Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan dengan konsekuensi
serius terhadap ibu dan janin. Kelainan yang didiagnosis dengan hipertensi
gestasional dan proteinuria dan hanya dapat disembuhkan dengan persalinan.
(Roberts, 2005)

Kejadian preeklampsia sangat bervariasi antara satu negara dengan


negara lain, insidennya berkisar antara 5-10% dari seluruh kehamilan dan
menyebabkan 3 - 25 kali lipat peningkatan risiko komplikasi obstetrik yang
berat. Di Amerika Serikat didapat angka 2-4 % komplikasi kehamilan adalah
hipertensi dan pre-eklampsia 3-5 % . Di RSUP Dr. M. Djamil padang
(Widmer M, 2007; Lim et al.,
ditemukan 5.5% preeklampsia dan 0.88% eklampsia.
2007)

Pre-eklampsia terkait erat dengan bahaya resiko substansial (Solomon


2004). Untuk fetus bahayanya adalah intrauterine growth retardation,
kematian dan kelahiran prematur beserta bahaya yang menyertainya.
Sedangkan bahaya pada ibu adalah resiko untuk kejang (eklampsia), gagal
ginjal, edem paru, stroke dan kematian. Meskipun sudah dilakukan banyak
penelitian yang serius namun penyebab dari pre-eklampsia ini masih belum
benar – benar jelas dan belum ada skrining tes yang dapat benar – benar
bermanfaat untuk memprediksi wanita mana yang akan menderita pre-
eklampsia. Antihipertensi menurunkan tekanan darah pada ibu namun tidak
memperbaiki penurunan kualitas lahirnya janin, satu – satunya pengobatan
adalah melahirkan bayinya.

Pada negara dengan surveilans preeklampsia melalui prenatal care


yang efektif akan menyebabkan penurunan kematian akibat penyakit ini,
namun tidak dapat mengurangi kejadian preeklampsia. Sebaliknya, negara
dengan prenatal care yang rendah akan menyebabkan kematian yang tinggi.
dapat mengurangi mortalitas maternal, akan tetapi, morbiditas maternal tetap
tinggi, sekitar 50.000 tiap tahunnya (Roberts JM, 2005)

1
1.2 Tujuan Penulis

1.2.1 Tujuan umum

Tujuan umum penyusunan adalah :

Memahami dan mengetahui tentang Preeklampsia Berat.


1.2.2 Tujuan Khusus

Memberitahu pembaca tentang Preeklampsia Berat secara lebih


lanjut.

1.2.3 Ruang Lingkup Penulis


Penulis membatasi dan berpedoman kepada buku terbitan fakultas
kedokteran.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Bagi Penulis

Manfaat dari pembahasan tentang Preeklampsia Berat menambah


pengetahuan penulis tentang Preeklampsia Berat.

1.3.2 Manfaat Bagi Pembaca

Dengan adanya pembahasan mengenai Preeklampsia Berat


diharapkan kepada pembaca agar lebih tertarik untuk mengetahui tentang
Preeklampsia Berat penangan akhir sebagai kompetensi dokter umum.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Definisi


The Working Group Report dan High Blood Pressure in Pregnancy (2000)
membagi hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut:
1. Hipertensi gestasional
2. Hipertensi kronik
3. Superimposed Preeclampsia
4. Preeklampsia
5. Eklampsia
Pada tahun 1996 The American College of Obstetricians and
Gynecologists menghapus kriteria peningkatan tekanan darah dengan kenaikan 15
mmHg untuk diastolik atau 30 mmHg untuk sistolik karena banyak dari nulipara
memperlihatkan peningkatan seperti itu selama kehamilan. Sebagai batasan yang
disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darah diastolik ≥140
mmHg pada dua kali pemeriksaan yang berjarak 4 jam.
Hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya
mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya selama kehamilan
tetapi belum mengalami proteinuria dan tekanan darah telah kembali normal
dalam 12 minggu postpartum. Diagnosa akhir ditegakkan pasca persalinan.

Hipertensi kronik merupakan hipertensi yang sudah dijumpai sebelum


kehamilan, selama kehamilan sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan
keluhan dan tanda-tanda preeklamsia lainnya.(15)

Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia


muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita
hipertensi kronis.

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai


dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan

3
disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita
ini menunjukkan gejala-gejala preeklampsia berat dimana kejang timbul bukan
akibat kelainan neurologik.

2.2 Etiologi
Etiologi preeklamsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui,
masih banyak ditemukan kontroversi. Itulah sebabnya penyakit ini disebut ”the
disease of theory”. Dengan semakin jelas patofisiologi penyakit ini, dimana
timbulnya kerusakan jaringan akibat vasospasme yang disebabkan patologi arteri
spiralis akibat invasi trofoblast yang abnormal, kemudian menghasilkan faktor-
faktor sitotoksik yang dapat merusak sel endotel dengan manifestasi sindroma
sistemik maternal. Berbagai teori masih menjadi perdebatan tentang etiologi
preeklampsia, pada umunya dikaitkan dengan faktor imunologi, genetik,
hormonal dan faktor gizi.
1) Faktor imunologi
Beberapa laporan menyatakan terdapat fenomena imunologi yang
melibatkan reaksi antibodi terhadap sel endotel, peningkatan sirkulasi
kompleks imun, aktivasi komplement, deposisi kompleks imun dan
komplemen pada arteri spiralis dan plasenta.
Angka kejadian preeklampsia paling banyak ditemukan pada
primigravida dan umumnya tidak terulang kembali pada kehamilan
berikutnya. Kejadian preeklampsia pada primigravida diduga karena
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak

4
sempurna sehingga timbul efek yang merugikan. Sedangkan pada kehamilan
berikutnya pembentukan blocking antibodiesnya lebih sempurna karena telah
dibentuk respon kekebalan pada kehamilan berikutnya.
2) Faktor Genetik
Menurut teori, gen fetus akan diseleksi untuk meningkatkan transfer zat
makanan ke fetus dan gen ibu akan diseleksi untuk membatasi transfer yang
melebihi kemampuan pada ibu. Fenomena genomic imprinting berarti bahwa
konflik yang sama terjadi pada sel fetus antar gen yang diturunkan dari ibu
dan gen yang diturunkan dari bapak.
Invasi endovaskular tropoblas memberikan 3 konsekuensi:
a. Fetus memperoleh akses langsung ke pembuluh darah ibu. Oleh karena itu
ibu tidak bisa mengurangi kandungan nutrisi yang mencapai plasenta
tanpa mengurangi nutrisi ke jaringannnya sendiri.
b. Volume darah yang mencapai plasenta sangat tergantung dari pengenalan
vaskuler lokal ibu.
c. Plasenta dapat melepaskan hormon dan zat-zat lain langsung ke sirkulasi
ibu.
Hipotesa ini meramalkan bahwa faktor plasenta (fetus genes) akan
bertindak menaikan tekanan darah ibu dimana faktor-faktor maternal akan
bertindak mengurangi tekanan darah. Teori ini juga mengusulkan ibu
mengurangi resistensi vaskularnya pada masa awal kehamilan untuk
memberikan nutrisi ke fetus dan peningkatan fisiologik dalam hal resistensi
vaskuler adalah sebagai akibat dari perubahan ”balance of power” seiring
dengan bertumbuhnya fetus menjadi lebih besar. Akibatnya bahwa faktor
plasenta berperan terhadap peningkatan kardiak output ibu. Faktor plasenta
memiliki kesempatan untuk lebih memilih meningkatkan resistensi
nonplasenta karena arteri uteroplasenta sangat termodifikasi dan tidak
responsif terhadap vasokonstriktor. Efek intrinsik dari tingginya tekanan
darah sistemik ibu akhirnya akan menguntungkan meningkatkan aliran darah
ibu melalui ruangan intervilosa dengan meningkatkan tekanan darah ibu
(tekanan perfusi). Hipotesa konflik memperkirakan bahwa posisi ibu dalam
rangkaian ini ditentukan oleh keseimbangan antara faktor fetus yang

5
meningkatkan tekanan darah . Mekanisme ini dapat berlaku pada hipertensi
gestasional, dimana diketahui prognosis fetus baik. Bukti-bukti lain
mengatakan, angka kejadian preeklampsia lebih tinggi pada wanita hamil
dengan riwayat keluarga yang menunjukkan gejala serupa. Insidensi
preeklampsia pada anak wanita dari ibu preeklampsia, 8 kali lebih besar dari
populasi normal.
3) Faktor hormonal
Jumlah hormon steroid terutama estriol yang diproduksi oleh plasenta
manusia jauh lebih banyak dibandingkan dengan binatang. Hormon estrogen
mempengaruhi sistem vaskular dengan mempertahankan tonus vaskular yang
rendah, meningkatkan produksi NO (nitrit oksida) dan menigkatkan aktivitas
NO. Mungkin hal inilah yang menyebabkan preeklampsia hanya terjadi pada
manusia.
4) Faktor Gizi
Asam lemak tidak jenuh terutama asam linoleat dan asam linolenat
berperan dalam mengatur aktivitas pembuluh darah sehingga berkaitan
dengan kejadian preeklampsia. Kekurangan asam lemak tidak jenuh pada
wanita hamil dapat meningkatkan produksi tromboksan dan menurunkan
prostasiklin yang akan berakibat naiknya tekanan darah pada preeklampsia.
Asam lemak ini dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol dan agregasi
trombosit. Dengan demikian dapat mencegah akumulasi trigliserida yang
merusak endotel pembuluh darah.
Sampai saat ini etiologi preeklampsia belum diketahui. Secara umum
banyak bukti mendukung keterlibatan disfungsi endotel dalam patofisiologi
preeklampsia, namun sebab dan mekanisme kejadian yang pasti belum
sepenuhnya dipahami. Saat ini hanya sebatas hipotesa-hipotesa yang
dikemukakan sebagai penyebab perubahan endotel pada preeklampsia,
sampai saat ini 4 hipotesa yang masih diteliti yaitu :
1. Iskemia plasenta
Terjadi peningkatan deportasi trofoblas sebagai akibat dari iskemia yang
menyebabkan terjadinya disfungsi endotel.
2. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)

6
Sebagai kompensasi kebutuhan energi selama hamil, asam lemak bebas
akan dimobilisasi. Pada wanita dengan kadar albumin yang rendah,
transportasi asam lemak bebas tambahan dari jaringan lemak ke hati akan
mengurangi aktvitas pencegahan toksis terhadap VLDL sehingga
mengakibatkan kerusakan endotel.
3. Maladaptasi imun
Interaksi antara leukosit desidua dan invasi sitotrofoblas penting bagi invasi
dan perkembangan trofoblas normal. Maladaptasi imun menyebabkan
dangkalnya invasi arteri spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskular dan
disfungsi sel endotelial diakibatkan oleh pelepasan sitokin desidua, enzim
proteolitik dan radikal bebas yang merupakan faktor toksik terhadap sel
endotel.
4. Kelainan genetik
Perkembangan preeklampsia-eklampsia didasarkan pada gen resesif tunggal
atau sebuah gen dominan yang tak muncul utuh.

2.3 Patofisiologi
Abnormal Invasi Trofoblast

Pada awal kehamilan sel-sel trofoblast bermigrasi atau mengadakan invasi


ke arteri spiralis uterus menggantikan lapisan endotel. Konsekuensinya terjadi
kerusakan media elastis muskulus dan jaringan neural. Akhir trimester II
kehamilan, arteri spiralis uterus permukaannya ditutup oleh trofoblast dan sel-sel
endotel tidak lama bertahan pada endometrium atau daerah permukaan
miometrium.

Ini adalah hasil-hasil dari perubahan arteri spiralis uterus dalam


membentuk sistem arteriol resisten rendah sehingga suplai darah untuk
pertumbuhan janin meningkat. Dalam preeklampsia invasi arteri spiralis uterus
terbatas hanya sampai pada desidua proksimal. Sehingga 30%-50% arteri spiralis
pada dasar plasenta terbebas endovaskulernya dari remodeling sitotrofoblast.
Segmen miometrium uterus utuh tidak dilatasi, artinya diameter eksternal arteri
spiralis uterus pada wanita hamil dengan preeklampsia kurang setengahnya dari

7
diameter arteri spiralis pada wanita yang tidak preeklampsia. Dengan demikian
pada kehamilan dengan preeklampsia suplai darah kurang dibandingkan
kehamilan tanpa preeklampsia.

Plasenta Normal

Plasenta Preeklampsia

Gangguan Implantasi trofoblas

Perubahan-perubahan organ yang terjadi pada pasien preeklamsia:


1. Otak.
- Lesi serebrum postmortem yang ditemukan adalah edema, hiperemia,
trombosis dan perdarahan diotak yang diduga berhubungan dengan
terjadinya kejang dimana mekanisme terjadinya belum diketahui. Pada
preeklampsia terjadi peningkatan tekanan perfusi serebri yang diimbangi
oleh meningkatnya resistensi serebrovaskuler sehingga tidak terjadi
perubahan aliran darah otak. Pasien yang merasakan nyeri kepala yang
hebat cenderung mengalami peningkatan perfusi serebri.
2. Kardiovaskuler
- Volume intravaskuler menurun, cardiac output menurun, resistensi
vaskuler sistemik meningkat dan hemokonsentrasi.
3. Hematologi
- Trombositopenia (< 100.000/mm3)

8
- Sebagian pasien mengalami penurunan faktor pembekuan dalam plasma
dan eritrosit berubah bentuk serta mengalami hemolisis.
4. Endokrin dan Metabolik
- Terjadi penurunan kadar renin, angiotensin II dan aldosteron.
5. Kesimbangan cairan dan elektrolit
- Peningkatan kadar gula darah dan asam laktat sehingga cadangan alkali
menurun.
6. Ginjal
- GFR menurun sampai 50 % sehingga menimbulkan retensi air dan garam.
- Terjadinya proteinuria memastikan diagnosis preeklampsia-eklampsia.
7. Hepar
- Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus hepar mungkin
merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam serum yang
dapat berakibat ruptur hepatika atau dapat meluas dibawah kapsul hepar
dan membentuk hematom subkapsular.
- Keterlibatan hepar adalah hal yang serius yang disertai oleh tanda-tanda
keterlibatan organ lainnya yaitu otak dan ginjal, bersama dengan hemolisis
dan trombositopenia. Keadaan ini sering disebut sebagai sindrom HELLP
(Hemolisis Elevated liver enzyms dan Low Platelet).
8. Mata
- Dapat terjadinya edema retina dan spasme pembuluh darah. Pada eklampsia
dapat terjadi ablatio retina yang disebabkan edema intraokuler.
9. Paru-paru
- Terjadi edema paru akibat dari cardiac output yang rendah.

10. Feto-Plasenta Unit


Gangguan perfusi plasenta akibat vasospasme merupakan
penyebab utama IUFD, IUGR dan peningkatan morbiditas dan mortalitas
perinatal.

9
2.4 Faktor Risiko Preeklamsia
Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama:
Anamnesis:
 Umur > 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
 Kehamilan multipel
 IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
 Hipertensi kronik
 Penyakit Ginjal
 Sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
 Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik:
 Indeks masa tubuh > 35
 Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
 Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau
secara kuantitatif 300 mg/24 jam)

2.5 Aspek Klinis Preeklamsia


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin
tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

10
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin

11
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.

Kriteria Minimal Preeklampsia


Hipertensi : Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
Protein urin : Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik >
positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu
dibawah ini:
Trombositopeni : Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal : Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada
kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
Gangguan Liver : Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika


didapatkan
salah satu kondisi klinis dibawah ini :

Hipertensi : Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik


atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama

12
Trombositopeni : Trombosit < 100.000 / mikroliter

Gangguan ginjal : Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan


peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada
kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver :Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
Edema Paru

Gejala Neurologis : Stroke, nyeri kepala, gangguan visus


Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)

 Pembagian preeklampsia berat


Preeklampsia berat dibagi menjadi: (a) preeklampsia berat tanpa
impending eclampsia dan (b) preeklampsia berat dengan impending
eclampsia. Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai
gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-
muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
 Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia meliputi pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suprtif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.

Perawatan Ekspektatif pada Preeklampsia Berat


Rekomendasi:
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat
dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu
dan janin yang stabil.
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga direkomendasikan
untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersedianya perawatan intensif bagi maternal dan neonatal.

13
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan
paru janin.
4. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.
 Monitoring selama di rumah sakit
Pemeriksaan sangat teliti diikuti observasi harian tentang tanda-tanda
klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan
cepat berat badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan,
pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
 Manajemen umum perawatan preeklampsia berat
o Sikap terhadap penyakit
 Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan
cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
 Pemberian obat antikejang

Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia Berat


Rekomendasi:
1. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
eklampsia.
2. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap
eklampsia pada pasien preeklampsia berat.
3. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien
preeklampsia berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk
mencegah terjadi kejang/eklampsia atau kejang berulang.
4. Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat
direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia.
5. Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak
direkomendasikan.

14
6. Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk
diberikan secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak
didapatkan gejala pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat)
 Obat antikejang adalah:
o MgSO4
o Contoh obat-obat untuk antikejang adalah
 Diasepam
 Fenitoin
Pemberian magnesium sulfas sebagai antikejang lebih efektif
dibanding fenitoin, berdasar Cochrane Review terhadap enam uji
klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia. Magnesium sulfat
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskuler.
Cara pemberian regimen magnesium sulfat
 Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4: intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
 Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. selajutnya maintenance dose
diberikan 4 gram i.m. tiap 4 – 6 jam
 Syarat-syarat pemberian MgSO4
o Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu Kalsium glukonas
10% = 1 gr (10% dalamm 10 cc) diberikan i.v 3 menit.
o Refelks patella (+) kuat
o Frekuensi pernafasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distress nafas.
 Magnesium Sulfat dihentikan bila :
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
 Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema
paru-paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka.

15
 Pemberian antihipertensi
Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat
Rekomendasi:
1. Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan
hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
atau diastolik ≥ 110 mmHg.
2. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160
mmHg dan diastolik < 110 mmHg.
3. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin
oral short acting, hidralazine dan labetalol parenteral.
4. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah
nitogliserin, metildopa, labetalol
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang
penentuan batas (cut off) tekanan darah untuk pemberian
antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah >
160/110 mmHg dan MAP > 126 mmHg.
 Antihipertensi lini pertama
Nifedipin : dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, mekasimum 120 mg dalam 24 jam
 Antihipertensi lini kedua
Sodium nitropruside 0.25 μg i.v/kg/menit, infus;
ditingkatkan 0.25 μg i.v/kg/ 5 menit
Diazokside: 30 – 60 mg i.v/ 5 menit; atau infus 10 mg/menit
dititrasi
 Antihipertensi sedang dalam penelitian
Calcium channel blocker: isradipin, nimodipin
Seritonin reseptor antagonis : ketanserin
 Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu. 2 x
24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindroma HELLP.

16
o Sikap terhadap kehamilan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap
kehamilannya dibagi menjadi:
1. Perawatan aktif agresif: sambil memberi pengobatan, kehamilan
diakhiri
 Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu atau lebih
keadaan dibawah ini:
 Ibu
o Umur kehamilan > 37 minggu, Lockwood dan Paidas
mengambil batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk
preeklampsia ringan dan batasan umur kehamilan > 37
minggu untuk preeklampsia berat.
o Adanya tanda-tanda/ gejala-gejala Impending
Eclampsia
o Kegagalan terapi pada perasatan konservatif
o Diduga terjadi solusio plasenta
o Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau persalinan
 Janin
o Adanya tanda tanda fetal distress
o Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
(IUGR)
o NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
o Terjadinya oligohidramnion
 Laboratorik
o Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya
menurunnnya trombosit dengan cepat.
 Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan
berdasar keadaan obstetrik pada waktu itu apakah sudah inpartu
atau belum.

17
2. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm
< 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia
dengan keadaan janin baik.

Sindroma HELLP
 Definisi
Sindroma HELLP adapal preeklampsia-eklampsia disertai
timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan
trombositopenia.
H (Hemolysis), EL (Elevated Liver Enzyme), LP (Low Platelet Count)
 Diagnosis
o Didahului tanda dan gejala yang tidak khas, malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, munah
o Adanya tanda dan gejala mirip eklampsia
o Tanda-tanda hemolisis intravaskuler, khususnya kenaikan LDH, AST,
dan bilirubin indirek
o Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST,
LDH
o Trombositopenia (trombosit < 150.000/ml)

 Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississipi


Berdasar kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi
dengan nama “Klasifikasi Mississipi”
- Klas I : Kadar trombosit < 50.000/ml, LDH > 600 IU/l, AST dan/atau
ALT > 40 IU/l
- Klas II : Kadar trombosit > 50.000/ml < 100.000/ml, LDH > 600 IU/l,
AST dan/atau ALT > 40 IU/l
- Klas III : Kadar trombosit >100.000/ml < 150.000/ml, LDH > 600
IU/l, AST dan/atau ALT > 40 IU/l
 Diagnosis banding preeklampsia-sindroma HELLP
o Trombotik angiopati

18
o Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya
 Acute fatty liver of pregnancy
 Hipovolemia berat / perdarahan berat
 Sepsis
o Kelainan jaringan ikat: SLE
o Penyakit ginjal primer

 Terapi medikamentosa
Pemberian Steroid pada Sindrom HELLP
Rekomendasi:
1. Pemberian kortikosteroid sebagai terapi sindrom HELLP masih belum
dapat direkomendasikan sampai didapatkan bukti yang nyata.

Mengikuti terapi medikamentosi preeklampsia-eklampsia dengan


melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam.
Pemberian deksametason deksametason rescue, pada antepartum
diberikan dalam bentuk idouble strenght dexamethasone (double dose).
 Sikap terhadap pengelolaan obstetrik
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu
kehamilan diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat
dilakukan pervaginam atau perabdominam.
 Pengelolaan
Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang
mirip dengan sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus
memperhatikan cara-cara perawatan dan pengobatan pada preeklampsia
dan eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena
sudah terjadi vasospasme dan kerusakan sel endotel. Cairan yang
diberikan adalah RD 5% bergantian dengan RL 5% kecepatan 100 ml.jam,
dengan produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila
hendak dilakukan seksio sesarea dan bila trombosit < 50.000/ml, maka
perlu diberikan transfusi trombsit.

19
Doublestrenght dexamethasone diberikan 10 mg i.v tiap 12 jam
segera setelah didiagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaannya
adalah untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin
(2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala
klinik dan laboratorik.

2.6 Pencegahan Preeklampsia

Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya


preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya
preeklampsia. Pencegahan bisa dilakukan secara nonmedikal dan medikal.

 Pencegahan dengan nonmedikal.


Cara yang paling sederhana adalah tirah baring. Hendaknya diet ditambah
suplemen yang mengandung (a) minyak ikan yang kaya dengan asam
lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, (b) antioksidan: vitamin C,
E, β-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik, dan (c) elemen logam
berat: zinc, magnesium, kalsium.
 Pencegahan dengan medikal.
Pemberian kalsium: 1.500 – 2000 mg/hari dapat dipakai sebagai
suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula
diberikan zinc 200 mg/ hari magnesium 365 mg/hr. obat antitrombotik
yang dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis rendah
rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan
obat-obat antioksidan, misalnya vitamin C, E, β-karoten, CoQ10, N-
Asetilsistein, asam lipoik.

2.7 Komplikasi Preeklampsia

Komplikasi pada ibu terutama berkaitan dengan memburuknya


preeklampsia menjadi eklampsia. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
insufisiensi uteroplasenta akut dan kronis (misal, janin KMK asimetris atau
simetri, lahir mati atau gawat janin intrapartum) serta persalinan dini (komplikasi
prematuritas.

20
Singkatan HELLP diterapkan untuk pasien-pasien preeklampsia-eklampsia
yang mengalami hemolisis (H), peningkatan enzim hati (EL), dan jumlah
trombosit rendah (low platelet, LP). HELLP tampaknya lebih menggambarkan
tanda-tanda penting pasien dengan toksemia kehamilan yang berbahaya daripada
sebuah sindrom baru. Namun demikian, ibu-ibu hamil ini harus mendapat
perhatian khusus karena biasanya prognosis ibu dan perinatal yang sangat buruk
tanpa diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, termasuk persalinan segera
dengan cara terbaik.

21
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Ny. N Nama suami : Tn. T

Umur : 15 tahun Umur : 25 tahun

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : wiraswasta

NO.MR : 159644

Alamat : Paninggahan

Tanggal Masuk : 5/12/2017

II. Anamnesa
Keluhan Utama:
Seorang pasien wanita umur 15 tahun datang ke IGD RSUD Solok rujukan
Puskesmas paninggahan pada tanggal 5 desember 2017 jam 11.00 WIB
dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid posterm 41-42 minggu + PEB.

Riwayat kehamilan sekarang:


 S/ kejang (-) penurunan kesadaran (-) meracau (-)
 O/ vital sign Kes: CMC, TD: 160/90 mmHg ND:86x NF:20x T: 37,7C
 P/ inisial MgSO4 4gr dalam IVFD RL 250 cc selama 15 menit
 Sakit kepala (-) , pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-)
 Demam (+) sejak 6 jam yang lalu
 Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 12 jam sebelum masuk RS (+)
 Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)
 Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-)
 Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
 Tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu
 HPHT : 01-02-2017 TP : 08-11-2017

22
 Gerak anak dirasakan sejak ± 5 bulan yang lalu
 RHM : Mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
 ANC : kontrol ke Bidan 2 kali pada usia kehamilan 6, 8 bulan
 RHT : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
 Riwayat Menstruasi : Menarche umur 12 th, siklus haid teratur
1 x 28 hari, lamanya 5-7 hari, banyaknya 2-3x ganti pembalut/hr, nyeri
haid (-)

1. Riwayat penyakit terdahulu


Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat sakit ginjal : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

2. Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, kejiwaan
dan penyakit menular.

3. Riwayat kontrasepsi
Pasien tidak ada menggunakan alat kontrasepsi.

4. Riwayat kehamilan/ abortus / persalinan : : 1/0/0


Hamil Sekarang
III. Pemeriksaan Fisik
1. Status Pasien
2. Keadaan umum : Baik
3. Kesadaran : Compos Mentis
4. Tinggi Badan : 157 cm
5. Berat Badan sebelum hamil : 54 Kg

23
6. Berat Badan sesudah hamil : 65 Kg
7. BMI : 21,95 (normoweight)
8. Status gizi : Baik
9. Vital sign :
a. Tekanan Darah : 160/90 mmHg
b. Nadi : 86x/menit
c. Nafas : 20 x/menit
d. Temperatur : 37,70C
e. Mata : Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik

10. Status Generalis


 Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera tidak ikterik (-)
 Leher :
o Inspeksi :
 JVP 5 ±2 cmH2O
 Kelenjar tiroid tidak tampak membesar
o Palpasi :
 Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
 Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar
 Toraks :
o Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial
LMCS RIC V
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : reguler, bising (-)
o Pulmo :
 Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kiri
= kanan
 Palpasi : Fremitus normal kiri = kanan
 Perkusi : Sonor kiri = kanan

24
 Auskultasi : Vesikuler normal +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
 Abdomen : Status Obstetricus
 Genitalia : Status Obstetricus
 Ekstremitas : Edema +/+, RF +/+, RP -/-

11. Status Obtetrikus


Abdomen
 Inspeksi : Tampak membuncit sesuai dengan usia kehamilan Linea
mediana hiperpigmentasi, striae (+), sikatrik (-)
 Palpasi :
 L1 :Teraba massa besar, lunak, noduler.
 L2 : Teraba tahanan terbesar janin di sebelah kiri ibu
Teraba bagian-bagian kecil janin di sebelah kanan ibu.
 L3 : Teraba massa bulat, keras, melenting
 L4 : Konvergen
 TFU = 32cm TBA : 2945 gr His : 2-3x/10’/20-30’’/sedang
DJJ : 145-150
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : BU (+) N

 Genitalia :
 Inspeksi : V/U tenang
 VT : Ø belum teraba pembukaan, portio
posterior, tebal 2cm,kaku, ketuban sulit
dinilai

UPD : Promontorium tidak teraba


• Linea inominata teraba 1/3 kanan -1/3 kiri
• Dinding samping panggul lurus
• Os sakrum cekung

25
• Spina ischiadika tidak menonjol
• Os coccygeus mudah digerakkan
• Arcus Pubis > 90˚
 UPL : DIT dapat dilalui oleh satu tinju orang dewasa >10,5
cm
 UPD dan UPL : kesan panggul luas

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :

 Hemoglobin : 12,7 gr%

 Hematokrit : 38,5 %

 Leukosit : 15.30 mm3

 Trombosit : 203.000 mm3

 HbsAg : negatif

 Protein :+

Diagnosis kerja:

G1P0A0H0 Gravid posterm 43-44 minggu + PEB dalam regimen MgSO4 8gr
dalam IVFD RL 500 cc dosis menteinence + Oligohidramnion.

Prognosis:

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

26
Penatalaksanaan

• Kontrol keadaan umum, tanda vital, his, PPV


• IVFD 2 Line
• IVFD RL 500cc dalam regimen MgSO4 40% dosis maintenance 20tetes/i.
(kiri)
• IVFD RL 500cc drip oxytocin 2 ampul (kanan)
• Metildopa 3x500mg
• Nifedipin 3x10 mg
• Dexa 1x2 amp
• PCT 3x500 mg

Rencana : SCPPT cito

Laporan Operasi:

Tanggal 05 Desember 2017 Jam 14.00 WIB

 Pasien tidur telentang dimeja operasi dalam anestesi umum

 Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik

 Dipasang duk steril untuk memperluas lapangan operasi

 Dilakukan insisi secara pfannenstiel

 Insisi dilanjutkan lapis demi lapis sampai menembus peritoneum

 Setelah peritoneum terbuka tampak uterus gravid

 Uterus diinsisi secara semilunar pada segmen bawah lahir

 Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala

 Lahir bayi dengan jenis kelamin : perempuan BB:2945 PB: 50 cm A/S: 7/8
Anus (+)

 Plasenta dilahirkan dengan sedikit tarikan ringan pada tali pusat, lahir satu
buah plasenta dengan berat lebih kurang 500 gr ukuran 15x13x5 cm

27
 Uterus dijahit lapis demi lapis

 Dinding abdomen dijahit demi lapis

 Perdarahan selama tindakan lebih kurang 100 cc

Diagnosis Post OP : P1A0H1 post SCTPP a/i PEB dalam regimen MgSO4 8gr
dalam IVFD RL 500 cc dosis menteinence.+ Oligohidramnion (Ibu dan anak baik).

Instruksi Post Op

1. Observasi tanda-tanda vital pasien : TD, Nadi, RR, suhu


Setiap 15 menit sampai dengan 1 jam post operasi

Setiap 30 menit sampai dengan 4 jam post operasi

Setiap 1 jam sampai dengan 24 jam post operasi

2. Transfusi Trombosit 8 unit


3. Mobilisasi, jika keadaan umum baik :
- 6 jam : boleh miring kanan-kiri
- 12 jam : boleh duduk
- 24 jam : boleh berdiri dan jalan

28
4. Diet : Jika bising usus (+)
 6 jam : boleh air hangat sedikit-sedikit
 12 jam : boleh bubur saring
 24 jam : boleh nasi biasa
5. Kateter menetap, catat output/input
6. Obat-obatan :
 IVFD RL 500 cc drip oksitosin 2 amp--> 28 tpm
 IVFD RL 500 cc drip MgSo4 40 % --> 28 tpm
 IVFD asering 500 cc/24 jam
 syr tremadol 300mg/24jam
 syr MgSo4 1 gr/jam
 syr Nicardipin titrasi
 inj. Afnaxon 2x1 gr
 inj. Omeprazol 2x400 mg
 inj. Ondansetron 3x4 mg
 inj Dexametason 3x10 mg
 inj. Ceftriaxon 2x1
 inj. Metronidazole 3x1
 Metildopa 3x500 mg
 Nifedipin 3x500 mg
 Gastrul 2 tab / 6 jam
 Transfusi trombosit 8 kantong
8. Jika ada keluhan lapor dokter Jaga

29
OBSERVASI KALA IV

FOLLOW UP

05 Desember 2017 JAM 17.00 WIB

 S : Demam (-), ASI (+/+), BAK (+), BAB (-), PPV (-)

 O : KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 130/80 80x/m 18x/m 36,5 0

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Abdomen :

 Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit

 Palpasi : TFU 1 jari bawah pusat, NT (-), NL (-)

 Perkusi : Timpani

30
 Auskultasi : BU (+) Normal

Genitalia :

 Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

 Diagnosis :

P1A0H1 post SCTPP a/i PEB dalam regimen MgSO4 8gr dalam IVFD RL 500
cc dosis menteinence + oligohidramnion (Ibu dan anak baik).

 Sikap :

 Kontrol KU, VS, PPV

 Breast care

 Vulva hygiene

 Terapi :

 IVFD RL 500cc drip MgSO4 40% 20 tetes/i

 IVFD RL 500cc drip oxytocin 2 ampul

 Metildopa 250mg 3x1

 Nifedipin 3x10

 Dexa 1x2 amp

 Cefadroxyl 500mg 2x1

 Asam mefenamat 500 mg 2x1

 Vitamin C 50 mg 2x1 tab

 Sulfas ferrosus 300 mg 2x1

31
06 Desember 2017 jam 08.00

S : ASI +/+, demam (-), BAK (+), BAB (-)

O : KU : sedang, KES : CMC, TD : 130/70 mmHg

A : P1A0H1 Post SCTPP a/i PEB dalam regimen MgSO4 8gr


dalam IVFD RL 500 cc dosis menteinence. + Oligohidromnion

Planing :

 IVFD RL 500cc drip MgSO4 40% 20 tetes/i

 IVFD RL 500cc drip oxytocin 2 ampul

 Metildopa 250mg 3x1

 Nifedipin 3x10

 Dexa 1x2 amp

 Cefadroxyl 500mg 2x1

 Asam mefenamat 500 mg 2x1

 Vitamin C 50 mg 2x1

 Sulfas ferrosus 300 mg 2x1

 Metildopa 250mg 3x1

32
BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang wanita berusia 15 tahun masuk ke IGD RSUD Solok pada tanggal
5 desember 2017 pukul 11.00 WIB. Pasien rujukan dari PUSKESMAS
Paninggahan dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid posterm 41-42 minggu + PEB.
Sebagai panduan untuk diskusi pada target akademis komprehensif ilmiah maka
kita akan membahas beberapa pertanyaan referensi sebagai berikut:
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar?
2. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?
3. Apa penyebab preeklampsi berat pada pasien ini?

1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar?

 Dari anamnesa diketahui pasien primipara, tidak haid sejak ± 8 bulan yang
lalu. HPHT : 01-02-2017 TP : 08-11-2017

. Dari pemeriksaan fisik, perut membuncit sesuai usia kehamilan, tinggi


fundus uteri 32 cm. Maka pasien dalam kehamilan preterm 34-35 minggu.

Dari anamnesa, diketahui sebelumnya pasien kontrol ke Bidan,


didapatkan tensi tinggi 160/90 mmHg, protein urin +1, pasien belum diberi
regimen MgSO4 .keluhan nyeri kepala hebat tidak ada, pandangan kabur
tidak ada, nyeri epigastrium tidak ada. Dapat disimpulkan bahwa pada pasien
ini sudah ada gejala klinis preeklampsi berat.

Dari anamnesa, keluhan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada,


keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada, keluar air-air yang
banyak dari kemaluan tidak ada, keluar darah yang banyak dari kemaluan
tidak ada. Pada pasien tidak ada tanda-tanda inpartu. Pada riwayat penyakit
dahulu, pasien Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal,
DM dan hipertensi .

33
Pada pemeriksaan Leopold, Leopold 1 ditemukan teraba massa besar
lunak, noduler. Leopold 2 teraba tahanan terbesar janin di sebelah kiri ibu dan
teraba bagian-bagian kecil janin di sebelah kanan ibu. Leopold 3 teraba massa
bulat, keras, melenting. Leopold 4 konvergen. Kesimpulannya, pasien
memiliki janin hidup tunggal presentasi kepala.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan

 Hemoglobin : 12,7 gr%


 Hematokrit : 38,5 %
 Leukosit : 15.30 mm3
 Trombosit : 203.000 mm3
 HbsAg : negatif
 Protein :+

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang, maka diagnosa pada pasien ini tidak tepat. Diagnosa yang tepat
adalah G1P0A0H0 Gravid posterm 43-44 minggu + PEB dalam regimen MgSO4
8gr dalam IVFD RL 500 cc dosis menteinence + Oligohidramnion.

Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?

Pasien ini direncanakan terminasi kehamilan dengan sectio caesarea.


Indikasi dilakukan sectio caesarea pada pasien ini adalah karena preeklampsia
berat.
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah
konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif
sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu
persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan.
Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi,

34
disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah
usia kehamilan 34 minggu. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34
minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin
sebaiknya diberi kortikosteroid.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi
berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan
perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam
setelah diagnosis dibuat.

Magnesium sulfat digunakan untuk mengobati eklampsia dan sebagai


pencegah kejang pada preeklamsia berat. Tidak terdapat perbedaan bermakna
antara pemberian regimen magnesium sulfat intramuskular dengan pemberian
secara intravena. Tidak ditemukan efek yang membahayakan terhadap ibu
maupun bayi jika diberikan dalam dosis yang dianjurkan. Setiap pemberian
regimen magnesium sulfat harus selalu disediakan antidotum yaitu kalsium
glukonas. Pemakaian magnesium sulfat lebih baik jika dibandingkan dengan
penggunaan diazepam dan fenitoin sebagai antikonvulsan pada preeklampsia-
eklampsia. Pemberian magnesium sulfas sebagai antikejang lebih efektif
dibanding fenitoin, berdasar Cochrane Review terhadap enam uji klinik, yang
melibatkan 897 penderita eklampsia. Magnesium sulfat menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuskuler.

Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi


berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik <
110 mmHg. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral
short acting, hidralazine dan labetalol parenteral. Alternatif pemberian
antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol. Pada pasien
ini diberikan nifedipin tablet 3x10mg dan metildopa 3x500 mg.

2. Apa penyebab preeklampsi berat pada pasien ini?

35
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuria.

36
BAB V
KESIMPULAN

Preeklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah ≥


160/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai
triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.

Preeklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa


menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan,
persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.

Preeklampsia paling tepat digambarkan sebagai sindrom khusus kehamilan


yang dapat mengenai setiap organ. Meskipun preeklampsia lebih dari sekedar
hipertensi gestasional sederhana ditambah proteinuria (≥0,3), timbulnya
proteinuria merupakan kriteria diagnostik objektif yang penting.
Semakin berat hipertensi atau proteinuria, maka semakin pasti diagnosis
preeklampsia, dan semakin mungkin terjadi komplikasi yang merugikan. Serupa
dengan hal tersebut, temuan laboratorium yang abnormal pada pemeriksaan fungsi
ginjal, hati, dan hematologi akan semakin memastikan diagnosis preeklampsia.

37
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2002.


Kehamilan Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta.

Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,


Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi
ke-22, New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808

Gopar adul, pdf. Preeklampsi, 12 Mei 2012, diakses tanggal 29 September


2017 dari, http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf

Mariam Siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 29


September 2017 dari, http://sitimaryamhsb.makalah-pre-eklamsia.html

Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu kebidanan dan Penyakit


Kandungan, 2008. Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo
Surabaya.

Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi


ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301

Wibowo, Noroyono, dkk. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.


Diagnosa dan Tatalaksana Pre-Eklampsia. Jakarta: POGI Himpunan
Kedokteran Fetomaternal.

38

Anda mungkin juga menyukai