Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bangunan Bertingkat Tinggi merupakan bangunan yang memiliki tinggi lebih dari sepuluh
lantai, sudah menggunakan sistem struktur yang beraneka ragam, seperti struktur rangka
dipadukan dengan struktur lain. Menggukanan sistem utilitas yang lengkap seperti alat transportasi
vertical, alat pemadam kebakaran dengan sistem sprinkler, alat pembersih bangunan gondola dan
lain – lainnya

Bangunan bentang lebar merupakan bangunan yang memungkinkan penggunaan ruang


bebas kolom yang selebar dan sepanjang mungkin. Bangunan bentang lebar secara umum terdiri
dari 2 yaitu bentang lebar sederhana dan bentang lebar kompleks. Bentang lebar sederhana berarti
bahwa konstruksi bentang lebar yang ada dipergunakan langsung pada bangunan berdasarkan teori
dasar dan tidak dilakukan modifikasi pada bentuk yang ada. Sedangkan bentang lebar kompleks
merupakan bentuk struktur bentang lebar yang melakukan modifikasi dari bentuk dasar, bahkan
kadang dilakukan penggabungan terhadap beberapa sistem struktur bentang lebar.

Struktur bentang lebar, memiliki tingkat kerumitan yang berbeda satu dengan lainnya.
Kerumitan yang timbul dipengaruhi oleh gaya yang terjadi pada struktur tersebut.

Bangunan bentang lebar biasanya dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang membutuhkan


ruang bebas kolom yang cukup besar. Salah satu pengaplikasian struktur bentang lebar adalah pada
bandar udara (bandara). Bandar udara adalah salah satu jenis transportasi yang digunakan untuk
perjalanan melalui jalur udara. Bandara berfungsi sebagai pintu gerbang suatu daerah karena dari
bandara inilah orang- orang dari berbagai penjuru datang.

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1.2.1 Bagaimana sejarah dari bangunan tinggi

1.2.2 Bagaimana beban/gaya pada bangunan tinggi dan bentang lebar

1.2.3 Bagaimana sistem struktur pada bangunan tinggi dan bentang lebar

1.2.4 Apa saja contoh bangunan tinggi dan bentang lebar

1.3 Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan dari makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami sejarah dari bangunan tinggi
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami beban/gaya pada bangunan tinggi dan bentang
lebar
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami sistem struktur pada bangunan tinggi dan
bentang lebar
1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami contoh bangunan tinggi dan bentang lebar.

2
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Bangunan Tinggi dan Bentang Lebar


Bangunan tinggi dan bentang lebar dapat dibedakan dari luas, besar dan tinggi
bangunannya, serta sistem dan kelengkapan utilitasnya.
Salah satu perbedaanya :
 Bangunan Bertingkat Tinggi
Tinggi bangunan lebih dari sepuluh lantai, sudah menggunakan sistem struktur yang
beraneka ragam, seperti struktur rangka dipadukan dengan struktur lain. Menggukanan sistem
utilitas yang lengkap seperti alat transportasi vertical, alat pemadam kebakaran dengan sistem
sprinkler, alat pembersih bangunan gondola dan lain – lainnya.
 Bangunan Bentang Lebar
Bentangan adalah suatu jarak antara dua tumpuan sebagai penyangga beban yang harus
ditumpu dan disalurkan ke pondasi sebagai tempat pendukung akhir suatu bangunan.
Bentangan ini mempunyai kriteria pembagian bentangan yaitu :
a. Bentang pendek jika jarak tumpuan kurang dari 10 meter
b. Bentang sedabf jika bentangan sudah mencapai jarak antara 10 meter sampai dengan
20 meter.
c. Bentang lebar (bentang panjang), jika bentangan sudah mencapai jarak lebih dari 20
meter.
Bengunan bentang lebar ini hampir kebanyakan digunakan untuk bangunan umum yang
memerlukan suatu lahan yang luas dan ruang yang luas tak terhalang adanya kolom, sehingga
lebih banyak penekanannya pada suatu sistem struktur atap dengan bentang lebar.

3
Gambar 2.1 Bangunan Bertingkat Tinggi dan Bentang Lebar
(sumber: www.google.com)

2.2 Sejarah Bangunan Tinggi


Bangunan tinggi telah muncul di dunia ini sejak zaman Romawi. Bangunan tersebut rata-
rata bangunan bertingkat rendah yang mempunyai ketinggian “menjulang” bukan skala manusia,
seperti pantheon, piramida, candi dan sebagainya.
Setelah kehadiran bangunan tinggi, bahkan pencakar langit sebuah kota menunjukkan
keberadaanya dari jumlah bangunan yang dimiliki, berapa penduduk yang menghuninya serta
lebih penting lagi seberapa bangunan tinggi yang telah dan mampu dibangun oleh kota tersebut.
Hingga akhir abad ke-19, jumlah lantai yang dapat dibangun pada suatu bangunan
dibatasi oleh ketiadaan sistem transportasi vertical yang efektif. Selain itu, tidak adanya bahan
bangunan yang dapat menahan beban bangunan bertingkat tinggi yang menjadi faktor
penghambatan perkembangan jenis bangunan bertingkat tinggi.
Pada tahun 1885 bangunan gedung Home Insurance yang direncanakan oleh William Le
Baron Jenney di Chicago dengan ketinggian 10 lantai merupakan bangunan yang paling tinggi di
dunia pada waktu itu.
Bangunan tersebut masih menggunakan bahan bata/beton dengan sistem dinding penahan
(bearing wall). Dalam waktu singkat hambatan tersebut dapat dipecahkan dengan adanya dua
penemuan besar dalam dunia konstruksi.
Yang pertama adalah penggunaan besi tempa dan baja yang memungkinkan pengunaan
konstruksi rangka sebagai pengganti konstruksi dinding (bearing wall).
Penemuan kedua ialah dengan didemonstrasikan oleh Otis pada tahun 1853 yaitu mesin
elevator dengan rem otomatis sebagai alat angkut manusia (transportasi vertical).

4
Dengan adanya kedua penemuan teknologi itu, pembangunan bangunan bertingkat tinggi
mulai berkembang cepat. Sejak itu mulai terjadi perlombaan mendirikan bangunan yang
tertinggi. Apalagi dengan dikembangkannya sistem struktur bangunan tinggi oleh para ahli
struktur, khususnya di Amerika Serikat.
Bangunan Empire State Building di New York, Amerika Serikat memegang rekor
sebagai bangunan yang tertinggi di dunia dari tahun 1931 selama 40 tahun dengan ketinggian
381 meter dari dasar tanah.
Kemudian dengan dikembangkannya sistem struktur tabung maka muncul Gedung World
Trade Center di New York, Amerika pada tahun 1972 oleh arsitek Minoru Yamasaki dengan
ketinggian 443 meter (tanpa menara) dengan jumlah 109 lantai oleh Fazlur Khan dari SOM
(Skidmore, Owings & Melill).
Tidak hanya di Amerika saja, di wilayah Timur seperti di Hongkong, Singapura bahkan
di Kuala Lumpur menjelang abad ke-21 dibangunlah suatu bangunan kembar Petronas Tower
oleh Arsitek Cesar Pelli dengan sistem struktur tabung dengan ketinggian 450 meter dan
mencapai 88 lantai.
Tidak terhenti di sini saja, di Shanghai, Cina, akan didirikan Shanghai Word Financial
Center dengan tinggi 460 meter, dan akan disusul oleh bangunan di Qatar, Timur Tengah, dan
bangunan Ground Zero Dengan tinggi 592 meter di bekas WTC New York yang telah roboh
pada tahun 2001. Di Chicago akan dibangun Miglin-Betler Tower dengan ketinggian 125 lantai.
Bangunan bertingkat tinggi di Indonesia sampai saat ini masih didominasi di sekitar
Jakarta, yang dimulai pada tahun 1960, yaitu bangunan Bank Indonesia dengan ketinggian 6
lantai, dan disusul oleh Hotel Indonesia dan hotel – hotel lain di Yogyakarta, dan pelabuan Ratu.
Baru pada tahun 1967 muncul bangunan Wisma Nusantara di Jl. Thamrin dengan 32 lantai.
Setelah tahun 1980-an berdirilah Gedung Pusat Wisma BNI dengan ketinggian 46 lantai
dan tahun 1990-an Wisma BNI dengan ketinggian 50 lantai serta bangunan Apartemen
Amartapura dengan ketinggian 52 lantai di LIPPO Karawaci, Tanggerang, Banten. Masih
direncanakan beberapa bangunan dengan ketinggian lebih dari 60 lantai, seperti Gedung Pusat
BDNI dan Menara Kemayoran yang terhenti pembangunannya karena krisis ekonomi melanda
Indonesia.

5
Gambar 2.2 Wainwright Building 1891
(sumber: www.google.com)

Gambar 2.3 Wisma Bank BNI


(sumber: www.google.com)

2.3 Beban/Gaya Pada Bangunan


Beban/ gaya yang bekerja pada bangunan dan langsung berpengaruh pada struktur
bangunan, ditimbulkan secara langsung oleh gaya – gaya bangunannya sendiri dan gaya – gaya
yang timbul dari pengaruh lain.
Beban/ Gaya yang timbul dari bangunan sendiri terdiri dari beban – beban konstruksi
ditambah dengan beban yang lain sebagai pelengkap bangunan yang sifatnya tetap, seperti

6
bagian dari finishing bangunan dan semua kelengkapan utilitas bangunan. Gaya/ beban ini
disebut sebagai gaya gravitasi.
Gaya gravitasi ini merupakan berat bangunan sendiri yang dalam struktur dinamakan
“beban mati”.
Gaya lain disebut gaya metereologi. Gaya ini berubah-ubah sesuai dengan waktu dan
tempat, akibat pengaruh iklim (angina, suhu, kelembapan, hujan, salju, dan es).
Gaya – gaya ini didalam struktur disebut juga gaya/beban hidup. Gaya yang disebut
sebagai gaya seismologi atau beban seismic dihasilkan oleh gerakan dalam tanah seperti gempa,
yang dapat dihasilkan dari gempa tektonik dan gempa vulkanik.

Gambar 2.4 Beban pada bangunan tinggi


(sumber: www.google.com)

2.3.1 Bebab Mati


Beban mati, disebut juga sebagai beban/gaya gravitasi, adalah besar gaya Tarik
bumi terhadap bangunan. Besarnya sesuai dengan berat konstruksi bangunan, seperti berat
konstruksi atap, kolom, balok, dan lantai (dari lantai atas sampai lantai paling bawah), ditambah
dengan semua finishing arsitektur yang berupa seluruh langit-langit, dinding, dinding-dinding
partisi dan lantai.
Selain itu semua kelengkapan utilitas, baik pemipaan (plambing) sanitasi air
bersih dan air kotor, juga bak penampung air, yang bersih dan air kotor, juga bak penampung air,
yang bersih maupun kotor, instalasi listrik dan fixture lampu, mesin dan pemipaan pengudaraan

7
buatan, escalator maupun elevator, dan beberapa mesin/ pompa yang bekerja untuk semua
peralatan pada bangunan, yang semua sifatnya tetap.
2.3.2 Beban Hidup
Beban hidup mempunyai sifat berubah-ubah da nada kesulitannya untuk
perkiraan. Beban ini berubah-ubah dalam waktu yang tidak dapat diperkirakan, dapat sementara,
tetapi dapat juga sepanjang waktu tertentu.
Beban hidup ini dapat berupa beban manusia yang tinggal dalam bangunan yang
jumlahnya berubah – ubah, beberapa kelengkapan, seperti meja, kursi dan perlengkapan lain
yang tidak dapat tetap sepanjang hari. Selain itu beberapa pembatas ruangan yang tidak
permanen/tetap dengan lemari arsip atau rak buku beserta buku-buku dan peralatan lain,
misalnya komputer dan kelengkapan yang sifatnya bergerak seperti elevator, escalator, dan lain-
lainnya.
2.3.3 Beban Hujan dan Angin
Beban hidup yang disebabkan oleh adanya air hujan tergantung dari tempat dan
lokasi bangunan, dan dihitung berdasarkan besar cerah hujan pada daerah tersebut. Dalam
perhitungan akan digunakan besar curah hujan sebesar 5 – 8 liter/menit untuk wilayah Jakarta
dengan berat jenis 1 (satu).
Beban air hujan ini juga akan tergantung dari atap bangunan, dimana atap datar akan
lebih besar beban air hujannya dibandingkan dengan atap miring, dan tergantung lamanya waktu
hujan turun.
Beban hidup yang disebabkan oleh hujan salju dan hujan es hanya ada pada bangunan
yang terletak didaerah subtropis yang akan timbul pada saat musim dingin. Beban hujan salju
dan hujan es dalam perkiraan perhitungannya akan jauh lebih besar dibandingkan beban air
hujan.
2.3.4 Beban Angin
Beban hidup yang disebabkan adanya angina akan memberikan pengaruh besar
pada bangunan yang terletak di daerah subtropics karena kekuatan dan kecepatan angina lebih
besar dibandingkan di daerah tropis. Beban angina akan memberikan pengaruh terhadap gerakan
horizontal (dalam sistem struktur disebut beban/gaya lateral).
Sifat angin banyak variasinya, karena angina bersifat dinamis dan banyak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti kekasaran permukaan dan bentuk bangunan, kerampingan dan
tekstur dari fasade struktur sendiri, serta perletakan bangunan terhadap lingkungan bangunan
yang berdekatan. Selain itu kecepatan/kekuatan angin juga dipengaruhi dengan ketinggian
bangunan serta letak bangunan di dekat pantai atau jauh di daerah pedalaman.
2.3.5 Beban Seismik
Beban hidup yang disebabkan adanya gempa/seismic dapat memberikan pengaruh
terhadap gerakan lateral yang cukup besar. Beban/gaya ini disebabkan adanya pengaruh gempa

8
tektonik yaitu gerakan tanah diantara lempengan yang berbeda dengan terjadinya
gerakan/pergeseran susunan tanah.
Selain itu adanya gerakan tanah yang disebabkan oleh gempa vulkanik (yaitu
kegiatan gunung berapi yang masih aktif). Gerakan ini mudah untuk ditanggulangi karena
sumber gempa dapat diketahui dengan cukup akurat.
Pada suatu daerah tertentu yang akan didirikan bangunan biasanya gerakan gempa
yang sudah pernah terjadi ada lacakan dan data lengkapnya.
Struktur atau bangunan yang tahan gempa akan lebih gampang dapat dikendalikan
melalui penyelesaian perhitungan bangunan tahan gempa dengan penekanan pada sistem
fondasinya.
2.3.6 Beban Tekanan Air dan Tanah
Struktur bangunan bagian bawah juga perlu mendapat perhatian agar dapat
menanggulangi kalau terjadi beban dari tekanan air tanah dan desakan tanah. Gaya-gaya ini
bekerja tegak lurus pada dinding dan lantai substruktur. Substruktur inilah yang harus memikul
tekanan lateral karena gerakan/desakan tersebut. Besar tekanan air maupun tanah sebanding
dengan kedalaman basement bangunan, yang makin dalam makin besar tekanannya.

2.3.7 Beban Konstruksi


Selain beban hidup dan beban mati yang memengaruhi sistem struktur, perlu juga
diperhatikan adanya beban konstruksi. Beban konstruksi ini timbul pada waktu pelaksaan
pembangunan, ketika kontraktor meletakkan dan menumpuk bahan bangunan untuk struktur
maupun bahan finishing yang tidak terencana sehingga akan mengakibatkan beban dari berat
bahan bangunan tersebut (biarpun sifatnya hanya sementara).
Selain itu juga ada beban perancah dan bahan baja yang sebelum diadakan
pengecoran, serta beban pada waktu pelaksaan pengecoran.
Dengan sistem struktur beton komposit maupun beton pracetak juga akan timbul
beban yang memengaruhi sistem konstruksinya.

2.4 Sistem Struktur Bangunan Tinggi


Beberapa tipe sistem struktur bangunan bertingkat tinggi yang lazim dikenal :
2.4.1 Sistem Rangka
Sistem rangka terdiri dari pelat lantai, balok, dinding memikul dan kolom yang tersusun
beraturan, saling tegak lurus, dan beban/gaya vertical dan horizontal disalurkan melalui
tiang/kolom untuk disalurkan menuju fondasi. Sistem rangka ortogonal dapat diklasifikasikan
menurut jumlah lapisan (layer) horizontal dalam sebuah sistem struktur.

9
Sistem satu lapis (one layer) : pelat lantai langsung menumpang pada kolom (contoh
seperti flat slab, flat plate dan waffle) plat lantai menumpang pada dinding memikul.
Sistem dua lapis (two layer) : pelat lantai yang didukung oleh balok yang bertumpu pada
kolom pelat lantai menumpang pada balok yang ditumpu oleh balok memikul.
Sistem tiga lapis (three layers) : pelat lantai yang didukung oleh balok-balok anak yang
ditumpu oleh balok induk yang menyalurkan bebannya ke kolom.
Stabilitas Lateral. Suatu sistem struktur selalu akan menghadapi suatu persoalan dari
beban/gaya yang timbul. Beban lateral (beban angina dan gempa) merupakan suatu beban yang
selalu mendapat perhatian untuk mendapatkan kestabilan. Secara umum kestabilan ini dapat
diperoleh dengan menggunakan salah satu atau lebih prinsip-prinsip titik hubung yang kaku
(joint rigidity), Triangulasi (Triangulation), dinding geser (shear wall).
Selanjutnya sistem rangka dibagi lagi menjadi beberapa, diantaranya sebagai berikut :
a. Rangka Kaku (Rigid Frame)
Struktur rangka kaku adalah struktur yang terdiri atas elemen-elemen horizontal
(lateral) dari pelat, balok dan kolom yang disusun saling tegak lurus dengan memberikan
hubungan yang menggunakan titik hubung (joints) yang dapat mencegah terjadinya
perputaran pada titik hubung tersebut. Sifat-sifat rangka kaku (Rigid Frame) : sistem
rangka kaku mempunyai kelebihan dan kekurangan untuk membangun bangunan
bertingkat tinggi. Sistem struktur rangka kaku dapat dibagi dalam beberapa tipe yaitu
ranka melintang sejajar (Paralel Cross Frame), Rangka selubung (Envelope Frame),
rangka melintang dua arah (Twoways Cross Frame), rangka grid segi banyak (frame on
polygonal grids).
b. Balok Dinding (Wall Beam)
Balok dinding dapat berupa rangka batang (truss) dari beton atau baja. Dinding
beton didukung oleh deretan kolom pada dinding eksterior. Berdasarkan cara
perletakannya dibagi menjadi : (1) sejajar dengan sumbu memanjang bangunan; (2)
membentuk selubung; (3) membentuk sangkar tiga dimensi. Sedangkan berdasarkan cara
penyusunannya dibagi menjadi : (1) batang interspasial; (2) batang berselang-seling
c. Pelat Datar (Flat Slab)
Pelat datar (flat slab) terdiri dari pelat beton (slab) dijadikan lantai dan disangga
oleh kolom. Dengan menghilangkan rangka balok maka dimensi ketebalan menjadi lebih
tebal dari standar pelat lantai pada umumnya (20-25 cm). Segala beban akan disalurkan
dari pelat langsung ke kolom, sehingga ketinggian lantai ke lantai dapat rendah. Letak
kolom dapat fleksibel. Penggunaan drop panel atau kolom yang besar akan sering terlihat
untuk dapat menahan beban lateral yang timbul. Flat slab termasuk sistem two way slab,
karena beban akan disalurkan melalui dua arah menuju kolom, pembesaran atau
penebalan pelat di sekitar pertemuan pelat dan kolom.

10
Gambar 2.5 Flat Plate, Flat Slab dan Waffle Slab
(sumber: www.google.com)

d. Pelat Terkantilever (Cantilevered Slab)


Kantilever adalah pelat dan balok yang didukung oleh satu sisi kolom atau
dinding yang akan menyalurkan semua beban yang terdapat pada pelat dan kolom
tersebut. Sehingga akan memungkinkan ruang bebas kolom, yang batas kekutan pelatnya
adalah batas besar ukuran bangunan. Diperlukan banyak tulangan besi, terutama apabila
proyeksi pelatnya berukuran besar.
2.4.2 Sistem Dinding (Wall Systems)
Dinding dalam sistem struktur bangunan bertingkat tinggi dibuat dari bahan beton
bertulang maupun rangka baja. Dinding ini dapat berfungsi sebagai dinding memikul/menahan
beban vertical dan juga dapat berfungsi sebagai menahan beban horizontal. Dari fungsi dinding
terhadap beban yang terjadi pada suatu bangunan maka penekanannya pada sistemnya :
a. Dinding Memikul (Bearing Wall)
Dinding memikul (bearing wall) adalah bidang tekan menerus pada satu arah
yang mendidtrubusikan beban-beban vertical (gravitasi) yang tersebar secara bertahap
menuju dasar bangunan. Kemampuan dinding memikul (bearing wall) untuk
menyalurkan beban secara menyebar sepanjang bentangannya yang membedakan struktur
bearing wall dengan barisan kolom berdekatan yang menerus, juga kemampuan menahan
gaya dari samping pada dinding.

b. Dinding Geser (Shear Wall)


Dinding geser (shear wall) adalah pengaku vertical berupa bidang (dinding) beton
dan baja, dirancang supaya dapat menahan gaya lateral yang ditimbulkan beban hidup
dari angina atau gempa pada suatu sistem struktur bangunan bertingkat tinggi. Beban
yang timbul dapat ditahan oleh bangunan tersebut, supaya bangunan tidak melengkung,
bergeser atau puntir.
Dinding tersebut mempunyai sifat hanya untuk menahan gaya geser dan tidak
dapat berfungsi sebagai penahan gaya vertical sehingga perlu menggunakan kombinasi
dengan sistem lain yang dapat menahan beban vertikal.
Secara umum dinding dapat disusun secara terbuka atau tertutup.

11
1. Tertutup : susunan dinding-dinding melingkupi ruang simetris seperti persegi
panjang, bujur sangkar, segitiga, bulat, membentuk inti (core). Susunan tertutup
memberi perlawanan optimal terhadap torsi mencegah bangunan dari kemungkinan
berpuntir. Namun kalau terdapat belahan/bukaan pada dinding akan mengurangi
kekuatan.
2. Terbuka : susunan dinding-dinding terdiri dari unsur linear tunggal atau gabungan
unsur yang tidak lengkap melingkupi ruang geometris.

2.4.3 Sistem Kombinasi Rangka Dinding Geser (Frame Shear Wall Interaction Systems)
Kombinasi dari sistem rangka dan dinding geser merupakan perpaduan untuk
menyelesaikan suatu sistem struktur bangunan bertingkat tinggi yang melebihi 30
lantai, karena sistem struktur rangka murni akan tidak efisien lagi pada ketinggian
tersebut.
Dinding geser juga merupakan kumpulan kolom-kolom yang berjejer sehingga
dapat juga menahan beban vertical dan horizontal, sehingga kalau dikombinasikan
dengan sistem rangka akan dapat memberikan sistem dengan berbagai bentuk masa
bangunan . Beberapa bentuk dinding geser di dalam rangka bangunan :
1. Inti interior tertutup dalam bangunan
2. Dinding yang susunannya sejajar di dalam bangunan
3. Rangka fasade vertical pada bangunan

2.4.4 Sistem Tabung (Tubular Systems)


Struktur tabung merupakan struktur yang mirip tabung dan berdiri seperti
cerobong asap. Untuk suatu bangunan tinggi struktur tabung ini merupakan struktur
yang paling baik digunakan untuk menahan beban lateral. Struktur tabung ini lebih kuat
dan lebih kaku dibandingkan dengan sistem rigid frame. Dengan sistem ini yang
menggunakan filosofi Goldsmith, yang diilustrasikan seperti sebuah kaleng yang dapat
berdiri dengan selimut luarnya, struktur tabung ini mampu mencapai ketinggian yang
fantastis.

Gambar 2.6 Tabung Rangka


(sumber: www.google.com)

Pada struktur tabung, beban lateral yang timbul disalurkan melalui dinding
luar/eksterior dengan deretan kolom yang rapat. Jarak kolom pada bangunan dengan
sistem struktur tabung terhitung dekat antara 1,5 – 3 meter. Balok pada sistem tabung
berketinggian 0,6 – 1,5 meter dengan memperhatikan proporsi kolom dan balok,

12
tergantung dari ukuran, ketinggian, fungsi serta modul bangunan. Terlihat dari luar
seakan-akan merupakan dinding yang dilubangi. Kekakuan dinding fasade ditingkatkan
dengan menambah pengaku diagonal tambahan yang menghasilkan aksi serupa rangka.
Kekakuan tabung sedemikian tingginya sehingga perlakuannya terhadap pembebanan
lateral menyerupai balok kantilever.

2.4.5 Sistem Gantung (Suspended Systems)


Sistem Gantung menggunakan bahan yang sangat efisien dengan menggunakan
penggantung sebagai pengganti kolom yang memikul dan menahan beban lantai.
Kekuatan tekan harus dikurangi karena adanya bahaya tekuk, berbeda sekali dengan
beban tarik yang dapat digunakan kemampuannya secara maksimal. Kabel-kabel
tersebut meneruskan beban vertical/gravitasi ke rangka di bagian atas yang
terkantilever pada inti.
Menggunakan sistem struktur gantung ini memberikan keleluasaan ruang (space)
yang terjadi. Penggunaan bahannya termasuk hemat, karena kapasitas kekuatan batas .
kabel baja lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan struktur bahan baja. Karena
kabel tidak kaku terhadap lenturan, maka struktur gantung akan bergerak apabila ada
perubahan pembebanan.
Bangunan yang menggunakan sistem struktur gantung banyak memberikan
bentuk geometri, tergantung dari metode pemasangan, biaya, waktu dan persyaratan
yang diinginkan.
Pengelompokannya dibuat berdasarkan perbedaan perilaku strukturnya.
a. Inti Kaku (Rigid Core)
Menggunakan prinsip inti kaku, dengan sebuah atau beberapa inti
memikul seluruh beban bangunan, menahan lentur akibat angina dan efek
kantilever. Sebuah inti dengan penggantung seperti rangka (frame), trusses,
prestress, kabel baja dan lain-lain dapat diletakkan pada bagian atas dan
mungkin pada bagian tengah dari bangunan. semua ini tergantung dari tinggi
bangunan itu sendiri.

Gambar 2.7 Bangunan Sistem Gantung

13
(sumber: www.google.com)

b. Tiang Rantai (Cable Support)


Karena semua beban horizontal (lateral) dan beban vertikal ditahan oleh
sebuah tiang utama, maka dengan minimum penetrasi dapat menyebabkan
kecendrungan membengkok pada tiang itu sendiri. Oleh karena itu,
dibutuhkan kabel-kabel prategang dan dijangkarkan langsung ke tanah atau
didukung oleh sistem struktur lainnya, sehingga efek dari pembengkokan
dapat diperkecil.
Karena tiang utama bereaksi terhadap tarikan dalam keadaan tekan dan
menstabilkan ruang, maka seluruh bangunan dibuat pratekan. Karena kabel
dibuat prategang, maka kabel akan menyerap beban-beban lateral dan
menunjang lantai-lantaiyang menggantung sekaligus memperoleh kembali
bentuk semula.
c. Tensegrity
Struktur tensegrity merupakan sistem tertutup yang terdiri dari unsur tarik
yang terus-menerus dan batang tekan individual (tidak menerus). Pada prinsip
tensegrity seluruh sistem harus dibuat pratekan supaya menjamin
kestabilannya. Tensegrity menghasilkan pemecahan optimum terhadap berat
minimum bahan dan terdiri atas unsur-unsur yang berulang, konfigurasi ruang
yang rumit akan memberikan batasan kepada perancang dan pelaksanaannya.

2.5 Struktur Bentang Lebar


Bentangan adalah suatu jarak antara dua tumpuan sebagai penyangga beban yang
harus ditumpu dan disalurkan ke pondasi sebagai tempat pendukung akhir suatu bangunan.
Bentangan ini mempunyai kriteria pembagian bentangan yaitu :
 Bentang pendek jika jarak tumpuan kurang dari 10 meter
 Bentang sedabf jika bentangan sudah mencapai jarak antara 10 meter sampai dengan 20
meter.
 Bentang lebar (bentang panjang), jika bentangan sudah mencapai jarak lebih dari 20
meter.

14
Bengunan bentang lebar ini hampir kebanyakan digunakan untuk bangunan umum yang
memerlukan suatu lahan yang luas dan ruang yang luas tak terhalang adanya kolom, sehingga
lebih banyak penekanannya pada suatu sistem struktur atap dengan bentang lebar.
2.5.1 Sistem Struktur Bangunan Bentang Lebar
Tuntutan kebutuhan akan sistem struktur yang dapat menyelesaikan permasalahan
bentang lebar, cukup banyak cara penyelesaiannya. Sistem struktur bangunan bentang lebar
disusun sebagai berikut :
• Struktur padat (solid structure)
• Struktur bidang (surface structure)
• Struktur rangka (skleton struktur)
• Struktur biomorfik
1. Struktur Padat
Pada zaman dahulu ketika teknologi belum dikenal, perancangan bangunan
didasarkan pada intuisi atau bisikan kalbu, disamping bakat yang ada. Pada masa
permulaan struktur padat yang benar-benar padat dapat dikatakan sebagai ciptaan alam
berasal dari tanah yang padat dengan lubang gua akibat pengauh alam, kemudian
dikembangkan dengan membuat lubang gua yang diperbesar sebagai tempat berlindung
manusia.
Kemudian baru manusia dapat membuat tumpukan batu-batu dengan bentuk
bangunan yang stabil dan statis. Struktur padat dikatakan sebagai salah satu bentuk
struktur yang digunakan manusia pada awal peradabannya. Sistem struktur ini
mengandalkan kekuatan, kekokohan dan berat sendiri sehingga terkesan padat, berat,
kuat, dan kokoh sebagai lambang kekuasaan.

Gambar 2.9 Contoh Bangunan Sistem Massa


(sumber: www.google.com)

2. Struktur Bidang
Struktur bidang dibedakan menjadi :

15
a. Struktur Bidang Datar
Struktur bidang datar yang sering disebut plat adalah struktur planar kaku dibuat
dari material monolite yang tebalnya lebih kecil dari dimensi lainnya.
 Sifat sifat bidang datar
- Beban yang bekerja mempunyai sifat banyak arah dan tersebar. Karena gaya-
gaya yang bekerja dapat diteruskan di seluruh permukaan bidang.
- Bidang datar/pelat dibuat dari material padat homogeny mempunyai sifat sama
disegala arah.

 Tumpuan pada bidang datar


Pelat di atas kolom. Pelat yang ditumpu di atas kolom kelengkungan terbesar terjadi
di tepi pelat. Hal tersebut diakibatkan karena momen yang terjadi di tepi menahan momen
internal (berat sendiri) dan eksternal (beban) yang terdistribusi di daerah tepi. Akibatnya
pelat berubah dengan kelengkungan ganda akibat beban. Hal tersebut menjelaskan bahwa
momen yang timbul mempunyai banyak arah. Hasil analisis menunjukkan bahwa
gaya/momen maksimum terjadi di tepi-tepi pelat, bukan di daerah tengah.
Pelat di atas tumpuan tepi jepit. Untuk pelat yang ditumpu menerus kesemua sisi
seperti dinding akan mengalami gaya yang berbeda dengan tumpuan kolom. Kelengkungan
maksimum terjadi ditengah bukan ditepi.
b. Struktur bidang lipat (folded plate structure)
Struktuer bidang lipat merupakan bentuk struktur yang memiliki kekakuan satu arah yang
diperbesar dengan menghilangkan permukaan planar sama sekali dan membuat deformasi besar
pada pelat sehingga tinggi structur bidang lipat semakin besar.
Karakteristik suatu bidang lipat adalah masing-masing elemen pelat berukuran relative rata
(merupakan sederetan elemen tipis yang saling menghubungkan sepanjang tepinya).
Gaya-gaya yang bekerja pada bidang lipat :
a. Gaya/beban mati dari strukturnya sendiri
b. Gaya/beban hidup lebih banyak diakibatkan beban air hujan, dan angina
c. Gaya/beban lainnya.
Pada bidang lipat gaya-gaya yang terjadi adalah gaya Tarik dan tekan yang saling tegak lurus.
Konsentrasi gaya tekan terjadi di puncak bidang dan gaya Tarik terjadi didasar bidang.
 Sistem permukaan bidang lipat
a. Permukaan polyhedral, yang membentuk unit dasar permukaan ruang dua dimensi.
b. Permukaan lipat yang membentuk unit dasar permukaan tiga dimensi.
 Bentuk dasar konstruksi lipat :
a. Bentuk pyramidal yaitu bentuk lipat yang terdiri dari bidang lipatan yang berbentuk
segitiga.

16
b. Bentuk prismatic yang terdiri dari bidang-bidang datar bersudut siku membentuk
suatu prisma/
c. Bentuk semi prismatic yaitu bentuk yang terjadi dari gabungan bentuk pyramidal dan
prismatic/
 Jenis sistem lipat :
a. Bidang lipat sejajar
b. Bidang lipat sejajar berlawanan puncaknya
c. Bidang lipat sejajar dengan pucuk ditengahnya
d. Bidang lipat membentuk lingkaran.
 Rangka bidang lipat :
a. Rangka bidang lipat menerus
b. Rangka bidang lipat dua sendi
c. Rangka bidang lipat tiga sendi

c. Struktur bidang lengkung (struktur bidang lengkung dibagi menjadi :


 Struktur bidang lenggung tunggal
 Struktur bidang lengkung rangkap
Struktur bidang lengkung tunggal
Sistem struktur bidang lengkung tunggal merupakan suatu struktur setengah bagian dari
suatu pipa bulat yang besar, yag terbuat dari bahan beton tipis yang melengkung yang disebut
barrel.
Struktur bidang lengkung rangkap
Sistem struktur bidang lengkung rangkap merupakan suatu struktur setengah/sebagian
dari suatu bola bulat yang besar, yang terbuat dari bahan beton tipis yang melengkung yang
disebut cangkang (sheels).

Gambar 2.8 Bangunan dengan atap Lengkung (cangkang)

17
(sumber: www.google.com)

3. Struktur Rangka
Struktur rangka terdiri dari :
a. Struktur rangka linear arches faults
b. Struktur rangka bidang
c. Struktur rangka gantung : kabel (cables membrane); tenda (net)
d. Struktur rangka ruang (space frame).
1. Struktur rangka linear
Busur (arch)
Struktur arch termasuk golongan struktur funicular karena telah digunakan bangsa
Romawi dan Yunani, terutama untuk membuat bangunan yang memerlukan bentangan
yang besar. Pada zaman itu maupun saat ini sistem struktur bususr dibuat dengan bahan
padat seperti batu, atau batu buatan/bata/masonry. Juga dikembangkan dengan
menggunakan bahan bangunan yang modern dari kayu, besi/baja.
Bentuk busur/arch dari bahan batu buatan dapat dibentuk dengan beberapa tipe :
1. Bentuk jack (flat). Batu buatan dibentuk dengan suatu titik pertemuan dari
kemiringan batu-batu buatan tersebut dengan membentuk bidang datar (flat).
2. Bentuk segmental yaitu susunan batu buatan membentuk satu lengkungan dengan
titik pertemuan jauh dibawah.
3. Bentuk roman. Susunan batu buatan membentuk setengah lingkaran, sehingga titik
temu lengkungan berada pada spring line.
4. Bentuk gothic yaitu susunan batu buatan membentuk lingkaran dengan dua titik temu
lengkungan berada pada garis spring line.

2. Struktur Rangka Bidang


Struktur rangka bidang adalah suatu sistem struktur rangka batang yang disusun
menjadi suatu bidang tegak , yang dapat juga disebut rangka batang/trusses. Batang
batang tersebut disusun membentuk geometri segitiga dalam bentuk dua dimensi dan tiga
dimensi. Penyusunan ini dapat memberikan kekakuan dengan menyalurkan beban/gaya
tekan sebanding dengan gaya Tarik.
3. Struktur Rangka Gantung
Struktur rangka gantung dapat digunakan untuk sistem struktur bangunan
bertingkat tinggi dan jug adapt digunakan pada atap bangunan bentang lebar. Sistem
struktur bangunan dengan bentang lebar dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Struktur kabel (cables)

18
Prinsip dasar struktur kabel adalah penahanan beban oleh sebuah
elemen yang berfungsi sebagai penarik. Gaya yang bekerja pada kabel adalah
gaya vertical dan gaya horizontal dengan asumsi bahwa kabel selalu dalam
keadaan miring.
Gaya vertical yang bekerja pada berbagai macam jenis kabel dengan berbagai
bentangan yang sama dan tinggi yang berbeda adalah selalu sama, sedangkan
gaya horizontal akan selalu berubah tergantung tingginya. Semakin tinggi
tiangnya, semakin kecil sudut kabel terhadap tiang utama, maka semakin kecil
gaya horizontalnya.

2. Struktur Membran
Struktur membran mempunyai sifat fleksibel, permukaan yang dapat
meregang sesuai dengan adaptasi terhadap bentuk yang diinginkan.
Struktur membran sangat sensitive terhadap tekanan angina yang dapat
mengakibatkan kibaran pada permukaan dan perubahan bentuk yang terjadi.
Supaya tidak terjadi kibaran, dilakukan cara dengan memberikan tekanan dari
dalam membrane dengan cara memberikan volume dalam membrane sampai pada
batas maksimal yang juga didukung oleh sistem-sistem peregangan sehingga sifat
permukaan membran menjadi kaku.
3. Struktur Tenda (Tents Structures)
Struktur tenda tipis, antiklasik, terdiri dari membrane Tarik yang
didukung oleh struktur lengkung (arch) atau tiang (masts). Jenis tenda terdiri dari
: Internal Masts, Internal Arch, External Masts.

2.6 Contoh Bangunan Bentang lebar di Indonesia


Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar

19
Gambar 2.10 Bandara Sultan Hasanudin.

(sumber: www.google.com)

a. Deskripsi Bangunan
Bandara sultan hasanuddin, provinsi sulawesi selatan. Bandara ini memiliki fasilitas hampir
sama dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta. Pemilihan arsitek dalam negeri
diprakrasai oleh Pak Jusuf Kalla yang pada waktu itu masih menjabat Sebagai Wakil dari Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.

Lokasi : Terletak 30 km dari kota Makassar


Arsitek/Desainer : Dibangun oleh Tenaga Ahli dari Indonesia dengan bantuan desain
Arsitektur dari PT. Atelier Enam dan dari berbagai ahli konstruksi yang
mendukung.

b. Konsep Struktur
Struktur Kolom utama penyangga atap Bandara Sultan Hasanuddin menggunakan
konstruksi rangka baja, sedangkan kolom yang menyangga plat lantai (lantai 2 dan 3)
menggunakan kolom beton. Karena bentang antar kolom memiliki bentang lebar (30 m)
maka sistem pembalokan juga menggunakan balok rangka. Hal ini untuk menghindari
penggunaan balok beton dengan dimensi yang besar.
Atap terminal Bandara Internasional Hasanuddin menggunakan struktur rangka baja
(trust frame) yang berbentuk busur. Penutup atap menggunakan material metal sheet jenis

20
titanium. Terminal bandara ini dibagi menjadi 7 bagian untuk menghindari pergeseran yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan.

BAB III
PENUTUP

21
3.1 Kesimpulan
Bangunan Bertingkat Tinggi merupaka bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari
sepuluh lantai, sudah menggunakan sistem struktur yang beraneka ragam, seperti struktur
rangka dipadukan dengan struktur lain. Menggukanan sistem utilitas yang lengkap seperti
alat transportasi vertical, alat pemadam kebakaran dengan sistem sprinkler, alat pembersih
bangunan gondola dan lain – lainnya.
Sedangkan Bangunan Bentang Lebar adalah bangunan bertingkat tinggi maupun tidak
bertingkat yang membentuk ruangan luas dengan bentangan lebih lebar.
Secara umum beban/gaya pada bangunan dibedakan menjadi beban mati, beban
hidup, beban hujan dan angina, beban angina, beban seismic beban tekanan air dan tanah,
dan beban konstruksi.
Sistem Struktur Bangunan Tinggi dibedakan menjadi Sistem rangka, sistem dinding,
sistem kombinasi rangka dinding geser, sistem tabung, dan sistem gantung. Sedangkan
Struktur bentang lebar dibedakan menjadi Struktur padat/massa, struktur bidang, struktur
rangka. Salah satu contoh penerapan sistem bangunan bentang lebar yaitu Bandara Sultan
Hasanuddin, Makassar.

DAFTAR PUSTAKA

22
Tanggoro, dwi, Kuntjoro Sukardi, dan A. Sadili Somaatmadja, Struktur Bangunan Tinggi dan
Bentang Lebar,Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2005
Schueller, Wolfgang, Struktur Bangunan Bertingkat Tinggi, Bandung: Pt. Reflika Aditama
Bandung, 2001
https://www.academia.edu/16895800/TUGAS_BESAR_STRUKTUR_KONSTRUKSI_DAN_BENTANG_LEBAR
_III_-_BANGUNAN_BENTANG_LEBAR_BANDAR_UDARA (diakses pada tgl. 8 Februari 2018)

http://ronny.blog.upi.edu/sistem-struktur-pada-bangunan-gedung-bertingkat/ (diakses pada tgl. 8


Februari 2018)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41193/Chapter%20I.pdf?sequence=5&isAllow
ed=y (diakses pada tgl. 8 Februari 2018)

23

Anda mungkin juga menyukai