Hukper Uu
Hukper Uu
Pada BAB XIII membahas terperinci tentang ketentuan penutup, berisi tentang jangka waktu
penyelesaian undang-undang berdasarkan peraturan pemerintah, presiden dan menteri.
UU PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL (UU NO.1
TAHUN 2014)
Undang-Undang ini berisi tentang perubahan atas Undang-Undang No.27 tahun 2007
tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Setidaknya ada enam dasar pemikiran
dibentuknya UU No. 1 Tahun 2014. Pertama, kerentanan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
akan kerusakan akibat bencana alam maupun aktivitas pemanfaatan sumber daya. Kedua,
Akumulasi aktivitas eksploitasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak
memperhatikan kelestarian sumber daya. Ketiga, Belum adanya peraturan perundang-undangan
yang berorientasi pada kelestarian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Keempat,
kurangnya kesadaran akan nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat. Kelima, kurang dihargaiya hak
masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Keenam,
terbatasnya ruang partisipasi masyarakat yang menunjukkan belum terintegrasinya sistem
pengelolaan sumber daya dengan kegiatan pembangunan.
UU No.27 tahun 2007 dinilai belum memberikan kewenangan dan tanggung jawab
negara secara memadai atas pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Konsekuensinya
beberapa pasal perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di
masyarakat. Dalam perwujudannya, Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) bertentangan
dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 terkait dengan kalimat "dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat".
UU No.1/2014 sebanyak 17 pasal dalam UU No.27/2007 yang diubah sebagian atas
seluruhnya dan ditambahkan 7 pasal baru. Sedikitnya ada enam poin penting dalam revisi UU
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ini. Pertama, adanya partisipasi masyarakat di
dalam rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (pasal 14). Kedua, hak
pengusahaan perairan pesisir (HP3) diubah menjadi suatu mekanisme perizinan (pasal 16).
Ketiga, HP3 sudah tidak dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan utang (pasal 20).
Keempat, adanya penguatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat yang ada di wilayah
pesisir dengan tidak mengurangi kewenangan negara (pasal 21 dan 22). Kelima, adanya peluang
bagi investor asing yang ingin menanamkan modalnya dengan tetap mementingkan kepentingan
nasional dengan persyaratan yang cukup ketat (pasal 26A). Keenam, adanya penambahan
hukuman baik berupa materi maupun lama kurungan penjara bagi setiap orang yang tidak
mempunyai izin sebagaimana dimaksud pada pasal 16.