KASUS I
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 2
C. METABOLISME ............................................................................................................. 17
D. DAMPAK ....................................................................................................................... 27
A. FAKTOR INTRINSIK...................................................................................................... 28
B. KONSELING .................................................................................................................... 39
2
BAB I
Obesitas diartikan sebagai peningkatan berat badan di atas 20% dari batas normal.
Penderita obesitas memiliki status nutrisi yang melebihi kebutuhan metabolisme karena
kelebihan masukan kalori dan/atau penurunan penggunaan kalori artinya masukan kalori
tidak seimbang dengan penggunaannya yang pada akhirnya berangsur-angsur berakumulasi
meningkatkan berat badan.
AD-1.1.7 1
Body Compartment
Estimates (Rasio Lingkar
Pinggang dan Pinggul)
3
Pada remaja pengukuran IMT sangat terkait dengan umurnya, karena dengan
perubahan umur terjadi perubahan komposisi tubuh dan densitas tubuh. Karena itu,
kasus Q digunakan indikator IMT menurut umur, biasa disimbolkan dengan IMT/U.
Berdasarkan IMT menurut umur WHO 2007, Q termasuk dalam kategori obesitas.
Lemak yang berada di sekitar perut memberikan risiko kesehatan yang lebih
tinggi dibandingkan lemak di daerah paha atau bagian tubuh yang lain. Suatu metode
yang sederhana namun cukup akurat untuk mengetahui hal tersebut adalah lingkar
pinggang. Lingkar pinggang Q adalah 90 cm, sehingga memiliki resiko kesehatan.
30,1−21,1
Z Score = 24,3−21,1
10
= 3,2
= 3,125 (Obesitas)
2. Biokimia
Domain Data Keterangan
BD-1.7.7 155 mg/dl Tinggi
Triglycerides, serum
BD-1.7.2 30 mg/dl Rendah
Cholesterol, HDL
4
Q memiliki masalah pada kadar trigliseridanya yang tinggi dan kadar HDL
nya yang rendah.
3. Riwayat Gizi
Domain Data Interpretasi
FH-1.1.1.1 Total Energi 2955,4 kkal 152,77 % (berlebih)
Intake
FH-1.2.2.3 Meal/Snack Mengonsumsi
Pattern makanan
obesogenic
Tidak suka minum
air putih, lebih suka
minuman kemasan
dingin
Tidak pernah
sarapan
Tidak suka sayur
FH-1.5.1.1 Total fat 77,5 g 133,82 % (berlebih)
FH-1.5.2.1 Total Protein 98,8 g 101,12 % (berlebih)
FH-1.5.3.1 Total 458,3 g 108,22 % (berlebih)
Carbohydrate
FH-7.3.1 Physical Setiap hari minggu
Activity History jogging selama 1
jam
Bermain game
hingga larut malam
5
AdBW = 0,25 (ABW – IBW) + IBW
= 0,25 (87 – 63) + 63
= 0,25 (24) + 63
= 6 + 63
= 69
BMR (Mifflin) = (10 x Weight) + (6,25 x Height) – (5 x Age) + 5
= (10 x 69) + (6,25 x 170) – (5 x 17) + 5
= 690 + 1062,5 – 85 + 5
= 1670,5 kkal
Kebutuhan Energi = BMR x Faktor Aktivitas
= 1670,5 x 1,56
= 2605,98 kkal
Protein 15%
Kebutuhan Protein = 2605,98 x 15%
= 390,89 kkal
390.89
= gram
4
= 97,72 gram
Lemak 20%
Kebutuhan Lemak = 2605,98 x 20%
= 521,2 kkal
521,2
= gram
9
= 57,91 gram
Karbohidrat 65%
Kebutuhan Karbohidrat = 2605,98 x 65%
= 1693,9 kkal
1693,9
= gram
4
= 423,47 gram
2955,4
Pemenuhan Energi = 2605,98 x 100%
= 113,4%
6
98,8
Pemenuhan Protein = 97,7 x 100%
= 101,12%
77,5
Pemenuhan Lemak = 57,91 x 100%
= 133,82%
458,3
Pemenuhan Karbohidrat = 423,47 x 100%
= 108,22%
4. Client History
5. Ecology
Berdasarkan pemaparan etiologi pada pasien Q adalah kesibukan kedua
orang tua yang bekerja ibu Q bekerja sebagai pegawai PNS dan ayah Q bekerja
sebagai pegai di BUMN, pola makan, dan lingkungan obesogenic. National
Institute for Health and Care Excellence (NICE) Inggris menyalahkan
lingkungan obesogenic sebagai penyebab seseorang mengalami obesitas.
Lingkungan ini mendorong orang untuk mengonsumsi makanan tidak sehat dan
tidak melakukan olahraga yang cukup. Lingkungan obesogenic adalah sebuah
keadaan pola hidup sedenter dan banyaknya makanan berkalori tinggi. Pola
hidup sedenter adalah pola hidup yang minim aktivitas, tidak berolahraga, dan
konsumsi makanan berkalori tinggi. Apalagi kini sangat mudah untuk mencari dan
7
menemukan makanan kapanpun karena outlet-outlet makanan sudah ada di
mana-mana. Prof. Mike Kelly, direktur pusat kesehatan masyarakat NICE
mengatakan lingkungan obesogenic biasanya merupakan suatu tempat yang
berada di daerah perkotaan. Banyak mobil dan jenis kendaraan lain yang
berlalu- lalang di lingkungan ini.
a. Jangka Pendek
Membuat seseorang merasa kenyang, jadi tidak ada keinginan untuk
makan. Lalu merangsang saraf untuk mengirimkan sinyal bahwa makanan yang
dimakan sudah cukup, dan siap untuk dicerna. Membutuhkan reseptor dari
saluran pencernaan, oral, dan hormone saluran pencernaan yang menekan atau
meningkatkan asupan makanan. Hormone saluran pencernaan yang berkontribusi
yaitu cholecystokinin (CCK), glucagon-like peptide 1 (GLP-1). CCK muncul
karena ada lemak di duodenum, sedangkan GLP-1 muncul karena respon gizi
terutama karbohidrat. GLP-1 mempunyai efek penekan yang kuat terhadap
hypothalamic feeding center. Ghrelin adalah hormone yang dihasilkan utama di
perut, jumlahnya mencapai puncak keteki sebelum makan tetapi akan menurun
setelah makan. Sehingga akan menstimulasi rasa lapar dan keinginan untuk
makan.
8
Bertolak belakang dengan jumlah produk lipid yang dipecah, seperti asam keto
yang menyebabkan berkurangnya rasa lapar. Bukti baru-baru ini, mengatakan
bahwa hipotalamus juga merasakan jumlah energi melalui hormone leptin yang
dihasilkan oleh sel adiposa. Stimulasi reseptor leptin dalam hipotalamus juga
berpengaruh dalam menurunkan rasa lapar dan asupan makanan. Begitu juga
meningkatkan metabolisme dan konsumsi energi, leptin juga memengaruhi
pengurangan pelepasan insulin dari sel beta pancreas yang mengurangi
penyimpanan dalam sel-sel adiposa. Dipengaruhi juga oleh tingkat obesitas
seseorang. Leptin yang dihasilkan bergantung pada kadar trigliserida yang
disimpan dalam tubuh.
a) Jaringan Adiposa
Sel adiposa adalah sel yang membentuk jaringan lemak dan memiliki
fungsi utama sebagai tempat menyimpan lemak. Sel adiposa adalah jaringan ikat
longgar yang mengisi ruang antar orang dengan jaringan untuk menyediakan
dukungan struktural dan metabolik. Dihubungkan dengan jaringan areolar dengan
cara penyebaran sel-sel lemak yang khusus disediakan untuk menampung lemak.
Jaringan adiposa ini berbeda dengan lainnya dan yang mempunyai
karakteristik dalam pembentukan energi dan penyimpanan sel lemak. Sel adiposa
sangat kaya dengan pembuluh darah dan persyarafan (Sistem neurovaskuler)
menjadi penting bagi tubuh dalam memelihara kebutuhan keseimbangan energi,
penyimpanan energi dalam bentuk lipid (lemak), mobilisasi cadangan energi
dalam merespon rangsangan hormonal serta perubahan signal sekresi. Cadangan
energi utama tersebut disimpan dalam bentuk trigliserida. Jaringan adiposa
tersebut terletak dibawah kulit, tetapi juga dapat ditemukan di sekeliling organ.
Fungsi :
9
e. Fungsi sebagai kelenjar endokrin yang memproduksi hormon seperti
leptin, resistin dan TNF-α, juga mensekresi berbagai messenger kimia,
termasuk angiotensinogen dan adiponektin.
Distribusi lemak seseorang dapat hadir dalam berbagai bentuk dan ukuran
yang berbeda. Istilah yang digunakan untuk orang yang lemaknya cenderung
terdistribusi ke bagian atas adalah “tubuh apel”. Sedangkan untuk orang yang
lemak nya cenderung terdistribusi lebih banyak ke bagian bawah tubuh disebut
“tubuh pir”.
WAT
Sel ini mengandung vakola lipid yang besar dikelilingi oleh ring
sitoplasma, inti tampak datar dan berada di perifer. Kumpulan lemak ini
tampak agak cair dan terdiri dari trigliserid sebagai kandungan utama. WAT
ini mensekresikan resistin dan leptin. lebih banyak ditemukan pada orang
dewasa, sebenarnya tampak bewarna kekuningan karena akumulasi berbagai
macam pigmen. Sel adiposa jenis ini berbentuk globular berukuran besar
(unilocular) tak bermembran. Berperan utama dalam regulasi transpor lipid.
Fungsi fisiologis paling penting dari jaringan adiposa putih seperti koagulasi,
10
regulasi nafsu makan, imunitas, metabolisme glukosa dan lipid, reproduksi,
angiogenesis, fibrinolisis, homeostasis berat badan dan kontrol nada vaskular.
BAT
Sel ini berbentuk polygonal, terdiri dari sitoplasma dengan bintik bintik
lipid yang kasar. Nukleus berbentuk bulat dan eksentrik. hanya dapat
ditemukan pada kondisi tertentu yaitu pada bayi baru lahir dan anak-anak.
BAT terdiri atas sel-sel yang banyak mengandung sitokorm mitokondria. BAT
mengandung thermogenin, sejenis protein yang berperan dalam transport
elektron dari fosforilasi oksidatif dan menghamburkan gradien proton
melewati membran mitokondria bagian dalam sehingga menghasilkan lebih
banyak panas dibandingkan ATP. BAT ini akan berkurang pada usia dewasa
muda.Jaringan BAT lebih dominan sebagai unsur jaringan sel adiposa
dibanding dengan yang menempati jaringan sel multilokular yang dikenal sel
adiposa atau sel lemak. BAT penuh dengan trigliserida yang merupakan
cadangan makanan dan cadangan energi. BAT menggunakan trigliserida
cadangan makanan ini untuk memenuhi kebutuhan panas badan. BAT akan
meningkatkan/menyebabkan panas badan dengan melepaskan gradient proton
dari sintesa ATP di dalam membran mitokondria bagian dalam. Thermogenin,
adalah protein transmembran didalam mitokondria sebagai penyebab lepasnya
proton dari sintesa ATP, kemudian menghasilkan panas.
Leptin
Pada tahun 1994 Leptin (LPT) baru ditemukan sebagai suatu protein pada
gen obes ob/ob dapat mengkoda leptin, yaitu suatu peptida 16 KD yang
disekresikan oleh sel adiposa. Leptin yang berperan sebagai regulator utama
dalam pengaturan keseimbangan energi. Leptin bekerja di reseptor neural pada
susunan syaraf pusat, yaitu di hipotalamus untuk meghambat asupan makanan
dan meningkatkan penggunaan energi.
Secara umum leptin berperan dalam menghambat rasa lapar dan
meningkatkan metabolisme energi. Pada individu dengan jaringan lemak yang
berukuran besar mengandung lebih banyak leptin dibandingkan dengan
jaringan lemak yang lebih kecil, sedangkan pada obesitas sering dijumpai
adanya resistensi leptin. Keadaan ini terjadi akibat gangguan transportasi
leptin pada otak sehingga Hipothalamus pada individu dengan obesitas
menjadi kekurangan leptin. Leptin akan meningkatkan signal pencadangan
lemak dengan didahului penurunan asupan makanan. Fungsi lain leptin adalah
menurunkan signaling pencadangan lemak akibat peningkatan asupan
makanan dan penurunan penggunaan energi ( metabolic rate yang menurun).
12
Leptin yang dikat oleh reseptor neural di Hipothalamus akan menurunkan
kadar neuropeptide Y, yang menimbulkan turunnya appetite dan signal sel
adiposa untuk penghancuran trigleserida sebagai upaya melepaskan asam
lemak bebas kemudian digunakan untuk proses oksidasi, yang dipengaruhi
insulin dan beberapa sitokin. Insulin dalam waktu singkat akan
mempromosikan uptake glukosa oleh sel adiposa, hal ini terjadi dengan terjadi
peningkatan cadangan triacylglyceride dan peningkatan deposit lemak.
Peningkatan leptin akan menyebabkan penurunan asupan makanan. Selain
diikat oleh neuro reseptor leptin di hypothalamus juga oleh reseptor di sel T.
Diduga hal ini dihubungkan dengan kaitan antara sel adipose dengan sistem
imunitas. Leptin bekerja dengan menghambat aksi neuropeptide Y (NPY) dan
agouti-related peptide (AgRP) serta meningkatkan aksi α-melanocortin
stimulating hormone (α-MSH).
Represi anabolik, menyebabkan penurunan asupan makanan dan
ekspenditure energi. Aksi leptin pada hypothalamus menyebabkan down-
regulation NPY dan AgRP. Keduanya dangat poten sebagai molekul
orixigenic (appetite –Stimulating), yang meningkatkan asupan energi.
Aktifasi katabolik, juga disebabkan penurunan asupan makanan dan energi
ekspenditur. Leptin pada umumnya diperlukan pemecahan pro-
opiomelanocortin (POMC) sebagai molekul prekusor.
Resistin
Diduga resistin merupakan penghubung antara peningkatan masa lemak
dan resistensi insulin. Resistin diekspresikan dalam WAT dan terdeteksi dalam
serum. Pada keadaan resistensi insulin, ekspresi resistin di jaringan lemak (
tempat resistensi insulin tersebut berlangsung) seharusnya meningkat. Resistin
juga lebih diekspresikan di jaringan lemak abdominal dibandingkan dengan
lemak subkutan, akan tetapi penelitian penelitian selanjutnya menunjukan
bahwa ekspresi mRNA resistin dan proteinnya di berbagai model binatang
percobaan yang obes ternyata tertekan. Resistin diduga merupakan
penghubung antara sel adiposa dan resistensi insulin, dengan cara
13
menghambat ambilan glukosa yang distimulasi insulin (insulin mediated
glucose uptake) serta menghambat diferensiasi sel adiposa.
Adiponektin
Adiponektin, yang juga dikenal sebagai adipoQ dan Acrp30, merupakan
salah satu adipositokin yang secara spesifik dihasilkan oleh jaringan adiposa.
Adiponectin (Adipocyte complement-related protein of 30 kDa - Acrp30):
Adalah protein spesifik yang berikatan dengan sel otot dan mempromosikan
penggunaan dan oksidasi karbohidrat dan lipid. Kadar adiponektin menurun
pada penderita diabetes dan obes. Regulasi adiponektin dipengaruhi oleh
sekresi sitokin antara lain TNF α. Penurunan kadar adiponektin berhubungan
dengan obesitas dibuktikan dengan percobaan yang menggunakan mencit (
knock out- mice) dimana gen adiponektin telah di nonaktifkan sehingga
kemampuan untuk menghilangkan asam lemak bebas di dalam plasma
menjadi turun. Tingginya kadar asam lemak bebas di dalam plasma
merupakan faktor utama penyebab aterosklerosis. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan antara obesitas, aterosklerosis dengan kadar adiponektin.
Secara struktural, adiponektin menyerupai serabut kolagen, faktor komplemen
dan TNF-α.. Struktur dasar dari adiponektin terdiri dari 244 asam amino
dengan 4 domain: amino-terminal signal sequence, variable region,
collagenous domain dan carboxy-terminal globular domain.
14
kesuburan, dan (3) wanita berhenti menstruasi saat kandungan lemak tubuh
mereka menjadi sangat rendah.
Leptin berfungsi sebagai suatu duta (massanger) dari jaringan adiposa yang
memberikan informasi ke otak mengenai ukuran massa lemak. Salah satu efek
utamanya adalah sebagai penghambat sintesa dan pelepasan neuropeptida Y,
dengan cara meningkatkan asupan makanan, menurunkan thermogenesis dan
meningkatkan kadar insulin.
Kadar leptin menurun dalam 12 jam setelah kelaparan atau selama puasa dan
meningkat setelah beberapa hari mengkonsumsi banyak makanan (Klein &
Romijn, 2008). Sebagai kontrol terhadap keseimbangan energi pada manusia,
leptin merupakan hormon anti obesitas yang didasarkan pada hipotesis bahwa
kadar leptin yang tinggi akan mencegah terjadinya obesitas (Bravoet al, 2006).
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa kadar leptin lebih tinggi pada
orang yang obesitas dibanding orang dengan berat badan normal (Considine,
1996). Kadar leptin yang bersirkulasi dalam darah orang normal diketahui sebesar
1-3 ng/mL, sedangkan kadar leptin yang bersirkulasi dalam darah penderita
obesitas sebesar 100 ng/mL (Hoda et al., 2012).
b) Dopamin
Dopamin adalah salah satu senyawa katekolamin yang paling signifikan
dalam memainkan peranan sebagai neurotransmiter yang dapat mempengaruhi
fungsi otak. Defisiensi dopamin dalam jaringan otak menyebabkan gangguan
neurologis seperti penyakit parkinson dan schizophrenia. Obat-obat yang
digunakan untuk terapi gangguan tersebut pada umumnya adalah obat-obat yang
15
memodifikasi transmisi dopamin. Dopamin dapat meningkatkan rasa senang,
motivasi, daya pikir, tidak mudah lelah dan dapat memberikan rasa nyenyak
ketika tidur. Efek ini hampir serupa dengan efek kokain. Oleh karena itu dopamin
dapat disalahgunakan sebagai hormon untuk meningkatkan kadar dopamin dalam
tubuh. Dalam hal ini maka penting perlu dilakukannya pengukuran terhadap
dopamin.
Fungsi Dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh
neuron- neuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama
berakhir pada regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya sebagai
inhibisi.
Dopamin bersifat inhibisi pada beberapa area tapi juga eksitasi pada
beberapa area. Sistem norepinefrin yang bersifat eksitasi menyebar ke setiap area
otak, sementara serotonin dan dopamin terutama ke regio ganglia basalis dan
sistem serotonin ke struktur garis tengah (midline).
c) Serotonin
Serotonin adalah adalah suatu neurotransmiter monoamino yang
disintesiskan pada neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-
sel enterokromafin dalam saluran pencernaan. Hormon ini dipercaya sebagai
pemberi perasaan nyaman dan senang.
Serotonin disekresikan oleh nukleus yang berasal dari rafe medial batang
otak dan berproyeksi disebahagian besar daerah otak, khususnya yang menuju
radiks dorsalis medula spinalis dan menuju hipotalamus. Serotonin bekerja
sebagai bahan penghambat jaras rasa sakit dalam medula spinalis, dan kerjanya di
daerah sistem syaraf yang lebih tinggi diduga untuk membantu pengaturan
kehendak seseorang, bahkan mungkin juga menyebabkan tidur.
Serotonin berasal dari dekarboksilasi triptofan, merupakan vasokontriksi
kuat dan perangsang kontraksi otak polos. Produksi serotonin sangat meningkat
pada karsinoid ganas penyakit yang ditandai sel-sel tumor penghasil serotonin
yang tersebar luas didalam jaringan argentafin rongga abdomen.
16
C. METABOLISME
1. Metabolisme Karbohidrat
Metabolisme karbohidrat adalah proses kimia yang berlangsung dalam tubuh
makhluk hidup untuk mengolah karbohidrat, baik itu reaksi pemecahan
(katabolisme) maupun reaksi pembentukan (anabolisme). Bentuk karbohidrat
terpenting adalah glukosa, yaitu suatu senyawa gula sederhana
(monosakarida). Oksidasi pada satu gram karbohidrat menghasilkan energi sebesar 4
kkal (kilokalori); sementara dari lipid, 9 kkal. Metabolisme pada makhluk hidup
dengan respirasi aerob menguiraikan glukosa dengan oksigen untuk menghasilkan
energi, dan hasil sampingnya, karbon dioksida dan air.
17
secara tidak langsung. Tidak diragukan lagi ada molekul lain, yang belum
ditemukan, dari jaringan adiposa yang mempengaruhi metabolisme sistemik.
2. Metabolisme Lemak
Metabolisme lipid merupakan suatu proses senyawa kimia di dalam tubuh
dimana asam lemak di cerna oleh tubuh dan dipecah menjadi sumber energi lalu di
simpan dalam tubuh manusia untuk cadangan energi apabila energi sedang
mengalami kekurangan atau menurun. Lemak yang didapatkan untuk sumber
cadangan energi berasal dari trigliserid. Hasil olahan lemak di dalam tubuh
memproduksi asam lemak dan gliserol bahkan unsur monogliserid.
Asupan lemak yang berlebihan dalam jangka waktu yang panjang dapat
memicu terjadinya obesitas. Trigliserida merupakan penyimpan lipid utama dalam
jaringan adiposa. Trigliserida disebut juga triasilgliserol adalah lipid sederhana yang
terdiri dari asam lemak dan gliserol. Trigliserida terdiri dari tiga asam lemak, yang
masing-masing berhubungan dengan gliserol tunggal. Trigliserida merupakan
komponen lipid utama dalam asupan makanan, terdapat sekitar 98% dari total lipid
dan 2% sisanya terdiri atas fosfolipid dan kolesterol (bebas dan ester). Trigliserida
dapat disimpan dalam jumlah berlimpah untuk memasok kebutuhan energi tubuh
selama berbulan-bulan, seperti dalam kasus orang obesitas. Trigliserida disimpan
dalam jaringan adiposa, otot rangka, hati, paru-paru, dan usus untuk menyediakan
energi untuk proses metabolisme.
Pada penderita obesitas kadar trigliserida dalam darah lebih tinggi
dibandingkan orang yang tidak obesitas. Penumpukan lemak berlebihan yang terjadi
pada penderita obesitas mengakibatkan meningkatnya jumlah asam lemak bebas
(Free Fatty Acid/ FFA) yang dihidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL) endotel.
Peningkatan ini memicu produksi oksidan yang berefek negatif terhadap retikulum
endoplasma dan mitokondria.Free Fatty Acid yang dilepaskan karena adanya
penimbunan lemak yang berlebihan juga menghambat terjadinya lipogenesis
sehingga menghambat klirens serum triasilgliserol dan mengakibatkan peningkatan
kadar trigliserida darah.
3. Metabolisme Protein
Ada empat tahap metabolisme protein dalam tubuh, yaitu:
1. Pencernaan dan absorpsi protein
18
2. Metabolisme dan katabolisme asam amino
3. Siklus urea (asam sitrat)
4. Biosintesis asam amino non esensial
Proses mengunyah
Enzim pepsin bersama HCl mengubah protein menjadi proteosa dan pepton.
Dengan adanya HCl lambung berfungsi untuk mengaktifkan proenzim, denaturasi
protein, dan pH optimum pepsin akan menghidrolisis protein dalam lambung.
Isi lambung (kimus) secara intermitten masuk ke duodenum melalui spinkter pilorus.
Sekresi pankreas dan empedu yang sangat basa menetralkan asam dalam kimus pH
menjadi alkali (diperlukan untuk aktivitas enzim berikutnya)
Getah pankreas yang mengandung enzim tripsi dan kimotripsin akan mengubah protein,
proteosa, dan pepton menjadi polipeptida. Getah pankreas yang juga mengandung enzim
peptidase, yaitu:
-karboksipeptidase
-aminopeptidase dan dipeptidase
19
Asam amino yang terbentuk akan diserap masuk ke dalam darah.
Asam amino yang terbentuk di usus akan diabsorpsi dan dibawa oleh
peredaran darah ke dalam sel-sel tubuh. Metabolisme asam amino umumnya terjadi
di hati. Jika kelebihan di luar liver akan dibawa ke hati untuk diekskresikan. Sumber
asam amino:
20
Asam glutamat dapat mengalami proses deaminasi oksidatif yang
menggunakan glutamat dehidrogenase sebagai katalis. Asam glutamat merupakan
hasil akhir proses transaminasi, maka glutamat dehidrogenase merupakan enzim
yang penting dalam metabolisme asam amino oksidase dan D-asam oksidase.
Perubahan nitrogen -amino menjadi amonia oleh kerja terpadu glutamat
aminotransferase dan GDH disebut transdeaminasi.
21
nitrogen kedua pada urea.
4) Penguraian Asam Argininosuksinat
Pada tahap ini, argininosuksinat diuraikan menjadi arginin dan asam fulmarat
dengan katalis enzim argininosuksinase.
5) Penguraian Arginin
Pada tahap ini, arginin dikatalis oleh enzim arginase di dalam hati untuk
membentuk urea dan oritrin. Urea yang terbentuk akan dikeluarkan melalui urin.
Sedangkan oritrin yang terbentuk akan masuk kembali ke mitokondria untuk
bereaksi kembali dengan karbamilfosfat membentuk sitrulin. Siklus ini akan
berulang-ulang hingga menjadi suatu siklus.
Asam amino yang tidak diperlukan untuk biosintesis protein di dalam hati
akan dipecah menjadi Asetil KoA dan senyawa antara siklus asam sitrat menjadi
glukosa dan glikogen (melalui proses glukoneogenesis).
22
- Asam amino non esensial (dapat disintesis dalam tubuh), contohnya:
alanin, aspargin, aspartat, sistein, glutamate, glutamine, glisin, prolin, serin,
dan tirosin.
23
f. Biosintesis serin
Jalur utama untuk serin dimulai dari intermediat glikolitik 3-
fosfogliserat. NADH-linked dehidrogenase mengubah 3-fosfogliserat menjadi
sebuah asam keto yaitu 3-fosfopiruvat, sesuai untuk transaminasi subsekuen.
Aktivitas aminotransferase dengan glutamat sebagai donor menghasilkan 3-
fosfoserin, yang diubah menjadi serin oleh fosfoserin fosfatase.
g. Biosintesis glisin
Jalur utama untuk glisin adalah 1 tahap reaksi yang dikatalisis oleh
serin hidroksimetiltransferase. Reaksi ini melibatkan transfer gugus
hidroksimetil dari serin untuk kofaktor tetrahidrofolat (THF), menghasilkan
glisin dan N5, N10-metilen-THF.
h. Hidroksiprolin dan Hidroksilisin
Hidroksiprolin dan hidroksilisin berasal dari prolin dan lisin, tetapi
hanya setelah asam-asam amino ini tergabung ke dalam peptida. Untuk setiap
mol prolin atau lisin yang dihidroksilasi, satu mol alfa-ketoglutarat
didekarboksilasi menjadi suksinat. Satu atom O2, masuk ke dalam prolin atau
lisin, dan yang lain masuk ke suksinat.
Glikogen
Trigliserida
Glukosa
Glukoneogenesis Gliserol Asam Lemak
s
Laktat Piruvat Asam Amino
CO2 CO2
Lipolisis
Asetil Koa
Lipogenesis
Fosfoenol Protein
piruvat NH2
Asam
amino
CO2
Siklus
TCA
CO2 CO2 NH2
24
Gambar Metabolisme energi dan interaksinya ( Wardlaw & Insel,1990,hlm.
205.)
25
Gambar. Metabolisme energi dan interaksinya ( Whitney & Rolfes, 2011, hlm.
223 )
D. DAMPAK
Manifestasi Klinis Obesitas
1. Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik adalah sekumpulan gejala abnormal fisik dan metabolik
yang menjadi faktor resiko penyakit kardiovaskular (Klein et al., 2004). Sindrom
metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 kriteria yaitu
peningkatan kadar trigliserida (> 150 mg/dL), penurunan kadar kolesterol HDL (<40
mg/dL dan pada wanita <50 mg/dL), peningkatan tekanan darah (>130/85 mmHg)
dan peningkatan glukosa darah puasa (>100 mg/dL).
26
2. Resistensi Insulin
Obesitas berhubungan dengan meningkatnya asam lemak yang dapat memicu
resistensi insulin melalui metabolit intrasel pengaktivasi Protein Kinase C (PKC).
Aktivasi PKC menyebabkan aktivasi serin/treonin kinase yang menghambat sinyal
insulin dalam sel. Sekresi adipokin pada obesitas mengalami perubahan. Pada
obesitas terjadi akumulasi Adipose Tissue Macrophages (ATMs) yang meningkatkan
produksi sitokin inflamasi oleh jaringan adiposa yang menghambat sinyal insulin.
Obesitas mengaktivasi Nuclear Facto-B (NF-B) yang meningkatkan respon
inflamasi dan memperberat resistensi insulin. Asam lemak juga memicu resistensi
insulin melalui aktivasi langsung Toll Like Receptor-4 (TLR4) dan respon imun
bawaan. Resistin menjadi salah faktor yang mempengaruhi resistensi insulin.
3. Dislipidemia
Dislipidemia pada obesitas ditandai dengan hipertrigliseridemia karena
peningkatan jumlah asam lemak bebas di hati yang menyebabkan akumulasi
trigliserida di hati. Keadaan ini menyebabkan sintesis VLDL meningkat. Aktivitas
lipolisis kilomikron dapat terhambat oleh kompetisi kadar lipoprotein lipase karena
meningkatnya trigliserida remnant yang dikembalikan ke hati. Hipertrigliseridemia
menginduksi peningkatan pertukaran kolesterol ester dan trigliserida antara VLDL,
HDL, dan LDL oleh cholesterylester-transfer-protein (CETP). Konsentrasi HDL
menurun dan kandungan trigliserida dalam LDL juga menurun.
4. Hipertensi
Obesitas menginduksi terjadinya hipertensi melalui aktivitas simpatik,
mekanisme renal, hormonal dan proses disfungsi endotel vaskular. Distribusi asam
lemak bebas yang abnormal pada pasien obesitas meningkatkan sensitifitas α-
adrenergik vaskular dan berimplikasi pada peningkatan aktivitas α-adrenergik
5. Atheroskelerosis
Atherosklerosis adalah suatu penyakit dari arteri-arteri besar dimana timbul
lesi lemak atau plak ateromatosa pada dinding arteri. Atherosklerosis diawali oleh
pembentukan lesi fatty streak akibat akumulasi apolipoprotein B pada bagian
subendotel pembuluh darah. Akumulasi ini menyebabkan datangnya sel-sel
dendritik dan makrofag pada daerah lesi. Progresivitas atheroskelerosis berlanjut
dengan infiltasi sel T pada tunika intima yang menyebabkan retensi apolipoprotein-
B semakin parah. Pembentukan fibrous cap menurunkan stabilitas lesi dan
menyebabkan plak atherosklerosis mudah mengalami ruptur dan terbentuk trombus.
27
BAB II
PENYEBAB MASALAH
A. Faktor Intrinsik
1. Genetik
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dengan gen,
khususnya yang berkaitan dengan perilaku nafsu makan. Seorang obesitas akan
mewariskan sifat tersebut kepada keturunannya. Menurut penelitian Haines dkk
(2007), kelebihan berat badan pada orangtua memiliki hubungan positif dengan
kelebihan berat badan anak. Kegemukan seringkali dihubungkan dengan pola makan
dan kurangnya aktivitas fisik. Pernyataan tersebut mungkin benar, namun ada
penjelasan lain yang menyangkut kasus kegemukan atau obesitas, yaitu ada gen
yang bertanggung jawab atas kegemukan tersebut. Dilaporkan bahwa anak-anak dari
orang tua normal mempunyai 10% peluang menjadi gemuk. Peluang itu akan
bertambah menjadi 40-50% bila salah satu orang tua menderita obesitas, dan akan
meningkat menjadi 70-80% bila kedua orang tua menderita obesitas.
Menurut Kopelman, (2000) dan Newnham (2002), perubahan lingkungan
nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ- organ tubuh
terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-
sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya
berbagai penyakit. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek
pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid
dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas
ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe
(Newnham, 2002).
Disebutkan ada lebih dari satu gen yang bertanggung jawab atas obesitas,
diantaranya yang berkaitan dengan pengaturan asam lemak dan kolesterol dan
pengendalian rasa lapar atau pengaturan nafsu makan. Penelitian pada tikus yang
kegemukan menunjukkan adanya alel yang mengalami mutasi pada gen yang
bertanggungjawab atas obesitas. (Solomon dkk., 2008:1007). Banyak gen yang
dihubungkan sebagai faktor predisposisi terjadinya kelebihan lemak. Setidaknya ada
enam mutasi gen tunggal dapat menyebabkan obesitas berat dengan onset dini
namun jarang terjadi. Selain itu, ada beberapa sindrom yang dapatkan menyebabkan
obesitas, diantaranya Prader-Willi Syndrome dan Laurence - Moon - Biedl
28
syndrome. Obesitas yang sering terjadi merupakan hasil interaksi antara gen dengan
gen dan gen dengan lingkungan.
Kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedangkan
lingkungan menentukan ekspresi fenotip. Menurut Internasional Obesity Task Force
(IOTF) menyebutkan, faktor genetik hanya berpengaruh 1% dari kejadian obesitas
pada anak sedangkan 99% disebabkan oleh faktor lingkungan. Obesitas terjadi
karena adanya interaksi yang kompleks antara genetik dan lingkungan.
Berdasarkan hipotesis thrifty gene, populasi tertentu memiliki gen yang
menentukan peningkatan simpanan lemak tubuh yang dibutuhkan untuk cadangan.
Ada dugaan bahwa massa lemak dan sensitifitas insulin ditetapkan secara genetik
dan metabolik selama dalam kandungan (Baker Hypothesis). Di samping
mengendalikan massa lemak, gen juga mengatur distribusi jaringan lemak tubuh dan
peran gen dalam pemunculan sifat yang berkaitan dengan obesitas mencapai 50%
bahkan lebih. Telah ditemukan lebih dari 300 gen, marker dan kromosom yang erat
kaitannya dengan obesitas. Evolusi temuan gen dan marker yang berkaitan dengan
obesitas sangat cepat, dari hanya 24 pada tahun 1994 menjadi 384 pada tahun 2002.
Perkembangan temuan jumlah gen dan petanda yang berkaitan dengan
fenotip obesitas pada manusia
Tahun n
1994 24
1995 31
1996 50
1997 97
1998 126
1999 178
2000 214
2001 287
2002 384
29
disebut leptin (ob/ob) dan reseptor leptin (db/db). Gen ob adalah gen yang
menghasilkan hormon leptin. Pada manusia gen ini terdapat pada kromosom ke 7.
Gen yang terdiri dari 3 ekson dan 2 intron menyandi protein leptin yang diproduksi
oleh sel-sel lemak (adiposit).
Beberapa mutasi gen yang diperkirakan sebagai penyebab monofaktorial
obesitas antara lain: leptin, reseptor leptin, Pro-opiomelanokortin (POMC) dan
reseptormelanokortin4 (MC4R). Mutasi pada sistem ini jarang terjadi, tetapi dapat
mengakibatkan obesitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Sekolah Medis Universitas Boston
menemukan bahwa gen bernama INSIG2 bertanggung jawab terhadap obesitas. Gen
INSIG2 bertanggung jawab dalam menginhibisi sintesis asam lemak dan kolesterol.
Beberapa produk protein dari varian gen INSIG2 memiliki daya inhibisi yang rendah
sehingga orang-orang dengan varian gen ini akan cenderung lebih banyak
menumpuk lemak di dalam tubuhnya. Sekitar 1 dari sepuluh orang (10%) diduga
membawa varian gen ini.
Gen lain yang bertanggung jawab terhadap obesitas adalah gen FTO. FTO
adalah nama gen yang terletak pada kromosom 16 manusia. Berdasarkan hasil
penelitian orang-orang yang memiliki varian tertentu dari FTO dan memiliki
pasangan alel homozigot varian tersebut di dalam genomnya (16,4% dari subyek
penelitian) memiliki berat badan 3 kg lebih berat dari orang biasa dan memiliki
risiko terserang obesitas 1,5 kali lebih besar dari orang biasa. Gen FTO tampaknya
sangat aktif di hypothalamus, tingkat gen FTO tampaknya dipengaruhi oleh
pemberian makanan dan berpuasa.
Gen db (diabetic) adalah gen penghasil reseptor leptin. Sejumlah orang yang
mempunyai masalah obesitas ternyata mengalami mutasi baik pada gen yang
memproduksi leptin maupun gen yang memproduksi reseptor leptin. Pada penelitian
dengan menggunakan tikus-tikus percobaan yang gemuk dengan cacat pada gen
diabetes (gen db), diduga menyebabkan kelainan pada reseptor leptin. Perbandingan
kadar hormon leptin pada tikus-tikus dengan kelainan ini diperoleh hasil sebagai
berikut
- Tikus-tikus dengan kelainan pada gen obesitas (gen ob) tidak menghasilkan
hormon leptin
30
- Tikus-tikus dengan kelainan pada gen diabetes (gen db) didapatkan
peningkatan kadar leptin darah 10 kali lebih besar dibandingkan pada tikus
yang normal
Pemberian leptin secara eksogen memberikan respon yang baik terhadap
tikus dengan kelainan pada gen ob berupa penurunan berat badan, tetapi tidak
memberikan manfaat pada tikus dengan kelainan pada gen db. Hal ini disebabkan
tikus-tikus tersebut tidak mempunyai reseptor leptin sehingga resisten terhadap efek
hormon tersebut. Akibatnya informasi yang dikirim ke syaraf pusat tidak
menggambarkan kadar leptin (Jenny Hidayat dan Mohammad Kartono Ichwani,
2006 :27 – 28).
Meskipun telah ditemukan ratusan lokus berkaitan dengan obesitas, hanya
beberapa saja yang dapat dijelaskan kaitannya, antara lain 1p36 (D1S468 gen
reseptor TNF alpha), 2q14 (D2S410 gen berkaitan dengan hipertrigliserida) dan
6q27 (lokus berkaitan dengan transient neonatal diabetes mellitus). Mekanisme
terjadinya obesitas pada dasarnya merupakan akibat faktor genetik atau lingkungan
dalam hal :
a. Pengendalian Asupan Makan
Mutasi gen-gen penyandi leptin dan sinyal transduksi tersebut akan
mempengaruhi pengendali asupan makanan dan menjurus ke timbulnya
obesitas. Secara genetik, kadar leptin individu kurus akan meningkat dan cukup
untuk menghentikan pertambahan badan setelah ada kenaikan berat badan 7
sampai 8 kg. Individu yang kenaikan berat badannya melebih batas tersebut
berarti tidak merespons leptin karena hormon tersebut tidak mampu masuk ke
darah otak atau terjadi mutasi pada satu atau beberapa tahapan kerja leptin.
b. Pengendalian Efisiensi Energi
Pengendalian efisiensi energi merupakan proses biokimiawi yang
mengendalikan tingkat besarnya energi yang digunakan dari makanan. Tinggi
rendahnya efisiensi metabolik berbeda antar individu dan komponen
pengendalinya. Sifat ini secara genetik diwariskan. Kajian utama dalam
pengendalian ini diarahkan pada pemanfaatan nutrisi melalui perubahan
termogenesis dengan mediator uncoupling protein (UCP). Uncoupling protein
tersebut mengendalikan penggunaan energi pada proses oksidasi di mitokondria
dan ternyata ada kaitan antara obesitas dengan polimorfisme gen penyandi UCP.
Kecenderungan peningkatan berat badan dan penurunan laju metabolisme
31
istirahat berasosiasi dengan keberadaan satu dari dua allel utama gen penyandi
UCP1.
c. Pengendalian Adipogenesis
Kajian tentang pengendalian adipogenesis ini berkaitan dengan konsep
dasar diferensiasi dan ekspresi gen adiposit. Beberapa penelitian telah
mengidentifikasi faktor transkripsi pendukung adipogenesis, antara lain PPAR-
γ dan C/EBP.
- Peroxisome Proliferator Activated Peptide Receptor Gamma (PPAR-
Gamma)
Mutasi Pro12Ala biasa terjadi dan menyebabkan penurunan
kemampuan berikatan dengan PPAR- γ responsive gene. Efek mutasi ini
terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) bervariasi tetapi tampaknya efek yang
terbesar terjadi pada individu berpredisposisi obese (16). Individu dengan
mutasi Trp64Arg pada ADRB3 jauh lebih mudah obese bila juga
mengalami mutasi Pro12Ala pada reseptor PPAR- γ nya.
- Receptor Beta3-Adrenergic (ADRB3)
Pada manusia terutama diekspresikan di adiposit sekitar traktus
gastrointestinal. Receptor β3-adrenergic ini berperan dalam pengaturan
lipolisis dan termogenesis. Mutasi missense Trp64Arg pada gen ini banyak
ditemukan pada suku Pima Indian dan berasosiasi dengan obesitas,
sehingga diduga meningkatkan peluang kegemukan. Interaksi reseptor ini
dengan reseptor lain mungkin mempengaruhi kemampuan reseptor ini
dalam berinteraksi dengan mediatornya yaitu protein-G.
Faktor genetik lebih banyak berperan dalam metabolisme dalam tubuh yang
berkaitan dengan penumpukkan lemak di dalam sel-sel lemak dan berperan dalam
perilaku makan. Mutasi menyebabkan gen-gen tersebut tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, sehinggan menyebabkan obesitas pada orang yang bersangkutan.
Pengetahuan tentang gen dan molekul yang berperan dalam proses biokimiawi
dan proses lain yang berdampak pada terjadinya obesitas meningkatkan pemahaman
molekuler sistem pengendali berat badan dan membuka jalan metode baru
pengendalian obesitas, baik secara farmakologis maupun intervensi nutrisional,
bahkan mungkin juga genetik. Di antara kompleks pembawa sifat (traits) pada
32
individu manusia, adipositas merupakan salah satu sifat yang paling mudah
terwariskan. Beberapa lokus utama saja sudah cukup memberi resiko genetik obesitas.
2. Aktivitas Fisik
Kegemukan seringkali dihubungkan dengan pola makan dan kurangnya
aktivitas fisik. Fisik yang tidak aktif, menjadi penyebab utama obesitas diantara
semua kelompok umur, karena mereka makan dalam jumlah yang tidak lebih banyak
dibanding mereka yang beratnya normal. Tidak adanya aktivitas fisik menyebabkan
mereka makan lebih banyak dari yang mereka butuhkan untuk bergerak, sehingga
akibatnya terkumpullah lemak yang berlebihan. Semakin banyak melakukan
aktivitas fisik, semakin banyak kalori digunakan. Aktivitas fisik berperan dalam
keseimbangan energi tubuh, yaitu menyeimbangkan antara energi intake dengan
expenditure sehingga dapat menjadi kontrol terhadap berat badan. Aktivitas fisik
merupakan komponen utama dari energy expenditure yaitu sekitar 20-50% dari total
energi expenditure. Kurangnya aktivitas fisik memiliki pengaruh signifikan
terhadap overweight dan obesitas.
3. Asupan Makan
Memberi makanan terlalu banyak kepada bayi dapat mengakibatkan banyak
berkembangnya sel-sel lemak. Sel-sel ini dapat mengakibatkan pembentukan lemak
secara cepat sehingga dapat terkena obesitas dikemudian hari. Solomon dkk (2008 :
1006-1007) menyebutkan bahwa obesitas merupakan hasil dari peningkatan ukuran
sel-sel lemak atau peningkatan jumlah sel-sel lemak. Jumlah sel-sel lemak pada
orang dewasa nampaknya ditentukan oleh jumlah lemak yang disimpan selama masa
bayi dan kanak-kanak. Mendapatkan makanan yang berlebihan sejak awal akan
menyebabkan terbentuknya sel-sel lemak dalam jumlah yang berlebihan. Sel-sel ini
di kemudian hari akan menjadi tempat menyimpan kelebihan lipid atau ukuran
selnya akan mengecil tetapi akan tetap berada di tempatnya.
Kelebihan asupan karbohidrat dan protein juga akan mengakibatkan
kelebihan berat badan. Hal ini terkait dengan proses lipogenesis yang terjadi di
dalam tubuh. Dimana asam lemak akan berubah menjadi trigliserida setelah
mengalami proses esterifikasi dengan gliserol. Trigliserida akan dikeluarjan ke
dalam aliran darah sebagai VLDL yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi
atau disimpan di dalam sel-sel lemak. Troiano et al., tahun 2000 menyatakan
33
kelebihan berat badan pada remaja berubugan dengan pola konsumsi tinggi
karbohidrat sederhana seperti yang terkandung dalam minuman manis, tinggi lemak
seperti yang terkandung dalam susu full cream namun asupan air yang lebih rendah.
B. Faktor Ekstrinsik
1. Lingkungan Hidup
Pengaruh faktor lingkungan terutama terjadi melalui ketidakseimbangan
antara pola makan dan perilaku makan. Hal ini terutama berkaitan dengan perubahan
gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style.
Terjadi obesitas terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya
hidup yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan
polamakan / konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori,
tinggi lemak dan kolesterol, terutama terhadap penawaran makanan siap saji (
fastfood) yang berdampak meningkatkan risiko obesitas.
2. Faktor keluarga
34
terjadinya obesitas. Dilihat dari Q yang tinggal bersama orang tuanya dan
merupakan anak tunggal. Ayah Q merupakan pegawai BUMN dan ibu Q PNS.
Dilihat dari pekerjaan orang tua Q dapat disimpulkan bahwa keluarga Q termasuk
dalam keluarga bercukupan. Sehingga dalam pemenuhan asupan makanan tidak
mengalami kesulitan.
3. Etnis
Menurut Hikmawati Mas’ud, dalam disertasinya yang berjudul Kajian
Sosiologi Kesehatan tentang Obesitas pada Etnis Bugis, Study Kasus obesitas di
Kabupaten Barru, menyatakan bahwa sosiologi kesehatan memandang obesitas
berdasarkan 2 (dua) aspek, yaitu aspek etnisitas dan aspek kesehatan, kedua aspek
tersebut saling bertolak belakang, aspek etnisitas memandang positive sedangkan
aspek kesehatan lebih ke arah negatif. Aspek etnisitas menyatakan bahwa obesitas
lebih menggambarkan kondisi kesejahteraan seseorang, kesejahteraan dalam
pengertian kebahagian hidup dan pemenuhan standar fisik ideal (body image).
Sedangkan dalam dimensi kesehatan, obesitas digambarkan sebagai simbol penyakit,
kelebihan gizi, pola makan abnormal serta beban sosial. Sehingga seseorang yang
memandang obesitas dari aspek etnis akan lebih senang jika dirinya mengalami
obesitas.
35
C. Kerangka Sebab Akibat
1. Kerangka Sebab Obesitas
FAKTOR INTRINSIK
Obesitas
Faktor Keluarga
FAKTOR EKSTRINSIK
36
2. Kerangka Akibat
OBESITAS
MENINGKATKAN RISIKO
Stroke
Serangan
Hipertensi
Jantung
Obesitas
Arthritis Diabetes
Vena
Varikos
37
BAB III
1. Konsumsi sayur
Berdasarkan kasus, remaja Q tidak menyukai sayur. Padahal sayur
merupakan sumber antioksidan, vitamin, mineral, yang dibutuhkan dalam proses
metabolisme makanan dan dapat mencegah obesitas. Oleh karena itu, Remaja Q
seharusnya mengonsumsi sayur setiap hari dengan dipantau oleh orang tua Q.
2. Mengurangi minuman kemasan dingin
Minuman manis menyumbang kalori yang cukup banyak bagi tubuh karena
rasanya yang manis dan berpengaruh pada terjadinya obesitas. Troiano et al., tahun
2000 menyatakan kelebihan berat badan pada remaja berubugan dengan pola
konsumsi tinggi karbohidrat sederhana seperti yang terkandung dalam minuman
manis, tinggi lemak seperti yang terkandung dalam susu full cream namun asupan
air yang lebih rendah. Untuk itu, remaja Q dianjurkan untuk mengurangi konsumsi
minuman kemasan dingin dan lebih banyak mengonsumsi air putih.
3. Menghindari makanan cepat saji
Makanan cepat saji banyak mengandung lemak yang tinggi dan dapat
menimbulkan simpanan lemak berlebihan di tubuh yang menyebabkan terjadinya
obesitas pada remaja Q. Maka remaja Q harus membatasi konsumsi junkfood.
4. Penurunan asupan makanan
Berdasarkan kasus tersebut, solusi untuk mengatasi masalah gizi pada Q
yaitu dengan pemenuhan asupan Q sesuai dengan kebutuhan sebesar 2605 kkal dan
memperhatikan keseimbangan zat gizi. Pemenuhan asupan energy Q dilakukan
secara bertahap 2950 kkal pada hari pertama, 2800 kkal hari kedua, 2600 kkal hari
38
ketiga dan seterusnya. Untuk pemenuhan zat gizi makro yaitu 423 gram karbohidrat,
58 gram lemak, dan 98 gram protein.
5. Mengatur pola makan
Terkait dengan pola makan Q yang tidak pernah sarapan, maka Q harus
mengatur pola makan dengan baik dengan makan 3 kali dalam satu hari. Remaja Q
harus sarapan setiap hari, karena apabila tidak sarapan maka akan membuat Q
cenderung mengonsumsi banyak makanan pada siang dan malam hari. Padahal, saat
melewatkan makan, metabolisme tubuh melambat dan tidak mampu membakar
kalori berlebihan yang masuk saat makan siang tersebut.
Andersen LF et al., dalam Scandinavian Journal of Public Health tahun 2005
menyatakan bahwa risiko kelebihan berat badan lebih tinggi pada anak yang sarapan
kurang dari 6 kali dalam seminggu dan risiko yang lebih kecil ada pada anak yang
sarapan setiap hari. Melewatkan sarapan dapat mengakibatkan perubahan ritme,
pola, dan siklus waktu makan yang kemudian akan membuat orang cenderung
mengonsumsi banyak makanan pada siang dan malam hari. (Castro,2004)
B. KONSELING
Masalah gizi pada anak sekolah ini sering dikaitkan dengan pola konsumsi
kebiasaan makan dan perilaku baik dirumah maupun di sekolah. Perilaku makan seperti,
konsumsi makanan jajanan, junk food atau street food dari nilai gizi banyak mengandung
lemak, terutama makanan jajanan yang di goreng ini sering terjadi. Selain itu makanan
jajanan juga tidak mengenyangkan. Mungkin hal inilah yang dapat dikaitkan dengan
terjadinya obesitas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi gizi seseorang adalah kurangnya
pengetahuan tentang gizi. Berkurangnya pengetahuan tersebut juga akan mengurangi
kemampuan seseorang untuk menerapkan informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu cara untuk meningkatka pengetahuan seseoarang yaitu dengan cara
39
memberikan pendidikan gizi sedini mungkin. Pendidikan gizi ini dapat diberikan melalui
penyuluhan, pemberian poster, leaflet atau booklet pada semua kalangan.
Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang, dengan adanya
peningkatan pengetahuan maka diharapkan akan terjadi perubahan perilaku yang lebih
baik terhadap gizi dan kesehatan. Program pendidikan kesehatan dan gizi merupakan
salah satu cara untuk menerapkan intervensi kesehatan global secara sederhana dan
efektif untuk memperoleh pendidikan yang labih luas.
Menurut Healthy People 2010, Pendidikan gizi akan meningkatkan pengetahuan
gizi anak dan akan membantu sikap anak yang dapat mempengaruhi kebiasaan anak
dalam memilih makanan dan snack yang menyehatkan. Pengaruh pendidikan gizi
terhadap kesehatan mungkin akan lebih efektif jika targetnya adalah langsung pada anak
usia sekolah.
Keluarga Q yaitu termasuk dalam golongan menengah ke atas. Dalam pemenuhan
makanan tersebut, keluarga Q tidak memiliki masalah dalam segi ekonomi dan dapat
dengan mudah mengubah pola makan. Sehingga, kebutuhan makanan tersebut mampu
untuk dicukupi dengan tetap memperhatikan gizi yang seimbang. Selain itu kedua orang
tua Q sangat sibuk, sehingga ibu Q tidak sempek untuk memasak setiap hari. Oleh karena
itu ibu Q yang tidak sempat memasak sebaiknya mencari pembantu untuk memasak
setiap hari.
Karena orang tua Q tidak ada masalah dengan ekonomi Q bisa di bawa ke ahli gizi
agara mengkonselingkan gizi untuk anak obesitas bagaimana penanganannya dan agar
dapat mengatur pola makan yang benar.
Cara edukasi pada Remaja Q yaitu:
1. Makan dengan Pola Makan yang Sehat
a. Makanan yang di makan harus rendah lemak dan harus banyak makan buah.
Selain itu ibu Q harus sering memasak agar Q tidak jajan sembaranagan.
b. Berikan sarapan dan siapkan bekal untuk anak.
c. Batasi pembelian minuman yang manis, termasuk juga minuman yang
memiliki rasa buah. Minuman seperti ini hanya memberikan sedikit nutrisi
dibandingkan dengan kalori tinggi yang mereka miliki.
d. Sajikan makanan berwarna-warni di atas meja: sayuran hijau dan kuning, buah
aneka warna, dan rotiyang terbuat dari whole-grain. Batasi sajian karbohidrat
berwarna putih: beras, pasta, roti putih dangula (sebagai makanan penutup).
40
e. Duduk bersama untuk menikmati makanan sekeluarga. Buat makan bersama
sebagai kebiasaan untuk berbagi berita dan cerita. Jangan makan di depan
televisi atau komputer, yang akanmenye babkan anak mengunyah tanpa
berpikir.
f. Batasi kebiasaan makan di luar rumah, terutama di restoran cepat saji. Banyak
pilihan menu pada restoran seperti ini yang tinggi lemak dan kalori.
g. Jangan biasakan makan di depan layar, seperti televisi, komputer atau video
game. Kebiasaan ini akan menyebabkan anak makan secara terburu-buru dan
menurunkan kesadaran akan berapa banyak makanan yang telah dimakan.
C. PENINGKATAN AKTIVITAS FISIK
Satu komponen yang sangat penting dalam penurunan berat badan, terutama pada
anak-anak,adalah aktivitas fisik.Untuk meningkatkan tingkat aktivitas anak anda:
a. Batasi waktu santai di depan layar menjadi hanya dua jam dalam sehari. Satu cara
yang jitu untuk meningkatkan aktivitas Remaja Q adalah dengan membatasi waktu
mereka untuk menonton televisi dan bermain games sampai larut malam.
b. Q dan kedua orang tuanya setiap hari minggu berjoging.
c. Q harus mealukkan olahraga selain joging adalah berenag, bersepeda dan aktivitas
fisik yang diinginkan seminggu 3 kali selama 15 menit.
d. Buat pekerjaan rumah tangga sebagai kegiatan keluarga. Seperti mencabut rumput,
menyiram tanaman dan buang sampah.
e. Buat sebagai Komitmen Keluarga. Anak-anak tidak dapat mengubah sendiri pola
makan dan pola aktivitas mereka. Mereka membutuhkan dukungan dan dorongan
dari keluarga dan pengasuh mereka.
41
Modifikasi asupan dari segi Pemberian menu Remaja Q dapat mengatur pola
jadwal rekomendasi diet makan dengan baik yaitu 3 kali
dalam sehari dan selalu sarapan.
Perubahan perilaku hidup Pemberian menu Menghindari makanan instan,
rekomendasi diet obesogenic, dan junk food.
42
DAFTAR PUSTAKA
K. Murray, Robert. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta
Porth CM. Essentials of Pathophysiology. 4th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.
Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan ke- 9. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama;
2010.
Weni Kurdanti, dll. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Obesitas Pada
Remaja. Yogyakarta : Jurnal Gizi Klinik Indonesia. No 04. Vol 11:179-190
43
Juliantini, Ni putu Lia. Sidiartha, I Gusti Lanang. HUBUNGAN RIWAYAT OBESITAS
PADA ORANGTUA DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK
SEKOLAH DASAR. Available from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=295829&val=970&title=HUB
UNGAN%20RIWAYAT%20OBESITAS%20PADA%20ORANGTUA%20DENG
AN%20KEJADIAN%20OBESITAS%20PADA%20ANAK%20SEKOLAH%20D
ASAR
Anonim.Available from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=432009&val=1008&title=HU
BUNGAN%20POLA%20MAKAN%20DAN%20OBESITAS%20PADA%20RE
MAJA%20DI%20KOTA%20BITUNG.
Kopelman, G.D. (2000). Obesity as a Medical problem. International Journal of Obesity, 404,
635-643.
Newnham, J.P. (2002). Nutrition and the early origins of adult disease. Asia Pasific Journal
Clinical Nutrition, 11, 537-42.
Hikmawati Mas’ud (2012), Kajian Sosiologi Kesehatan tentang Obesitas pada Etnis Bugis,
Study Kasus Obesitas di Kabupaten Barru. Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar.
44