Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Kelompok : VIII (delapan)
Nama : 1. Tantri Prasetyani NIM.151411061
2. Wulandari NIM.151411063
3. Yaumi Istiqlaliyah NIM.151411064
Kelas : 3B
1.2 Tujuan
1.2.1 Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan
konsentrasi kandungan organnik (COD) dalam efluen sebelum dan sesudah
pemberian nutrisi.
1.2.2 Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme dalam reactor.
1.2.3 Menentukan besarnya TSS (Total Suspended Solids) dan VSS (Volatile Suspended
Solids) dan FSS (Fixed Suspended Solids).
1.2.4 Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organik yang didekomposisi oleh mikroorganisme dalam reaktor terhadap
kandungan bahan organik mula-mula.
1.2.5 Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu
untuk mengetahui efisiensi pembentukan gas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anaerob
Proses pengolahan limbah cair secara biologi dapat dilakukan dengan dua metoda, yaitu
aerobik dan anaerobik. Pada pengolahan limbah cair secara aerobik, mikroorganisme
memerlukan oksigen untuk mendekomposisi bahan-bahan organik dalam air tersebut. Dengan
oksigen yang disuplai oleh aerasi dan batuan enzim dalam mikroorganisme maka pada waktu
yang sama akan terjadi dekomposisi bahan-bahan organik dan pertumbuhan mikrooganisme
baru karena adanya pertambahan energi pada saat proses dekomposisi bahan-bahan organik
berlangsung (Budiastuti, TT).
Pada pengolahan limbah cair secara anaerobik oksigen tidak diperlukan. Keberadaan
oksigen akan membuat pertumbuhan mikroorganisme pendekomposisi menjadi terganggu atau
bahkan mengalami kematian. Maka dari itu diperlukan penjagaan, penanganan khusus, dan
biaya yang tidak murah dalam prosesnya (Budiastuti, TT).
Menurut Indriyanti (2015), tahapan- tahapan yang terjadi dalam proses degradasi
anaerobik antara lain.
a. Proses Hidrolisis
Proses hidrolisis adalah proses di mana aktivitas kelompok bakteri Saprofilik
menguraikan bahan organik kompleks. Aktivitas terjadi karena bahan organik tidak
larut seperti polisakarida, lemak, protein dan karbohidrat akan dikonsumsi bakteri
Saprofilik, di mana enzim ekstraseluler akan mengubahnya menjadi bahan organik
yang larut dalam air.
b. Proses Asidogenesis
Pada proses ini, bahan organik terlarut akan diubah menjadi asam organik rantai
pendek, seperti asam butirat, asam propionate, asam amino, asam asetat, dan asam-
asam lainnya oleh bakteri Asidogenik.
Salah satu bakteri yang hidup dalam kelompok Asidogenik adalah bakteri
pembentukan asam asetat, yaitu bakteri Asitogenik, bakteri ini yang berperan dalam
tahap perombakan asam propionate, asam amino, asam butirat, maupun asam rantai
panjang lainnya menjadi asam organik yang mudah menguap/volatil seperti asam
asetat.
c. Proses Metanogenesis
Proses metanogenesis adalah proses dimana bakteri Metanogenik akan
mengkonversi asam organik volatil menjadi gas metan (CH4) dan karbondioksida
(CO2).
3. pH
Pada proses anaerob , proses masih dapat berjalan pada rentang pH 6,0-8,0
tetapi bakteri metan sangat sensitif sehingga harus dikondisikan pada rentang 6,5 – 7,5.
Pada pH rendah dan asam yang berlebih akan menjadi penghambat untuk baketri
metanogenik. Untuk mengotrol pH pada proses ini dapat menggunakan Sodium
Bikarbonat.
4. Alkalinitas
Alkalinitas berpengaruh untuk mempertahankan pH agar tetap dalam rentang
yang optimum sehingga masih dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri metan
sehingga dapat menghasilkan biogas dengan perbandingan 55-75% gas metan dan 25-
45% gas karbondioksida. Untuk mencapai perbandingan gas di atas, dengan kondisi pH
6,5 dibutuhkan nilai alkalinitas pada rentang 500 – 900 mg/l CaCO3 .
5. Temperatur
Berdasarkan pada pengoperasian rector anaerobik, bakteri yang hidup dalam
reaktor dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Termofilik yang hidup pada suhu antara 40-60 ºC
b. Mesofilik yang hidup pada suhu antara 25-40 ºC
6. Nutrisi
Kebutuhan nutrisi bakteri anaerobik khususnya N dan P yang dibutuhkan untuk
memproduksi enzim untuk mencerna karbon. Rasio perbandingan C:N:P berkisar
400:7:1 dan 1000:7:1 tergantung pada tinggi rendahnya beban yang akan diolah.
(Indriyanti.2005)
2.2 COD
Analisa Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan suatu jenis analisa yang
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organik, yang ada dalam sampel air, menjadi CO2 dan H2O (Sato, dkk.
2015)
Nilai COD dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini :
𝑚𝑔𝑂2 (𝑎 − 𝑏). 𝑐 𝑥 1000 𝑥 𝑑 𝑥 𝑝
𝐶𝑂𝐷 ( )=
𝑙 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Di mana : a = ml FAS untuk blanko
b = ml FAS untuk sampel
c = normalitas FAS
d = berat equivalen oksigen (8)
p = pengenceran
Besarnya nilai COD dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya ialah waktu
tinggal dan volume limbah.
Menurut Handayani (2012) , Total Suspended Solid (TSS) merupakan bagian dari Total
Solid (TS) yang tertahan pada filter/kertas saring dengan ukuran pori tertentu, yang diukur
setelah dikeringkan. Besarnya TSS dapat dihitung menggunakan rumus :
𝑚𝑔 (𝑐 − 𝑎) 𝑥 106
𝑇𝑆𝑆 ( ) =
𝑙 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2.4 VSS (Volatil Suspended Solid)
Menurut Handayani (2012) , Volatil Suspended Solid (VSS) merupakan padatan yang
dapat diuapkan dan terbakar saat TSS dipanaskan. Dalam hal ini VSS = MLVSS. Besarnya
VSS dapat dihitung menggunakan rumus :
𝑚𝑔 (𝑐 − 𝑑) 𝑥 106
𝑉𝑆𝑆 ( ) =
𝑙 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Setengah jam kemudian dilakukan pengambilan sampel kedua yang telah diberi nutrisi.
Sampel sebanyak 2,5 ml dimasukan ke dalam tabung Hach, kemudian ditambahkan 3,5
ml Kalium Birkromat dan 1,5 ml asam sulfat
Tabung Hach dimasukan ke dalam Hach COD Digester dan dipanaskan pada suhu 150
ºC selama 2 jam.
Tabung Hach dikeluarkan dari digester dan dibiarkan dingin pada udara terbuka. Setelah
tabung menjadi dingin dilakukan titrasi dengan larutan Ferro Amonium (FAS) 0,1 N
menggunakan indikator ferroin sebanyak 2-3 tetes (titrasi dihentikan ketika terjadi
perubahan warna dari hijau menjadi coklat).
Cawan pijar dipanasakan selama 1 jam dalam Furnace pada suhu 600ºC dan kertas
saring dipanaskan selama 1 jam dalam Oven pada suhu 105 ºC
Cawan pijar ditimbang hingga diperoleh berat konstan (a gram) maupun kertas saring (b
gram). Desikator digunakan untuk menurunkan suhu cawan pijar maupun kertas saring
ketika akan ditimbang.
Air limbah sebanyak 40 ml disaring menggunakan kertas saring yang sudah diketahui
beratnya.
Kertas yang berisi endapan dimasukkan ke dalam cawan pijar dan dipanaskan dalam
Oven pada suhu 105ºC selama 1 jam.
Cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan ditimbang hingga didapat berat
konstan (c gram)
Cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan dimasukan ke dalam Furnace pada
suhu 600ºC selama 2 jam.
Cawan dan kertas saring berisi endapan ditimbang hingga diperoleh berat konstan (d
gram)
3.3 Keselamatan Kerja
Catatan :
Sampel 1 : Efluen reaktor sebelum dinutrisi, setelah satu minggu
Sampel 2 : Efluen reaktor setelah dinutrisi, setelah satu minggu
Sampel 3 : Efluen reaktor sebelum dinutrisi, pada 15 September 2017
Sampel 4 : Efluen reaktor sesudah dinutrisi, pada 15 September 2017
Sampel 5 : Efluen reaktor sebelum dinutrisi, pada 22 September 2017
Sampel 6 : Efluen reaktor setelah dinutrisi pada 23 September 2017
Tabel 6. Data Pengamatan Hasil COD pada tanggal 15 Sepetember 2017 (Kelompok 7)
1.
Efisiensi pengolahan sampel 1 % 76,47
2.
Efisiensi pengolahan sampel 2 % 44
3.
Efisiensi pengolahan sampel 3 % 58,82
FURNACE
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Menentukan konsentrasi kandungan organik (COD) sebelum dan setelah diberi nutrisi
COD menyatakan jumlah O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organic
yang terkandung dalam reaksi fermentasi pada zona anaerob sehingga terurai menjadi CO2
dan H2O. Nilai COD ini digunakan sebagai indicator pencemaran air oleh bahan-bahan
organik yang terkandung dalam air limbah.
Proses anaerobik yang diamati dilakukan dalam reaktor satu tahap.
Berdasarakan pengamatan yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut.
No. COD Satuan Hasil Percobaan
1. Sampel 1 mgO2/L 3481.6
2. Sampel 2 mgO2/L 819.2
3. Sampel 3 mgO2/L 1945.6
4. Sampel 4 mgO2/L 1433.6
5. Sampel 5 mgO2/L 4089.6
6. Sampel 6 mgO2/L 454.4
Berdasarkan data pengamtan di atas dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan
serta penurunan pada setiap sampel. Pengamatan nilai COD oleh kelompok 8 terhadap
sampel 5 dan sampel 6 menunjukkan penurunan COD yang tinggi sebesar 3635.2 mgO2/L.
Penurunan nilai COD pada sampel 5 ke sampel 6 setelah pemberian nutrisi pada air sampel
dikarenakan nutrisi yang diberikan digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan
zat-zat organik di dalam limbah sehingga nilai COD menurun,
Pada sampel sebelumnya, yaitu sampel 3 ke sampel 4 mengalami penurunan
nilai COD sebesar 512 mgO2/L. Perbedaan penurunan COD antara sampel 3 ke sampel 4
dan sampel 5 ke sampel 6 berselang waktu satu minggu.
Besarnya penurunan COD dari minggu pertama ke minggu kedua tidak konstan.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah nutrisi yang diberikan. Pada minggu
pertama (kelompok 7), nutrisi yang ditambahkan sebanyak 53 ml sementara pada minggu
kedua (kelompok 8) nutrisi yang ditambahkan sebanyak 91.2 ml. Jumlah nutrisi ini
mempengaruhi aktivitas dari mikroorganisme sehingga dengan pemberian nutrisi yang
lebih tinggi diperoleh penurunan COD yang tinggi pula.
Namun, apabila diamati hasil nilai COD setiap minggunya diketahui bahwa
pada pengambilan sampel pada minggu pertama dan minggu kedua, nilai COD (sampel 5)
pada minggu kedua lebih tinggi dari minggu pertama (sampel 4). Hal tersebut dapat terjadi
dikarenakan terdapat waktu satu minggu dimana air limbah tidak diberi asupan nutrisi
sehingga aktivitas mikroorganisme untuk mendegradasi zat-zat organik berkurang.
Oleh karena itu, pemberian nutrisi sebaiknya dilakukan dengan jangka waktu
yang lebih singkat lagi atau kurang dari satu minggu agar aktivitas mikroorganisme untuk
mendegradasi zat-zat organik dapat berlangsung secara optimum.
Berdasarkan nilai COD yang teramati diketahui bahwa nilai COD dipengaruhi
oleh waktu tinggal reaktor serta pemberian nutrisi.
4.2 Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili
kandungan mikroorganisme dalam reaktor.
4.3 Menentukan besarnya TSS (Total Suspended Solids) dan VSS (Volatile Suspended Solids)
dan FSS (Fixed Suspended Solids).
TSS (Total Suspended Solid ) teramati dari keseluruhan berat kertas saring serta
endapan yang terdapat di dalamnya. Berdasrkan data yang diperoleh diketahui bahwa
besarnya TSS pada minggu kedua lebih besar dibandingkan nilai TSS pada minggu
pertama. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan waktu tinggal di dalam reaktor selama
seminggu sehingga jumlah endapan yang terbentuk lebih banyak.
4.4 Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan bahan
organik yang didekomposisi oleh mikroorganisme dalam reaktor terhadap kandungan
bahan organik mula-mula.
4.5 Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu untuk
mengetahui efisiensi pembentukan gas.
Wulandari (151411063)
Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan konsentrasi
kandungan organik (COD) dalam efluen setelah percobaan berlangsung satu minggu.
Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu untuk
mengetahui efisiensi pembentukan gas.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan efisiensi gas yang dihasilkan
dalam percobaan adalah 0%. Hal ini disebabkan salah satu rangkaian dari proses
percobaan anaerob itu sendiri tidak tercapai yang dimana proses tersebut yaitu proses
metanogenesis. Proses metanogenesis adalah proses dimana bakteri Metanogenik akan
mengkonversi asam organik volatil menjadi gas metan (CH4) dan karbondioksida
(CO2).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
[Yaumi Istiqlaliyah/151411064]
4.1.Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan konsentrasi
kandungan organik (COD) dalam efluen sebelum dan sesudah pemberian nutrisi
Menurut Sato, dkk (2015) nilai Chemical Oxygen Demand (COD) dihitung dengan
tujuan untuk mengetahui banyaknya oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
mengoksidasi zat-zat organik, yang ada di dalam sampel air, menjadi CO2 dan H2O.
Berikut ini dilampirkan nilai COD saat sebelum diberi nutrisi (sampel 5) dan
sesudah diberi nutrisi (sampel 6) :
Nilai COD setelah diberi nutrisi dan proses pengolahan anaerob telah berjalan
selama 30 menit mengalami penurunan karena jumlah zat-zat organik yang akan diuraikan
pun telah berkurang. Namun berdasarkan data pada tabel 9, nilai COD setelah diberi nutrisi
masih di atas baku mutu. Baku mutu COD berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI.
416/Menker/Per/IX/1990 ialah sebesar 100 mg O2/L. Hal ini diakibatkan karena proses
pengolahan baru berjalan sebentar. Seperti yang telah tercantum di dasar teori, menurut
Wulandari dan Marlitasari (TT) waktu pengolahan yang lama akan memberikan
kesempatan kepada mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik sehingga bahan
organik yang terurai semakin banyak (penurunan COD menjadi semakin besar).
Tabel 10. Data Pengamatan Hasil COD pada tanggal 15 Sepetember 2017 (Kelompok 7)
Jika dibandingkan antara data pada tabel 9 dan 10, maka dapat dilihat bahwa
penurunan COD pada tabel 10 (sampel 1- sampel 2, sampel 3 – sampel 4) lebih sedikit
dibandingkan penurunan COD pada tabel 9 (sampel 5 – sampel 6). Perbedaan nilai
penurunan COD ini dipengaruhi oleh banyaknya nutisi yang ditambahkan. Nutrisi yang
ditambahkan oleh kelompok 8 ialah sebanyak 91,2 ml sedangkan kelompok 7 hanya
menambahkan 53ml nutrisi.
4.2.Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili
kandungan mikroorganisme dalam reaktor.
4.4.Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan bahan
organik yang didekomposisi oleh mikroorganisme dalam reaktor terhadap kandungan
bahan organik mula-mula
Efisiensi pengolahan dapat dihitung dari data nilai COD saat sebelum dan sesudah
pemberian nutrisi. Dari hasil pengolahan yang telah dilakukan, diperoleh efisiensi
pengolahan sebesar 88,8%.
Menurut Chandra (dalam Sasse, 2007) efisiensi tangki anaerobik dalam penyisihan
nilai COD ialah sekitar 65-90%. Berdasarkan nilai pada teori tersebut, maka dapat dilihat
bahwa kinerja reaktor anaerob yang digunakan selama percobaan dalam kondisi baik
karena nilai efisiensinya berada pada rentang 65-90%.
4.5.Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu untuk
mengetahui efisiensi pembentukan gas.
Pada proses pengolahan limbah secara anaerob, Indriyanti (2015) mengatakan
bahwa ada 3 jenis tahapan yaitu hidrolisis, asedogenesis, dan metagenesis. Hasil akhir dari
proses metagenesis ini ialah gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Perhitungan total gas yang dihasilkan tidak dapat dilakukan karena setelah 1
minggu proses pengolahan limbah secara anaerobik tidak ada gas yang terbentuk.
[Tantri Prasetyani - 151411061]
BAB V
KESIMPULAN
SIMPULAN
Wulandari (151411063)
Besarnya TSS (Total Suspended Solids) dan VSS (Volatile Suspended Solids) dan
FSS (Fixed Suspended Solids).
1. Standarisasi FAS
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐾2𝐶𝑟2𝑂7 𝑋 𝑁 𝐾2𝐶𝑟2𝑂7
N FAS =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐹𝐴𝑆
2.5 𝑚𝐿 𝑋 0.25 𝑁
=
5.5 𝑚𝐿
= 0.1136 N
2.1 Sampel 5
(𝑎 − 𝑏)𝑥𝑐𝑥1000𝑥𝑑𝑥𝑝
𝐶𝑂𝐷 (𝑚𝑔𝑂2/𝐿) =
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(2.35 − 1.90)𝑥0.1136𝑥1000𝑥8𝑥25
𝐶𝑂𝐷 (𝑚𝑔𝑂2/𝐿) =
2.5
= 4089.6 (𝑚𝑔𝑂2/𝐿)
2.2 Sampel 6
(𝑎 − 𝑏)𝑥𝑐𝑥1000𝑥𝑑𝑥𝑝
𝐶𝑂𝐷 (𝑚𝑔𝑂2/𝐿) =
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(2.35 − 2.30)𝑥0.1136𝑥1000𝑥8𝑥25
𝐶𝑂𝐷 (𝑚𝑔𝑂2/𝐿) =
2.5
= 454.4 (𝑚𝑔𝑂2/𝐿)
3. Perhitungan Efisiensi
COD sampel 5 − COD sampel 6
Efisiensi pengolahan = x 100%
COD sampel 5
4089.6 − 454.4
Efisiensi pengolahan = x 100%
4089.6
= 88.8 %
𝑐−𝑎
TSS (mg/L) = 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑥 106
35.7978−34.4611
TSS (mg/L) = 𝑥 106
40
= 33417.5 (mg/L)
𝑐−𝑑
VSS (mg/L) = 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑥 106
35.7978−34.4634
VSS (mg/L) = 𝑥 106
40
= 33360 (mg/L)
5. Effisiensi pembentukkan gas selama proses berjalan = 0 ml (tidak ada gas yang
terbentuk.
Gambar 1. Sampel yang telah ditambahkan Kalium Karbonat dan Asam Sulfat