HIPOSPADIA
2. ANATOMI FISIOLOGI
Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan
betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti
oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.
3. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli
dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada
tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang
berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
3.Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Bahan teratogenik adalah
bahan-bahan yang dapat menimbulkan terjadinya kecacatan pada janin selama dalam
kehamilan ibu. Misalnya alcohol, asap rokok, polusi udara, dll.
4. Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus
uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus
ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang
batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim.
Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal
genetik Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia
kemih. Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi
parsial outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (Kumor,
Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan
pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997)
PATHWAY
5. Manifestasi Klinis
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
j. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat
BAK.
k. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
l. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok,
Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
6. Penatalaksanaan
a. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi
chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee maka
penis akan menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk
melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan
menyuntikkan NaCL 0,9% kedalan korpus kavernosum.
b. Operasi uretroplasty
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit
penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal pararel di kedua sisi.
Tujuan pembedahan :
- Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
- Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik
Horton dan Devine.
- Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
- Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun.
Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal.
Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis
- Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah
lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans,
lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup
dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama
dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
- Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar
dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal
(yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit
bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke
bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka
sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan
operasi hipospadi.
B. Konsep dasar tumbuh kembang anak usia
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor
stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.
Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan
menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004)
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat
berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan
lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman,
tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain
itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi
ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang
nyaman.
Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari
lingkungannya yang lama serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya
memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu
akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan
akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan
tidak aman dan rasa cemas
Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa
perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga tahap,
yaitu tahap protes ( phase of protest), tahap putus asa (phase of despair), dan tahap
menolak (phase of denial).
Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat-kuat,
menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain
tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang asing
atau orang lain.
D. Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengkajian
1. Identitas
Usia : ditemukan saat lahir
Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada
laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup.
2. Keluhan Utama
3. Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis,
penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada
kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.
4. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada
tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah
adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir
-Riwayat Kongenital
1) Penyebab yang jelas belum diketahui.
2) Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
3) Lingkungan polutan teratogenik.
5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya hambatan
penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14.
6. Activity Daily Life
a. Nutrisi : Tidak ada gangguan
b. Eliminasi : anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam
mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin
perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal
menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK.
c. Hygiene Personal : Dibantu oleh perawat dan keluarga
d. Istirahat dan Tidur: Tidak ada gangguan
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletaL: Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan:
- Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada
ginjal.
- Kaji fungsi perkemihan
- Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
- Adanya lekukan pada ujung penis
- Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
- Terbukanya uretra pada ventral
- Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drinage.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan
berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal sebagai komplikasi
maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia:
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
9. Diagnosa Keperawatan
a. Pasien pre operasi
1. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan
keluarga.
2. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga
dan klien.
b. Pasien post operasi
1. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan
dengan petunjuk aktivitas adekuat.
2. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi
Daftar Pustaka
1. Soetjiningsih. 2014. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta
2. Anonim. Hipospadia. 2013. Http://www.bedahugm.net/hipospadia
3. Johnson, Marion dkk. (2015). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby
4. McCloskey, Joanne C. (2013). Nursing interventions classification (NIC). Mosby
5. Mansjoer, Arif, dkk. (2014).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media
Aesculapius.
6. Price, Sylvia Anderson. (2014). Pathofisiologi. Jakarta: EGC
7. Purnomo, B Basuki. (2013). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika
8. Keliat. (2013). Proses Keperawatan Kesehatan, Jakarta : EGC.
9. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu