Anggota :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2010/2011
Skenario 2
Seorang perempuan berumur 67 tahun dibawa ke UGD Rumah Sakit karena nyeri pada
daerah pinggul kanannya setelah jatuh dari kamar mandi sehari yang lalu. Pinggul kanan
pasien terbentur lantai kamar mandi. Pasien tidak mampu berdiri karena rasa nyeri yang
sangat pada pinggul kanannya tersebut. Tidak didapatkan pingsan, mual, maupun muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, maupun muntah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, merintih kesakitan, compos mentis.
Tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 104x/menit, frekwensi napas 24x/menit. Terdapat
hematom pada sendi koksae kanan, posisi tungkai atas kanan sedikit fleksi, abduksi, dan
eksorotasi. Krepitasi tulang dan nyeri tekan ditemukan, begitu juga pemendekan ekstremitas.
Gerakan terbatas karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur kolum femur
tertutup. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi.
Sasaran Belajar
Makroskopis
Mikroskopis
Definisi
Klasifikasi
Definisi
Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Komplikasi
Penatalaksanaan
LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Articulatio Coxae
MAKROSKOPIS
Articulatio coxae adalah sendi yang terbentuk antara caput femoris dan acetabulum
pada os coxae. Incisura acetabulum yang terletak dibawah acetabulum dijembatani
oleh ligamentum acetabulare transversal. Di facies lunata terdapat cincin
fibrokartilago yang disebut dengan acetabulum labrum. Acetabulum labrum
memperdalam acetabulum dan mengunci caput femoris agar sendi menjadi lebih
stabil.
Gerak sendi:
Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat
fibrosa. Capsula articularis berjalan dari dipinggir acetabulum Os. coxae menyebar ke
latero-inferior mengelilingi collum femoris untuk melekat pada linea trochanterica
bagian depan dan meliputi pertengahan bagian posterior collum femoris kira-kira
sebesar ibu jari diatas crista trochanterica. Oleh karena itu bagian lateral dan distal
belakang collum femoris adalah diluar capsula articularis. Sehubungan dengan itu
fraktur collum femoris dapat extracapsular dan dapat pula intracapsular.
MIKROSKOPIS
Articulatio coxae merupakan sendi diartrosis. Pada jenis sendi ini permukaan sendi
dari tulang ditutupi tulang rawan hialin yang dibungkus dalam simpai sendi. Simpai
sendi ini terdiri atas lapis fibrosa luar dari jaringan ikat padat yang menyatu dengan
periosteum tulang. Lapis dalamnya adalah lapisan sinovial. Jaringan ikat pada sinovial
langsung berhubungan dengan cairan sinovial dalam rongga sendi.
Pada permukaan atau di dekatnya ditemukan sel mirip fibroblas yang menghasilkan
kolagen, proteoglikan, dan komponen lain dari interstitium; sel makrofag yang
membersihkan debris akibat aus dari sendi. Bisa terdapat limfosit pada lapisan yang
lebih dalam.
Pendarahan sampai ujung os femur pada Art.Coxae dibentuk oleh tiga kelompok besar:
Cincin arteri Ekstracapsuler yang berada pada dasar collum femoris. Terdiri dari arteri
circumleksa femoral medialis dan arteri circumfleksa femoral lateralis yang menjalar
secara anterio maupun posterior.
Percabangan dari cincin arteri ascenden menjalar ke atas yang berada pada
permukaan collum femoris sepanjang linea intertrochanterica.
Arteri pada Ligamentum teres dan pembuluh darah metafisial inferior bergabung
membentuk pembuluh darah epifisial. Sehingga terbentuknya pembuluh cincin kedua
sebagai pemasok darah pada caput femori
Pada fraktur collum femoris sering terjadi terganggunya aliran darah ke caput femori.
Pembuluh darah Retinacular superior dan pembuluh epifisial merupakan sumber terpenting
untuk suplai darah. Pada fraktur terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya
termasuk pembuluh darah dan sinovial.
LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Fraktur
Definisi
Klasifikasi
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana
tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial).
Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
Proksimal
Medial
Distal
Fraktur epifisis
Fraktur metafisis
Fraktur diafisis
a. Undisplace (tidak bergeser) – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya
b. Displace (bergeser) – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi
atas:
- Rotated – memutar
Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan
dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh (tidak
menyebabkan robeknya kulit). Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus atau membrana
mukosa sampai kepatahan tulang dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi.
o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Definisi
Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh puluh sampai sembilan
puluh tahun, dan kaitannya dengan osteoporosis demikian nyata sehingga
insidensi fraktur collum femur digunakan sebagai ukuran osteoporosis.
Etiologi
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct) dan
trauma tidak langsung (indirect).
c. Fraktur patologis
Fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma. Contoh
fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor
tulang.
Klasifikasi
Fraktur collum femoris merupakan salah satu bentuk fraktur pada panggul.
Ada 3 kelompok fraktur articulatio coxae:
a. Fraktur subkapitalis:
Terjadi di bawah kaput femur dan alasan paling sering atas nekrosis
avaskular pada kaput.
b. Intertrokanterika:
Fraktur yang terjadi di antara trochanter major dan minor.
c. Subtrokanterika:
Fraktur terjadi di bawah trochanter minor.
Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi menurut Pauwel :
Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal
Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femur berdasarkan atas sudut yang
dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak.
Patofisiologi
Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari
yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari
berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat,
puntiran, kontraksi otot yang keras ataukarena berbagai penyakit lain yang
dapat melemahkan otot. Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat
menyebabkan terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: Yang
pertama mekanisme direct force dimana energi kinetik akan menekan
langsung pada atau daerah dekat fraktur. Dan yang kedua adalah dengan
mekanisme indirect force, dimana energi kinetik akan disalurkan dari tempat
tejadinya tubrukan ke tempat dimanatulang mengalami kelemahan. Fraktur
tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami kelemahan. Pada
saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah
sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan
akan terjadi pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak
(otot) terdekat. Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung
fraktur dengan bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera
berubah menjadi tulang yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan
secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan
dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari
plasma danleukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya. Proses ini akan
berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur tersebut.
Setelah terjadi patah tulang, terjadi proses penyembuhan oleh sel tubuh
sendiri:
1. Proses hematom.
Bekuan darah terbentuk dari darah yang keluar dari pembuluh,
mengelilingi dasar fragmen dan membentuk bekuan cairan semi padat.
2. Proses proliferasi
Perubahan pertumbuhan pembuluh darah menjadi memadat, terjadi
perbaikan aliran pembuluh darah.
3. Terbentuknya callus.
Callus merupakan proses pembentukan tulang baru yang dapat terbentuk di
luar tulang (subperiosteal callus) atau di dalam tulang (endosteal callus).
Trabekula yang terbentuk dari tulang immatur sementara menghubungkan
fragmen yang patah. Fase ini membutuhkan daktu 6-8 minggu pada orang
dewasa, dan 2 minggu pada anak-anak.
4. Proses konsolidasi
Pengembangan callus secara terus-menerus, terjadi pemadatan tulang
seperti sebelum fraktur.
5. Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.
Manifestasi
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
atau beberapa hari setelah cedera.
7. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul.
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis
Dari anamnesis diketahui adanya riwayat trauma/jatuh yang diikuti nyeri
pinggul, pada pemeriksaan didapatkan posisi panggul dalam keadaan fleksi,
eksorotasi dan abduksi. Pada atlet yang mengalami nyeri pinggul namun
masih dapat berjalan pemeriksaan dimulai dengan riwayat rinci dan
pemeriksaan fisik. Dokter harus menanyakan apakah gejala yang muncul
terkait dengan olahraga atau kegiatan tertentu. Riwayat latihan fisik harus
diperoleh dan perubahan dalam tingkat aktivitas, alat bantu, tingkat intensitas,
dan teknik harus dicatat.
Adanya riwayat menstruasi harus diperoleh dari semua pasien wanita.
Amenore sering dikaitkan dengan penurunan kadar serum estrogen.
Kurangnya estrogen pelindung menyebabkan penurunan massa tulang. Trias
yang dijumpai pada wanita bisa berupa amenore, osteoporosis, dan makan
teratur banyak mempengaruhi perempuan aktif. Tanda dan gejala pada
perempuan meliputi fatigue, anemia, depresi, intoleransi dingin, erosi enamel
gigi. Dokter harus mencurigai adanya fraktur dan memahami tanda-tanda yang
mungkin dari para atlet wanita, terutama mencatat fraktur yang tidak biasa
terjadi dari trauma minimal. Sebagian besar atlet menggambarkan timbulnya
rasa sakit selama 2-3 minggu, dimana dapat dijumpai perubahan dalam
pelatihan atau penggunaan peralatan latihan. Biasanya, pelari meningkatkan
jarak tempuh mereka atau intensitas, atau penggunaan sepatu lari. dokter harus
bertanya tentang latihan individu dan jarak tempuh.
Pasien biasanya melaporkan riwayat pinggul tiba-tiba, nyeri di selangkangan,
atau nyeri lutut yang memburuk dengan olahraga. Karakteristik dari fraktur
adalah riwayat sakit setempat yang berkaitan dengan latihan yang meningkat
dan berkurang dengan aktivitas dan baik dengan istirahat atau dengan aktivitas
yang kurang. Nyeri semakin parah dengan pelatihan lanjutan. Rasa sakit
berasal dari aktivitas berulang, dan berkurang dengan istirahat.
Inspeksi
Pemeriksaan ini dimulai dengan pengamatan pasien selama evaluasi.
Perhatikan setiap kali pasien meringis atau pola-pola abnormal. Pasien dengan
patah tulang leher femur biasanya tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali
pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.
Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai
dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Amati krista iliaka untuk
setiap ketinggian yang berbeda, yang mungkin menunjukkan perbedaan
fungsional panjang kaki. Alignment dan panjang ekstremitas biasanya normal,
tapi gambaran klasik dari pasien dengan fraktur yang pendek dan ekstremitas
eksternal diputar. Penilaian ada tidaknya atrofi otot atau asimetri juga penting.
Palpasi
Pada palpasi fraktur diagnosis sering ditemukan adanya hematom di panggul.
Pada tipe impaksi, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit
yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan posisi netral.
Ditentukan rentang gerak untuk fleksi panggul, ekstensi, adduksi, rotasi
internal dan eksternal serta fleksi lutut dan ekstensi. Temuan termasuk adanya
rasa sakit dan terbatasnya rentang gerak pasif di pinggul.
Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.
Pemeriksaan Penunjang
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus
yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial.
Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat
ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur.
Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser
(stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara
fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.4,5
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah
pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari
film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk
menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang
periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher
femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan
dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy,
biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di
film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus
dilakukan.
Bone Scanning
Bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau
infeksi. Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang,
tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk melaporkan bahwa
bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%. Bone scanning dibatasi
oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.
Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72 jam
setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hold dkk
menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.
Diagnosis
1. Anamnesa
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
kapan terjadnya, dimana terjadinya jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan
posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan ( mekanisme trauma). Jangan
lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala,
muka, leher, dada dan perut.
2. Pemeriksaan umum
Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada
tungkai bawah meliputi apparenth length ( jarak antara ubiliku sdengan maleolus
medialis ) dan true lenght jarak antara SIAS dengan maleolus medialis )
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan
lagi karena akan menambah trauma
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang
rawan epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan
karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan akti f
maupun pasif. Seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan – geraka yang
tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan
sendi), dan kekuatan.
Diagnosis Banding
a.Osteitis Pubis
Komplikasi
Komplikasi awal
Komplikasi lambat
Komplikasi umum yang biasa menyertai cedera atau tindakan operasi pada
pasien usia lanjut misalnya trombosis vena tungkai bawah, embolisme paru,
pneumonia dan ulkus dekubitus. Kelainan yang terdapat sebelum fraktur
terjadi dapat memperberat kondisi pasien.
Nekrosis avaskular terjadi pada 30% pasien dengan pergeseran fraktur dan
10% pada pasien fraktur tanpa pergeseran. Beberapa minggu setelah cedera,
pemeriksaan scan nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya
vaskularitas. Perubahan pada sinar X berupa meningkatnya kepadatan kaput
femoris mungkin tidak nyata selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-
tahun. Kolapsnya kaput femur akan menyebabkan nyeri dan semakin
hilangnya fungsi. Terapinya adalah dengan penggantian sendi total.
Fraktur non union ditemukan pada lebih dari sepertiga fraktur leher femur, dan
resiko ini terutama meningkat pada pasien yang mengalami pergeseran berat.
Terdapat banyak penyebab buruknya suplai darah, akibat tidak sempurnanya
reduksi, tidak cukupnya fiksasi dan lambatnya penyembuhan yang merupakan
tanda khas untuk fraktur intraartikular.
Adanya tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan screw yang
keluar atau terjulur ke lateral. Pasien akan mengeluhkan nyeri, tungkai
memendek dan sukar berjalan.
Nekrosis avaskular atau kolapsnya kaput femur dapat mengakibatkan
osteoartritis sekunder setelah beberapa tahun. Bila gerakan sendi berkurang
dan meluasnya kerusakan sampai ke permukaan sendi, perlu dilakukan
penggantian sendi total.
Penatalaksanaan
a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur
pada tulang panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli
dalam sistem haversian mengalami robekan pada daerah luka dan akan
membentuk hematoma diantar kedua sisi fraktur.
b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi
reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena
adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi dari periosteum untuk
membentuk kalus eksternal serta pada daerah endosteum membentuk kalus
internal sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah
pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang
rawan.
e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahan-lahan
terjadi reabsorbsi secara eosteoklastik dan tetap terjadi prosesosteoblastik pada
tulang dan kalus eksternal secara perlahan-lahan menghilang (Rasjad, 1998 :
400 ).
a. Trauma berulang
e. Infeksi
g. Usia
Penanganan fraktur collum femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi
tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin yang dimasukkan dari lateral
melalui kolum femur. Bila tak dapat dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik
adalah langsung mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan
tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga
penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta
sedikit pemendekan.
Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur dengan
prosthesis atau eksisi kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti
dengan mobilisasi dini pasca bedah.
a. Terapi Konservatif
Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction dan buck extension.
b. Terapi Operatif
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang bergeser
tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula harus
bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus
dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko
terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi
internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi
yaitu reduksi anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.
Metode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith Petersen
Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja khusus orthopedi. Kemudian fraktur
difiksasi internal dengan S.P. Nail dibawah pengawasan Radiologi. Metode terbaru
fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple compression screws. Pada
penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan cara
memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti
prosthesis Austin Moore.
Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang sakit dilakukan pemasangan
skin traction dengan buck extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan
reposisi, yang di lanjutkan dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara menurut
Leadbetter. Penderita terlentang di atas meja operasi dalam pengaruh anastesi, asisten
memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi 90° untuk mengendurkan kapsul dan
otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian
pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45°, kemudian sisi panggul
dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan extensi. Setelah
itu di lakukan test.
Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak tangan. Bila posisi
kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik.
Setelah reposisi berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan
teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulang 3 kali.
Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan reposisi terbuka, setelah tereposisi
dilakukan internal fiksasi alat internal fiksasi knowless pin, cancellous screw, atau
plate.
Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV, fiksasi pada fraktur
yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan kalau fraktur stdium III dan IV tidak
dapat direduksi secara tertutup dan pasien berumur dibawah 70 tahun, dianjurkan
melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral.
Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang diperbolehkan, kalau dua
usaha yang dilakukan untuk melakukan reduksi tertutup gagal, lebih baik dilakukan
penggantian prostetik. Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau kadang
dengan sekrup kompresi geser yang ditempel pada batang femur. Insisi lateral
digunakan untuk membuka femur pada bagian atas kawat pemandu, yang disisipkan
dibawah pengendali fluroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan
alat pengikat adalah tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi, keduanya harus
terletak memanjang dan sampai plate tulang subkondral, pada foto lateral keduanya
berada ditengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup
distal terletak pada korteks inferior leher femur.
Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau kursi. Dia dilatih
melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan mulai berjalan (dengan
penopang atau alat berjalan) secepat mungkin.
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV tidak
dapat diramalkan, sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Pandangan ini
meremehkan morbiditas yang menyertai penggantian. Karena itu kebijaksanaan kita
adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang berumur dibawah 60
tahun dan mempersiapkan penggantian untuk penderita yang :
c. Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis
bipolar tanpa semen yang dimasukan dengan pendekatan posterior.
a. Bila terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada kerusakan
acetebulum.
Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau tanpa gagal-pertautan juga
dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan prosthesis metal.
Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat berjalan selama beberapa
hari setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul minimal dan
panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri. Fraktur ini biasanya
sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan operasi, tetapi apabila tidak sembuh atau
terjadi disimpaksi yang tidak stabil atau nekrosis avaskuler, penanganannya sama
dengan yang di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3.
Volume 8. Jakarta : EGC.
Lukman and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing. 4th Edition buku
11. USA : WB Sunder Company.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. FKUI.
Media Aesculapius.
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/105/fraktur--patah-
tulang-. Diunduh tgl 28-09-2011.
Patel Pradip R. 2005. Lecture notes: Radiology, 2nd ed. USA: Blackwell
Science, Ltd.
Apley, Dalam Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor :
Edi Nugroho 1999.
http://www.scribd.com/doc/30287504/Fraktur-Femur
http://www.scribd.com/doc/52918476/12/Remodeling-Tulang
http://www.scribd.com/doc/52471266/30/HISTOLOGI-TULANG
http://www.scribd.com/doc/31348597/FRAKTUR
http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/
http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39%3Appni-ak-
sub&id=63%3Afraktur&format=pdf&option=com_content&Itemid=66
Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara
Medisina FK UI< Jakarta, 1987.
Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim
de Jong, EGC, Jakarta, 1997.
Apley, Dalam Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor :
Edi Nugroho 1999.
Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston.
Editor : dr. Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994.
http://emedicine.medscape.com/article/86659-medication#2