Anda di halaman 1dari 34

FRAKTUR KOLUM FEMORIS

Ketua : Nadya Hasnanda Khairuddin 1102010201

Sekretaris : Nawar Najla Mastura 1102010204

Anggota :

1. Muhammad Harys Maulana 1102010173


2. Nanda Permata Fajarani 1102010203
3. Nisrina Fariha 1102010207
4. Novi Septiani 1102010210
5. Nurul Alitia 1102010214
6. Winda Vresiana Hariyanto 1102010288
7. Wulandari Pawestri H 110 2008 322

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2010/2011
Skenario 2

FRAKTUR KOLUM FEMORIS

Seorang perempuan berumur 67 tahun dibawa ke UGD Rumah Sakit karena nyeri pada
daerah pinggul kanannya setelah jatuh dari kamar mandi sehari yang lalu. Pinggul kanan
pasien terbentur lantai kamar mandi. Pasien tidak mampu berdiri karena rasa nyeri yang
sangat pada pinggul kanannya tersebut. Tidak didapatkan pingsan, mual, maupun muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, maupun muntah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, merintih kesakitan, compos mentis.
Tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 104x/menit, frekwensi napas 24x/menit. Terdapat
hematom pada sendi koksae kanan, posisi tungkai atas kanan sedikit fleksi, abduksi, dan
eksorotasi. Krepitasi tulang dan nyeri tekan ditemukan, begitu juga pemendekan ekstremitas.
Gerakan terbatas karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur kolum femur
tertutup. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi.
Sasaran Belajar

LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Articulatio Coxae

 Makroskopis
 Mikroskopis

LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Fraktur

 Definisi
 Klasifikasi

LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Fraktur Collum Femoris

 Definisi
 Etiologi
 Klasifikasi
 Patofisiologi
 Manifestasi
 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
 Diagnosis dan Diagnosis Banding
 Komplikasi
 Penatalaksanaan
LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Articulatio Coxae

 MAKROSKOPIS

Articulatio coxae adalah sendi yang terbentuk antara caput femoris dan acetabulum
pada os coxae. Incisura acetabulum yang terletak dibawah acetabulum dijembatani
oleh ligamentum acetabulare transversal. Di facies lunata terdapat cincin
fibrokartilago yang disebut dengan acetabulum labrum. Acetabulum labrum
memperdalam acetabulum dan mengunci caput femoris agar sendi menjadi lebih
stabil.

Tulang: Antara caput femoris dan acetabulum


Jenis sendi: Enarthrosis spheroidea
Penguat sendi: Terdapat tulang rawan pada facies lunata

Kelenjar Havers terdapat pada acetabuli


1. Ligamentum iliofemorale apexnya terdapat pada os. Illium di antara dua
caput muskulus rectus femoris. Ligamen yang sangat tebal ini berujung pada
trochanter major dan minor. Ligamentum ini berfungsi mempertahankan art.
coxae tetap ekstensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang berputar ke
belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot
untuk mempertahankan posisi tegak. Ligamentum iliofemorale adalah
ligamentum terkuat yang terdapat pada sendi ini.
2. Ligamentum ischiofemorale mengelilingi caput femoris, jika dilihat dari
posterior. Ligamentum ini berfungsi mencegah rotasi interna (endorotasi) dari
caput femoris.
3. Ligamentum pubofemoralis terdapat pada bagian inferomedial dengan origo
yang lebar pada pubis dan insersionya pada trochanter minor. Ligamentum ini
berfungsi mencegah abduksi, ekstensi, dan rotasi externa (eksorotasi).
4. Ligamentum transversum acetabuli dan Ligamentum capitifemoris.

Bagian bolong disebut zona orbicularis.

Capsula articularis: membentang dari lingkar acetabulum ke linea


intertrochanterica dan crista intertrochanterica.

Gerak sendi:

Fleksi: M. iliopsoas, M. pectineus, M. rectus femoris, M. adductor longus, M.


adductor brevis, M. adductor magnus pars anterior tensor fascia lata

Ekstensi: M. gluteus maximus, M. semitendinosus, M. semimembranosus, M. biceps


femoris caput longum, M. adductor magnus pars posterior

Abduksi: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M. sartorius, M.


tensor fasciae latae

Adduksi: M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M. gracilis,


M. pectineus, M. obturator externus, M. quadratus femoris

Rotasi medialis: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor fasciae latae, M.


adductor magnus (pars posterior)

Rotasi lateralis: M. piriformis, M. obturator internus, Mm. gamelli, M. obturator


externus, M. quadratus femoris, M. gluteus maximus dan Mm. adductores

Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat
fibrosa. Capsula articularis berjalan dari dipinggir acetabulum Os. coxae menyebar ke
latero-inferior mengelilingi collum femoris untuk melekat pada linea trochanterica
bagian depan dan meliputi pertengahan bagian posterior collum femoris kira-kira
sebesar ibu jari diatas crista trochanterica. Oleh karena itu bagian lateral dan distal
belakang collum femoris adalah diluar capsula articularis. Sehubungan dengan itu
fraktur collum femoris dapat extracapsular dan dapat pula intracapsular.
 MIKROSKOPIS

Articulatio coxae merupakan sendi diartrosis. Pada jenis sendi ini permukaan sendi
dari tulang ditutupi tulang rawan hialin yang dibungkus dalam simpai sendi. Simpai
sendi ini terdiri atas lapis fibrosa luar dari jaringan ikat padat yang menyatu dengan
periosteum tulang. Lapis dalamnya adalah lapisan sinovial. Jaringan ikat pada sinovial
langsung berhubungan dengan cairan sinovial dalam rongga sendi.
Pada permukaan atau di dekatnya ditemukan sel mirip fibroblas yang menghasilkan
kolagen, proteoglikan, dan komponen lain dari interstitium; sel makrofag yang
membersihkan debris akibat aus dari sendi. Bisa terdapat limfosit pada lapisan yang
lebih dalam.

Pendarahan sampai ujung os femur pada Art.Coxae dibentuk oleh tiga kelompok besar:

 Cincin arteri Ekstracapsuler yang berada pada dasar collum femoris. Terdiri dari arteri
circumleksa femoral medialis dan arteri circumfleksa femoral lateralis yang menjalar
secara anterio maupun posterior.
 Percabangan dari cincin arteri ascenden menjalar ke atas yang berada pada
permukaan collum femoris sepanjang linea intertrochanterica.
 Arteri pada Ligamentum teres dan pembuluh darah metafisial inferior bergabung
membentuk pembuluh darah epifisial. Sehingga terbentuknya pembuluh cincin kedua
sebagai pemasok darah pada caput femori

Pada fraktur collum femoris sering terjadi terganggunya aliran darah ke caput femori.
Pembuluh darah Retinacular superior dan pembuluh epifisial merupakan sumber terpenting
untuk suplai darah. Pada fraktur terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya
termasuk pembuluh darah dan sinovial.
LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Fraktur

 Definisi

Fraktur adalah keadaan dimana tulang kehilangan kontinuitasnya.


Terputusnya jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya karena ada paksaan.
(Mansjoer. A, 2000).
Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik. (Price, Syivia, 1995)
Fraktur bisa terjadi disertai dislokasi. Dislokasi adalah perpindahan tulang dari posisi
anatomisnya.

 Klasifikasi

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana
tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial).
Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:

1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa


terjadi pada tulang pipih
2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,
clavicula, dan costae
3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam
Green Stick

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi:

1. Oblique : fraktur yang garis patahnya membentuk sudut pada tulang


2. Transversal : fraktur yang patahannya tegak lurus dengan sumbu tulang
3. Longitudinal : fraktur yang patahannya sejajar dengan sumbu tulang
4. Spiral: garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

T Oblique O Transversal Longitudinal S Spiral L


r b p o
a l i n
n i r g
s k a it
v Jumlah fragmen tulang l u
e d
r  Simple : 2 (dua) fragmen i
s  Comminuted : lebih dari dua fragmen n
a a
l l
Simple Comminuted

Berdasarkan lokasi anatomi:

 Proksimal
 Medial
 Distal

Berdasarkan lokasi patahan di tulang:

 Fraktur epifisis
 Fraktur metafisis
 Fraktur diafisis

Berdasarkan kedudukan tulangnya :


 Tidak adanya dislokasi
 Adanya dislokasi
 At axim : membentuk sudut
 At lotus : fragmen tulang
berjauhan
 At longitudinal : berjauhan memanjang
 At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek

Hubungan antar fragmen tulang:

 Fraktur cominutif : fraktur berupa kepingan atau serpihan


 Fraktur segmental : patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
 Fraktur multipel : patah lebih dari satu tempat pada tulang
 Fraktur impaksi/inklavasi : menancapnya patahan pada tulang patahan yang lain
 Fraktur impresi : fraktur impaksi yang terjadi di kranial
 Fraktur kompresi : tertekannya tulang yang terletak diantara tulang-tulang lainnya eg:
vertebrae
 Fraktur depresi : patah akibat tertekan sehingga menyebabkan lepasnya sebagian
tulang
 Fraktur angulasi : fraktur yang membentuk sudut
 Fraktur butterfly wing : fraktur yang berbentuk segitiga
 Fraktur avulsi : fraktur pada tulang yang merekat pada insersi tendo ataupun ligamen
 Fraktur kontraksi : terjadinya perpendekan tulang pada fraktur
 Fraktur distraksi : terjadiya perpanjangan tulang pada fraktur
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:

a. Undisplace (tidak bergeser) – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya

b. Displace (bergeser) – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi
atas:

- Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat

- Angulated – membentuk sudut tertentu

- Rotated – memutar

- Distracted – saling menjauh karena ada interposisi

- Overriding – garis fraktur tumpang tindih

- Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan
dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh (tidak
menyebabkan robeknya kulit). Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus atau membrana
mukosa sampai kepatahan tulang dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi.

Fraktur terbuka digradasi menjadi:

o Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.

o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

o Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak


ekstensif.

LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Fraktur Collum Femoris

 Definisi

Fraktur kolum femur adalah fraktur intrakapsuler yang terjadi di femur


proksimal pada daerah yang berawal dari distal permukaan artikuler caput
femur hingga berakhir di proksimal intertrokanter.

Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh puluh sampai sembilan
puluh tahun, dan kaitannya dengan osteoporosis demikian nyata sehingga
insidensi fraktur collum femur digunakan sebagai ukuran osteoporosis.
 Etiologi

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct) dan
trauma tidak langsung (indirect).

a. Trauma langsung (direct)


Penderita biasanya terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras.

b. Trauma tidak langsung (indirect)


Disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena
kepala femur terikat kuat dengan ligament di dalam aceptabulum oleh
ligament iliofemoral dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur di darah collum
femur. Kebanyakan terjadi pada wanita tua dimana tulangnya sudah
mengalami osteoporosis. Trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya
ringan, contoh : jatuh terpleset di kamar mandi.

c. Fraktur patologis
Fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma. Contoh
fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor
tulang.

 Klasifikasi

Fraktur Collum femoris ialah patahnya bagian collum(leher) dari os.femur


yang dapat bersifat intracapsuler atau ekstracapsuler.
- Fraktur Intracapsularis (Fraktur collum femur)
Berada di antara collum dan trochanter major
- Fraktur Ekstracapsularis (Fraktur intertrochanter femur)
Berada diantara trochanter major dan minor

Fraktur collum femoris merupakan salah satu bentuk fraktur pada panggul.
Ada 3 kelompok fraktur articulatio coxae:
a. Fraktur subkapitalis:
Terjadi di bawah kaput femur dan alasan paling sering atas nekrosis
avaskular pada kaput.
b. Intertrokanterika:
Fraktur yang terjadi di antara trochanter major dan minor.
c. Subtrokanterika:
Fraktur terjadi di bawah trochanter minor.
Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi menurut Pauwel :
Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal

Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femur berdasarkan atas sudut yang
dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak.

Dislokasi atau tidak fragment ( menurut Garden’s) adalah sebagai berikut :


i. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
ii. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
iii. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus
malaligment)
iv. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada
bagian segmen yang bersinggungan

 Patofisiologi

Kaput femoris mendapat vaskularisasi dari 3 sumber, yaitu dari pembuluh


darah intramedulla pada collum femur, pembuluh darah servikal asenden pada
retinakulum kapsular dan pembuluh darah pada ligamentum kapitis femoris.
Pasokan darah intramedulla selalu terganggu oleh fraktur; pembuluh
retinakular juga dapat robek bila terdapat banyak pergeseran. Pada pasien usia
lanjut, pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat sedikit dan pada
20% kasus tidak ada. Hal inilah yang menyebabkan tingginya insidensi
nekrosis avaskular pada fraktur collum femur yang disertai pergeseran.
Fraktur transervikal, menurut definisi, bersifat intrakapsular. Fraktur ini
penyembuhannya buruk karena dengan robeknya pembuluh kapsul, cedera itu
melenyapkan persediaan darah utama pada kaput femur, kemudian karena
tulang intra-artikular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tidak ada
kontak dengan jaringan lunak yang dapat membantu pembentukan kalus, serta
akibat adanya cairan sinovial yang mencegah pembekuan hematom akibat
fraktur itu. Karena itu ketepatan aposisi dan impaksi fragmen tulang menjadi
lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi hemartrosis dapat
meningkatkan aliran darah dalam kaput femoris dengan mengurangi
tamponade.

Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari
yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari
berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat,
puntiran, kontraksi otot yang keras ataukarena berbagai penyakit lain yang
dapat melemahkan otot. Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat
menyebabkan terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: Yang
pertama mekanisme direct force dimana energi kinetik akan menekan
langsung pada atau daerah dekat fraktur. Dan yang kedua adalah dengan
mekanisme indirect force, dimana energi kinetik akan disalurkan dari tempat
tejadinya tubrukan ke tempat dimanatulang mengalami kelemahan. Fraktur
tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami kelemahan. Pada
saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah
sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan
akan terjadi pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak
(otot) terdekat. Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung
fraktur dengan bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera
berubah menjadi tulang yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan
secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan
dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari
plasma danleukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya. Proses ini akan
berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur tersebut.

Setelah terjadi patah tulang, terjadi proses penyembuhan oleh sel tubuh
sendiri:
1. Proses hematom.
Bekuan darah terbentuk dari darah yang keluar dari pembuluh,
mengelilingi dasar fragmen dan membentuk bekuan cairan semi padat.
2. Proses proliferasi
Perubahan pertumbuhan pembuluh darah menjadi memadat, terjadi
perbaikan aliran pembuluh darah.
3. Terbentuknya callus.
Callus merupakan proses pembentukan tulang baru yang dapat terbentuk di
luar tulang (subperiosteal callus) atau di dalam tulang (endosteal callus).
Trabekula yang terbentuk dari tulang immatur sementara menghubungkan
fragmen yang patah. Fase ini membutuhkan daktu 6-8 minggu pada orang
dewasa, dan 2 minggu pada anak-anak.
4. Proses konsolidasi
Pengembangan callus secara terus-menerus, terjadi pemadatan tulang
seperti sebelum fraktur.
5. Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.

 Manifestasi

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas


dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya obat.

3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm

4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
atau beberapa hari setelah cedera.

6. Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun


pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat
menyebabkan fraktur collum femur.

7. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul.

8. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.

9. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi.

 Pemeriksaan Fisik

Anamnesis
Dari anamnesis diketahui adanya riwayat trauma/jatuh yang diikuti nyeri
pinggul, pada pemeriksaan didapatkan posisi panggul dalam keadaan fleksi,
eksorotasi dan abduksi. Pada atlet yang mengalami nyeri pinggul namun
masih dapat berjalan pemeriksaan dimulai dengan riwayat rinci dan
pemeriksaan fisik. Dokter harus menanyakan apakah gejala yang muncul
terkait dengan olahraga atau kegiatan tertentu. Riwayat latihan fisik harus
diperoleh dan perubahan dalam tingkat aktivitas, alat bantu, tingkat intensitas,
dan teknik harus dicatat.
Adanya riwayat menstruasi harus diperoleh dari semua pasien wanita.
Amenore sering dikaitkan dengan penurunan kadar serum estrogen.
Kurangnya estrogen pelindung menyebabkan penurunan massa tulang. Trias
yang dijumpai pada wanita bisa berupa amenore, osteoporosis, dan makan
teratur banyak mempengaruhi perempuan aktif. Tanda dan gejala pada
perempuan meliputi fatigue, anemia, depresi, intoleransi dingin, erosi enamel
gigi. Dokter harus mencurigai adanya fraktur dan memahami tanda-tanda yang
mungkin dari para atlet wanita, terutama mencatat fraktur yang tidak biasa
terjadi dari trauma minimal. Sebagian besar atlet menggambarkan timbulnya
rasa sakit selama 2-3 minggu, dimana dapat dijumpai perubahan dalam
pelatihan atau penggunaan peralatan latihan. Biasanya, pelari meningkatkan
jarak tempuh mereka atau intensitas, atau penggunaan sepatu lari. dokter harus
bertanya tentang latihan individu dan jarak tempuh.
Pasien biasanya melaporkan riwayat pinggul tiba-tiba, nyeri di selangkangan,
atau nyeri lutut yang memburuk dengan olahraga. Karakteristik dari fraktur
adalah riwayat sakit setempat yang berkaitan dengan latihan yang meningkat
dan berkurang dengan aktivitas dan baik dengan istirahat atau dengan aktivitas
yang kurang. Nyeri semakin parah dengan pelatihan lanjutan. Rasa sakit
berasal dari aktivitas berulang, dan berkurang dengan istirahat.

Inspeksi
Pemeriksaan ini dimulai dengan pengamatan pasien selama evaluasi.
Perhatikan setiap kali pasien meringis atau pola-pola abnormal. Pasien dengan
patah tulang leher femur biasanya tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali
pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.
Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai
dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Amati krista iliaka untuk
setiap ketinggian yang berbeda, yang mungkin menunjukkan perbedaan
fungsional panjang kaki. Alignment dan panjang ekstremitas biasanya normal,
tapi gambaran klasik dari pasien dengan fraktur yang pendek dan ekstremitas
eksternal diputar. Penilaian ada tidaknya atrofi otot atau asimetri juga penting.

Palpasi
Pada palpasi fraktur diagnosis sering ditemukan adanya hematom di panggul.
Pada tipe impaksi, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit
yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan posisi netral.
Ditentukan rentang gerak untuk fleksi panggul, ekstensi, adduksi, rotasi
internal dan eksternal serta fleksi lutut dan ekstensi. Temuan termasuk adanya
rasa sakit dan terbatasnya rentang gerak pasif di pinggul.

Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.

 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur


b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah
trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
Foto Rontgen
Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus
mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
• Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
• Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
• Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang
normal)
• Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus
yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial.
Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat
ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur.
Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser
(stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara
fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.4,5
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah
pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari
film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk
menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang
periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher
femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan
dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy,
biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di
film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus
dilakukan.

Bone Scanning
Bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau
infeksi. Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang,
tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk melaporkan bahwa
bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%. Bone scanning dibatasi
oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.
Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72 jam
setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hold dkk
menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam
waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur
biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema
intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy,
temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang
kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik
dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.

Pemeriksaan laboratorium, meliputi:


• Darah rutin,
• Faktor pembekuan darah,
• Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
• Urinalisa,
• Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
kliren ginjal).

Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan


vaskuler akibat fraktur tersebut.

 Diagnosis

1. Anamnesa

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
kapan terjadnya, dimana terjadinya jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan
posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan ( mekanisme trauma). Jangan
lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala,
muka, leher, dada dan perut.

2. Pemeriksaan umum

Dicari kemungkinan komplikasi umumseperti syok pada fraktur multipel , fraktir


pelfis, fraktur terbuka ; Tanda – tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami
infeksi.

3. Pemeriksaan status lokasi

Tanda – tanda klinis pada fraktur tulang panjang :


a. Look, cari apakah terdapat :

Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal ( mi salnya pada fraktur


kondilus lateralis humerus ), angulasi, rotasi, dan pemendekan Functio laesa (
hilangnya fungsi ), misalnya pada fraktur kruris tidak bisa berjalan

Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada
tungkai bawah meliputi apparenth length ( jarak antara ubiliku sdengan maleolus
medialis ) dan true lenght jarak antara SIAS dengan maleolus medialis )

b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan
lagi karena akan menambah trauma

c. Move, untuk mencari :

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang
rawan epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan
karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan akti f
maupun pasif. Seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan – geraka yang
tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan
sendi), dan kekuatan.

 Diagnosis Banding

Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan kelainan berikut :

a.Osteitis Pubis

b.Slipped Capital Femoral Epiphysis

c.Snapping Hip Syndrome

 Komplikasi

Komplikasi awal

a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan


darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal
kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres
pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang
menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera
remuk).

Komplikasi lambat

a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu


yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
d. Nekrosis avaskuler tulang.
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.Tulang
yang mati mengalami kolaps dan diganti oleh tulang yang baru. Pasien
mengalami nyeri dan keterbatasan gerak. Sinar Xmenunjukkan kehilangan
kalsium dan kolaps struktural.
e. Kekakuan sendi lutut.
f. Gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

Komplikasi umum yang biasa menyertai cedera atau tindakan operasi pada
pasien usia lanjut misalnya trombosis vena tungkai bawah, embolisme paru,
pneumonia dan ulkus dekubitus. Kelainan yang terdapat sebelum fraktur
terjadi dapat memperberat kondisi pasien.
Nekrosis avaskular terjadi pada 30% pasien dengan pergeseran fraktur dan
10% pada pasien fraktur tanpa pergeseran. Beberapa minggu setelah cedera,
pemeriksaan scan nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya
vaskularitas. Perubahan pada sinar X berupa meningkatnya kepadatan kaput
femoris mungkin tidak nyata selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-
tahun. Kolapsnya kaput femur akan menyebabkan nyeri dan semakin
hilangnya fungsi. Terapinya adalah dengan penggantian sendi total.
Fraktur non union ditemukan pada lebih dari sepertiga fraktur leher femur, dan
resiko ini terutama meningkat pada pasien yang mengalami pergeseran berat.
Terdapat banyak penyebab buruknya suplai darah, akibat tidak sempurnanya
reduksi, tidak cukupnya fiksasi dan lambatnya penyembuhan yang merupakan
tanda khas untuk fraktur intraartikular.
Adanya tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan screw yang
keluar atau terjulur ke lateral. Pasien akan mengeluhkan nyeri, tungkai
memendek dan sukar berjalan.
Nekrosis avaskular atau kolapsnya kaput femur dapat mengakibatkan
osteoartritis sekunder setelah beberapa tahun. Bila gerakan sendi berkurang
dan meluasnya kerusakan sampai ke permukaan sendi, perlu dilakukan
penggantian sendi total.

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:


1. Mengurangi rasa nyeri
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat
bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat
penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai
/ spalk, maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur
Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal,
sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang
bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu
Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan
kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya
mobilisasi.

Proses Penyembuhan tulang

a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur
pada tulang panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli
dalam sistem haversian mengalami robekan pada daerah luka dan akan
membentuk hematoma diantar kedua sisi fraktur.

b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi
reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena
adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi dari periosteum untuk
membentuk kalus eksternal serta pada daerah endosteum membentuk kalus
internal sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah
pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang
rawan.

d. Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam 2-3


minggu, patah tulang melalui proses penulangan endokondrol, mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.

e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahan-lahan
terjadi reabsorbsi secara eosteoklastik dan tetap terjadi prosesosteoblastik pada
tulang dan kalus eksternal secara perlahan-lahan menghilang (Rasjad, 1998 :
400 ).

Empat prinsip penanganan fraktur menurut Chaeruddin Rasjad tahun 1988,adalah:

a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,


pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan,
komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga
didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan
reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan
osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah: alignment yang
sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi
seperti fraktur klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus, angulasi <5>

c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi


union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi
inplan logam seperti screw.

d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Faktor yang mempercepat penyembuhan tulang

a. Immobilisasi fragmen tulang

b. Kontak fragmen tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik

e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang

f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D,

g. Potensial listrik pada patahan tulang

Faktor yang menghambat penyembuhan tulang

a. Trauma berulang

b. Kehilangan massa tulang


c. Immobilisasi yang tak memadai

d. Rongga atau jaringan diantar fragmen tulang

e. Infeksi

f. Radiasi tulang (nekrosis tulang)

g. Usia

h. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

Penanganan fraktur collum femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi
tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin yang dimasukkan dari lateral
melalui kolum femur. Bila tak dapat dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik
adalah langsung mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan
tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga
penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta
sedikit pemendekan.

Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur dengan
prosthesis atau eksisi kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti
dengan mobilisasi dini pasca bedah.

a. Terapi Konservatif

Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :

a. Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal

b. Kesulitan mengamati fragmen proksimal

c. Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan synovial.

Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction dan buck extension.
b. Terapi Operatif

Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang bergeser
tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula harus
bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus
dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko
terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi
internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi
yaitu reduksi anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.

Metode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith Petersen
Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja khusus orthopedi. Kemudian fraktur
difiksasi internal dengan S.P. Nail dibawah pengawasan Radiologi. Metode terbaru
fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple compression screws. Pada
penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan cara
memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti
prosthesis Austin Moore.

Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang sakit dilakukan pemasangan
skin traction dengan buck extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan
reposisi, yang di lanjutkan dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara menurut
Leadbetter. Penderita terlentang di atas meja operasi dalam pengaruh anastesi, asisten
memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi 90° untuk mengendurkan kapsul dan
otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian
pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45°, kemudian sisi panggul
dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan extensi. Setelah
itu di lakukan test.

Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak tangan. Bila posisi
kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik.
Setelah reposisi berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan
teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulang 3 kali.
Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan reposisi terbuka, setelah tereposisi
dilakukan internal fiksasi alat internal fiksasi knowless pin, cancellous screw, atau
plate.

Pengawasan dengan sinar X (sebaiknya digunakan penguat) digunakan untuk


memastikan reduksi pada foto anteroposterior dan lateral.

Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV, fiksasi pada fraktur
yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan kalau fraktur stdium III dan IV tidak
dapat direduksi secara tertutup dan pasien berumur dibawah 70 tahun, dianjurkan
melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral.

Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang diperbolehkan, kalau dua
usaha yang dilakukan untuk melakukan reduksi tertutup gagal, lebih baik dilakukan
penggantian prostetik. Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau kadang
dengan sekrup kompresi geser yang ditempel pada batang femur. Insisi lateral
digunakan untuk membuka femur pada bagian atas kawat pemandu, yang disisipkan
dibawah pengendali fluroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan
alat pengikat adalah tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi, keduanya harus
terletak memanjang dan sampai plate tulang subkondral, pada foto lateral keduanya
berada ditengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup
distal terletak pada korteks inferior leher femur.

Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau kursi. Dia dilatih
melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan mulai berjalan (dengan
penopang atau alat berjalan) secepat mungkin.

Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV tidak
dapat diramalkan, sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Pandangan ini
meremehkan morbiditas yang menyertai penggantian. Karena itu kebijaksanaan kita
adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang berumur dibawah 60
tahun dan mempersiapkan penggantian untuk penderita yang :

a. Penderita yang sangat tua dan lemah


b. Penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup

c. Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis
bipolar tanpa semen yang dimasukan dengan pendekatan posterior.

Penggantian pinggul total mungkin lebih baik :

a. Bila terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada kerusakan
acetebulum.

b. Pada pasien dengan penyakit paget atau penyakit metastatik.

Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau tanpa gagal-pertautan juga
dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan prosthesis metal.

Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat berjalan selama beberapa
hari setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul minimal dan
panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri. Fraktur ini biasanya
sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan operasi, tetapi apabila tidak sembuh atau
terjadi disimpaksi yang tidak stabil atau nekrosis avaskuler, penanganannya sama
dengan yang di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Apley. A. Graham. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 1.


Jakarta : EGC.

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3.
Volume 8. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi


Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC .

Donges, Marilyn B, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta


: EGC.

Lukman and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing. 4th Edition buku
11. USA : WB Sunder Company.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. FKUI.
Media Aesculapius.

Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi. Buku I . Edisi 4.


Jakarta : EGC.

Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang


Lamupate.
Smetzer, Suzanna. C. dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
and Suddarth. Edisi 8, vol 3. Jakarta : EGC.

http://home.comcast.net/~wnor/lljoints.htm. Diunduh tanggal 29-09-2011

http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/105/fraktur--patah-
tulang-. Diunduh tgl 28-09-2011.

Sabiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah,jilid 1. Alih bahasa: Petrus


Andrianto, Timan IS. Jakarta: EGC..

Patel Pradip R. 2005. Lecture notes: Radiology, 2nd ed. USA: Blackwell
Science, Ltd.

Apley, Dalam Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor :
Edi Nugroho 1999.

http://www.scribd.com/doc/30287504/Fraktur-Femur

Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi.Buku I . Edisi 4.


Jakarta : EGC.

Rasjad C., Pengantar Ilmu Beadh Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung


Pandang, 1998.

http://www.scribd.com/doc/52918476/12/Remodeling-Tulang

http://www.scribd.com/doc/52471266/30/HISTOLOGI-TULANG

http://www.scribd.com/doc/31348597/FRAKTUR

http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/
http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39%3Appni-ak-
sub&id=63%3Afraktur&format=pdf&option=com_content&Itemid=66

Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara
Medisina FK UI< Jakarta, 1987.

Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim
de Jong, EGC, Jakarta, 1997.

Apley, Dalam Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor :
Edi Nugroho 1999.
Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston.
Editor : dr. Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994.

Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor :


Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC,
Jakarta, 1995.

Rasjad C., Pengantar Ilmu Beadh Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung


Pandang, 1992.

http://emedicine.medscape.com/article/86659-medication#2

Anda mungkin juga menyukai