Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arsitektur adalah disiplin ilmu yang mempelajari segala hal yang berkaitan dengan
bangunan. Bangunan yang dirancang oleh seorang arsitek harus mampu memenuhi kebutuhan
minimal ruang masyarakat pada umumnya. Ruang dapat disesuaikan dengan fungsi, budaya,
lingkungan dan juga masyarakat itu sendiri.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan ruang yang diinginkan oleh masyarakat, seorang
arsitek harus mempelajari dengan detail apa saja yang mempengaruhi kualitas ruang sehingga
dapat merancang suatu ruang dengan kualitas yang maksimal.

Di era globalisasi ini, perancangan suatu bangunan sudah mengikuti atau memasuki
zaman modern dimana desain atau rancangan sebuah bangunan lebih mengutamakan
kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat atau klien. Dari perkembangan zaman ini maka
suatu ruang hendaknya bisa dirancang atau didesain dengan kualitas yang baik dan mampu
menghadirkan segala komponen yang mendukung. Salah satu komponen pendukung ruang
adalah komponen yang melekat pada dinding seperti jendela maupun ventilasi yang kemudian
berfungsi untuk mendukung terjadinya sirkulasi yang baik di dalam ruangan.

Suatu kewajiban bagi seorang arsitek untuk dapat mendesain ruangan agar tetap
nyaman dan sehat selama ditempati oleh klien. Untuk memperoleh sirkulasi udara yang baik,
nyaman dan sehat di dalam suatu ruang tidak selamanya harus menggunakan bantuan alat
elektronik, melainkan dapat menggunakan sistem penghawaan secara alami yang selanjutnya
akan memberikan begitu banyak dampak positif baik bagi penghuni ruang maupun terhadap
ruangan itu sendiri.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan penghawaan alami?


2. Apa tujuan dibuat penghawaan alami?
3. Apa saja parameter yang harus dipenuhi terkait keberhasilan penghawaan alami?
4. Bagaimanakah sifat dan pola pergerakan udara?
5. Apa saja faktor desain yang mempengaruhi pergerakan udara di luar bangunan?
6. Apa saja faktor desain yang mempengaruhi pergerakan udara di dalam ruang/bangunan?
7. Bagaimanakah penghawaan alami pada bangunan yang diamati?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka didapat beberapa tujuan penulisan
sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian penghawaan alami.


2. Untuk mengetahui tujuan dibuat penghawaan alami.
3. Untuk mengetahui parameter yang harus dipenuhi terkait keberhasilan penghawaan alami.
4. Untuk mengetahui sifat dan pola pergerakan udara.
5. Untuk mengetahui faktor desain yang mempengaruhi pergerakan udara di luar bangunan.
6. Untuk mengetahui faktor desain yang mempengaruhi pergerakan udara di dalam
ruang/bangunan.
7. Untuk mengetahui penghawaan alami pada bangunan yang diamati.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Sistem
transportasi bangunan dalam suatu bangunan.

1.5 Metode

Metode yang digunakan dalam proses penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Metode Pengumpulan Data
a) Metode Observasi

2
b) Metode observasi ini dilakukan dengan mengunjungi objek secara langsung ke lokasi
dengan tujuan untuk mendapatkan data nyata dari bangunan yang diamati ataupun dari
gambar bestek berupa komponen, kapasitas dan sistem utilitas pada bangunan
tersebut.
c) Metode Wawancara
d) Metode wawancara ini dilakukan dengan melakukan tanya-jawab kepada
penghuni/pemilik rumah serta arsitek yang merancang bangunan tersebut.
e) Metode Kepustakaan

f) Metode kepustakaan ini dilakukan dengan cara membaca buku dan mencari artikel di
internet terkait dengan sains bangunan dan utilitas, khususnya penghawaan alami pada
rumah tinggal.

2. Metode Analisis Laporan


Dalam analisis data ini menggunakan metode deskriptif-kuantitatif-kualitatif. Metode ini
merupakan gabungan dari metode deskriptif, metode kuantitatif dan metode kualitatif.
a) Metode Deskriptif
Metode deskriptif adalah suatu bentuk metode yang ditujukan untuk mendeskripsikan
objek-objek yang ada, baik objek alamiah maupun objek buatan manusia. Itu bisa
berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan
perbedaan antara satu dengan lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Metode deskriptif
merupakan metode yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu,
misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang
sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang
tengah berlangsung. Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah
metode yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat
penelitian dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam metode deskriptif tidak ada
perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis sebagaimana
yang terdapat pada penelitian eksperimen.
b) Metode Kualitatif
Para ahli metodologi seperti Kirk dan Miller (1986), mendefinisikan metode kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Sedangkan
menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3) mengemukakan
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

c) Metode Kuantitatif
3
Metode kuantitatif adalah metode ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan
objek serta hubungan-hubungannya. Tujuan metode kuantitatif adalah
mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau
hipotesis yang berkaitan dengan objek. Karakteristik Penelitian Deskriptif Metode
deskriptif mempunyai karakteristik-karakteristik seperti yang dikemukakan Furchan
(2004) bahwa (1) penelitian deskriptif cenderung menggambarkan sesuatu yang apa
adanya dengan cara menelaah secara teratur, mengutamakan obyektivitas dan
dilakukan secara cermat, (2) tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan,
dan (3) tidak adanya uji hipotesis.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Penghawaan Alami


Pada penghawaan alami, terdapat istilah angin dan ventilasi, yang masing-masing
memiliki arti berbeda. Dalam skala makro, angin adalah pergerakan udara yang terjadi di
4
atmosfer dan merupakan bagian dari penentu kondisi cuaca suatu zona di Bumi. Arah
pergerakan dan kecepatan gerak angin selalu berubah-ubah, tetapi terdapat kecenderungan
arah yang terjadi (prevailing wind) dan rata-rata kecepatan yang dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam analisis site. Dalam skala mikro, angin adalah pergerakan udara baik di
dalam bangunan maupun di luar bangunan/site.
Ventilasi atau ventilation berasal dari kata ventus (bahasa Latin), yang berarti
pergerakan udara. Ventilasi didefinisikan sebagai proses penyediaan atau pergantian udara
dalam ruang, baik secara alami maupun mekanis. Ventilasi pada bangunan hanya dapat terjadi
jika terdapat sistem ventilasi yang mendukung terjadinya pergantian udara tersebut.
Ventilasi (ventilating) adalah proses pergantian udara dalam ruang untuk memperoleh
Indoor Air Quality (IAQ). Ventilasi alami (natural ventilation) adalah proses untuk
menyediakan dan mengganti udara dalam ruang tanpa menggunakan sistem mekanik.
Ventilasi alami disebut juga penghawaan alami. (Laela Latifah, 2015:136)

2.2 Tujuan Dibuat Penghawaan Alami

Terdapat 3 tujuan utama dari adanya penghawaan alami, yaitu untuk memperoleh
udara segar sesuai kebutuhan pengguna bangunan (health ventilation), memperoleh kondisi
udara yang mendukung evaporasi keringat dan pelepasan panas tubuh, sehingga dapat
tercapai kenyamanan termal (comfort ventilation) dan pendinginan interior bangunan dengan
pergantian udara dalam ruang yang lebih hangat oleh udara dari luar bangunan yang lebih
sejuk (structural ventilation). Selain 3 tujuan tersebut, terdapat beberapa keuntungan
pengadaan sistem ventilasi pada bangunan sebagai berikut.

1. Kenyamanan Termal Bagi Pemakai Bangunan


Terjadi pergantian udara di dalam ruang atau bangunan yang lebih hangat dan lembap,
oleh udara dari luar bangunan yang lebih sejuk dan kering. Untuk menghasilkan
kenyamanan termal, yaitu mengurangi rasa tidak nyaman terhadap kulit yang disebabkan
oleh kandungan kelembapan udara dan panas matahari yang seringkali membuat kulit
terasa lekit dan tidak nyaman.Fenomena iklim panas lembap ini hanya boleh diredakan
dengan meniupkan angin untuk mempercepatkan proses penguapan pada kulit. Di dalam
hal menyediakan keadaan termal yang nyaman yaitu mencegah ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh kepanasan dan kelekitan kulit ini, maka udara sangatlah diperlukan. Perlu

5
juga diingat bahwa kelajuan udara untuk kenyamanan perlu ditambahkan apabila suhu
semakin meningkat.
2. Memperoleh Indoor Air Quality (IAQ) untuk Kesehatan
Pergantian udara membuang ke luar VOC dan polutan-polutan lainnya dari dalam ruang
atau bangunan.
3. Mencegah Terjadi Sick Building Syndrome (SBS)
Dengan diperolehnya IAQ yang baik maka sindrom kesehatan pada pengguna bangunan
dapat dikurangi atau dicegah.
4. Penghematan Energi Operasional Bangunan
Dengan penerapan teknik pasif pada sistem ventilasi maka energy listrik untuk
pengoperasian peralatan mekanis dapat direduksi.
5. Reduksi Gas Rumah Kaca
Dengan reduksi energi listrik untuk pengoperasian peralatan mekanis maka secara tidak
langsung membantu mereduksi emisi gas rumah kaca dari pembangkit tenaga listrik yang
berbahan bakar batubara dan migas.
6. Meningkatkan Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja pengguna bangunan dapat meningkat 0,5% hingga 11% bila mendapat
kualitas udara yang baik.

Indoor Air Quality (IAQ) adalah kualitas udara di dalam dan sekitar bangunan,
terutama terkait dengan kesehatan dan kenyamanan pengguna bangunan. Indoor Air Quality
dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan udara, kandungan gas (seperti oksigen,
karbondioksida dan radon), berbagai polutan dan bau. Polutan meliputi VOC (kimia organik
yang teremisi dari material seperti cat, larutan pembersih, perekat dan pestisida), debu atau
partikel, atau serat material bangunan (contoh : asbestos, particle board dan karpet), asap
pembakaran (terutama dari asap tembakau), debu, jamur dan bakteri.

Dampak negatif VOC dan polutan umumnya berpengaruh terhadap kesehatan saluran
pernapasan. Dalam jangka pendek sebagian pengguna bangunan dapat merasakan asma dan
alergi. Dalam jangka panjang sejumlah zat dapat menyebabkan kanker paru-paru.

Sick building syndrome (SBS) adalah sindrom kesehatan pengguna bangunan akibat
kondisi bangunan yang kurang memenuhi syarat kesehatan, terutama disebabkan oleh kualitas
udara indoor-nya. Sindrom meliputi iritasi mata, hidung dan tenggorokan, gangguan umum
pada syaraf dan kesehatan, iritasi kulit, reaksi hipersensitif, juga sensasi terhadap rasa dan
bau. (Laela Latifah, 2015:137)

2.3 Parameter yang Harus Dipenuhi Terkait Keberhasilan Penghawaan Alami

6
Agar tujuan dan keuntungan pengadaan sistem ventilasi atau penghawaan alami dapat
diperoleh dengan optimal, terdapat parameter-parameter yang harus dipenuhi terkait
pergerakan udara dalam ruang/bangunan. Semua parameter ini secara umum dapat berlaku
untuk semua kondisi iklim dan cuaca, tetapi dengan syarat masing-masing sesuai potensi dan
kendala yang terjadi.

Berikut parameter-parameter pergerakan udara dengan syarat yang berlaku untuk


potensi dan kendala iklim tropis basah.

2.3.1 Kenyamanan Termal (Thermal Comfort)


Menurut standar 55-1992 ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and
Air-contioning Engineers), kenyamanan termal (thermal comfort) adalah keadaan pikiran
manusia yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan sekitar. Kenyamanan ini
dirasakan tubuh jika terdapat keseimbangan termal ketika panas yang dihasilkan tubuh setara
dengan pelepasan dan perolehan panas pada tubuh.

Met – Evp ± Cnd ± Cnv ± Rad = 0

Met = Metabolisme

Evp = Evaporasi

Cnd = Konduksi

Cnv = Konveksi

Rad = Radiasi

Minus = Pelepasan Panas

Plus = Perolehan Panas

7
Gambar 2.1 Perpindahan Panas Pada Tubuh Manusia

Sumber : Laela Latifah, 2015:139

Sistem ventilasi sangat berperan dalam perolehan kenyamanan termal. Jika sistem
ventilasi baik maka dapat terjadi laju udara (air flow) dengan kecepatan gerak yang cukup dan
pergantian udara (air changes) dalam ruang/bangunan dengan jumlah yang cukup. Jika air
flow dan air changes cukup, udara dalam ruang/bangunan yang lebih hangat dan lembap
dapat segera tergantikan oleh udara dari luar bangunan yang lebih mudah untuk melakukan
keseimbangan termal dengan cara melepas panas, baik melalui evaporasi keringat (cara
terefektif), konduksi, konveksi dan radiasi.

8
Gambar 2.2 Pergerakan Udara melalui Sistem Ventilasi Bangunan untuk Perolehan
Kenyamanan Termal

Sumber : Laela Latifah, 2015:140

Terkait pergerakan udara, selain kecepatan gerak yang cukup, arah gerak dalam ruang
pun harus semerata mungkin, agar tidak ada zona ruang yang tak terkondisikan untuk
kenyamanan termal. Cara termudah agar arah gerak udara dalam ruang merata adalah dengan
ventilasi silang (cross ventilation).

Kenyamanan termal dipengaruhi oleh 6 faktor yang terdiri atas 4 faktor


lingkungan/eksternal dan 2 faktor personal/internal. Faktor-faktor ini terkait kualitas ventilasi
karena dapat menentukan tingkat kebutuhan dan besar perolehan dari air flow dan air
changes per hour (ACH) pada suatu ruang.

Faktor lingkungan/eksternal yang memengaruhi kenyamanan termal terkait kualitas


ventilasi :

1. Suhu udara, T (temperature), oC


2. Kelembapan udara, RH (relative humidity), %
3. Kecepatan udara, v (velocity), m/det
4. Rata-rata suhu permukaan ruang, MRT (mean surface radiant temperature), oC

Makin tinggi suhu dan kelembapan udara, dan makin tinggi rata-rata suhu permukaan
ruang maka kebutuhan air flow dan ACH pun makin besar. Juga, makin tinggi kecepatan
udara maka perolehan Iair flow dan ACH pun makin besar.

Faktor manusia/internal yang memengaruhi kenyamanan termal terkait kualitas


ventilasi :

9
1. Aktivitas manusia, met (metabolism), W/m2
1 met = 58,15 W/m2 (dibulatkan 58 W/m2)
2. Pakaian, clo (clothing), m2oC/W
1 clo = 0,155 m2oC/W

Makin tinggi aktivitas manusia maka makin besar tingkat metabolism tubuhnya,
sehingga panas yang harus dilepas tubuh agar tercapai keseimbangan termal (terutama melalui
evaporasi) pun makin besar. Makin tinggi kebutuhan evaporasi maka kebutuhan air flow dan
ACH pun makin besar agar udara tetap dapat menampung uap keringat.

Makin tebal pakaian yang digunakan, dan makin sukar material pakaian menyerap
keringat maka pelepasan panas tubuh makin terhambat. Makin sukar terjadi pelepasan panas
tubuh, kebutuhan air flow dan ACH pun makin besar agar suhu interior tetap sejuk (tidak
terjadi konveksi, konduksi dan radiasi panas dari interior ke tubuh). Karena aktivitas manusia
dan jenis pakaian yang digunakan bersifat personal maka kebutuhan air flow dan ACH pun
bersifat spesifik.

Untuk mencapai kenyamanan termal di iklim tropis basah, kondisi cuaca yang terukur
dalam ruang idealnya memenuhi syarat sebagai berikut.

1. Suhu udara 24 oC < T < 26 oC


2. Kelembapan udara 40% < RH < 60%
3. Kecepatan udara 0,6 m/s < v < 1,5 m/s

Terkait pergerakan udara, selain kecepatan gerak yang cukup, arah gerak dalam ruang
pun harus serata mungkin, agar tidak ada zona ruang yang tak terkondisikan untuk
kenyamanan termal. Cara termudah agar arah gerak udara dalam ruang merata adalah dengan
ventilasi silang (cross ventilation).

Dengan sistem ventilasi/penghawaan alami yang baik, arah dan kecepatan gerak
udara, laju udara serta pergantian udara yang terjadi pada suatu ruang dapat diusahakan
mendukung terpenuhinya syarat kondisi cuaca tersebut.

2.3.2 Luas Bukaan Udara (Opening Area)

Agar sirkulasi udara berjalan dengan baik, diperlukan luas minimal bukaan udara
masuk (inlet) dengan nilai tertentu. Luas ini adalah nilai rata-rata yang diperlukan untuk

10
ventilasi/penghawaan alami pada suatu ruang di iklim tropis basah dengan kondisi kecepatan
udara normal (0,6 m/det s/d 1,5 m/det).

Cara perhitungan luas minimal suatu bukaan udara masuk (inlet) pada fasad suatu
ruang adalah :

1. Berdasarkan luas dinding fasad ruang


40% - 80% luas dinding
2. Berdasarkan luas ruang
20% luas ruang

Pemilihan alternatif cara perhitungan berdasarkan :

1. Perolehan radiasi panas matahari


Persentase berdasarkan luas dinding fasad antara 40% hingga 80%. Makin besar
perolehan radiasi panas matahari maka angka persentase makin kecil.
2. Estetika
Proporsi luas bukaan udara masuk (inlet) terhadap luas dinding (window to wall
ratio/WWR) tetap mempertimbangkan nilai estetika.

Dari dua cara perhitungan tersebut, disarankan diambil perolehan luas yang terbesar
dengan tetap tidak mengabaikan estetika. Karena luas merupakan nilai rata-rata maka
perhitungan dapat diterapkan pada ruang dengan kedalaman berapa pun asalkan masih dapat
dijangkau oleh pergerakan udara, juga diterapkan pada fasad dengan orientasi mana pun yang
tidak terkait arah angin datang.

2.3.3 Ventilasi Silang (Cross Ventilation)

Ventilasi silang (cross ventilation) adalah ventilasi/penghawaan dimana pergerakan


udara yang terjadi menyeberang ruangan dengan cara menyilang, dari bukaan udara masuk
(inlet) ke bukaan udara keluar (outlet). Pergerakan menyilang tersebut dapat mengarah
horizontal atau dalam arah vertikal.

Berikut adalah syarat peletakan inlet dan outlet.

1. Inlet terletak di daerah muka angin (windward)


2. Outlet terletak di daerah bayangan angin (leeward)
3. Secara denah dan potongan, alokasi inlet tidak frontal berhadapan dengan outlet
4. Elevasi outlet usahakan lebih tinggi dari inlet (udara hangat bergerak ke atas ruang)

11
Gambar 2.3 Cross Ventilation pada Ruang/Bangunan

Sumber : http://rumahminimalis.com

2.4 Sifat dan Pola Pergerakan Udara

Sifat udara bergerak diantaranya yaitu memiliki inersia, mengalami friksi dan
memiliki daya penggerak.

3.4.1 Memiliki Inersia

Inersia adalah kelembaman, yaitu kecenderungan semua benda fisik untuk menolak
perubahan terhadap keadaan geraknya. Udara memiliki sifat inersia, maka akan
mempertahankan arah geraknya hingga menemui penghalang. Penghalang adalah obyek
apapun yang mengakibatkan arah gerak udara terhalang dan harus berbelok, seperti bangunan,
komponen bangunan, interior, vegetasi dan kontur tanah.

12
Gambar 2.4 Sifat Inersia Pergerakan Udara (Tampilan 3 Dimensi)
Sumber : Laela Latifah, 2015:151

Saat terkena penghalang, arah gerak udara akan berbelok dan sebagian energy
kinetiknya diserap oleh penghalang tersebut sehingga kecepatan geraknya menurun. Makin
sering terkena penghalang maka arah gerak udara terus berbelok, dan kecepatan geraknya
makin menurun hingga pada besaran tertentu tidak dapat lagi mendukung kenyamanan termal
(syarat kecepatan udara minimal untuk dapat memperoleh kenyamanan termal di iklim tropis
basah adalah 0,6 m/det sampai 1,5 m/det).

Gambar 2.5 Sifat Inersia Pergerakan Udara (Tampilan Potongan)


Sumber : Laela Latifah, 2015:151

Gambar 2.5 di atas menunjukkan secara potongan pergerakan udara yang menemui
penghalang. Pada kondisi A, udara awalnya bergerak lurus hingga menemui bangunan. Pada
kondisi B, udara mengenai bangunan sehingga tidak dapat mempertahankan arah geraknya
semula, dan berbelok ke atas. Pada kondisi C, setelah tidak ada penghalang bangunan lagi,
udara meneruskan geraknya dengan arah tertentu.

13
Gambar 2.6 Udara Bergerak Menuju Zona yang Potensial untuk Dilalui (Tampilan Denah)
Sumber : Laela Latifah, 2015:151

Dalam meneruskan geraknya setelah berbelok, udara akan menuju zona yang
berpotensi untuk dilalui. Pada gambar 3.6 di atas, setelah udara melalui inlet dan terkena
penghalang dinding bangunan, zona yang mungkin untuk dilalui hanya outlet yang berada di
bagian bawah denah.

2.4.2 Mengalami Friksi

Friksi adalah gesekan yang terjadi saat benda bergerak, akibat permukaan benda
memiliki tekstur yang kasar. Gaya friksi yang terjadi memiliki arah berlawanan dengan arah
pergerakannya, sehingga menghambat dan memperlambat kecepatan gerak.

Udara bergerak di atas permukaan Bumi yang memiliki beragam tekstur. Makin kasar
permukaan yang dilalui udara, makin besar gaya friksi yang diperoleh, maka kecepatan
geraknya makin menurun, dan makin tinggi elevasi (dari permukaan laut/dpl) yang diperlukan
agar dapat bergerak dengan kecepatan maksimal.

Sebagai gambaran, permukaan Bumi yang dilalui udara secara garis besar dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu pusat kota (urbon centre) yang padat dengan bangunan baik rendah
dan tinggi, zona yang lebat dengan tumbuhan seperti hutan, serta ruang terbuka dan laut.

14
Gambar 3.7 Perbedaan Kecepatan Udara Terkait Tekstur Permukaan Bumi
Sumber : Laela Latifah, 2015:152

Di pusat kota dengan bangunan tinggi, udara baru dapat mencapai kecepatan gerak
maksimal 100% pada elevasi 518 mdpl. Di zona hutan dengan pohon lebat, kecepatan gerak
maksimal tersebut tercapai pada elevasi 396 mdpl. Di area terbuka dan laut, kecepatan gerak
100% telah dapat dicapai pada elevasi 274 mdpl (53% dari elevasi di pusat kota).

2.4.3 Memiliki Daya Penggerak

Udara tidak dapat bergerak bila tidak memiliki daya penggerak. Daya penggerak ini
timbul karena adanya perbedaan terkait daya apung (buoyancy) dan tekanan udara. Berikut
adalah daya penggerak udara pada ventilasi/penghawaan alami.

1. Perbedaan Daya Apung (buoyancy)


Udara bergerak dari zona buoyancy positif (positive buoyancy) ke zona buoyancy negatif
(negative buoyancy).
2. Perbedaan Tekanan Udara
Udara bergerak dari zona bertekanan lebih tinggi (positive pressure) ke zona bertekanan
lebih rendah (negative pressure).

Buoyancy adalah daya apung. Dalam hal ini molekul udara yang suhunya lebih hangat
kerapatannya menurun (jarak antarmolekulnya merenggang), sehingga massa jenisnya (massa
per satuan volume) menjadi lebih ringan dan udara pun bergerak (mengapung) ke atas.

15
Sebagai gambaran, sebuah balon berisi udara panas dapat mengapung karena memiliki
buoyancy yang melawan gaya gravitasi (gaya beratnya). Jika buoyancy positif (ada), balon
bergerak ke atas dan sebaliknya bila negatif (hilang) maka akan ke bawah.

Daya penggerak buoyancy untuk ventilasi/penghawaan alami dipengaruhi oleh :

1. Perbedaan Suhu Udara


Makin besar perbedaan suhu udara antara dalam dan luar ruang/bangunan, daya
penggerak yang diperoleh makin besar (suhu udara di dalam ruang/bangunan lebih
hangat).
2. Perbedaan elevasi
Makin besar perbedaan elevasi antara zona yang berbeda suhu (zona udara hangat di atas
zona udara sejuk), daya penggerak yang diperoleh makin besar.

Daya penggerak yang dihasilkan perbedaan buoyancy lebih lemah daripada yang
dihasilkan perbedaan tekanan udara, tetapi lebih stabil tetap terjadi selama ada perbedaan
suhu tersebut. Sebaliknya, daya penggerak karena perbedaan tekanan udara dapat
menghasilkan kecepatan udara yang signifikan, tetapi muncul dan hilang tergantung ada
tidaknya perbedaan tekanan udara.

Terkait buoyancy, sistem ventilasi pada bangunan dapat didesain agar menghasilkan
stack effect. Stack effect adalah pergerakan udara pada bangunan dengan daya penggerak
buoyancy.

Kekuatan stack effect dipengaruhi oleh kekuatan daya penggerak buoyancy. Makin
besar perbedaan suhu udara dan perbedaan elevasi antara inlet dan outlet maka daya
penggerak buoyancy makin besar dan stack effect yang terjadi makin optimal dalam
mendukung kenyamanan termal.

16
Gambar 2.8 Stack Effect pada Bangunan dengan Daya Penggerak Buoyancy

Sumber : Laela Latifah, 2015:154

Diantara zona berbeda suhu ini terdapat bidang netral, suatu bidang imajiner dimana
tekanan udaranya sama dengan tekanan udara di luar bangunan dengan kondisi tidak terjadi
angin. Di atas bidang netral, tekanan udara positif dan udara terdorong ke luar. Sebaliknya, di
bawah bidang tersebut, terjadi tekanan udara negatif dan udara terisap masuk.

Gambar 2.9 Zona Tekanan Udara pada Peristiwa Stack Effect

Sumber : Laela Latifah, 2015:154

17
Jalur stack effect pada bangunan yang mungkin untuk dilalui adalah ruang tangga,
shaft lift, shaft utilitas, atrium, termasuk ruang atap dengan bantuan turbine ventilator. Agar
perbedaan suhu antara inlet dan outlet signifikan, di zona tropis kering seperti di Timur
Tengah dan Persia, dapat dibuat cerobong matahari (solar chimney) dimana zona outlet
dilengkapi bukaan cahaya untuk memasukkan radiasi panas matahari yang menghangatkan
udara di dalamnya.

Stack effect di ruang atap berfungsi untuk mendinginkan suhu udara agar dapat
mengurangi atau mencegah peningkatan suhu ruang di bawahnya. Udara yang lebih hangat
keluar melalui outlet berupa lubang ventilasi di permukaan atap, sedangkan udara lebih sejuk
masuk melalui inlet di soffit. Lokasi inlet di soffit dapat menerus atau hanya tersebar di titik-
titik tertentu.

Alternatif selain lubang ventilasi untuk outlet stack effect di ruang atap adalah dormer
dan turbine ventilator yang dipasang di titik-titik tertentu dengan desain yang dapat
disesuaikan dengan kemiringan dan jenis penutup atap. Turbine ventilator bekerja tanpa
bantuan energy listrik dan berfungsi untuk membantu kelancaran sirkulasi udara ruang atap.
Saat turbine ventilator bekerja, bagian atasnya akan otomatis berputar mengisap udara hangat
dengan daya penggerak buoyancy.

Udara bergerak dari zona bertekanan lebih tinggi (positive pressure) ke zona
bertekanan lebih rendah (negative pressure). Di luar bangunan, zona bertekanan positif
dimana angin dating (terjadi tiupan) disebut muka angin (windward), sedangkan zona
bertekanan negative dimana angin pergi (terjadi isapan) disebut bayangan angin (leeward).

Gambar 2.10 Zona Positive Pressure dan Negative Pressure (Tampilan Denah)

Sumber : Laela Latifah, 2015:159

18
Gambar 2.11 Muka Angin (Windward) dan Bayangan Angin (Leeward) di Luar Bangunan

Sumber : Laela Latifah, 2015:159

Terkait adanya penghalang, pola pergerakan udara ada tiga, yaitu :

1. Laminer (laminar)
Udara tetap bergerak lurus dengan kecepatan tertentu dan kerapatan massa yang sama,
hingga menemui penghalang.
2. Turbulen (turbulent)
Udara mengalami pembelokan karena menemui penghalang. Sebagian udara membentuk
olakan (eddy), dengan kecepatan gerak yang menurun.
3. Terpisah (separated)
Sebagian udara yang tidak membentuk olakan akan meneruskan geraknya dengan arah
lurus, tetapi mengalami perbedaan kerapatan massa.

Gambar 2.12 Pola Pergerakan Udara

Sumber : Laela Latifah, 2015:159

19
Olakan (eddy) adalah putaran fluida (dalam hal ini udara) yang berbalik arah akibat
mengenai penghalang. Penghalang dapat berupa bangunan, vegetasi atau tanah berkontur.

Hal-hal yang terjadi pada udara yang mengalami olakan (eddy), sebagai berikut.

1. Jika mengenai penghalang, udara akan berbelok. Di muka angin (windward) yang tekanan
udaranya positif terjadi olakan kecil.
2. Sebagian udara yang berbelok membentuk olakan di bayangan angin (leeward) yang
bertekanan udara negative. Dimensi olakan tergantung dimensi penghalang. Dengan sifat
inersianya, olakan pada udara terus terjadi hingga energinya habis.
3. Sebagian lagi dari udara yang berbelok meneruskan geraknya meninggalkan penghalang.
4. Saat udara mengenai penghalang, sebagian energi kinetiknya diserap penghalang tersebut
sehingga kecepatannya menurun.
5. Saat udara bergesekan dengan penghalang, timbul gaya friksi yang berlawanan dengan
arah geraknya maka kecepatannya akan menurun.
6. Kecepatan udara olakan lebih rendah dibandingkan sebelum menemui penghalang.

Gambar 2.13 Olakan (Eddy) pada Pergerakan Udara (Tampilan Denah)

Sumber : Laela Latifah, 2015:160

20
Gambar 2.14 Olakan (Eddy) pada Pergerakan Udara (Tampilan Potongan)

Sumber : Laela Latifah, 2015:160

2.5 Faktor Desain yang Mempengaruhi Pergerakan Udara di Luar Bangunan

Faktor-faktor desain yang memengaruhi pergerakan udara di luar bangunan adalah


sebagai berikut.

2.5.1 Orientasi Bangunan

Radiasi matahari adalah penyebab utama tingginya suhu di dalam rumah. Sebisa
mungkin bukaan yang berada di arah timur dan barat perlu dihindari. Apabila tidak bisa
dihindari, bisa diupayakan adanya barrier terhadap radiasi panas matahari, terutama matahari
sore di arah barat. Barrier bisa berupa tanaman atau vegetasi maupun elemen bangunan
berupa sun shading. Sun shading berupa elemen vertikal (sirip) atau elemen horizontal (topi-
topi/over hang).

Gambar 3.15 Orientasi Bangunan untuk Mengoptimalkan Penghawaan

Sumber : http://2.bp.blogspot.com
2.5.2 Ventilasi dan Isulasi Atap

21
Untuk mengurangi panas matahari yang masuk melalui atap, kita dapat meletakkan
ventilasi pada kedua sisi atap yang berupa tembok. Cara ini bertujuan untuk mengurangi
radiasi panas matahari yang masuk melalui atap sebelum mempengaruhi suhu udara di dalam
ruang yang ada di bawah atap. Dimana mekanisme kerja dari ventilasi pada tembok atap
tersebut adalah udara yang masuk dari salah satu ventilasi atap tersebut akan berakumulasi
dengan udara panas akibat radiasi matahari. Kemudian udara panas tersebut didorong keluar
melalui ventilasi yang satunya atau dengan kata lain adanya ventilasi atap membuat udara
panas tidak terperangkap di dalam atap, sehingga udara panas akibat radiasi matahari tidak
sempat mempengaruhi suhu udara yang ada di bawah atap. Ventilasi yang satu ini hanya bisa
diterapkan pada atap yang berjenis pelana. Tetapi berbeda dengan atap limas dan yang
sejenisnya, ventilasi dapat terbentuk dari plafond teritisan yang dibiarkan terbuka tanpa ada
penutup pelafondnya yang menutup rapat seperti gypsum, tripleks tetapi untuk menghindari
binatang-binatang seperti tikus yang bersarang di dalam atap, maka dapat ditutup dengan kayu
reng yang disusun sedemikian rupa dengan nat- nat sehingga masih dapat berfungsi sebagai
ventilasi.
Apabila kedua cara penempatan ventilasi tidak diterapkan ada juga alternatif lain yaitu
dengan memasang turbin ventilation pada atap bagian atas dan pada bagian atas turbin
dipasang atap tambahan sehingga pada waktu hujan air tidak masuk ke dalam atap. Turbin
ventilation berputar tanpa energi listrik, tetapi bergerak menggunakan tekanan udara panas
yang ada di dalam atap yang otomatis menggerakan turbin untuk membuang udara panas.
Turbin ventilation ini biasanya digunakan untuk bangunan-bangunan besar seperti pabrik,
cargo dan supermarket.
Untuk alternatif lainnya dapat dibuat menara angin pada atap yang berfungsi
menghisap dan menangkap angin sehingga terjadi sirkulasi udara didalam atap. Tekanan udara
panas yang ada di dalam atap akan tertarik ke luar melalui menara angin dan digantikan
dengan udara dingin. Untuk mendapatkan efek menara angin (ada juga yang menyebutkan
sebagai efek cerobong) yang lebih optimal, maka sebaiknya menara angin dibuat dengan
bentuk penutup yang menghadap arah datangnya angin.
Dengan demikian angin lebih mudah ditangkap dan kemudian dialirkan ke dalam atap
yang pada akhirnya mempengaruhi suhu udara yang ada di bawah atap. Penerapan menara
angin sebaiknya diterapkan apabila jarak antara atap dan plafon cukup tinggi. Karena semakin
tinggi jarak atap ke plafon maka sirkulasi udara pada menara angin akan semakin maksimal.

22
Gambar 3.16 Ventilasi pada Ruang Atap

Sumber : http://2.bp.blogspot.com

2.5.3 Membuat Plafon yang Cukup Tinggi

Semakin tinggi plafon dari lantai maka semakin bebas udara bergerak dalam ruang.
Plafon yang tinggi dapat menyebabkan udara pada ruangan mengalami pendinginan, asal
didukung dengan jumlah ventilasi yang memadai, serta penempatan dan pilihan jenis ventilasi
yang tepat. Dengan ukuran plafon yang tinggi dan ventilasi yang memadai maka udara panas
dalam ruangan terangkat ke atas yang menyebabkan udara dingin yang ada di luar ruangan
tertarik ke dalam ruangan. Untuk mendapatkan udara segar ukuran ketinggian plafon dari
lantai minimal 3 meter. Melihat dari kenyataan yang ada sebetulnya para arsitek dari zaman
dulu sudah memikirkan penghematan energi dengan mendesain bangunan dengan ketinggian
plafon yang maksimal serta jumlah, letak dan jenis ventilasi yang tepat, sehingga sirkulasi
udara dalam ruangan menjadi maksimal. Salah satu contoh yang nyata pada bangunan-
bangunan zaman penjajahan Belanda di Indonesia, dimana memiliki ciri khas dengan plafon
yang tinggi dan kebanyakan menerapkan ventilasi bulat pada dinding-dinding bagian atas.
Menurut Karyono merupakan contoh rumah dengan pengudaraan yangbaik. Sisitem ventilasi
yang demikian akan dapat mendorong udara panas dari bawah ke atas dan keluar melalui
ventilasi. Dengan udara panas naik ke atas maka udara segar akan tertarik masuk dari
ventilasi, jendela dan pintu yang letaknya pada bagunan bagian bawah.

23
Sistem sirkulasi udara yang seperti ini akan membuat udara dalam ruangan menjadi
nyaman tanpa diperlukan penghawaan buatan. Tetapi sangat disayangkan desain-desain
bangunan Belanda pada zaman sekarang jarang dijumpai. Bahkan bangunan-bangunan
peninggalan Belanda malah tidak dirawat tetapi sudah banyak yang digantikan dengan
bangunan yang baru.

Gambar 2.17 Pembuatan Plafon yang Cukup Tinggi

Sumber : http://assets.kompas.com
2.5.4 Material Atap

Material massif, seperti dak beton merupakan salah satu material yang tergolong
material yang dapat meredam panas. Seperti contoh pada bangunan yang berlantai dua, pada
bangunan lantai bawah udara terasa lebih sejuk, karena udara panas akibat radiasi sinar
matahari yang masuk melalui atap teredam oleh dak beton. Sedangkan bangunan pada lantai
dua terasa lebih panas karena pada bangunan lantai dua kebanyakan tidak menggunakan
plafon dari dak beton sehingga udara panas akibat radiasi matahari yang masuk melalui atap
kurang dapat diredam.Untuk itu sebaiknya apabila kita membangunan rumah atau bagunan
yang berlantai dengan alokasi dana yang memadai, sebaiknya keseluruhan dari plafon disetiap
lantai menggunakan dak beton, supaya udara panas akibat radiasi matahari dapat teredam
dengan baik.

24
Gambar 2.18 Material Atap Dak Beton

Sumber : http://minimalisrumahdesain.com
2.5.5 Kemiringan Atap

Panasnya udara di dalam ruang dipengaruhi juga dengan kemiringan atap atau besar
kecilnya sudut atap yang membentuk ventilasi atap dibagian bawah atap. Apabila sudut atap
landai, maka atap menjadi lebih rendah dan menyebabkan ruang antara atap dan plafon lebih
sempit. Kondisi yang seperti ini menyebabkan pertukaran udara di dalam ruang antara atap
dan plafon kurang maksimal sehingga mengakibatkan udara pada ruang di bawah plafon akan
terasa lebih panas. Untuk itu sebaiknya membuat atap dengan kemiringan yang ideal yaitu 45
derajat. Sedangkan dari beberapa jenis atap yang digunakan pada umumnya, jenis atap pelana
yang lebih mampu mengeleminasi udara panas akibat radiasi matahari sebelum masuk ke
ruangan. Hal ini disebabkan karena atap pelana memiliki dinding pada dua sisi yang berfungsi
untuk mengurangi udara panas yang berasal dari radiasi matahari, sebelum masuk ke dalam
ruangan di bawah plafon.

25
Gambar 2.19 Atap dengan Kemiringan Ideal (45o)

Sumber : http://4.bp.blogspot.com
2.5.6 Tritisan/Overstek

Tritisan atau overstek sebaiknya dibuat lebih lebar karena semakin lebar tritisan maka
udara di dalam ruangan akan semakin sejuk disebabkan oleh radiasi matahari tidak maksimal
masuk ke dalam ruang dalam dan disamping itu air hujan tidak akan tampias.

2.5.7 Menanam Tanaman di Halaman

Tanaman juga dapat membantu mendinginkan udara luar sebelum masuk ke dalam
ruangan karena tanaman mampu menyerap radiasi matahari. Peletakan tananman sebaiknya
ditata sedemikian rupa, seperti yang berjenis pohon besar kita letakkan agak jauh dari bukaan
pintu dan jendela, sehingga tidak menghalangi anginatau udara yang masuk melalui pintu dan
tidak menghalangi apabila daun jendela di buka. Sedangkan tanaman-tanaman yang tidak
terlalu tinggi, ditanam dibawah bukaan jendela. Sebaiknya pilih tanaman yang berdaun lebat
karena agar tanaman tersebut dapat berfungsi optimal dalam menyerap udara panas akibat
radiasi matahari dan dapat menyaring udara kotor akibat polusi udara sehingga udara yang
masuk ke dalam ruangan dengan kondisi sejuk dan bersih.

Gambar 2.20 Penanaman Pohon untuk Penghawaan Alami

Sumber : http://4.bp.blogspot.com
2.5.8 Menghindari Efek Rumah Kaca

Material transparan, seperti kaca bening yang diterapkan terlalu berlebihan pada tiap
sisi dinding bangunan, membuat radiasi panas matahari masuk ke dalam ruangan. Hal ini

26
menyebabkan udara di dalam ruangan bertambah panas seiring dengan bertambahnya waktu.
Inilah yang disebut dengan efek rumah kaca. Gorden tidak termasuk material penghalang
panas radiasi matahari tapi hanya dapat menghalangi cahaya saja, sedangkan panas matahari
tetap masuk ke dalam ruangan.

2.5.9 Membuat Ventilasi Cerobong Arang

Pada jaman dahulu di Mesir dan negara-negara gurun pasir menggunakan cerobong
arang sebagai ventilasi untuk mendapatkan udara yang sejuk dalam ruangan. Sistem ini juga
sangat baik apabila diterapkan di Negara kita, di daerah-daerah kering atau di daerah pantai
untuk menyejukkan udara dalam ruang. Sistem ini sangat baik karena tanpa kita membayar
banyak untuk membeli AC disamping itu juga dapat menghemat energi listrik.
Ventilasi cerobong arang adalah ventilasi dengan membuat cerobong pada dinding
rumah dengan lubang disesuaikan dengan arah datangnya angin terhembus permanen. Dengan
masuknya angin ke dalam cerobong dari atas turun ke bawah, sehingga angin melewati
kerawangan yang berisi arang. Arang selalu dalam kondisi basah karena selalu mendapat
tetesan air dari bejana yang bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil. Untuk itu air dalam
bejana tersebut harus selalu terisi. Arang yang basah tersebut berfungsi sebagai filter
(penyaring) udara dan sekaligus mendinginkan udara karena efek dari arang yang basah.
Udara yang telah bersih dan sejuk kemudian dialirkan ke dalam ruangan melalui lubang yang
telah disiapkan. Ternyata sistem ini dapat menurunkan suhu udara luar dengan selisih 7
derajat Fahrenheit. Cara ini sering disebut sistem air conditional yang sederhana.
Pada jaman dahulu di Mesir dan negara-negara gurun pasir menggunakan cerobong
arang sebagai ventilasi untuk mendapatkan udara yang sejuk dalam ruangan. Sistem ini juga
sangat baik apabila diterapkan di Negara kita, di daerah-daerah kering atau di daerah pantai
untuk menyejukkan udara dalam ruang. Sistem ini sangat baik karena tanpa kita membayar
banyak untuk membeli AC disamping itu juga dapat menghemat energi listrik.

2.6 Faktor Desain yang Mempengaruhi Pergerakan Udara di Dalam Ruang/Bangunan

Faktor-faktor desain yang memengaruhi pergerakan udara di dalam bangunan adalah sebagai
berikut.

2.6.1 Jumlah Bukaan

Jumlah bukaan yang ideal di dalam ruangan disesuaikan dengan besarnya ruangan.
Untuk satu sisi dinding biasanya jumlah bukaan minimal 5% dari luas ruangan. Untuk
27
bukaan idealnya diletakkan di dua sisi yang berbeda sehingga sirkulasi udara yang masuk dan
keluar lebih lancar.

Gambar 2.21 Macam Perletakan Bukaan

Sumber : http://3.bp.blogspot.com
2.6.2 Memilih Arah dan Jenis Bukaan yang Tepat

Pintu, jendela dan ventilasi adalah jenis bukaan yang biasanya diterapkan pada
bangunan sebagai elemen pelengkap pembentuk ruang yang memiliki fungsi salah satunya
untuk pertukaran udara. Untuk mendapatkan sirkulasi udara yang baik agar angin (udara)
dapat mengalir ke dalam ruangan sebaiknya meletakkan pintu, jendela dan ventilasi ke arah
datangnya angin. Misalnya jika angin datangnya dari timur ke barat bukaan sebaiknya
diletakkan di sebelah timur. Apabila kita meletakkan bukaan disisi lain akan tidak bisa
memasukkan angin ke dalan ruangan. Disamping itu perlu kita ketahui bahwa udara mengalir
dari bagian-bagian yang bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah.Perbedaan tekanan
dapat dicapai dengan mengkondisikan ventilasi yang horizontal. Ventilasi yang horizontal
disebabkan oleh arus angin yang datangnya horizontal dari sumber angin. Gejala tersebut
akan terjadi dengan baik apabila salah satu sisi rumah sengaja kita buat relatif lebih panas
dan sisi lain dikondisikan lebih sejuk dengan menanam pepohonan.

28
Gambar 2.22 Penataan Kondisi pada Ruang Luar dengan Penataan Satu Sisi Lebih Dingin
dan Satu Sisi Lebih Panas

Sumber : http://3.bp.blogspot.com

2.6.3 Sekatan dan Pembagian Ruang Dalam

Apabila lebar bangunan melebihi lebar sebuah ruangan, penghawaan untuk setiap
ruangan lazimnya bergantung ruangan-ruangan yang lainnya. Masalah ini boleh diatasi
dengan meletakkan ruangan yang lebih besar menghadap arah angin dan ruangan yang lebih
kecil pada bagian belakangnya.

Gambar 2.23 Susunan Ruangan yang Optimum

Sumber : http://3.bp.blogspot.com
2.6.4 Bentuk Ventilasi

Bentuk ventilasi yang dipilih sebaiknya dipilih bentuk-bentuk dimana udara dapat
leluasa masuk ke dalam ruang. Contoh-contoh bentuk ventilasi yang baik seperti bentuk :
29
1. Kerepyak horizontal (Louver Jolousie). Arah kemiringan kerepyak dibuat keluar supaya
air hujan tidak masuk ke dalam ruangan. Untuk ventilasi yang berbentuk kerepyak
horizontal biasanya tidak dapat disetel.

Gambar 2.24 Ventilasi Kerepyak Horizontal

Sumber : http://3.bp.blogspot.com

2. Kerawangan (rooster).
Ventilasi kerawangan biasanya berupa rooster-rooster atau ukiran-ukiran yang terbuat dari
bahan dasar antara lain: batu-batu alam, batu-batu buatan, ada juga yang terbuat dari
bahan kayu.

Gambar 2.25 Ventilasi Kerawangan

Sumber : http://3.bp.blogspot.com

3. Dinding berlubang.
30
Dinding berlubang biasanya diterapkan pada bangunan-bangunan yang berkonsep
minimalis. Dinding berlubang biasanya di dalam pelaksana banyak menggunakan batu-
batu paras alami atau batu- batu paras buatan yang dipasang seperti pemasangan batu bata
tetapi diberi rongga- rongga atau lubang-lubang yang berfungsi sebagai ventilasi.
Ventilasi sejenis ini biasanya diterapkan pada salah satu sisi dinding. Disamping fungsinya
sebagai ventilasi juga berfungsi menambah nilai estetis pada bangunan.

Gambar 2.26 Ventilasi Dinding Berlubang

Sumber : http://3.bp.blogspot.com

4. Papan-papan vertikal yang posisi kemiringannya dapat disetel.


Papan vertikal sama dengan jalusi hanya di pasang vertikal dan memiliki kelebihan dapat
disetel bahkan dapat ditutup, sehingga pada waktu hujan air tidak masuk ke dalam
ruangan.

Gambar 2.27 Ventilasi Papan Vertikal

Sumber : http://3.bp.blogspot.com

31
2.6.5 Memaksimalkan Penggunakan Material Alam untuk Bahan Bangunan
Semakin banyak kita menggunakan material alam di dalam membangun rumah atau
bangunan maka semakin membawa efek yang positif pada suhu udara yang masuk ke dalam
ruang. Hal tersebut dikarenakan bahan alam yang digunakan sebagai bahan bangunan seolah
memberi ikatan antara bangunan dan alam sekitarnya. Keterikatan tersebut diakibatkan karena
material alam tidak mengalami banyak proses dalam pembuatannya, dibandingkan material
pabrikasi. Material yang tebal dapat membantu meredam pengaruh panas matahari yang
masuk ke dalam ruang yang akan mempengaruhi suhu udara pada ruang dalam.
2.6.6 Penerapan Warna
Penerapan warna terang tidak hanya menimbulkan kesan bersih dan luas, tetapi juga
tidak menyerap radiasi panas matahari. Dalam teori warna, warna gelap menyerap panas dan
warna terang atau pastel dapat memantulkan panas. Teori ini juga berlaku pada bangunan dan
interior. Oleh sebab itu untuk penerapan warna pada bangunan dan interior sebaiknya
menggunakan warna-warna pastel (warna yang dicampur putih) atau putih, sehingga
mengakibatkan suhu udara lebih terasa sejuk.

2.6.7 Membuat Ruang Transisi


Membuat ruang transisi seperti kanopi atau teras yang berfungsi sebagai area peralihan
yang dapat menciptakan iklim mikro, baik di dalam bangunan maupun di sekitarnya.
Keberadaan kanopi atau teras menyebabkan tekanan udara di halaman mengembang karena
panas dan tekanan udara di kanopi atau teras menjadi lebih sejuk. Udara sejuk yang ada di
kanopi atau teras kemudian bersirkulasi ke ruang dalam melalui ventilasi, jendela atau pintu.

2.6.8 Penerapan Konsep Open Space dalam Interior


Konsep open space dalam interior ruang juga dapat membuat udara dalam ruang bebas
mengalir ke seluruh ruang. Open space (ruang keterbukaan yang dimaksud disini adalah
ruangan-ruangan sebisa mungkin tidak terbatasi oleh material massif seperti tembok, kaca
mati dll). Kelompok ruang di dalam interior berdasarkan tingkat privasinya dapat dibagi
menjadi ruang publik, semi publik dan privat. Biasanya ruang publik dan semi publik
sebaiknya hanya dibatasi dengan pembatas rak-rak yang berlubang-lubang sehingga udara
dapat leluasa mengalir pada ruang-ruang tersebut. Sedangkan untuk ruangan privat sebaiknya

32
dibatasi secara visual tapi masih memungkinkan udara untuk melewatinya, seperti
menggunakan material bambu.

2.6.9 Menata Furniture yang Benar dalam Ruangan


Penataan furniture dalam ruangan sebaiknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak
menghalangi sirkulasi udara. Contoh jangan meletakkan lemari yang tinggi dan tertutup di
tengah ruangan, sebaiknya lemari dengan ketinggian dan desain tertutup di letakkan rapat ke
dinding. Boleh meletakan lemari tinggi sebagai pembatas ruang tamu dan ruang keluarga asal
desain lemari tersebut tidak tertutup melainkan banyak lubang sehingga udara dapat
bersirkulasi dengan bebas.

33
BAB III

TINJAUAN OBJEK

3.1 Identitas Objek Observasi

LOKASI OBJEK

Gambar 3.1.1
Lokasi Objek
Sumber: Google Maps, 2017
Nama Pemilik Objek Bangunan : dr. Putu Gede Indra Suyasa, S.Ked
Ni Made Suartini

Nama Proyek/Fungsi Bangunan : Rumah Tinggal Pribadi

Lokasi dan alamat proyek/bangunan : Jalan Tukad Citarum, Gg no 1, Denpasar


Selatan, Bali

Tahun dibangun : 2014

34
Gambar 3.1.2
Perspektif Rumah (Objek Observasi)
Sumber: Dokumentasi Pribadi
3.2 Tinjauan Umum Rumah

Berdasarkan pada penugasan yang kami peroleh, kami melakukan observasi


pada bangunan Rumah Lantai Dua yang beralamat di Jalan Tukad Citarum, Gg no 1,
Denpasar Selatan, Bali Rumah ini memiliki bentuk persegi panjang dan memanjang ke
belakang kea rah timur. Fungsi bangunan sebagai tempat beristirahat setelah
melakukan aktifitas di luar rumah.

Civitas dari rumah berjumlah 4 orang yang terdiri dari sepasang suami istri
dan 2 anak laki-laki dan perempuan. Pemilik rumah berprofesi sebagai seorang dokter
umum (suami) dan ibu rumah tangga (istri) sedangkan anak laki-laki seorang
mahasiswa di universitas warmadewa dan anak perempuan duduk di bangku sekolah
menengah pertama (smp). Aktifitas dari penghuni antara lain di hari biasa pada pagi
hari ketiga civitas pergi untuk bekerja dan bersekolah sedangkan ibu melakukan
kegiatan rumah tangga,hingga sore hari ketiga civitas kembali ke rumah kemudian
mandi, makan dan beristirahat. Pada hari libur, keempat civitas beristirahat atau keluar
rumah untuk berlibur.

Adapun pembagian yang terdapat pada rumah ini. Pada lantai 1 merupakan area
publik dan semi publik yang terdiri ruang keluarga, dapur, ruang makan, gudang, toilet
dan teras belakang, sedangkan pada lantai 2 merupakan area private civitas, area private

35
ini memang di khususkan pada lantai 2 karena menurut pemilik agar terhindar dari
kebisingan. Area private ini terdiri dari 3 kamar tidur yang berukuran 3500mm x
3000mm yang terdiri dari 1 kamar tidur utama, 2 kamar tidur anak, selain itu pada lantai
2 terdapat 1 kamar mandi utama yang berukuran 3000mm x 1200mm dan 1 kamar
mandi anak 2000mm x 1500mm, dan juga terdapat merajan pada lantai 2

Berikut ini adalah gambar denah, tampak, serta potongan bangunan hasil observasi:

36

37
38
39
40
Gambar rencana kusen dan detail kusen pada bangunan yang diamati

41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
BAB IV
PEMBAHASAN SISTEM UTILITAS OBJEK

4.1 Penghawaan Alami pada Bangunan yang Diamati


Bangunan yang telah kami amati adalah sebuah bangunan rumah tinggal berlantai 2. Bangunan
ini terdiri dari 3 kamar tidur yang rata-rata memiliki luas relatif sama. Sedangkan pada lantai 1
merupakan ruang keluarga, ruang makan, dan dapur yang merupakan satu area yang saling
berhubungan langsung (tidak berisikan penyekat) yang menjadi objek yang fokus diamati
4.1.1 Parameter yang Harus Dipenuhi Terkait Keberhasilan Penghawaan Alami pada
Bangunan yang Diamati
1. Ventilasi Silang
Ventilasi Silang merupakan pergerakan udara yang terjadi menyeberang ruangan dengan
cara menyilang, dari bukaan udara masuk (inlet) ke bukaan udara keluar (outlet). Dalam
peletakan inlet dan outlet dalam ruang memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi,
adapun syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
a. Inlet terletak di daerah muka angin (windward)
b. Outlet terletak di daerah bayangan angin (leeward)
c. Secara denah dan potongan, alokasi inlet tidak frontal berhadapan dengan outlet
d. Elevasi outlet usahakan lebih tinggi dari inlet (udara hangat bergerak ke atas ruang)
Berdasarkan syarat peletakan inlet dan outlet yang ada, dapat diketahui bahwa
bangunan yang diamati juga telah memenuhi syarat peletakan inlet dan outlet, sehingga
dapat mendukung penghawaan alami yang terjadi.
2. Luas Bukaan Udara (Opening Area)
Agar sirkulasi udara berjalan dengan baik, diperlukan luas minimal bukaan udara masuk
(inlet) dengan nilai tertentu. Berikut adalah perhitugan luas minimal suatu bukaan udara
masuk (inlet) pada ruang yang diamati.

Cara perhitungan luas minimal suatu bukaan udara masuk (inlet) pada fasad suatu
ruang Lantai 1 adalah :

Berdasarkan luas ruang, yaitu 20% dari luas ruang.

Luas area lantai 1 = (4m x 5,5m) ruang keluarga + (5m x 2,5m) dapur + ruang makan

= 22 m2 + 12,5 m2

= 34,5 m2
Luas minimal bukaan = 20% x Luas Ruang
= 20% x 34,5 m2
= 6,9 m2
Luas bukaan yang ada pada ruang yang diamati.
a. Pintu (P1)

53
= 2m x 1,4m
= 2,8 m2
b. Pintu (P2)
= 2,1m x 0,9m
= 1,89 m2
c. Ventilasi ruang keluarga (4)
= 0,45m x 0,03m x 4m
= 0,054 m2
d. Ventilasi Dapur
= 0,64m x 0,03m
= 0,0192 m2
e. PJ1
= 2m x 1,9m
= 3,8 m2
Luas total bukaan yang ada pada ruang yang diamati yaitu 2,8 m2 + 1,89 m2 + 0,054m2 +
0,0138m2 + 3,8 m2 = 8,5632 m2
Maka, luas bukaan > 6,9 m2
Sehingga, luas bukaan yang ada pada ruang yang diamati memenuhi syarat minimal luas
bukaan udara, sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik.

Perhitungan luas minimal suatu bukaan udara masuk (inlet) pada fasad suatu ruang Lantai
2 adalah :

Luas Area Lantai 2 = (3,5 x 3,0) kamar tidur + (6m x 2,5m) ruang keluarga lt2

= 10,5 m2 + 15 m2

= 25,5

Luas Minimal Bukaan = 20% x luas ruangan

= 20% x 25,5

=5,1 m2

Luas bukaan yang ada pada ruangan yang diamati

a. Pintu (P2)

= 2,1m x 0,9m
= 1,89 m2
b. Jendela Panjang (JP2)
= 2m x 0,72m
= 1,44 m2
c. Pintu Jendela (Jendela mati tidak termasuk) (PJ2)
= 2m x 0,82m
= 1,64 m2

54
Luas total bukaan yang ada pada ruang yang diamati yaitu 1,89 m2 + 1,44 m2 + 1,64 m2
= 4,97 m2
Maka, luas bukaan < 5,1 m2
Sehingga, luas bukaan yang ada pada ruang yang diamati belum memenuhi syarat minimal
luas bukaan udara, sehingga sirkulasi udara tidak dapat berjalan dengan baik pada bangunan
lantai2.
Adapun solusi untuk menangani permasalahan tidak terpenuhinya luas bukaan minimal
yaitu dengan mengganti kaca mati yang ada pada ruangan dengan kaca biasa, sehingga
bukaan yang ada akan semakin luas, dan membantu memperlancar sirkulasi udara yang terjadi
di dalam ruang. Selain itu, alternatif lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan menambah jumlah ventilasi pada bagian-bagian pada ruangan yang
memungkinkan. Dengan bertambahnya jumlah ventilasi, maka syarat minimal luas bukaan
udara akan terpenuhi. Namun, jika ditinjau dari penghawaan silang yang sudah diterapkan
pada ruangan ini, luas bukaan yang tidak memenuhi syarat minimal tidaklah menjadi masalah,
sebab ventilasi silang memungkinkan udara mengalir dari dalam ke luar dan sebaliknya tanpa
harus mengendap terlebih dahulu di dalam ruangan. Udara yang masuk dari satu jendela, akan
langsung dialirkan keluar oleh jendela yang ada di hadapannya, dan berganti dengan udara
baru.

4.2 Faktor Desain Objek


Faktor-faktor desain yang mempengaruhi pergerakan udara di luar bangunan yang
diamati adalah sebagai berikut.
1. Orientasi Bangunan
Pada bangunan yang diamati memiliki bukaan yang menghadap ke arah utara dimana pada
arah utara angin berhembus menuju arah selatan, sehingga udara bisa berhembus menuju
bukaan secara efektif.

55
Gambar Site Plan

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Keterangan : arah masuknya udara


2. Bukaan pada Bangunan lantai 1
Bukaan pada bangunan yang dibahas mencakup pintu utama ruang keluarga, jendela ruang
keluarga dan ventilasi yang terdapat di ruang keluarga dan dapur/ruang makan

a. Pintu Masuk Utama

Bukaan pintu utama. Akses masuk ke dalam rumah melalui pintu depan, menuju ruang
tamu,dapur, dan ruang makan. Material terbuat dari kayu, dan berisi hiasan batuan untuk
memperindah akses masuk tersebut. Pada pintu utama memiliki ukuran 2m x 1,4m
terdapat juga 3 jendela mati berukuran 1,9m x 1,9m

56
Gambar 3.29 Pintu Masuk Utama

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar bukaan jendela depan yang ada pada objek observasi. Material dari
bukaan ini adalah kayu dan kaca, dan terdapat 3 ventilasi pada area ruang keluarga
yang berukuran 0,45m x 0,03m dan 1 ventilasi di ruang makan yang berukuran 0,64m x
0,03m bagian atasnya. Tujuan dari bukaan ini juga untuk mengatur sirkulasi udara
dalam ruangan dan sebagai akses penghubung antar ruangan.

Gambar 3.29 Jendela mati dan ventilasi udara

Pada gambar dibawah terdapat gambar halaman rumah yang kami observasi, pada
halaman rumah ini terdapat tanaman hijau yang dapat membatu menjaga suhu udara di sekitar
area rumah.

57
b. Jendela Kamar Tidur

Pada bagian kamar tidur terdapat sebuah jendela 2 daun berukuran 2 m x 1.3 m. Karena
merupakan jendela geser maka bagian yang dilalui udara sekitar 1.2 m x 0.7 m. Ukuran ini
merupakan ukuran yang ideal untuk mendapatkan pasokan udara yang cukup, sehingga
penghawaan alami di dalam ruangan dapat terjadi dengan baik.

Gambar 3.30 Jendela Kamar Tidur

Sumber : Dokumentasi Pribadi

c. Jendela pada area lantai 2

Gambar 3. Bukaan (jendela dan pintu) pada ruang keluarga.

58

Anda mungkin juga menyukai