PEB
PEB
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Penulis
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita
ini menunjukkan gejala-gejala preeklampsia berat dimana kejang timbul bukan
akibat kelainan neurologik.
2.2 Etiologi
Etiologi preeklamsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui,
masih banyak ditemukan kontroversi. Itulah sebabnya penyakit ini disebut ”the
disease of theory”. Dengan semakin jelas patofisiologi penyakit ini, dimana
timbulnya kerusakan jaringan akibat vasospasme yang disebabkan patologi arteri
spiralis akibat invasi trofoblast yang abnormal, kemudian menghasilkan faktor-
faktor sitotoksik yang dapat merusak sel endotel dengan manifestasi sindroma
sistemik maternal. Berbagai teori masih menjadi perdebatan tentang etiologi
preeklampsia, pada umunya dikaitkan dengan faktor imunologi, genetik,
hormonal dan faktor gizi.
1) Faktor imunologi
Beberapa laporan menyatakan terdapat fenomena imunologi yang
melibatkan reaksi antibodi terhadap sel endotel, peningkatan sirkulasi
kompleks imun, aktivasi komplement, deposisi kompleks imun dan
komplemen pada arteri spiralis dan plasenta.
Angka kejadian preeklampsia paling banyak ditemukan pada
primigravida dan umumnya tidak terulang kembali pada kehamilan
berikutnya. Kejadian preeklampsia pada primigravida diduga karena
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak
4
sempurna sehingga timbul efek yang merugikan. Sedangkan pada kehamilan
berikutnya pembentukan blocking antibodiesnya lebih sempurna karena telah
dibentuk respon kekebalan pada kehamilan berikutnya.
2) Faktor Genetik
Menurut teori, gen fetus akan diseleksi untuk meningkatkan transfer zat
makanan ke fetus dan gen ibu akan diseleksi untuk membatasi transfer yang
melebihi kemampuan pada ibu. Fenomena genomic imprinting berarti bahwa
konflik yang sama terjadi pada sel fetus antar gen yang diturunkan dari ibu
dan gen yang diturunkan dari bapak.
Invasi endovaskular tropoblas memberikan 3 konsekuensi:
a. Fetus memperoleh akses langsung ke pembuluh darah ibu. Oleh karena itu
ibu tidak bisa mengurangi kandungan nutrisi yang mencapai plasenta
tanpa mengurangi nutrisi ke jaringannnya sendiri.
b. Volume darah yang mencapai plasenta sangat tergantung dari pengenalan
vaskuler lokal ibu.
c. Plasenta dapat melepaskan hormon dan zat-zat lain langsung ke sirkulasi
ibu.
Hipotesa ini meramalkan bahwa faktor plasenta (fetus genes) akan
bertindak menaikan tekanan darah ibu dimana faktor-faktor maternal akan
bertindak mengurangi tekanan darah. Teori ini juga mengusulkan ibu
mengurangi resistensi vaskularnya pada masa awal kehamilan untuk
memberikan nutrisi ke fetus dan peningkatan fisiologik dalam hal resistensi
vaskuler adalah sebagai akibat dari perubahan ”balance of power” seiring
dengan bertumbuhnya fetus menjadi lebih besar. Akibatnya bahwa faktor
plasenta berperan terhadap peningkatan kardiak output ibu. Faktor plasenta
memiliki kesempatan untuk lebih memilih meningkatkan resistensi
nonplasenta karena arteri uteroplasenta sangat termodifikasi dan tidak
responsif terhadap vasokonstriktor. Efek intrinsik dari tingginya tekanan
darah sistemik ibu akhirnya akan menguntungkan meningkatkan aliran darah
ibu melalui ruangan intervilosa dengan meningkatkan tekanan darah ibu
(tekanan perfusi). Hipotesa konflik memperkirakan bahwa posisi ibu dalam
rangkaian ini ditentukan oleh keseimbangan antara faktor fetus yang
5
meningkatkan tekanan darah . Mekanisme ini dapat berlaku pada hipertensi
gestasional, dimana diketahui prognosis fetus baik. Bukti-bukti lain
mengatakan, angka kejadian preeklampsia lebih tinggi pada wanita hamil
dengan riwayat keluarga yang menunjukkan gejala serupa. Insidensi
preeklampsia pada anak wanita dari ibu preeklampsia, 8 kali lebih besar dari
populasi normal.
3) Faktor hormonal
Jumlah hormon steroid terutama estriol yang diproduksi oleh plasenta
manusia jauh lebih banyak dibandingkan dengan binatang. Hormon estrogen
mempengaruhi sistem vaskular dengan mempertahankan tonus vaskular yang
rendah, meningkatkan produksi NO (nitrit oksida) dan menigkatkan aktivitas
NO. Mungkin hal inilah yang menyebabkan preeklampsia hanya terjadi pada
manusia.
4) Faktor Gizi
Asam lemak tidak jenuh terutama asam linoleat dan asam linolenat
berperan dalam mengatur aktivitas pembuluh darah sehingga berkaitan
dengan kejadian preeklampsia. Kekurangan asam lemak tidak jenuh pada
wanita hamil dapat meningkatkan produksi tromboksan dan menurunkan
prostasiklin yang akan berakibat naiknya tekanan darah pada preeklampsia.
Asam lemak ini dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol dan agregasi
trombosit. Dengan demikian dapat mencegah akumulasi trigliserida yang
merusak endotel pembuluh darah.
Sampai saat ini etiologi preeklampsia belum diketahui. Secara umum
banyak bukti mendukung keterlibatan disfungsi endotel dalam patofisiologi
preeklampsia, namun sebab dan mekanisme kejadian yang pasti belum
sepenuhnya dipahami. Saat ini hanya sebatas hipotesa-hipotesa yang
dikemukakan sebagai penyebab perubahan endotel pada preeklampsia,
sampai saat ini 4 hipotesa yang masih diteliti yaitu :
1. Iskemia plasenta
Terjadi peningkatan deportasi trofoblas sebagai akibat dari iskemia yang
menyebabkan terjadinya disfungsi endotel.
2. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
6
Sebagai kompensasi kebutuhan energi selama hamil, asam lemak bebas
akan dimobilisasi. Pada wanita dengan kadar albumin yang rendah,
transportasi asam lemak bebas tambahan dari jaringan lemak ke hati akan
mengurangi aktvitas pencegahan toksis terhadap VLDL sehingga
mengakibatkan kerusakan endotel.
3. Maladaptasi imun
Interaksi antara leukosit desidua dan invasi sitotrofoblas penting bagi invasi
dan perkembangan trofoblas normal. Maladaptasi imun menyebabkan
dangkalnya invasi arteri spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskular dan
disfungsi sel endotelial diakibatkan oleh pelepasan sitokin desidua, enzim
proteolitik dan radikal bebas yang merupakan faktor toksik terhadap sel
endotel.
4. Kelainan genetik
Perkembangan preeklampsia-eklampsia didasarkan pada gen resesif tunggal
atau sebuah gen dominan yang tak muncul utuh.
2.3 Patofisiologi
Abnormal Invasi Trofoblast
7
diameter arteri spiralis pada wanita yang tidak preeklampsia. Dengan demikian
pada kehamilan dengan preeklampsia suplai darah kurang dibandingkan
kehamilan tanpa preeklampsia.
Plasenta Normal
Plasenta Preeklampsia
8
- Sebagian pasien mengalami penurunan faktor pembekuan dalam plasma
dan eritrosit berubah bentuk serta mengalami hemolisis.
4. Endokrin dan Metabolik
- Terjadi penurunan kadar renin, angiotensin II dan aldosteron.
5. Kesimbangan cairan dan elektrolit
- Peningkatan kadar gula darah dan asam laktat sehingga cadangan alkali
menurun.
6. Ginjal
- GFR menurun sampai 50 % sehingga menimbulkan retensi air dan garam.
- Terjadinya proteinuria memastikan diagnosis preeklampsia-eklampsia.
7. Hepar
- Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus hepar mungkin
merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam serum yang
dapat berakibat ruptur hepatika atau dapat meluas dibawah kapsul hepar
dan membentuk hematom subkapsular.
- Keterlibatan hepar adalah hal yang serius yang disertai oleh tanda-tanda
keterlibatan organ lainnya yaitu otak dan ginjal, bersama dengan hemolisis
dan trombositopenia. Keadaan ini sering disebut sebagai sindrom HELLP
(Hemolisis Elevated liver enzyms dan Low Platelet).
8. Mata
- Dapat terjadinya edema retina dan spasme pembuluh darah. Pada eklampsia
dapat terjadi ablatio retina yang disebabkan edema intraokuler.
9. Paru-paru
- Terjadi edema paru akibat dari cardiac output yang rendah.
9
2.4 Faktor Risiko Preeklamsia
Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama:
Anamnesis:
Umur > 40 tahun
Nulipara
Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
Kehamilan multipel
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Hipertensi kronik
Penyakit Ginjal
Sindrom antifosfolipid (APS)
Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik:
Indeks masa tubuh > 35
Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau
secara kuantitatif 300 mg/24 jam)
10
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin
11
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.
12
Trombositopeni : Trombosit < 100.000 / mikroliter
13
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan
paru janin.
4. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.
Monitoring selama di rumah sakit
Pemeriksaan sangat teliti diikuti observasi harian tentang tanda-tanda
klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan
cepat berat badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan,
pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
Manajemen umum perawatan preeklampsia berat
o Sikap terhadap penyakit
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan
cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
Pemberian obat antikejang
14
6. Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk
diberikan secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak
didapatkan gejala pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat)
Obat antikejang adalah:
o MgSO4
o Contoh obat-obat untuk antikejang adalah
Diasepam
Fenitoin
Pemberian magnesium sulfas sebagai antikejang lebih efektif
dibanding fenitoin, berdasar Cochrane Review terhadap enam uji
klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia. Magnesium sulfat
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskuler.
Cara pemberian regimen magnesium sulfat
Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4: intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. selajutnya maintenance dose
diberikan 4 gram i.m. tiap 4 – 6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
o Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu Kalsium glukonas
10% = 1 gr (10% dalamm 10 cc) diberikan i.v 3 menit.
o Refelks patella (+) kuat
o Frekuensi pernafasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distress nafas.
Magnesium Sulfat dihentikan bila :
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema
paru-paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka.
15
Pemberian antihipertensi
Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat
Rekomendasi:
1. Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan
hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
atau diastolik ≥ 110 mmHg.
2. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160
mmHg dan diastolik < 110 mmHg.
3. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin
oral short acting, hidralazine dan labetalol parenteral.
4. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah
nitogliserin, metildopa, labetalol
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang
penentuan batas (cut off) tekanan darah untuk pemberian
antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah >
160/110 mmHg dan MAP > 126 mmHg.
Antihipertensi lini pertama
Nifedipin : dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, mekasimum 120 mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
Sodium nitropruside 0.25 μg i.v/kg/menit, infus;
ditingkatkan 0.25 μg i.v/kg/ 5 menit
Diazokside: 30 – 60 mg i.v/ 5 menit; atau infus 10 mg/menit
dititrasi
Antihipertensi sedang dalam penelitian
Calcium channel blocker: isradipin, nimodipin
Seritonin reseptor antagonis : ketanserin
Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu. 2 x
24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindroma HELLP.
16
o Sikap terhadap kehamilan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap
kehamilannya dibagi menjadi:
1. Perawatan aktif agresif: sambil memberi pengobatan, kehamilan
diakhiri
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu atau lebih
keadaan dibawah ini:
Ibu
o Umur kehamilan > 37 minggu, Lockwood dan Paidas
mengambil batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk
preeklampsia ringan dan batasan umur kehamilan > 37
minggu untuk preeklampsia berat.
o Adanya tanda-tanda/ gejala-gejala Impending
Eclampsia
o Kegagalan terapi pada perasatan konservatif
o Diduga terjadi solusio plasenta
o Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau persalinan
Janin
o Adanya tanda tanda fetal distress
o Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
(IUGR)
o NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
o Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
o Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya
menurunnnya trombosit dengan cepat.
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan
berdasar keadaan obstetrik pada waktu itu apakah sudah inpartu
atau belum.
17
2. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm
< 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia
dengan keadaan janin baik.
Sindroma HELLP
Definisi
Sindroma HELLP adapal preeklampsia-eklampsia disertai
timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan
trombositopenia.
H (Hemolysis), EL (Elevated Liver Enzyme), LP (Low Platelet Count)
Diagnosis
o Didahului tanda dan gejala yang tidak khas, malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, munah
o Adanya tanda dan gejala mirip eklampsia
o Tanda-tanda hemolisis intravaskuler, khususnya kenaikan LDH, AST,
dan bilirubin indirek
o Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST,
LDH
o Trombositopenia (trombosit < 150.000/ml)
18
o Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya
Acute fatty liver of pregnancy
Hipovolemia berat / perdarahan berat
Sepsis
o Kelainan jaringan ikat: SLE
o Penyakit ginjal primer
Terapi medikamentosa
Pemberian Steroid pada Sindrom HELLP
Rekomendasi:
1. Pemberian kortikosteroid sebagai terapi sindrom HELLP masih belum
dapat direkomendasikan sampai didapatkan bukti yang nyata.
19
Doublestrenght dexamethasone diberikan 10 mg i.v tiap 12 jam
segera setelah didiagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaannya
adalah untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin
(2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala
klinik dan laboratorik.
20
Singkatan HELLP diterapkan untuk pasien-pasien preeklampsia-eklampsia
yang mengalami hemolisis (H), peningkatan enzim hati (EL), dan jumlah
trombosit rendah (low platelet, LP). HELLP tampaknya lebih menggambarkan
tanda-tanda penting pasien dengan toksemia kehamilan yang berbahaya daripada
sebuah sindrom baru. Namun demikian, ibu-ibu hamil ini harus mendapat
perhatian khusus karena biasanya prognosis ibu dan perinatal yang sangat buruk
tanpa diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, termasuk persalinan segera
dengan cara terbaik.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Ny. N Nama suami : Tn. T
NO.MR : 159644
Alamat : Paninggahan
II. Anamnesa
Keluhan Utama:
Seorang pasien wanita umur 15 tahun datang ke IGD RSUD Solok rujukan
Puskesmas paninggahan pada tanggal 5 desember 2017 jam 11.00 WIB
dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid posterm 41-42 minggu + PEB.
22
Gerak anak dirasakan sejak ± 5 bulan yang lalu
RHM : Mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
ANC : kontrol ke Bidan 2 kali pada usia kehamilan 6, 8 bulan
RHT : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
Riwayat Menstruasi : Menarche umur 12 th, siklus haid teratur
1 x 28 hari, lamanya 5-7 hari, banyaknya 2-3x ganti pembalut/hr, nyeri
haid (-)
3. Riwayat kontrasepsi
Pasien tidak ada menggunakan alat kontrasepsi.
23
6. Berat Badan sesudah hamil : 65 Kg
7. BMI : 21,95 (normoweight)
8. Status gizi : Baik
9. Vital sign :
a. Tekanan Darah : 160/90 mmHg
b. Nadi : 86x/menit
c. Nafas : 20 x/menit
d. Temperatur : 37,70C
e. Mata : Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
24
Auskultasi : Vesikuler normal +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
Abdomen : Status Obstetricus
Genitalia : Status Obstetricus
Ekstremitas : Edema +/+, RF +/+, RP -/-
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang
VT : Ø belum teraba pembukaan, portio
posterior, tebal 2cm,kaku, ketuban sulit
dinilai
25
• Spina ischiadika tidak menonjol
• Os coccygeus mudah digerakkan
• Arcus Pubis > 90˚
UPL : DIT dapat dilalui oleh satu tinju orang dewasa >10,5
cm
UPD dan UPL : kesan panggul luas
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hematokrit : 38,5 %
HbsAg : negatif
Protein :+
Diagnosis kerja:
G1P0A0H0 Gravid posterm 43-44 minggu + PEB dalam regimen MgSO4 8gr
dalam IVFD RL 500 cc dosis menteinence + Oligohidramnion.
Prognosis:
26
Penatalaksanaan
Laporan Operasi:
Lahir bayi dengan jenis kelamin : perempuan BB:2945 PB: 50 cm A/S: 7/8
Anus (+)
Plasenta dilahirkan dengan sedikit tarikan ringan pada tali pusat, lahir satu
buah plasenta dengan berat lebih kurang 500 gr ukuran 15x13x5 cm
27
Uterus dijahit lapis demi lapis
Diagnosis Post OP : P1A0H1 post SCTPP a/i PEB dalam regimen MgSO4 8gr
dalam IVFD RL 500 cc dosis menteinence.+ Oligohidramnion (Ibu dan anak baik).
Instruksi Post Op
28
4. Diet : Jika bising usus (+)
6 jam : boleh air hangat sedikit-sedikit
12 jam : boleh bubur saring
24 jam : boleh nasi biasa
5. Kateter menetap, catat output/input
6. Obat-obatan :
IVFD RL 500 cc drip oksitosin 2 amp--> 28 tpm
IVFD RL 500 cc drip MgSo4 40 % --> 28 tpm
IVFD asering 500 cc/24 jam
syr tremadol 300mg/24jam
syr MgSo4 1 gr/jam
syr Nicardipin titrasi
inj. Afnaxon 2x1 gr
inj. Omeprazol 2x400 mg
inj. Ondansetron 3x4 mg
inj Dexametason 3x10 mg
inj. Ceftriaxon 2x1
inj. Metronidazole 3x1
Metildopa 3x500 mg
Nifedipin 3x500 mg
Gastrul 2 tab / 6 jam
Transfusi trombosit 8 kantong
8. Jika ada keluhan lapor dokter Jaga
29
OBSERVASI KALA IV
FOLLOW UP
S : Demam (-), ASI (+/+), BAK (+), BAB (-), PPV (-)
O : KU Kes TD Nd Nfs T
Abdomen :
Perkusi : Timpani
30
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia :
Diagnosis :
P1A0H1 post SCTPP a/i PEB dalam regimen MgSO4 8gr dalam IVFD RL 500
cc dosis menteinence + oligohidramnion (Ibu dan anak baik).
Sikap :
Breast care
Vulva hygiene
Terapi :
Nifedipin 3x10
31
06 Desember 2017 jam 08.00
Planing :
Nifedipin 3x10
Vitamin C 50 mg 2x1
32
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang wanita berusia 15 tahun masuk ke IGD RSUD Solok pada tanggal
5 desember 2017 pukul 11.00 WIB. Pasien rujukan dari PUSKESMAS
Paninggahan dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid posterm 41-42 minggu + PEB.
Sebagai panduan untuk diskusi pada target akademis komprehensif ilmiah maka
kita akan membahas beberapa pertanyaan referensi sebagai berikut:
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar?
2. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?
3. Apa penyebab preeklampsi berat pada pasien ini?
Dari anamnesa diketahui pasien primipara, tidak haid sejak ± 8 bulan yang
lalu. HPHT : 01-02-2017 TP : 08-11-2017
33
Pada pemeriksaan Leopold, Leopold 1 ditemukan teraba massa besar
lunak, noduler. Leopold 2 teraba tahanan terbesar janin di sebelah kiri ibu dan
teraba bagian-bagian kecil janin di sebelah kanan ibu. Leopold 3 teraba massa
bulat, keras, melenting. Leopold 4 konvergen. Kesimpulannya, pasien
memiliki janin hidup tunggal presentasi kepala.
34
disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah
usia kehamilan 34 minggu. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34
minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin
sebaiknya diberi kortikosteroid.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi
berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan
perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam
setelah diagnosis dibuat.
35
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuria.
36
BAB V
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
38