Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

HIPOSPADIA

A. Konsep Dasar Penyakit pada anak


1. Definisi
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior
dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal
hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau
perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami
pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee”. Anonim.
Hipospadia. 2013
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi
baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat
ujung penis, yaitu pada glans penis. Anonim. Hipospadia. 2013
Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir. Hipospadia
sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada skrotum dapat berupa
undescensus testis, monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa
propenil skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter
berupa fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.

2. ANATOMI FISIOLOGI
Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan
betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti
oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.

Penis terdiri dari:


Akar (menempel pada dinding perut) Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).Lubang uretra (saluran
tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di umung glans penis. Terdapat 2
rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak
bersebelahan. Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi
uretra.Jika terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami
ereksi). Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung
testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.

Organ reproduksi dalam terdiri dari :


Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan
menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Dalam testis banyak
terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus. Testis terletak di dalam
skrotum.Testis memiliki 2 fungsi, yaitu menghasilkan sperma dan membuat
testosteron (hormon seks pria yang utama). Epididimis merupakan saluran panjang
yang berkelok yang keluar dari testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara
dan mematangkan sperma. Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang
mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi untuk mengangkut
sperma menuju vesikula seminalis. Saluran ejakulasi merupakan saluran yang
pendek dan menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra. Vesikula seminalis
merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga disebut dengan kantung
semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan getah berwarna kekuningan yang kaya
akan nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana
asam dalam saluran reproduksi wanita. Urethra merupakan saluran panjang terusan
dari saluran ejakulasi dan terdapat di penis. Uretra punya 2 fungsi yaitu Bagian dari
sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih. Bagian dari sistem
reproduksi yang mengalirkan semen.

3. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli
dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada
tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang
berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
3.Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Bahan teratogenik adalah
bahan-bahan yang dapat menimbulkan terjadinya kecacatan pada janin selama dalam
kehamilan ibu. Misalnya alcohol, asap rokok, polusi udara, dll.

4. Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus
uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus
ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang
batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim.
Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal
genetik Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia
kemih. Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi
parsial outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (Kumor,
Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan
pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997)
PATHWAY
5. Manifestasi Klinis
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
j. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat
BAK.
k. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri
dengan mengangkat penis keatas.
l. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok,
Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.

6. Penatalaksanaan
a. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi
chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee maka
penis akan menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk
melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan
menyuntikkan NaCL 0,9% kedalan korpus kavernosum.
b. Operasi uretroplasty
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit
penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal pararel di kedua sisi.
Tujuan pembedahan :
- Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
- Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik
Horton dan Devine.
- Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
- Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun.
Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal.
Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis
- Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah
lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans,
lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup
dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama
dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
- Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar
dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal
(yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit
bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke
bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka
sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan
operasi hipospadi.
B. Konsep dasar tumbuh kembang anak usia

1. Usia 4-8 bulan


Pertumbuhan berat badan dapat terjadi 2 kali berat badan pada waktu lahir dan
rata-rata kenaikkan 500-600 gram/ bulan apabila mendapatkan gizi yang baik. Sedangkan
tinggi badan tidak mengalami kecepatan dan terjadi kestabilan berdasarkan pertumbuhan
umur. Perkembangan motorik, bahasa dan adaptasi sosial :
(1) Perkembangan motorik kasar awal bulan ini terjadi perubahan dalam aktivitas
seperti posisi telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan
melakukan gerakan menekan kedua tangannya dan pada bulan keempat sudah
mampu memalingkan ke kanan dan ke kiri dan sudah mulai terjadi kemampuan
dalam duduk dengan kepala tegak, sudah mampu membalik badan, bangkit
dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dan dada terangkat dan
menumpu pada lengan, berguling dari terlentang ke tengkurap dan dapat duduk
dengan bantuan selama waktu singkat.
(2) Perkembangan motorik halus : sudah mulai mengamati benda, mulai
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda
yang sedang dipegang, mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu
menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan dll.
(3) Perkembangan bahasa : menirukan bunyi / kata-kata, menoleh ke arah suara,
tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak, membuat dua bunyi
vokal yang bersamaan contoh ba-ba.
2. Umur 8-12 bulan
Pertumbuhan berat badan mencapai 3 kali berat badan lahir apabila mencapai usia 1
tahun dan pada pertambahan berat badan per bulan sekitar 350-450 gram pada usia 7-9
bulan dan 250-350 gram /bulan pada usia 10-12 bulan apabila dalam pemenuhan gizi baik
dan pertumbuhan tinggi sekitar 1,5 kali TB pada saat lahir.
Perkembangan bayi pada tahun pertama yakni peningkatan beberapa organ fisik.
Perkembangan motorik, bahasa dan adaptasi sosial
(1) Perkembangan motorik kasar : duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan,
bangkit terus berdiri.
(2) Motorik halus : meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkannya,
membenturkannya dan mampu menaruh ke tempat semula.
(3) Bahasa : mengatakan papa mama yang belum spesifik, mengoceh hingga
mengatakan spesifik, dapat mengucap 1-2 kata.
C. Konsep dasar hospitalisasi anak usia

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor
stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.
Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan
menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004)

1. Stressor pada Anak

Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat
berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan
lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman,
tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain
itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi
ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang
nyaman.
Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari
lingkungannya yang lama serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya
memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu
akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan
akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan
tidak aman dan rasa cemas
Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa
perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga tahap,
yaitu tahap protes ( phase of protest), tahap putus asa (phase of despair), dan tahap
menolak (phase of denial).
Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat-kuat,
menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain
tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang asing
atau orang lain.
D. Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengkajian
1. Identitas
Usia : ditemukan saat lahir
Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada
laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup.
2. Keluhan Utama
3. Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis,
penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada
kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.
4. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada
tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah
adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir
-Riwayat Kongenital
1) Penyebab yang jelas belum diketahui.
2) Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
3) Lingkungan polutan teratogenik.
5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya hambatan
penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14.
6. Activity Daily Life
a. Nutrisi : Tidak ada gangguan
b. Eliminasi : anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam
mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin
perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal
menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK.
c. Hygiene Personal : Dibantu oleh perawat dan keluarga
d. Istirahat dan Tidur: Tidak ada gangguan

7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletaL: Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan:
- Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada
ginjal.
- Kaji fungsi perkemihan
- Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
- Adanya lekukan pada ujung penis
- Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
- Terbukanya uretra pada ventral
- Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drinage.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan
berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal sebagai komplikasi
maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia:
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
9. Diagnosa Keperawatan
a. Pasien pre operasi
1. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan
keluarga.
2. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga
dan klien.
b. Pasien post operasi
1. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan
dengan petunjuk aktivitas adekuat.
2. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi

10. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


KEPERAWATAN
1 Manajemen regimen Setelah dilakukan Family mobilization
terapeutik tidak efektif tindakan keperawatan Intervensi :
berhubungan dengan pola selama 3x24 jam a. Jadilah pendengar yang baik
perawatan keluarga. diharapkan manajemen untuk anggota keluarga
regimen terapeutik b. Diskusikan kekuatan kelurga
kembali efektif. sebagai pendukung
NOC : Family health c. Kaji pengaruh budaya keluarga
status d. Monitor situasi kelurga
Indikator : e. Ajarkan perawatan di rumah
a. Status imunisasi tentang terapi pasien
anggota kelurga f. Kaji efek kebiasaan pasien
b. Kesehatan fisik untuk keluarga
anggota keluarga g. Dukung kelurga dalam
c. Asupan makanan merencanakan dan melakukan
yang adekuat terapi pasien dan perubahan gaya
d. Tidak adanya hidup
kekerasan anggota h. Identifikasi perlindungan yang
kelurga dapat digunakan kelurga dalam
e. Penggunaan menjaga status kesehatan.
perawatan kesehatan
2 Perubahan eliminasi (retensi Setelah dilakukan NIC : Perawatan retensi urin
urin) berhubungan dengan tindakan keperawatan Intervensi :
obstruksi mekanik selama 3x24 jam a. Melakukan pencapaian secara
Tujuan : Setelah dilakukan diharapkan retensi urin komperhensif jalan urin berfokus
tindakan keperawatan selama berkurang. kepada inkontinensia (ex: urin
3x24 jam diharapkan retensi NOC : Pengawasan output, keinginan BAK yang
urin berkurang. urin paten, fungsi kognitif dan masalah
Indikator : urin)
a. Mengatakan b. Menjaga privasi untuk
keinginan untuk BAK eliminasi
b. Menentukan pola c. Menggunakan kekuatan dari
BAK keinginan untuk BAK di toilet
c. Mengatakan dapat d. Menyediakan waktu yang
BAK dengan teratur cukup untuk mengosongkan
d. Waktu yang adekuat blader (10 menit)
antara keinginan BAK e. Menyediakan perlak di kasur
dan mengeluarkan f. Menggunakan manuver crede,
BAK ke toilet jika dibutuhkan
e. Bebas dari g. Menganjurkan untuk mencegah
kebocoran urin konstipasi
sebelum BAK h. Monitor intake dan output
f. Mampu memulai i. Monitor distensi kandung kemih
dan mengakhiri aliran dengan papilasi dan perkusi
BAK j. Berikan waktu berkemih dengan
g. Mengesankan interval reguler, jika diperlukan
kandung kemih secara
komplet
3 Kecemasan berhubungan Setelah dilakukan NIC : Pengurangan cemas
dengan akan dilakukan tindkan keperawatan Intervensi :
tindakan operasi baik keluarga selama 3x24 jam a. Ciptakan suasana yang tenang
dan klien. diharapkan kecemasan b. Sediakan informasi dengan
pasien berkurang. memperhatikan diagnosa,
NOC : Kontrol tindakan dan prognosa, dampingi
ansietas pasien untuk meciptakan suasana
Indikator : aman dan mengurangi ketakutan
a. Tingkat kecemasan c. Dengarkan dengan penuh
di batas normal perhatian
b. Mengetahui d. Kuatkan kebiasaan yang
penyebab cemas mendukung
c. Mengetahui stimulus e. Ciptakan hubungan saling
yang menyebabkan percaya
cemas f. Identifikasi perubahan tingkatan
d. Informasi untuk kecemasan
mengurangi g. Bantu pasien mengidentifikasi
kecemasan situasi yang menimbulkan
e. Strategi koping kecemasan.
untuk situasi penuh
stress
f. Hubungan sosial
g. Tidur adekuat
h. Respon cemas
4 Kesiapan dalam peningkatan Tujuan : Setelah NIC : Family process
manajemen regimen terapeutik dilakukan tindakan maintenance
berhubungan dengan petunjuk keperawatan selama Intervensi :
aktivitas adekuat. 3x24 jam diharapkan a. Anjurkan kunjungan anggota
kesiapan peningkatan keluarga jika perlu
regimen terapeutik b. Bantu keluarga dalam
baik. melakukan strategi menormalkan
NOC : Family situasi
participation in c. Bantu keluarga menemukan
profesioal care perawatan anak yang tepat
Indikator : d. Identifikasi kebutuhan
a. Ikut serta dalam perawatan pasien di rumah dan
perencanaan perawatan bagaimana pengaruh pada
b. Ikut serta dalam keluarga
menyediakan e. Buat jadwal aktivitas perawatan
perawatan pasien di rumah sesuai kondisi
c. Menyediakan f. Ajarkan keluarga untuk
informasi yang relefan menjaga dan selalu menngawsi
d. Kolaborasi dalam perkembangan status kesehatan
melakukan latihan keluarga.
e. Evaluasi keefektifan
perawatan
5 Nyeri akut berhubungan NOC 2 : Tingkat NIC 1 : Manajemen nyeri
dengan post prosedur operasi kenyamanan Intervensi :
Indikator : a. Kaji secara komperhensif
a. Melaporkan kondisi mengenai lokasi, karakteristik,
fisik yang nyeman durasi, frekuensi, kualitas,
b. Menunjukan intensitas, dan faktor pencetus
ekspresi puas terhadap nyeri
manajemen nyeri b. Observasi keluhan nonverbal
NOC 3 : Kontrol nyeri dari ketidaknyamanan
Indikator : c. Ajarkan teknik nonfarmakologi
a. Mengungkap faktor (ralaksasi)
pencetus nyeri d. Bantu pasien & keluarga untuk
b. Menggunakan tetapi mengontrol nyeri
non farmakologi e. Beri informasi tentang nyeri
c. Dapat menggunakan (penyebab, durasi, prosedur
berbagai sumber untuk antisipasi nyeri)
mengontrol nyeri
d. Melaporkan nyeri NIC 2 : Monitor tanda vital
terkontrol Intervensi :
a. Monitor TD, RR, nadi, suhu
pasien
b. Monitor keabnormalan pola
napas pasien
c. Identifikasi kemungkinan
perubahan TTV
d. Monitor toleransi aktivitas
pasien
e. Anjurkan untuk menurunkan
stress dan banyak istirahat

NIC 3 : Manajemen lingkungan


Intervensi :
a. Cegah tindakan yang tidak
dibutuhkan
b. Posisikan pasien dalam posisi
yang nyaman
6 Resiko tingggi infeksi NOC 1 : Deteksi NIC 1 : Kontrol infeksi
berhubungan dengan invasi resiko Intervensi :
kateter Indikator : a. Ajarkan pasien & kelurga cara
Tujuan : Setelah dilakukan a. Mengidentifikasi mencucitangan yang benar
tindakan keperawatan selama faktor yang dapat b. Ajarkan pada pasien & keluarga
3x24 jam diharapkan tidak menimbulkan resiko tanda gejala infeksi & kapan
terjadi infeksi. b. Menjelaskan harus melaporkan kepada petugas
kembali tanda & gejala c. Batasi pengunjung
yang mengidentifikasi d. Bersihkan lingkungan dengan
faktor resiko benar setelah digunakan pasien
c. Menggunakan
sumber & pelayanan NIC 2 : Perawatan luka
kesehatan untuk Intervensi :
mendapat sumber a. Catat karakteristik luka,
informasi drainase
b. Bersihkan luka dan ganti
NOC 2 : Kontrol balutan dengan teknik steril
resiko c. Cuci tangan dengan benar
Indikator : sebelum dan sesudah tindakan
a. Membenarkan faktor d. Ajarkan pada pasien dan
resiko kelurga cara prosedur perawatan
b. Memonitor faktor luka
resiko dari lingkungan
c. Memonitor perilaku NIC 3 : Perlindungan infeksi
yang dapat Intervensi :
meningkatkan faktor a. Monitor peningkatan
resiko granulossi, sel darah putih
d. Memonitor & b. Kaji faktor yang dapat
mengungkapkan status meningkatkan infeksi.
kesehatan

NOC 3 : Status imun


Indikator :
a. Tidak menunjukan
infeksi berulang
b. Suhu tubuh dalam
batas normal
c. Sel darah putih tidak
meningkat
7 Perubahan eliminasi urine NOC : Pengawasan NIC : Perawatan retensi urin
(retensi urin) berhubungan urin Intervensi :
dengan trauma operasi Indikator : a. Melakukan pencapaian secara
Tujuan : Setelah dilakukan a. Mengatakan komperhensif jalan urin berfokus
tindakan keperawatan selama keinginan untuk BAK kepada inkontinensia (ex: urin
3x24 jam diharapkan retensi b. Menentukan pola output, keinginan BAK yang
urin berkurang. BAK paten, fungsi kognitif dan masalah
c. Mengatakan dapat urin)
BAK dengan teratur b. Menjaga privasi untuk
d. Waktu yang adekuat eliminasi
antara keinginan BAK c. Menggunakan kekuatan dari
dan mengeluarkan keinginan untuk BAK di toilet
BAK ke toilet d. Menyediakan waktu yang
e. Bebas dari cukup untuk mengosongkan
kebocoran urin blader (10 menit)
sebelum BAK e. Menyediakan perlak di kasur
f. Mampu memulai f. Menggunakan manuver crede,
dan mengakhiri aliran jika dibutuhkan
BAK g. Menganjurkan untuk mencegah
g. Mengosongkan konstipasi
kandung kemih secara h. Monitor intake dan output
komplet i. Monitor distensi kandung kemih
dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan
interval reguler, jika diperlukan.

Daftar Pustaka
1. Soetjiningsih. 2014. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta
2. Anonim. Hipospadia. 2013. Http://www.bedahugm.net/hipospadia
3. Johnson, Marion dkk. (2015). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby
4. McCloskey, Joanne C. (2013). Nursing interventions classification (NIC). Mosby
5. Mansjoer, Arif, dkk. (2014).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media

Aesculapius.
6. Price, Sylvia Anderson. (2014). Pathofisiologi. Jakarta: EGC
7. Purnomo, B Basuki. (2013). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika
8. Keliat. (2013). Proses Keperawatan Kesehatan, Jakarta : EGC.
9. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.


10. Nanda. (2014). Diagnosis Keperawatan 2012-2014. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai