Anda di halaman 1dari 36

Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi

Nomor 1519.K/20/MPE/1999
Tentang
Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh
Dalam Pengawasan Dan Pemantauan
Kegiatan Pertambangan Dan Energi

Perusahaan atau perseorangan yang melakukan


kegiatan usaha di bidang pertambangan dan energi
wajib memanfaatkan teknologi penginderaan jauh
Implementasi peraturan tsb perusahaan/perseorangan yang melakukan
kegiatan pertambangan akan melakukan :
• Penyediaan informasi rona awal situasi wilayah pertambangan
sebelum kegiatan dimulai
• Pengawasan dan pemantauan kinerja kegiatan pertambangan dan
energi
• Pengawasan dan pemantauan kinerja pengelolaan wilayah dan
lingkungan pertambangan dan energi
• Pengawasan dan pemantauan lingkungan akibat kegiatan usaha di
bidang pertambangan dan energi.
Aplikasi
Inderaja
dalam
monitoring
deformasi
Tambang
Penerapan Penginderaan Jauh
untuk Tambang di Indonesia
• Pemetaan geologi  Belum Selesai
• Di luar Pulau Jawa Peta geologi  berskala kecil (1:250.000 dan
1:500.000), beberapa wilayah bahkan belum selesai dipetakan.
• Peta skala tersebut untuk penggunaan lebih detail (skala operasional)
masih belum dapat dipakai karena kurang detail informasi yang diperoleh.
• Peta-peta geologi skala menengah (1:50.000 dan 1:100.000) baru meliputi
pulau besar tertentu, dalam beberapa hal masih memerlukan revisi
dan updating.
• Peta-peta berbasis geologi perlu dikembangkan untuk menunjang
kegiatan eksplorasi mineral dan energi
• Jika peta geologi detail belum ada perlu dibuat secara khusus.
Inderaja Praktis untuk Tambang  Daratan
• Mengenal dan memetakan obyek dan parameter kebumian yang
spesifik  Tematik  Batuan – Geologi
• Dua metoda yang umum dilakukan
• metoda visual/manual yaitu mengenal obyek dan gejala geologi spesifik yang
dapat dilihat pada citra seperti perbedaan jenis batuan, bidang
perlapisan, struktur sesar.
• Melalui ekstraksi otomatis dari obyek dengan memakai cara dan formula
tertentu dengan menggunakan software yang ada (digital processings).
• Kedua cara di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
gabungan keduanya akan lebih efektif dan optimal.
Inderaja Praktis untuk Pantai dan Pesisir
• Wilayah dan garis pantai Indonesia sangat panjang dan luas, hanya sedikit
sekali diketahui dari padanya baik dalam hal sumberdaya alam yang dimiliki
(mineral dan bahan galian, sumberdaya air, lahan) maupun kondisi
lingkungannya.
• Pemetaan pada daerah pantai sulit dilakukan karena sukarnya diperoleh
singkapan batuan, aksesibilitas sukar (rawa pantai) dan mahal karena
sebagian besar harus dilakukan melalui survei bawah permukaan (geofisika
dan pemboran).
• Sebaliknya daerah pantai dan pesisir merupakan wilayah ekonomi yang
potensial sebagai lahan pemukiman, prasarana perhubungan, jasa industri
dan sebagainya.
• Kepincangan dari kedua masalah tersebut perlu dipecahkan secara cermat.
Klasifikasi Pantai dan Pesisir
Berdasar Pembentukannya
Proses endogenik :
pantai gunungapi, pantai terangkat (uplifted dan
tilted).
Proses eksogenik :
aktivitas laut (oseanografi), proses sedimentasi dari
darat dan laut dan gabungan keduanya.
Proses biogenik :
pembentukan terumbu karang dan hutan bakau
Citra Landsat yang menampakkan garis pantai
Lingkungan daerah tambang
• Resolusi 30m  Sudah cukup sebagai data awal
• Resulusi yang lebih tinggi  Keperluan Lebih detail
• Penggunaan citra :
Monitoring  time series (sebelum dan sesudah kegiatan penambangan)
Landscape (kenampakan permukaan bumi)
Landcover (kenampakan tutupan lahan)
• Wilayah pertambangan yang dikelola dengan baik pada umumnya
relatif teratur, efisien dan rapih sebaliknya apabila pengelolaannya
kurang baik maka perusakan permukaan tidak teratur dan acak
Tambang
batubara,
Kalimantan
Selatan
Bukaan
tambang
Batu Hijau,
NTB
Tambang
pasir
besi
Cilacap
Bukaan
tambang
Grazberg,
Freeport
Tambang
emas
Pongkor,
Jawa
barat
Inderaja Praktis Monitoring Lokasi Tambang
1. Kemampuan data penginderaan jauh  cukup menjanjikan
1. keperluan pemetaan geologi  secara umum
2. implementasi  eksplorasi sumberdaya mineral dan energi
3. Berbagai informasi mengenai batuan, struktur geologi dan bentuk-
bentuk morfologi yang berkaitan dengan kerawanan bencana geologi
terrekam dengan baik.
2. Data penginderaan jauh dapat memberikan informasi awal
kondisi geologi pada daerah yang belum dipetakan, dapat
dipakai untuk map updating dan diintergasikan dengan data lain
misalnya data geofisika.
Aplikasi Inderaja

PEMANTAUAN TEKNOLOGI INDERAJA


UNTUK
PEMANTAUAN KERUSAKAN HUTAN

Adang Setiawan
http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Lingkungan/pemantauanhutan.asp
Latar Belakang
•Kelebihan teknologi inderaja
 meliputi wilayah yang luas

•Informasi tentang perkembangan dan


perubahan kondisi wilayah penambangan
yang terjadi dapat diperoleh baik secara
visual, spasial, digital dan multi temporal
Mempelajari
kecenderungan
yang terjadi
MODEL PREDIKSI
Lokasi Kegiatan
wilayah kegiatan pertambangan (PKP2B, SIPD, KP) yang saat ini sebagian
wilayahnya masih tumpang tindih dengan wilayah hutan yaitu :

• Kab. Aceh Besar, NAD • Kab. Kolaka, Sulawesi Tenggara


• Kab Tapanuli Selatan, Sumatera Utara • Kab. Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah
• Kab. Tanggamus, Lampung • Kab. Gorontalo, Sulawesi Utara
• Kab Pontianak, Kalimantan Barat • Kab. Sumbawa, . NTB
• Kab. Barito Utara, Kalimantan Tengah • Kab. Halmahera Tengah, Maluku Utara
• Kab. Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan • Kabupaten Fak-Fak, Irian Jaya
• Kab. Kutai Timur, Kalimantan Timur
Tujuan Penelitian

•memantau kerusakan hutan akibat


aktifitas penambangan dan non
penambangan
•diketahui aktifitas apa yang paling
sangat berpengaruh terhadap kerusakan
hutan.
Diagram
Pengolahan
Data
Data citra harus dikoreksi terhadap sistem
koordinat bumi, hal ini dimaksudkan agar
informasi data telah sesuai keberadaannya di
bumi. Tahapan penting dari proses ini adalah
relokasi posisi piksel ke posisi yang seharusnya
dan proses resampling nilai piksel (interpolasi
spektral)
• Titik control tanah (GCP) di lapangan yang diperlukan
untuk proses koreksi geometrik.
• Titik-titik kontrol berupa objek di lapangan yang
terlihat di peta rujukan dan terlihat pada citra.
• Titik kontrol ini bisa berupa persilangan jalan dengan
sungai, persimpangan jalan, titik pada garis pantai,
ataupun objek apa saja yang terlihat jelas baik di peta
rujukan maupun di citra
• Dari hasil analisis terhadap 117 scene citra Aster yang diakuisisi dari
tahun 2000 hingga 2004, yang mana data tersebut meliputi 15
perusahaan yang ada di 13 propinsi, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
• Kajian ini bisa dijadikan model dalam melakukan pemantauan
kerusakan lingkungan atau lahan akibat aktifitas tertentu baik alami
seperti gempa bumi atau gunung berapi, maupun akibat aktifitas
manusia seperti illegal logging, penambangan tanpa ijin.
• Kerusakan hutan yang disebabkan oleh kegiatan tambang yang legal
ternyata relatif kecil sekali yaitu antara 1,064% hingga 41% dari
masing-masing luas daerah Kontrak Karya, PKP2B atau KP.
• Beberapa perusahaan masih dalam tahap kegiatan eksplorasi,
sehingga belum terlihat adanya kerusakan akibat aktivitas
penambangan, bahkan sebaliknya kegia-tan non-penambangan yang
lebih besar penyebab kerusakan hutan.

Anda mungkin juga menyukai