Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
inrevesibel. (Arif Mansjoer, 2001).
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang
berada dalam darah). (Nursalam, 2008)

B. Etiologi
 Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan –
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal dan mata.Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis
ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini
merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris
dan permukaan berlubang – lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang
esensial adalah sklerosis arteri arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada
arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan
glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
 Glomeluronefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
a) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak
b) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
(Price, 2005. 924)
 Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai
glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar. (Price,
2005:925)
 Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis
itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi
melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
 Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah
30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat
perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi
lima fase atau stadium:
a) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II
danprostaglandin.
b) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane
basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan
matriks mesangial.
c) Stadium 3 (Nefropati insipient)
d) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
e) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
 Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price,
2005:937)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Sistem kardiovaskuler; Hipertensi, Pitting edema, Edema periorbital, Pembesaran
vena leher, Friction sub pericardial
2. Sistem Pulmoner; Krekel, Nafas dangkal, Kusmaull, Sputum kental dan liat
3. Sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan pardarahan mulut
d. Nafas berbau ammonia
4. Sistem musculoskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
5. Sistem Integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Pruritis
c. Kulit kering bersisik
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
6. Sistem Reproduksi
a. Amenore
b. Atrofi testis
D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah
akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi
uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan
gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens
subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya
filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin.
Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen
urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti
steroid. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada
retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol
dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-
hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang
meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien
lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin
menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletian.
Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena setatus
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau
sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi
oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare
(2001) adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain
menurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya
kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun,
seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan
sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan
komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan
fungsi ginjal juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein
dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan
sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.

E. Penatalaksanan
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai
dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum.
Menurut Suwitra (2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam
tabel berikut :

Derajat CKD
Sumber : Suwitra

Derajat LFG Perencanaan penatalaksanaan terpi


(ml/mnt/1,87
3 m2
) Dilakukan terapi pada penyakit
1 > kondisi komorbid, evaluasi
90 pemburukan
(progresion) fungsi ginjal,
memperkecil resiko
kardiovaskuler.
dasarnya,
2 60-89 Menghambat pemburukan
(progresion) fungsi
3 0- Mengevaluasi dan melakukan
59 terapi
ginjal. pada
4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal
5 < (dialisis).
Dialysis dan mempersiapkan terapi
komplikasi.
15 penggantian
Menurut Suwitra (2006) ginjal
penatalaksanaan
(transplantasiuntuk CKD secara
ginjal).
umum antara lain adalah sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal
tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi,
biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi
yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai
20–30 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
pada pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi
komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor
komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak
terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat- obat
nefrotoksik, bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya.
Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal
tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan
pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara
500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus
diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium
dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung
kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5-5,5 mEg/lt.
sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan
edema. Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal
adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
a) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan
diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein.
b) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk
memperkecil resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk
memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi
hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian
obat hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin
(Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat
perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai
anti hipertensi dan anti proteinuri.
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang
penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh
penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi
eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun
dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan
absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat
4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.

F. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain :
1. Pemeriksaan Lab. Darah
 Hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Leukosit, Trombosit
 RFT (Renal Fungsi Test)
Ureum dan Kreatinin
 LFT (Liver fungsi Test)
2. Elektrolit
3. Klorida, Kalium, Kalsium
4. PTT, PTTK
5. Urine
 Urine rutin
 Urine Khusus : Keton, Analisa Kristal batu
6. Pemeriksaan Kardiovaskuler
 ECG
 ECO
7. Radiognostik
 USG abdominal
 CT scan abdominal
 Retio Pielografi
G.Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare
(2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan
masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia

Anda mungkin juga menyukai