PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Mengetahui dan mengintepretasikan bentang alam karst berdasarkan
kenampakan pada peta topografi.
Mencari persen kelerengan dan mengklasifikasikan berdasarkan
Klasifikasi Van Zuidam.
Mengetahui dan mengintepretasikan pembagian wilayah delineasi
sesuai dengan satuan kerapatan kontur.
Membuat sayatan dan profil eksagrasi geomorfologi yang mencakup
setiap klasifikasi daerah pada peta topografi.
1.2. Tujuan
Mampu mengetahui dan menjelaskan bentang alam karst berdasarkan
kenampakan pada peta topografi.
Mampu menentukan persen kelerengan dan klasifikasi Van Zuidamnya.
Mampu mengetahui dan menjelaskan pembagian suatu wilayah
delineasi sesuai dengan satuan kerapatan kontur.
Mampu membuat sayatan dan profil eksagrasi geomorfologi yang
mencakup setiap klasifikasi daerah pada peta topografi.
1
BAB II
DASAR TEORI
2
adanya kekar dalam batuan proses pelarutan dan erosi berjalan
intensif.
2.2.2. Faktor Kimiawi
1. Kondisi Kimia Batuan
Batugamping sedikitnya mengandung 50% mineral karbonat
ynag umumnya berupa kalsit (CaCO3). Corbel (1957 dalam
Ritter, 1978) menyebutkan bahwa untuk membentuk topografi
karst diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan. Untuk
perkembangan topografi karst yang baik diperlukan kurang lebih
90% kalsit dlam batuan tersebut, tetapi bila kandungan mineral
kalsit lebih dari 95% (batugamping murni, misal kalk) maka
batuan tersebut tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk
pembentukan topografi kars.
2. Kondisi Kimia Media Pelarut
Flint dan Skinner (1979) mengemukakan bahwa kalsit sangat
sulit lartu dalam air murni, akan tetapi ia akan larut dalam air
yang mengandung asam. Dialam, air hujan akan mengikat
karbondioksida (CO2) dari udara dan dari tanah disekitarnya
membentuk air/larutan yang bersifat asam yaitu asam karbonat
(H2CO3). Larutan inilah yang akan melarutkan batugamping.
3. Faktor Biologis
Aktifitas biologis dapat mempengaruhi pembentukan topografi
kars, baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Faktor Iklim dan Lingkungan
Didalam membahas lingkungan dalam arti sempit, Von Engeln
(1942) mengemukakan bahwa kondisi lingkungan yang
mendukung pembentukan topografi kars adalah adanya lembah
besar yang mengelilingi tempat yang tinggi, yang terdiri dari
batuan mudah larut (batugamping) yang terkekarkan dengan
intensif.
3
Daerah yang beriklim tropis basah (lintang 0° – 13°) curah hujan
cukup tingggi, kombinasi suhu dan presipitasi ideal untuk
berlangsungnya proses pelarutan sehingga proses karstifikasi
berjalan sangat bagus (Riter, 1978).
Gambar 2.1. Diagram yang menunjukkan perkembangan morfologi sisa pelarutan (Jackues
1977, dalam Van Zuidam, 1979).
4
Fase I. Terjadi pelarutan pada batuan yang terkekarkan sehingga
membentuk lembah yang ekmudian merupakan zona yang lebih cepat
mengalami pelarutan (zona A) dibanding dengan zona B yang tidak
mengalami pengkekaran (Gambar 2.1. - I).
Fase II. Karena zona A lebih cepat mengalami pelarutan maka pada
zona ini segera terbentuk lembah yang dalam, sementara pada zona B masih
berupa dataran tinggi dengan gejala pelarutan dibeberapa tempat (Gambar
2.1. - II).
Fase III. Pelarutan pada kedua zona tersebut terus berjalan sehingga
pada fase ini mulai terbentuk kerucut-keucut kars pada zona B. Pada kerucut
kars ini tingkat pelarutan /tingkat erosi vertikalnya lebih kecil dibanding
dengan lembah disekitarnya (Gambar 2.1. - III).
Fase IV. Karena adanya erosi lateral dan korosi oleh aliran sungai
maka zona A berada pada batas permukaan erosi dan pada zona B erosi
vertikalnya telah berjalan lebih lanjut sehinga hanya tinggal beberapa
morfologi sisa saja. Morfologi sisa ini sering disebut dengan Menara Kars.
Morfologi sisa berkembang baik pada daerah yang beriklim tropis basah,
karena proses erosi dan pelarutan sangat intensif pada daerah ini (Bloom,
1979).
5
bentang alam yang tak dapat diamati pada foto udara atau peta
topografi, sedangkan bentang alam kars mayor adalah bentang alam
yang dapat diamati baik didalam foto udara atau peta topografi.
Bentuk-bentuk topografi kars minor adalah :
a. Lapies, merupakan bentuk tak rata pada permukaan batugamping
akibat adanya proses pelarutan, penggerusan atau karena proses
lain.
b. Karst Split, adalah celah pelarutan yang terbentuk dipermukaan.
c. Parit Karst, adalah alur pada permukaan yang memanjang
membentuk parit. Srijono (1984), mengemukakan bahwa parit
kars ini merupakan kars split yang memajang sehingga
membentuk parit kars.
d. Palung Karst, adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan
lebar, dibentuk oleh proses pelarutan. Kedalamannya dapat
mencapai lebih dari 50 cm.
e. Speleothem, adalah hiasan yang terdapat didalam gua yang
dihasilkan oleh endapan berwarna putih, bentuknya seperti
tetesan air, mengkilat dan menonjol. Macam-macam speleothems
yang sering dijumpai adalah Stalagtit, yaitu hiasan yang
menggantung dilangit-langit dan Stalagmit, yaitu hiasan yang
berada didasar atau dilantai gua, serta Tiang Masif (Massife
Column), yaitu hiasan yang terbentuk bila stalagtit dan
stalagmite bertemu.
f. Fitokarst, adalah permukaan yang berlekuk-lekuk, dengan
lubang-lubang yang saling berhubungan dan dibatasi oleh tepi-
tepi yang tajam, sehingga memberikan bentuk seperti bunga
karang pada menara (pinnacles) kars.
6
(a). Lapies (b). Parit Karst
(c). Speleothem
7
c. Polje, yaitu depresi tertutup yang besar dengan lantai dasar dan
dinding yang curam, bentuknya tidak teratur dan biasanya
memanjang searah jurus perlapisan atau zona lemah structural.
Polje mempunyai ukuran yang sangat besar minimal dalam
satuan kilometer persegi.
d. Jendela Kars, adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan
antara ruang dalam gua dengan udara diluar yang terbentuk
karena atap gua tersebut runtuh, (Twidale, 1976).
e. Lembah Kars (Kars Valley), adalah lembah atau alur yang besar
yang terdapat pada lahan kars.
f. Gua (Cave), yaitu ruangan bawah tanah yang dapat dicapai dari
permukaan dan cukup besar bila dimasuki oleh manusia
(Sanders, 1981).
g. Terowongan dan Jembatan Alam, yaitu lorong bawah tanah yang
terbentuk oleh pelarutan dan penggerusan air tanah atau oleh
aliran bawah tanah (Von Engeln, 1942).
8
(c). Gua karst
9
(a). Kerucut Karst (b). Menara Karst
(c). Mogote
(c). Mogote
10
BAB III
PERHITUNGAN MORFOMETRI
1
IK = 2000 × 25000 = 12,5 𝑚
∆ℎ
%𝑙𝑒𝑟𝑒𝑛𝑔 = × 100%
𝑑 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)
11
3.1.2. Persen Kelerengan
62,5
- % Lereng Sayatan a1 = × 100% = 62,5%
100
62,5
- % Lereng Sayatan a2 = × 100% = 62,5%
100
62,5
- % Lereng Sayatan a3 = × 100% = 35,71%
175
62,5
- % Lereng Sayatan a4 = × 100% = 11,9%
525
62,5
- % Lereng Sayatan a5 = × 100% = 41,67%
150
12
62,5
- % Lereng Sayatan b5 = × 100% = 25%
250
13
BAB IV
PEMBAHASAN
14
tersebut, usahakan agar posisi kelima sayatan menyebar secara merata agar
hasilnya dapat mewakili seluruh daerah delineasi bentang alam karst.
Berdasarkan pola pengaliran yang telah dibuat, bahwa pada daerah
yang termasuk daerah bentang alam karst, cukup sulit untuk ditemukannya
sungai yang mengalir memanjang. Tidak dapat ditemukan sama sekali pola
sungai yang mengalir memanjang. Sedangkan di daerah karst ini masih
dapat kita temukan adanya sungai-sungai yang memiliki bentuk tidak
sempurna. Kenampakannya pada peta topografi berupa garis terputus-putus
membentuk lingkaran yang kecil. Pola pengaliran seperti ini dikenal dengan
istilah Multi Basinal. Pola pengaliran seperti ini merupakan pola pengaliran
yang tidak sempurna, kadang tampak kadang hilang yang disebut sebagai
sungai bawah tanah. Pola pengaliran ini memang penciri bahwa suatu
daerah merupakan daerah karst atau daerah batugamping.
Pembentukan daerah dengan bentang alam karst semacam ini
diawali dengan litologi suatu daerah yang memiliki kandungan lebih dari
50% batuannya berupa batuan yang mudah larut, yaitu batugamping. Akibat
adanya gaya yang bekerja pada lapisan batuan yang tebal ini, maka
terbentuklah kekar-kekar yang kemudian memberi celah bagi air asam untuk
masuk dan melarutkan. Proses terbentuknya bentuk lahan seperti ini lebih
dipengaruhi oleh proses eksogen yang berupa proses pelarutan
batugamping. Proses pelarutan ini dapat terdiri dari proses erosi dan
pelapukan. Proses pelarutan ini dapat menyebabkan terbentuknya sungai
bawah tanah dimana pada sungai ini terdapat air yang sangat jernih. Hal ini
yang menyebabkan tidak ditemukannya aliran sungai di permukaan tanah,
melainkan berupa sungai-sungai bawah tanah yang kenampkannya hanya
berupa sungai yang menghilang ke dalam tanah.
Daerah ini menunjukkan ciri-ciri adanya bentuk lahan yang
berbukit-bukit bila diamati berdasarkan profil eksagrasi yang telah dibuat.
Kemungkinan, dapat ditemui banyak perbukitan karst yang tersebar di
beberapa wilayah, seperti di Gunung Weru atau di Gunung Rajutan.
Sehingga pada daerah karst ini tidak cocok dijadikan pemukiman dan lahan
15
pertanian warga, karena suatu kondisi alam yang tidak efektif dan efisien
akibat litologinya yang kurang mendukung. Namun daerah dengan litologi
seperti ini biasanya dapat dimanfaatkan untuk daerah pertambangan
batugamping yang dimanfaatkan warga. Selain itu, daerah dengan
kenampakan karst biasanya juga dimanfaatkan sebagai objek wisata dan
objek studi geologi.
16
Berdasarkan pola pengaliran yang telah dibuat, bahwa pada daerah
yang termasuk daerah struktural, cukup sulit ditemukannya sungai yang
mengalir memanjang. Hanya terdapat sedikit sungai yang memiliki
kenamapakan memanjang, dan itu hanya dalam jarak yang kecil. Sedangkan
di daerah struktural ini masih dapat kita temukan adanya sungai-sungai yang
memiliki bentuk membundar. Pola pengaliran seperti ini dikenal dengan
istilah Multi Basinal. Dapat diinterpretasikan bahwa pada daerah
berstruktural ini masih mendapat pengaruh dari daerah karst di dekatnya.
Letak pembentukan bentang alam struktural ini berdekatan dengan
bentang alam karst. Hal ini dikarenakan kedua lahan ini terbentuk sebagai
akibat dari adanya proses endogen yang berupa proses tektonik, yaitu proses
pengangkatan. Hanya saja yang membedakannya adalah litologi dari masing
– masing daerah. Karena kesamaan pembentukan ini, maka dapat
disimpulkan bahwa daerah ini dahulu kala merupakan daerah yang terdapat
di dasar laut, namun karena adanya proses tektonik yang berupa proses
pengangkatan maka daerah ini terangkat ke atas dan berkembang menjadi
sebuah daratan. Ciri yang menunjukkan bahwa daerah ini terangkat adalah
kenampakan dari bentang alam kars itu sendiri yang menunjukkan adanya
litologi batugamping dimana litologi ini umumnya terdapat di laut dangkal
dan terbentuk dari kumpulan sisa – sisa organisme laut yang telah mati yang
kemudian terendapkan di laut dangkal. Selain itu, juga dapat dibuktikan
dengan kelerengan pada daerah ini yang lebih landai daripada kelerengan di
daerah struktural. Dimana ketika proses pengangkatan terjadi daerah
struktural sudah terbentuk dahulu di atas lautan, sehingga ketika proses
pengangkatan berlangsung, maka daerah struktural akan semakin terangkat
ke atas sehingga dapat membentuk kelerengan yang terjal, sedangkan pada
daerah kars akan membentuk sebuah daratan karena proses pengangkatan
tersebut dimana kelerengannya lebih landai dari daerah struktural.
Daerah ini menunjukkan ciri-ciri adanya bentuk lahan yang terjal
dan dengan kemiringan yang cukup tinggi. Sehingga pada daerah struktural
ini tidak cocok dijadikan pemukiman dan lahan pertanian warga, karena
17
suatu kondisi alam yang tidak efektif dan efisien serta karena kecuramannya
yang cukup tinggi. Maka dapat memungkinkan bencana longsor. Namun
daerah pada ketinggian tinggi biasanya dapat dimanfaatkan untuk daerah
perkebunan. Selain itu, daerah dengan kenampakan struktur geologi dapat
dimanfaatkan sebagai objek studi geologi.
18
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada peta topografi, bentang alam karst ditandai dengan daerah
delineasi berwarna orange. Bentang alam ini mempunyai % kelerengan
sebesar 42,856% dan beda tinggi 222 m, sehingga dapat digolongkan ke
dalam relief Berbukit Terjal berdasarkan kalsifikasi van Zuidam (1983).
Bentang alam ini memiliki pola pengaliran sungai multi basinal dan
morfologi perbukitan.
Pada peta topografi, bentang alam struktural ditandai dengan daerah
delineasi berwarna ungu. Bentang alam ini mempunyai % kelerengan
sebesar 31,032% dan beda tinggi 384 m, sehingga dapat digolongkan ke
dalam relief Berbukit Terjal berdasarkan kalsifikasi van Zuidam (1983).
Bentang alam ini memiliki pola pengaliran sungai dendritik dan
morfologi perbukitan yang terjal.
5.2. Saran
Para praktikan diharapkan untuk dapat bekerja dengan lebih teliti dan
cepat
Para asisten diharapakan untuk tetap menyampaikan penjelasan dan
materi dengan baik dan sabar
19
DAFTAR PUSTAKA
Staff Asisten Geomorfologi dan Geologi Foto. 2012. Buku Panduan Praktikum
Geomorfologi dan Geologi Foto Edisi ke-6. Semarang: UNDIP
20