter.

Perubahan-perubahan pada serviks perlu diketahui sedini mungkin pada kehamilan, akan
tetapi yang memeriksa hendaknya berhati-hati dan tidak dibenarkan melakukannya dengan kasar,
sehingga dapat mengganggu kehamilan. Kelenjar-kelenjar di serviks akan berfungsi lebih dan akan
mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-kadang wanita yang sedang hamil mengeluh
mengeluarkan cairan pervaginam lebih banyak. Pada keadaan ini sampai batas tertentu masih
merupakan keadaan fisiologik, karena peningakatan hormon progesteron. Selain itu prostaglandin
bekerja pada serabut kolagen, terutama pada minggu-minggu akhir kehamilan. Serviks menjadi
lebih lunak dan lebih mudah berdilatasi sesaat sebelum persalinan.

OVARIUM

Ovulasi berhenti disaat kehamilan, dan maturasi folikel-folikel baru tidak berjalan. Pada
umumnya hanya sebuah corpus luteum yang dapat ditemukan pada wanita hamil yang berfungsi
secaa maksimal selama kehamilan 6 sampai 7 minggu- 4 sampai 5 mingu postovulasi- dan
setelahnya hanya memberikan kontribusi sedikit dalam menghasilkan progesterone.

TUBA FALOPII

Otot-otot pada tuba falopii mengalami sedikit hipertrofi selama kehamilan. Epitel dari
mukosa tuba menjdi lebih tipis.

VAGINA DAN VULVA

Vagina dan vulva akibat hormon estrogen juga mengalami perubahan. Adanya
hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vula tampak lebih merah dan agak kebiru-biruan
(livide). Warna porsio tampak livide. Pembuluh-pembuluh darah alat genetalia interna akan
membesar. Hal ini dapat dimengerti karena oksigenasi dan nutrisi pada alat-alat genetalia tersebut
menigkat. Apabila terjadi kecelakaan pada kehamilan/persalinan maka perdarahan akan banyak
sekali, sampai dapat mengakibatkan kematian. Pada bulan terakhir kehamilan, cairan vagina mulai
meningkat dan lebih kental. Sel epitel juga meningkatkan kadar glikogen. Sel ini berinteraksi
dengan hasil dedoelein yang merupakan bakteri komensal dan menghasilkan lingkungan yang
lebih asam. Lingkungan ini menyedikan perlindungan ekstra terhadap organisme tapi merupakan
keadaan menguntungkan bagi Candida albican.

KULIT

Pada saat pertengahan kehamilan timbul kemerahan, garis-garis yang sedikit tertekan pada
kulit perut dan kadang-kadang juga ada pada payudara dan paha. Ini disebut striae gravidarum
atau stretch marks. faktor resiko yang berkaitan dengan hal ini antara lain berat badan yang
bertambah selama kehamilan, usia muda pada saat hamil, dan riwayat dalam keluarga.
Hiperpigmentasi juga timbul pada 90% wanita. Garis tegah dari kulit abdomen (linea alba)
menjadi lebih gelap, berwarna coklat kehitaman menjai linea nigra. Pigmentasi juga terkadang
terjadi pada daerah wajah dan leher, areola mammae, dan disekitar genitalia.

PAYUDARA

Pada kehamilan 12 minggu keatas, dari puting susu dapat keluar cairan berwarna putih
agak jernih disebut kolostrum. Kolostrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai
bersekresi.

JANTUNG

Meningkatnya beban kerja menyebabkan otot jantung mengalami hipertrofi, terutama


ventrikel kiri sebagai pengatur pembesaran jantung, pembesaran uterus menekan jantung ke atas
dan ke kiri. Suara sistolik jantung dan murmur yang berubag adalah normal. Selama hamil
kecepatan darah meningkat yakni jumlah darah yang dialirkan oleh jantung dalam setiap
denyutnya sebagai hasil dari peningkatan curah jantung. Hal ini meningkatkan volume darah dan
oksigen ke seluruh organ dan jaringan ibu untuk pertumbuhan janin. Denyut janyung meningkat
dengan cepat setelah usia kehamilan 4 minggu, dari 15 denyut per menit menjadi 70 -85 denyut
per menit, aliran darah meningkat dari 64 ml menjadi 71 ml.

Pada trimester 3, aliran pada curah jantung mengalami pengurangan karena ada penekanan
pada vena kava inferior oleh uterus. Walaupun curah jantung meningkat pada wanita hamil namun
tekanan darah belum tentu ikut meningkat, karna reduksi perifer yang resisten sekitar 50 dari
wanita tidak hamil. Jumlah vena dan venula meningkat, hormone progesterone meningkat
menyebabkan otot polos berelaksasi dan berdilatasi. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi
vasodilator prostaglandin

Pada kehamilan uterus menekan vena kava sehingga mengurangi darah vena yang akan
kembali ke jantung. Curah jantung mengalami pengurangan sampai 30% dan tekanan darah turun
hingga 15% yang dapat membangkitkan pusing, mual dan muntah. Vena kava menjadi miskin
oksigen pada akhir kehamilan sejalan dengan meningkatnya distensi dan tekanan pada vena kaki,
vulva, rectum dan pelvis akan menyebabkan edema di bagian kaki, vena dan hemoroid.
DARAH

 Aliran dan volume darah

Tidak ada peningkatan aliran darah ke otak dan hati. Aliran darah uterus secara fisiologis
meningkat karena efek dari angiotensin II di jaringan plasenta. Aliran darah ginjal meningkat
sebanyak 70 – 80 % pada akhir trimester I, hal ini akan menambah ekskresi. Peningkatan aliran
darah pada kulit dan membran mukosa dan disebagian kaki dan tangan, mencapai maksimum 500
ml per menit pada kehamilan 36 minggu dan untuk membentuk ekstra panas untuk metabolisme
fetus. Hal ini menyebabkan ibu hamil sering merasa kepanasan dan berkeringat. Peningkatan
volume darah dimulai dari usia kehamilan 10 minggu sampai kehamilan 34 minggu secara
progresif. Sirkulasi volume darah yang tinggi diperlukan untuk :

- Persediaan aliran darah ekstra untuk plasenta di khorio desidual.


- Menyuplai kebutuhan metabolisme ekstra janin
- Persediaan untuk perfusi ekstra dari ginjal atau organ lain
- Sebagai pengimbang dari arteri yang meningkat dan kapasitas vena.
- Sebagai kompensasi terhadap hilangnya darah pada saat transportasi

 Faktor pembekuan darah

Sistem pembekuan darah dan fibrinogen mengalami akselerasi yang besar pada saat
kehamilan. Hal ini mengarah pada perubahan waktu koagulasi dari 12 ke 8 menit. Kapasitas
pembekuan darah meningkat yang merupakan salah satu cara untuk mencegah hemoragi pada saat
pelepasan plasenta saat bersalin.

 Perubahan sistem respirasi

Mukosa sistem respirasi menjadi hiperemik dan edema dengan mucus yang hipersekresi
mengarah pada sesak dan epiktaksis. Itulah sebabnya banyak wanita hamil yang mengeluh pilek.
Kapasitas paru total berkurang 5 % karena elevasi diafragma. Frekuensi respirasi normal berkisar
14 – 15 napas / menir dengan pernapasan diafragma dan napas yang lebih dalam
 Perubahan sistem urinary

Pada trimester kedua aliran darah ginjal meningkat hingga kehamilan 30 minggu,
kemudian menurun secara perlahan. Akibatnya ginjal mengalami pembesaran dan filtrasi
glomerular. Perubahan dalam filtrasi glomerulus adalah penyebab peningkatan klirens kreatinin,
urea dan asam urat yang sangat diabsopsi pada awal kehamilan. Protein dan asam amino sangat
sedikit direabsorpsi, sementara asam amino dan vitamin ditemukan dalam jumlah yang banyak di
dalam urine wanita hamil. Hanya protein yang tidak dapat ditemukan pada urine wanita hamil.
Ekskresi glukosa meningkat sebagai hasil peningkatan filtrasi glomerulus terhadap glukosa
disbanding dengan pengurangan reabsopsi.

 Perubahan pada sistem integumen

Dari akhir bulan kedua sampai dengan aterm, terjadi peningkatan pituitary melanin
stimulating hormone yang menyebabkan bermacam tingkat pigmentasi meskipun masih
tergantung pada warna kulit ibu hamil. Kulit terasa seperti terbakar selama kehamilan akan
bertahan lebih lama dibandingkan dengan hal lain. Tempat yang umumnya terpengaruh adalah
aerola, garis tengah abdomen, perineum, dan aksila. Hal ini terjadi karna pada beberapa daerah
tersebut kadar melanositnya lebih tinggi. Hampir semua wanita hamil mempunyai garis pigmentasi
yang disebut linea. Biasanya berada di garis tengah otot rektus yang merupakan bagian pertahanan
pada saat uterus berkembang dan bertambah besar dan juga menyebabkan tekti diastasis.kulit
kepala, muka dan bulu di tubuh selama hamil menjadi lebih tebal.

 Perubahan pada sistem musculoskeletal

. Lemahnya dan membesarnya jaringan menyebabkan terjadinya hidrasi pada trisemester


akhir. Simfisis pubis melebar sampai 4 mm pada usia gestasi 32 minggu dan sakrokoksigeus tidak
teraba, diikuti terabanya koksigis sebagai pengganti bagian belakang. Meningkatnya pergerakan
pelvic menyebabkan pergerakan pada vagina dan hal ini emnyebabkan sakit punggung dan lgamen
pada saat hamil tua. Bentuk tubuh selalu berubah menyesuaikan dengan pembesaran uterus
kedepan karena tidak adanya otot abdomen.
 Perubahan pada sistem gastrointestinal

Gusi menjadi bengkak, lunak dan berlubang pada saat kehamilan, merupakan efek dari
peningkatan kadar estrogen yang mengarah pada perdarahan karna trauma. Peningkatan saliva dan
ptyalin adalah masalah umum pada kehamilan. Relaksasi otot polos abdomen dan hipomotilitas
karna peningkatan kadar estrogen dan HCG dapat menyebabkan mual dan muntah. Peningkatan
nafsu makan pada masa kehamilan bisa dikarenakan hormone progesterone yang memerintah otak
untuk mengatur penyimpanan lenak untuk keseimbangan energy. Hal ini bertujuan menggantikan
kadar plasma glukosa dan asam amino yang turun pada awal kehamilan. Turunnya osmolaritas
plasma dan naiknya kadar prolaktin juga meningkat perasaan haus pada wanita hamil. Adanya
tekanan intragrastik yang tidak disertai dengan tonus dari sfingter kardia lambung menyebabkan
refluks asam di mulut dan sakit epigastrik atau retrostenal.

2. Perubahan infeksi pada ibu hamil (hasil laboratorium atau klinis)


PERUBAHAN HEMATOLOGI
■ Volume Darah

Hipervolemia yang terkenal berhubungan dengan kehamilan normal rata-rata 40 sampai 45


persen di atas darah yang tidak hamil volume setelah 32 sampai 34 minggu (Pritchard, 1965;
Zeeman, 2009). Pada wanita perorangan, ekspansi sangat bervariasi. Dalam beberapamHanya ada
sedikit kenaikan, sedangkan pada darah orang lain volume hampir dua kali lipat Janin tidak penting
untuk ini karena Peningkatan volume darah terjadi pada beberapa wanita dengan hidatidiform tahi
lalat. Kehamilan yang diinduksi hipervolemia memiliki beberapa hal penting fungsi. Pertama,
memenuhi kebutuhan metabolik yang diperbesar rahim dan sistem vaskularnya sangat hipertropi.
Kedua, Ini menyediakan nutrisi dan unsur berlimpah untuk mendukung plasenta dan janin yang
tumbuh cepat. Peningkatan volume intravascular juga melindungi ibu, dan pada gilirannya janin,
melawan efek merusak dari pengembalian vena yang terganggu pada telentang dan posisi tegak.
Terakhir, ini melindungi ibu terhadap efek samping dari hilangnya darah terkait parturisi. Volume
darah ibu mulai meningkat pada tahap pertama trimester. Pada 12 minggu menstruasi, volume
plasma mengembang oleh sekitar 15 persen dibandingkan dengan masa pra-kelahiran (Bernstein,
2001). Seperti ditunjukkan pada Gambar 4-6, volume darah ibu berkembang paling cepat selama
trimester kedua. Saat itu juga naik pada tingkat yang jauh lebih lambat selama trimester ketiga ke
dataran tinggi selama beberapa minggu terakhir kehamilan. Ekspansi volume darah akibat
peningkatan keduanya plasma dan eritrosit. Meski lebih banyak plasma daripada eritrosit biasanya
ditambahkan ke sirkulasi ibu, Peningkatan volume eritrosit cukup banyak dan rata-rata 450 mL
(Pritchard, 1960). Hiperplasia eritroid sedang hadir di sumsum tulang, dan jumlah retikulosit
sedikit meningkat selama kehamilan normal. perubahan ini hampir pasti terkait dengan tingkat
eritropoietin plasma ibu yang tinggi. Puncak ini terjadi pada awal trimester ketiga dan sesuai untuk
produksi eritrosit maksimal (Clapp, 2003; Harstad, 1992).

Konsentrasi Hemoglobin dan Hematokrit

Karena augmentasi plasma yang besar, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit sedikit
menurun selama kehamilan. Akibatnya, seluruh viskositas darah menurun (Huisman, 1987).
Konsentrasi hemoglobin rata-rata 12,5 g / dL, dan sekitar 5 persen wanita, itu di bawah 11,0 g /
dL. Jadi, konsentrasi hemoglobin Di bawah 11,0 g / dL, terutama menjelang akhir kehamilan,
seharusnya dianggap abnormal dan biasanya karena kekurangan zat besi dari pada kehamilan
hypervolemia.

Metabolisme Besi

Penyimpanan Bes Kandungan besi total wanita dewasa normal berkisar antara 2,0 sampai
2,5 g, atau kira-kira setengahnya yang biasanya ditemukan pada pria. Sebagian besar ini tergabung
dalam hemoglobin atau mioglobin, dan Dengan demikian, toko besi wanita muda normal hanya
sekira 300 mg (Pritchard, 1964).

Persyaratan Besi

Dari kira-kira 1000 mg zat besi dibutuhkan untuk normal Kehamilan, sekitar 300 mg secara
aktif ditransfer ke janin dan plasenta, dan 200 mg lainnya hilang melalui berbagai macam Rute
ekskresi normal, terutama saluran gastrointestinal. Ini adalah kerugian wajib dan bertambah
bahkan saat sang ibu adalah kekurangan zat besi. Kenaikan rata-rata beredar total volume eritrosit-
sekitar 450 mL-membutuhkan 500 lainnya mg. Ingat bahwa setiap 1 mL eritrosit mengandung 1,1
mg dari besi Karena kebanyakan zat besi digunakan selama setengah terakhir kehamilan,
kebutuhan zat besi menjadi besar setelah midpregnancy dan rata-rata 6 sampai 7 mg / hari
(Pritchard, 1970). Di sebagian besar wanita, jumlah ini biasanya tidak tersedia toko besi Jadi, tanpa
zat besi tambahan, peningkatan optimal pada eritrosit ibu volume tidak akan berkembang, dan
hemoglobin Konsentrasi dan hematokrit akan turun lumayan saat volume plasma meningkat. Pada
waktu bersamaan, Produksi sel darah merah tidak terganggu karena plasenta mentransfer zat besi
bahkan jika si ibu anemia defisiensi besi berat Dalam kasus yang parah, kita telah
mendokumentasikan nilai hemoglobin ibu 3 g / dL, dan pada saat bersamaan, janin mengalami
hemoglobin konsentrasi 16 g / dL. Kompleksnya mekanisme transportasi dan regulasi besi plasenta
baru saja ditinjau oleh Perjudian (2011) dan Lipiński (2013) dan semuanya rekan kerja Dengan
demikian jumlah zat besi makanan, bersama dengan yang dimobilisasi dari toko, akan tidak
mencukupi untuk memenuhi tuntutan rata-rata yang dikenakan dengan kehamilan Jika wanita
hamil nonanemik tidak diberikan zat besi tambahan, kemudian konsentrasi besi dan feritin serum
menurun setelah midpregnancy Awal kehamilan meningkat di Serum besi dan feritin cenderung
karena zat besi awal minimal tuntutan dikombinasikan dengan keseimbangan besi positif dari
amenore (Kaneshige, 1981).

Puerperium

Umumnya, tidak semua zat besi ibu ditambahkan dalam bentuk hemoglobin hilang dengan
persalinan normal Selama persalinan per vaginam dan hari pascapersalinan pertama, hanya sekitar
setengah dari yang ditambahkan eritrosit hilang dari kebanyakan wanita. Kerugian normal ini
adalah dari situs implantasi plasenta, episiotomi atau laserasi, dan lochia. Rata-rata, eritrosit ibu
sesuai kira-kira 500 sampai 600 mL predelivery seluruh darah hilang dengan persalinan janin
tunggal (Pritchard, 1965; Ueland, 1976). Kehilangan darah rata-rata berhubungan dengan operasi
Caesar persalinan atau dengan persalinan per vaginam kembar kira-kira 1000 mL.

■ Fungsi Imunologis

Kehamilan dianggap terkait dengan penindasan berbagai fungsi imunologis humoral dan sel-
mediated untuk mengakomodasi gradien semiallogeneic "asing" (Redman, 2014; Thellin, 2003).
Pada kenyataannya, kehamilan adalah proinflammatory dan kondisi antiinflamasi, tergantung
pada tahap kehamilan. Memang, Mor dan rekannya (2010, 2011) telah mengusulkan agar
kehamilan bisa dibagi menjadi tiga hal yang berbeda fase imunologis. Pertama, kehamilan dini
bersifat proinflamasi. Selama implantasi dan plasentasi, blastokista harus menembus epitel
rongga uterus lapisan untuk menyerang jaringan endometrium. Trophoblast harus itu ganti
endothelium dan otot polos pembuluh darah pembuluh darah ibu untuk mengamankan suplai
darah yang adekuat untuk plasenta (Bab 5, hal 90). Semua kegiatan ini tercipta sebuah "medan
pertempuran" yang sesungguhnya dari sel-sel yang menyerang, sel-sel mati, dan memperbaiki
sel. Dan, lingkungan peradangan diperlukan untuk mengamankan penghapusan puing - puing
seluler dan perbaikan yang memadai epitel uterus Sebaliknya, midpregnancy bersifat
antiinflammatory. Selama periode pertumbuhan dan perkembangan janin yang cepat ini, ciri
imunologi yang dominan adalah induksi sebuah keadaan antiinflamasi. Terakhir, partainya
ditandai oleh masuknya sel kekebalan ke dalam miometrium untuk dipromosikan recrudescence
dari proses inflamasi. Komponen antiinflamasi penting kehamilan tampaknya melibatkan
penekanan T-helper (Th) 1 dan T-sitotoksik (Tc) 1 sel, yang mengurangi sekresi interleukin-2
(IL- 2), interferon-γ, dan tumor necrosis factor-β (TNF-β). Sana juga merupakan bukti bahwa
respon Th1 yang ditekan perlu dilakukan kelanjutan kehamilan Ini juga bisa menjelaskan
hubungan kehamilan pengampunan beberapa gangguan autoimun seperti rheumatoid arthritis,
multiple sclerosis, dan tiroiditis Hashimoto-yang mana adalah penyakit yang dimediasi Th1
(Kumru, 2005). kegagalan penekanan kekebalan Th1 mungkin terjadi berhubungan dengan
perkembangan preeklamsia (Jonsson, 2006).

3. Patofisiologi KPD

Ketuban pecah dini premature (PPROM) mendefinisikan ruptur spontan membran janin
sebelum mencapai umur kehamilan 37 minggu dan sebelum onset persalinan (American College
of Obstetricians dan Gynecologists, 2007). Pecah tersebut kemungkinan memiliki berbagai
penyebab, namun banyak yang percaya infeksi intrauterin menjadi salah satu predisposisi utama
(Gomez dan rekan, 1997; Mercer, 2003).

Beberapa studi menunjukkan bahwa patogenesis PPROM berkaitan dengan peningkatan apoptosis
komponen selular membran dan peningkatan tingkat protease spesifik dalam membran dan cairan
amnionic. Kekuatan tahanan membran banyak diperoleh dari matriks ekstraselular dalam amnion.
Amnionic kolagen interstisial, terutama tipe I dan III, diproduksi dalam sel mesenchymal dan
merupakan komponen struktural yang paling penting untuk kekuatan (Casey dan MacDonald,
1996). Untuk itu, degradasi kolagen telah menjadi fokus penelitian.

Keluarga Metalloproteinase Matriks (MMP) yang terlibat dengan renovasi jaringan normal dan
terutama dengan degradasi kolagen. MMP-2, MMP-3, dan MMP-9 anggota keluarga ini
ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dalam cairan amnionic dari kehamilan dengan
PPROM (Park dan rekan, 2003; Romero dan rekan, 2002). Kegiatan MMPs sebagian diatur oleh
inhibitor jaringan matriks metaloproteinase (TIMPs). Beberapa inhibitor ini ditemukan dalam
konsentrasi yang lebih rendah dalam cairan amnionic dari wanita dengan PPROM. Peningkatan
tingkat MMP ditemukan pada waktu saat ekspresi protease inhibitor menurun mendukung lebih
lanjut bahwa ekspresi tersebut mengubah kekuatan regangan amnionic. Studi eksplan
amniochorion telah menunjukkan bahwa ekspresi MMPs dapat ditingkatkan dengan perlakuan
dengan IL-1, TNF-, dan IL-6 (Fortunato dan rekan, 1999a, b, 2002). Jadi, induksi MMP dapat
menjadi bagian dari proses peradangan. Protein terlibat dalam sintesis kolagen cross-linked
matang atau protein kolagen matriks yang mengikat dan mempromosikan kekuatan tarik juga telah
ditemukan diubah PPROM .

Dalam kehamilan dengan PPROM, menunjukkan tingkat kematian sel amnion yang lebih tinggi
dari pada amnion pada masa aterm (Arechavaleta-Velasco dan rekan, 2002; Fortunato dan Menon,
2003). Penanda apoptosis dengan PPROM juga menunjukkan level yang meningkat dibandingkan
dengan membran aterm. Dalam penelitian in vitro menunjukkan apoptosis yang mungkin diatur
oleh IL-1b endotoksin bakteri dan TNF-α. Secara keseluruhan, pengamatan ini menunjukkan
bahwa banyak kasus hasil PPROM dari aktivasi degradasi kolagen, perubahan dalam perakitan
kolagen, dan kematian sel semua mengarah ke amnion melemah.

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk memastikan kejadian infeksi-PPROM diinduksi. Kultur
bakteri dari cairan amnionic mendukung peran untuk infeksi dalam proporsi yang signifikan.
Sebuah review dari 18 studi yang terdiri dari hampir 1500 wanita dengan PPROM menemukan
bahwa sepertiganya bakteri dapat diisolasi dari cairan amnionic (Goncalves dan rekan kerja, 2002).
Karena temuan ini, beberapa telah diberi perlakuan antimikroba profilaksis untuk mencegah
PPROM. Meskipun hasilnya bertentangan, ada bukti bahwa pengobatan awal infeksi tanpa gejala
yang dipilih lebih rendah saluran kelamin dan radang periodontal aktif akan mengurangi timbulnya
PPROM dan kelahiran prematur. Dengan demikian, ada bukti kuat bahwa infeksi menyebabkan
proporsi yang signifikan dari kasus PPROM. Respon inflamasi yang mengarah ke membran
pelemahan saat ini sedang didefinisikan. Penelitian difokuskan pada mediator proses ini dengan
tujuan identifikasi penanda awal bagi perempuan beresiko untuk PPROM

4. Terminologi ( faktor risiko, etiologi, )


Definisi Faktor Risiko. Risk Factor atau Faktor Resiko adalah hal-hal atau variabel
yang terkait dengan peningkatan suatu resiko dalam hal ini penyakit tertentu. Faktor
resiko di sebut juga faktor penentu, yaitu menentukan berapa besar kemungkinan
seorang yang sehat menjadi sakit. Faktor penentu kadang-kadang juga terkait dengan
peningkatan dan penurunan resiko terserang sutu penyakit.

Etiologi adalah studi tentang penyebab. Misalnya, penyebab dari gangguan.
Kata “etiologi” terutama digunakan dalam kedokteran sebagai ilmu yang mempelajari
penyebab atau asal penyakit dan faktor-faktor yang menghasilkan atau memengaruhi
suatu penyakit tertentu atau gangguan

5. Gagal induksi dan gagal augmentasi

Induksi persalinan adalah pencetusan persalinan buatan. Augmentasi persalinan


menggunakan teknik dan obat yang sama dengan induksi persalinan, tetapi dilakukan setelah
kontraksi dimulai secara spontan.

Biasanya induksi persalinan hanya dilakukan jika ibu memiliki masalah kebidanan atau jika
ibu maupun bayinya memiliki masalah medis. untuk menentukan kematangan janin secara
akurat, sebelum dilakukan induksi, bisa dilakukan amniosentesis.

Pada induksi persalinan biasanya digunakan oksitosin, yaitu suatu hormon yang
menyebabkan kontraksi rahim menjadi lebih kuat. hormon ini diberikan melalui infus sehingga
jumlah obat yang diberikan dapat diketahui secara pasti.selama induksi berlangsung, denyut
jantung janin dipantau secara ketat dengan menggunakan alat pemantau elektronik. Jika induksi
tidak menyebabkan kemajuan dalam persalinan, maka dilakukan operasi sesar.

Pada augmentasi persalinan diberikan oksitosin sehingga kontraksi rahim bisa secara efektif
mendorong janin melewati jalan lahir. Tetapi jika persalinan masih dalam fase inisial (dimana
serviks belum terlalu membuka dan kontraksi masih tidak teratur), lebih baik augmentasi
ditunda dengan membiarkan ibu beristirahat dan berjalan-jalan.

Kadang terjadi kontraksi yang terlalu kuat, terlalu sering atau terlalu kuat dan terlalu sering.
keadaan ini disebut kontraksi disfungsional hipertonik dan sulit untuk dikendalikan. Jika hal ini
terjadi akibat pemakaian oksitosin, maka pemberian oksitosin segera dihentikan. diberikan obat
pereda nyeri atau terbutalin maupun ritodrin untuk membantu menghentikan maupun
memperlambat kontraksi.

Tahapan :

500 cc dextrose 5%, dicampurkan 5 IU oksitosin sintetik. Cairan oksitosin dialirkan


melalui infus dengan dosis 0.5 mIU sampai 1.0 mIU per menit, sampai diperoleh respons berupa
aktifitas kontraksi dan relaksasi uterus yang cukup baik. Dimulai dari 8 tetes dan dinaikkan 4
tetes/15 menit.. Dengan Maksimal tetesan 40 tetes. Ini semua dilakukan untuk mendapatkan
Kontraksi Rahim yang adekuat sehingga menyebabkan pembukaan jalan lahir.4

Evaluasi Keberhasilan Induksi oleh tenaga Medis dapat dilihat dalam score Bishop. Bila, sudah
di induksi dengan Infus Drip 3x tapi tetap tidak ada kemajuan, dikatakan INDUKSI GAGAL.
Dan bila kegagalan persalinan dikarenakan rahim yang tak mau berkontraksi (POWER),
penanganan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara Sectio Caesarea.
Daftar pustaka

1. Cunningham, F. G. (2015). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Edisi: 24 hal 46 -62.


2. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009, hal 523 - 529.
3. Manuaba IBG, Manuaba IAC & Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC;
2007, hal 295. 5.
4. Mochtar R. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi III. Jakarta: EGC;
2012

Anda mungkin juga menyukai