Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN

TUHAN, SESAMA, DAN ALAM


PENDAHULUAN
Kelebihan makhluk-makhluk hidup atas makhluk-makhluk mati adalah bahwa
kegiatan makhluk hidup didasarkan pada pengetahuan. Adapun manusia, ia
memiliki kelebihan atas mereka, karena ia memiliki akal (kebijakan dan
kecedersan).1 Perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia didasarkan pada
pertimbangan baik dan buruk, manfaat dan mudharat baginya. Dia berbuat setelah
meyakini bahwa perbuatan bermanfaat baginya. Dia mengikuti apa yang
diketahuinya dan yang dinilainya mengandung kebaikan bagi dirinya, sehingga
bila menurut akalnya bermanfaat dan tidak membahayakan, diputuskannya untuk
melakukannya, dan bila dipandangnya membahayakan dan tidak bermanfaat
baginya, diputuskannya untuk tidak melakukannya.2
Dalam makalah ini, Insya Allah akan dipaparkan ayat-ayat Al-Quran yang
mengangkat topik mengenai hubungan manusia (sebagai makhluk berakal)dengan
Tuhan, kemudian hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia
terhadap alam semesta.
Kepada para pembaca, segala macam bentuk kritik dan saran yang tentunya
bersifat membangun sangat diharapkan demi kelurusan pemahaman kita dalam
menafsirkan ayat-ayat aqidah dengan topik yang sedang kami angkat ini.

PEMBAHASAN
1. Tafsir Ayat-Ayat Aqidah mengenai Hubungan Manusia dan Allah
swt.
1. Manusia Sebagai Hamba
Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat
timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan
juga melakukan hubungan dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan
Allah adalah dalam rangka pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas
manusia di dunia ini adalah beribadah, sebagaimana firman Allah swt dalam Al-
Quran surat Adz-Dzariat ayat 56:
﴾٥٦﴿‫ون‬
ِ ‫س ِإّل ِليَ ْعبد‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقت ْال ِجن َو‬
َ ‫اْل ْن‬
Artinya:
“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah
kepada ku.”
Secara garis besar, ibadah kepada Allah itu ada dua macam, yaitu ibadah yang
bentuk dan tata caranya telah di tentukan oleh Allah swt, dan ibadah dan bentuk
tata caranya yang tidak di tentukan oleh Allah swt. Ibadah jenis pertama adalah
Mahdhoh, yaitu ibadah dalam arti ritual khusus, dan tidak bisa diubah-ubah sejak
dulu hingga sekarang, misalnya sholat, puasa, dan haji: cara melakukan ruku’ dan
sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam melakukan sholat telah
ditentukan oleh Allah SWT.3 Demikian pula cara melakukan thawaf dan sa’i dalam
haji beserta lafal bacaannya telah ditentukan oleh Allah SWT. Inti ibadah jenis ini
sebenarnya adalah permohonan ampun dan mohan pertolongan dari Allah swt.
Jenis ibadah yang kedua disebut ibadah ghairu mahdoh atau ibadah dalam
pengetahuan umum, yaitu segala bentuk perbuatan yang ditujukan untuk
kemaslahatan, kesuksesan, dan keuntungan.
‫م ْن ا‬
‫ك ِر‬ ْ ‫شاءِِو‬
ُ ‫اال‬ ْ ‫إِنِِالص اَل اِةِتا ْنهاىِِ اعنِِ ْال اف‬
‫ح ا‬
Artinya:
“Sesungguhnya salat itu pencegah perbuatan fahsya’ dan munkar.” (QS Al-
Ankabut: 45)
Melalui ayat tersebut dapat diketahui bahwa ruh salat adalah ‘inna shalati wa-
nusuki‘, salatku, ibadahku. Penyebutan salat dan nusuk dalam ayat tersebut
bertujuan untuk membedakan bahwa salat itu adalah ibadah mahdhah,
sementaranusuk adalah ibadah ghairu mahdhah. Para mufassir mengatakan kata
nusuk tersebut diterjemahkan dengan insyithatu al-hayat, artinya segala aktivitas
hidup kita. Contoh dari ibadah semacam ini adalah menyingkirkan duri dari jalan,
membantu orang yang kesusahan, mendidik anak, berusaha, bekerja, menjenguk
orang sakit, memaafkan dan sebagainya. Semua perbuatan tersebut, asalkan
diniatkan karena Allah SWT dan bermanfaat bagi kepentingan umum, adalah
pengabdian atau ibadah kepada Allah SWT.4
Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti
hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan.
Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika
manusia menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan
di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua macam, pertama aturan yang
dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam (sunnatullah) dan aturan yang
dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw.
Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi, misalnya
tentang perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa, perintah haji, larangan
berzina, larangan mencuri, larangan meminum arak, larangan memakan daging
babi, dan lain-lain. Dalam hal ini, manusia diperintahkan menaati segala perintah
dan menjauhi segala larangan. Adapun aturan yang dituangkan dalam hukum alam
adalah, misalnya, api itu bersifat membakar. Oleh karena itu, jika orang mau
selamat, maka ia harus menjauhkan dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda
yang berat jenisnya lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan
demikian, manusia akan celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut tanpa
pelampung, sebab berat jenisnya lebih berat dari air. Demikianlah aturan yang
dituangkan dalam kitab suci (āyah qur’āniyah) dan yang dituangkan dalam hukum
alam (āyah kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat hidup selamat
dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.
Begitulah prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia dengan
Tuhannya. Intinya adalah pengabdian dan penyembahan kepada Allah
(ibadah).Berpegang teguh pada tali agama Allah, lebih tepatnya menyelamatkan
diri dari kemunafikan. Memegang tali agama Allah berarti kesetiaan melaksanakan
semua ajaran agama dan mendakwahkannya. Selalu meningkatkan amal saleh,
mengikatkan hati kepada Allah, serta ikhlas dalam beribadah.5
2. Hubungan Manusia dengan Sesama
Pada hakikatnya, tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa berhubungan
dengan orang lain. Manusia memiliki naluri untuk hidup berkelompok dan
berinteraksi dengan orang lain.6 Karena pada dasarnya, setiap manusia memiliki
kemampuan dasar yang berbeda-beda dan memiliki ciri khas tersendiri yang dapat
dijadikan sebagai alat tukar menukar pemenuhan kebutuhan hidup.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat,
selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat
dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial,
manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat
yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk,
karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam
kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri
manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang
lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di
tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan
orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan
seluruh potensi kemanusiaannya.
Selain itu, manusia diciptakan dari berbagai karakteristik, bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa agar saling mengenal satu sama lain.
‫يَا أَيُّ َها الناس ِإنا َخلَ ْقنَاك ْم ِم ْن ذَ َكر َوأ ْنثَى َو َجعَ ْلنَاك ْم شعوبًا‬
َ َ‫ارفوا ۚ ِإن أ َ ْك َر َمك ْم ِع ْندَ ّللاِ أَتْقَاك ْم ۚ ِإن ّللا‬
‫ع ِليم‬ َ َ‫َوقَبَا ِئ َل ِلتَع‬
﴾١٣﴿‫َخ ِبير‬
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 13)
Selain saling mengenal, manusia juga sangat dianjurkan agar dapat menjalin
hubungan yang baik antar sesamanya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran, surah
Al-Hujurat ayat 10-12:
ْ َ ‫ِإن َما ْالمؤْ ِمنونَ ِإ ْخ َوة فَأ‬
‫ص ِلحوا بَيْنَ أَخ ََويْك ْم ۚ َواتقوا ّللاَ لَعَلك ْم‬
﴾١٠﴿ َ‫ت ْر َحمون‬
‫ساء ِم ْن‬ َ ِ‫سى أ َ ْن يَكونوا َخي ًْرا ِم ْنه ْم َو َّل ن‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذِينَ آ َمنوا َّل يَ ْسخ َْر قَ ْوم ِم ْن قَ ْوم َع‬
‫س‬ ِ ‫سك ْم َو َّل تَنَابَزوا بِ ْاْل َ ْلقَا‬
َ ْ‫ب ۖ بِئ‬ َ ‫سى أ َ ْن يَكن َخي ًْرا ِم ْنهن ۖ َو َّل ت َ ْل ِمزوا أ َ ْنف‬ َ ‫ساء َع‬ َ ِ‫ن‬
ِ ﴾١١﴿ َ‫ك هم الظا ِلمون‬ َ ِ‫ان ۚ َو َم ْن لَ ْم يَتبْ فَأولَئ‬ ِ ْ َ‫ِاّل ْسم ْالفسوق بَ ْعد‬
ِ ‫اْلي َم‬
‫ض الظ ِن ِإثْم ۖ َو َّل ت َ َجسسوا َو َّل‬ َ ‫يرا ِمنَ الظ ِن ِإن َب ْع‬ ً ِ‫اجتَنِبوا َكث‬ ْ ‫َيا أَيُّ َها الذِينَ آ َمنوا‬
‫ضا ۚ أَي ِحبُّ أ َ َحدك ْم أ َ ْن َيأْك َل لَ ْح َم أ َ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتموه ۚ َواتقوا ّللاَ ۚ ِإن‬ ً ‫َي ْغتَبْ َب ْعضك ْم َب ْع‬
ِ ﴾١٢﴿‫حيم‬ ِ ‫ّللاَ تَواب َر‬
Artinya:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran
yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu
sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.”
Dalam menjalin hubungan baik sesama manusia, hendaknya sikap hormat-menghormati tidak dilupakan.
Mengenai hal ini, Allah sudah memperingatkan dalam surah An-Nisa ayat 86:7

ْ ‫سنَ ِم ْن َها أ َ ْو ردُّوهَا ۗ إِن ّللاَ َكانَ َعلَى ك ِل ش‬


‫َيء‬ َ ‫َوإِذَا حيِيت ْم بِت َ ِحية فَ َحيُّوا بِأ َ ْح‬
﴾٨٦﴿‫َحسِيبًا‬
Artinya:
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan
segala sesuatu.”
Sebagai makhluk sosial, manusia dapat saling berinteraksi menjalin hubungan
yang baik saling menghormati dengan sesama, berkasih sayang sebagai fitrah diri
manusia.
Interaksi manusia akan menghasilkan bentuk masyarakat yang luas. Alquran,
sebagai kitab suci umat Islam, memberikan petunjuk mengenai ciri-ciri dan
kualitas suatu masyarakat yang baik, wwalaupun semua itu memerlukan upaya
penafsiran dan pengembangan pemikiran. Di samping itu Alquran juga
memerintahkan kepada umat manusia untuk memikirkan pembentukan suatu
masyarakat dengan kualitas-kualitas tertentu. Dengan begitu, menjadi sangat
mungkin bagi umat Islam untuk membuat suatu gambaran masyarakat ideal
berdasarkan petunjuk Alquran.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Alquran menunjuk arti masyarakat
ideal, antara lain: Ummatun Wâhidah, Ummatun Wasathan, Khairu Ummah,
Baldatun Thoyyibatun, Ummatun Muqtashidah. Berikut penjelasannya:

Ummatun Wâhidah

Bahwa pada mulanya manusia itu adalah satu umat, ditegaskan dalam surah Al-
Baqarah: 213.
َ َ ‫ث ّللا النبِيِينَ مبَش ِِرينَ َوم ْنذ ِِرينَ َوأ َ ْنزَ َل َمعَهم ْال ِكت‬
‫اب‬ َ َ‫احدَة ً فَبَع‬ِ ‫َكانَ الناس أمةً َو‬
‫ف فِي ِه ِإّل الذِينَ أوتوه ِم ْن بَ ْع ِد َما‬ َ َ‫اختَل‬
ْ ‫اختَلَفوا فِي ِه ۚ َو َما‬
ْ ‫اس فِي َما‬ِ ‫ق ِليَ ْحك َم بَيْنَ الن‬ ِ ‫ِب ْال َح‬
ِ ‫اختَلَفوا فِي ِه ِمنَ ْال َح‬
ۗ ‫ق ِبإ ِ ْذنِ ِه‬ ْ ‫َجا َءتْهم ْالبَ ِينَات بَ ْغيًا بَ ْينَه ْم ۖ فَ َهدَى ّللا الذِينَ آ َمنوا ِل َما‬
﴾٢١٣﴿‫ص َراط م ْست َ ِقيم‬ ِ ‫َوّللا َي ْهدِي َم ْن َيشَاء ِإلَى‬
Artinya:
“Manusia sejak dahulu adalah umat yang satu, selanjutnya Allah mengutus para
nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan menurunkan
bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan diantara manusia
tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu
melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab itu, yaitu setelah
datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena keinginan yang
tidak wajar (dengki) antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-
orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu
dengan kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendakiNya kepada jalan yang lurus.”
Dalam ayat ini secara tegas dikatakan bahwa manusia dari dahulu hingga kini
merupakan satu umat. Allah Swt menciptakan mereka sebagai makhluk sosial yang
saling berkaitan dan saling membutuhkan. Mereka sejak dahulu hingga kini baru
dapat hidup jika bantu membantu sebagai satu umat, yakni kelompok yang
memiliki persamaan dan keterikatan. Karena kodrat mereka demikian, tentu saja
mereka harus berbeda-beda dalam profesi dan kecenderungan. Ini karena
kepentingan mereka banyak, sehingga dengan perbedaan tersebut masing-masing
dapat memenuhi kebutuhannya.
 Ummatun Wasathan
Istilah lain yang juga mengandung makna masyarakat ideal adalah Ummatun
Wasathan. Istilah ini antara lain tertuang dalam firman Allah Q.S. al-Baqarah: 143
ِ‫ةِالتي‬ ِ‫ج اع ْلنااِ ْالقبْل ا ا‬
‫شهيداِِ اومااِ ا‬ ‫مِ ا‬ِْ ‫علا ْي ُك‬ ُِ ‫س‬
‫ولِ ا‬ ُ ‫ونِالر‬ ِ‫علاىِالناسِِ اوي ُاك ا‬ ‫ش اهداا اِءِ ا‬ ُ ِ‫اسطاِلت ُاكو ُنوا‬ ‫مِ ُأمةِِو ا‬ ُ ‫ج اع ْلن‬
ِْ ‫ااك‬ ‫كِ ا‬ ِ‫و ااك اذل ا‬
ُِِِ‫هداىِّللا‬ ِ‫علاىِالذيناِِ ا‬ ‫تِل ا ا‬
‫كبيراةِِإّلِِ ا‬ ِْ ‫نِ اكانا‬ ‫علاىِِ ا‬
ِْ ‫عقبا ْيهِِِواإ‬ ُِ ‫نِيا ْن اقل‬
‫بِ ا‬ ِْ ‫لِمم‬ ِ‫سو ا‬ُ ‫عِالر‬ ُِ ‫انِياتب‬
ِْ ‫مِم‬ِ‫عل ا ْيهااِإّلِِلن ْاعلا ا‬
‫تِ ا‬ِ‫ُك ْن ا‬

﴾١٤٣﴿ِ‫ّللاِبالناسِِلا ار ُءوفِِراحيم‬ ِْ ‫عِإيماانا ُك‬


ِ‫مِِإنِِ ا‬ ِ‫اومااِ اك ا‬
ِ‫انِّللاُِِل ُيضي ا‬
Artinya:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan
sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang
telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa kualifikasi umat yang baik adalah ummatun
wasathan. Kata wasathan terdiri dari huruf wau, sîn dan tha’ yang bermakna dasar
pertengahan atau moderat yang memang menunjuk pada pengertian adil. Al-
Râghib mengartikan sebagai sesuatu yang berada di pertengahan yang kedua
ujungnya pada posisi sama. Posisi prtengahan menjadikan anggota masyarakat
tersebut tidak memihak ke kiri dan ke kanan, yang dapat mengantar manusia
berlaku adil. Posisi itu jugamenjadikannya dapat menyaksikan siapapun dan
dimanapun. Allah menjadikan umat Islam pada posisi pertengahan agar menjadi
saksi atas perbuatan manusia yakni umat yang lain.
 Ummatun Muqtashidah
Ungkapan ummatun muqtashidah terulang hanya sekali dalam Al-Quran yaitu
dalam surah Al-Maidah: 66
ِ ْ ‫َولَ ْو أَنه ْم أَقَاموا الت ْو َراة َ َو‬
‫اْل ْن ِجي َل َو َما أ ْن ِز َل إِلَ ْي ِه ْم ِم ْن َربِ ِه ْم َْل َ َكلوا ِم ْن فَ ْوقِ ِه ْم َو ِم ْن‬
﴾٦٦﴿ َ‫سا َء َما يَ ْع َملون‬ َ ‫صدَة ۖ َو َكثِير ِم ْنه ْم‬ ِ َ ‫ت أ َ ْرج ِل ِه ْم ۚ ِم ْنه ْم أمة م ْقت‬
ِ ‫ت َ ْح‬
Artinya:
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil
dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka
akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka
ada golongan yang pertengahan[. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan
oleh kebanyakan mereka.”
Makna kelompok pertengahan (ummatun muqtashidah) dalam ayat di atas adalah
segolongan kelompok yang berlaku pertengahan dalam melakukan agamanya,
tidak berlebihan juga tidak melalaikan.
 Khairu Ummah
Istilah khairu Ummah berrti umat terbaik atau umat unggul atau masyarakat ideal
hanya sekali saja disebutkan diantara 64 kata ummah dalam Al-Quran yakni dalam
surah Ali Imran: 110.
ِ ‫اس تَأْمرونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫وف َوت َ ْن َه ْونَ َع ِن ْالم ْن َك ِر َوتؤْ ِمنون‬ ِ ‫ت ِللن‬ ْ ‫ك ْنت ْم َخي َْر أمة أ ْخ ِر َج‬
‫ب لَ َكانَ َخي ًْرا لَه ْم ۚ ِم ْنهم ْالمؤْ ِمنونَ َوأ َ ْكثَرهم‬
ِ ‫بِاّللِ ۗ َولَ ْو آ َمنَ أ َ ْهل ْال ِكتَا‬
﴾١١٠﴿ َ‫ْالفَا ِسقون‬
Artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.”
Dalam ayat tersebut, dijelaskan kriteria-kriteria Khairu Ummah, yaitu menyuruh
kepada ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
 Baldatun Thoyyibah
Istilah ini tertuang dalam surah Saba’:15.
ِ ‫ان َع ْن َي ِمين َو ِش َمال ۖ كلوا ِم ْن ِر ْز‬
‫ق َر ِبك ْم‬ ِ َ ‫س َبإ ِفي َم ْس َكنِ ِه ْم آ َية ۖ َجنت‬َ ‫َل َق ْد َكانَ ِل‬
﴾١٥﴿‫طيِبَة َو َرب غَفور‬ َ ‫َوا ْشكروا لَه ۚ بَ ْلدَة‬
Artinya:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
(kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”
Baldatun Thoyyibah berarti mengacu kepada tepat, bukan kepada kumpuln orang.
Namun, Ali Nurdin, dalam bukunya Menelusuri Masyarakat Ideal dalam
Alquranmemasukkan ungkapan tersebut dalam istilah masyarakat ideal dengan
faktor kebahasaan sebagai salah satu pertimbangan utama.
Alquran tidak menyatakan secara tegas tentang kriteria dan ambaran dari negeri
yang baik (baldah thoyyibah), untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap,
kita bisa melihat kepada sejarah kerajaan Saba’. Poin-poin penting yang
menyebabkan Saba’ disebut sebagai negeri yang baik, disamping faktor geografis
(adanya bendungan ‘Arim) adalah, merakyatnya sikap musyawarah dan anti
kekerasan.8
3. Hubungan Manusia dengan Alam
1. Alam diciptakan untuk Manusia
Manusia dapat hidup di bumi karena Allah telah menetapkan keadaan bumi yang
ada pada posisi sekarang. Pemikiran yang murni yang berdasarkan kenyataan dan
tanpa prasangka dapat dengan mudah memahami alam semesta diciptakan dan
dikendalikan oleh Allah yang semuanya diperuntukkan pada manusia.9
Untuk memperoleh informasi lebih jauh mengenai penciptaan alam, berikut akan
dikemukakan beberapa ayat Al-Quran:10
1. Surah Shad ayat 27:

َ ‫اط ًل ۚ ذَ ِل َك‬
َ‫ظ ُّن الذِين‬ َ ‫َو َما َخلَ ْقنَا الس َما َء َو ْاْل َ ْر‬
ِ َ‫ض َو َما بَ ْينَه َما ب‬
﴾٢٧﴿‫ار‬ ِ ‫َكفَروا ۚ فَ َويْل ِللذِينَ َكفَروا ِمنَ الن‬
ِِ
Artinya:
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”
2. Surah Yâsin

َ ‫َو ِإ ْن نَشَأ ْ ن ْغ ِر ْقه ْم فَ َل‬


﴾٤٣﴿ َ‫ص ِري َخ لَه ْم َو َّل ه ْم ي ْنقَذون‬
Artinya:
“Dan Kami ciptakan untuk mereka (apa) yang mereka kendarai seperti bahtera
itu.”
3. Surah Ad-Dukhân ayat 38.
َ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
﴾٣٨﴿ َ‫ض َو َما بَ ْينَه َما َّل ِع ِبين‬ ِ ‫َو َما َخلَ ْقنَا الس َم َاوا‬
Artinya:
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
dengan bermain-main.”
4. Surah An-Nahl ayat 5 dan 81.
﴾٥﴿ َ‫ِفء َو َمنَا ِفع َو ِم ْن َها تَأْكلون‬ َ َ‫َو ْاْل َ ْنع‬
ْ ‫ام َخلَقَ َها ۗ لَك ْم ِفي َها د‬
Artinya:
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang “
”.menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan
‫ّللاُ جعل ل ُكم ِم َّما خلق ِظَل ًل وجعل ل ُكم ِمن‬ َّ ‫و‬
‫ال ِجبا ِل أكنانًا وجعل ل ُكم سرا ِبيل ت ِقي ُك ُم الح َّر‬
ُ‫علي ُكم وسرا ِبيل ت ِقي ُكم بأس ُكم ۚ ك َٰذ ِلك يُتِم نِعمته‬
٨١﴿‫﴾لعلَّ ُكم تُس ِل ُمون‬
Artinya:
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia
ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan
Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju
besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).”
2. Manusia sebagai Khalifah
Manusia dilahirkan ke dunia hanya membawa diri,tanpa bekal harta. Tidak bisa
apa pun kecuali sedikit hal. Namun Allah memelihara dan merawat kita dengan
menurunkan kasih sayang-Nya melalui orang lain. Kita memerlukan orang lain.
Lalu bagaimana kita bisa melaksanakan tugas besar kita? Allah membekali kita
dengan otak (akal pikiran dan nafsu). Itulah bekal terbesar kita. Dengan adanya
bekal tersebut, manusia dapat menciptakan budaya, dimana budaya manusia terus
berevolusi menuju budaya yang semakin maju dan kompleks.11
Berulang kali di dalam Al Qur’an Allah memerintahkan kita untuk berpikir.
Dengannya kita menjadi makhluk yang sempurna. Otak manusia memiliki
kapasitas yang luar biasa, terbatas namun batasnya tidak diketahui. Einstein sang
ilmuwan saja baru menggunakan sebagian kecil dari kemampuan otak yang
sebenarnya. Dengan adanya akal pikiran ini manusia bisa memilih tindakan yang
tepat bagi kehidupannya. Tindakan yang tepat ini tidak terlepas dari nilai-nilai
agama, sehingga akal dan nafsu kita terarah dengan benar dan menjadikan kita
sebagai orang sukses. Jika itu sudah kita lakukan maka kita benar-benar mencapai
derajat yang tinggi sesuai dengan tujuan penciptaan diri kita yang sebenarnya oleh
Allah. Namun jika tidak, kita tidak bisa mencapai ‘kesempurnaan’ di dalam derajat
kita yang sebenarnya. Derajat kita sangat rendah seperti setan atau lebih buruk dari
binatang ternak.
Segala keperluan manusia di bumi ini telah disediakan oleh Allah, dan segalanya
telah ditundukkan oleh Allah untuk kita. Apakah kita menganggap itu adalah
sesuatu yang kecil? Semua itu adalah amanah yang besar untuk dikelola dan
dipergunakan dengan baik. Setiap manusia adalah pemimpin, dan yang paling
minim adalah memimpin diri sendiri. Bahkan, mengendalikan hawa nafsu
termasuk jihad yang terbesar. Manusia memerlukan keseimbangan agar dengan
adanya kelebihan berupa otak mereka tidak zalim dan sombong, dan dengan nafsu
mereka tidak melampaui batas atau sewenang-wenang. Alam adalah kesatuan
(sistem), bahkan tubuh kita saja merupakan suatu sistem. Jika ada satu anggota
tubuh kita yang sakit maka seluruh tubuh akan sakit. Alam pun juga begitu,
misalnya ada tetangga kita membuang sampah sembarangan di sungai dekat
rumah, kita tidak mengingatkan maka kita juga akan kena dampaknya, seluruh
rumah di sekitar sungai akan terendam banjir. Maka dari itu berusahalah untuk
mencapai kesempurnaan hidup kita dengan berbuat yang terbaik di dalam segala
hal sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Manusia dipilih oleh Allah sebagai penduduk bumi, tiada lain adalah sebagai
khalifah. Hal ini ditegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 30:

ِِ‫اْلا ْرض‬
ْ ِ‫كةِِإنيِجااعلِِفي‬ ‫كِل ْلم ااَلئ ا‬ ِ‫لِ اربُّ ا‬ِ‫واإ ِْذِ اقا ا‬
ِ‫دِفيهاا‬ ُِ ‫انِ ُي ْفس‬
ِْ ‫لِفيهااِم‬ ُِ ‫ج اع‬ ْ ‫الواِأاتا‬ُ ‫خلي افةِِِۖ اق‬ ‫ا‬
ُِ ‫كِ او ُن اقد‬
ِ‫س‬ ِ‫امد ا‬ْ ‫حِبح‬ ُِ ‫سب‬ ‫نِ ُن ا‬
ُِ ‫ح‬ ْ ‫كِالدماا اِءِ اونا‬ ُِ ‫اسف‬ ْ ‫اوي‬
ِ‫م ا‬
‫ون‬ ُ ‫ّلِتا ْعلا‬
ِ‫مِمااِ ا‬ ُِ ‫لِإنيِأا ْعلا‬ ِ‫كِِۖ اقا ا‬ ِ‫لا ا‬
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

ِِ‫ادواِإّل‬ ‫مِ اف ا‬
ُ ‫سج‬ ِ‫ج ُدواِِل اد ا‬ُ ‫اس‬ ْ ِِ‫كة‬ ‫واإ ِْذِ ُق ْلنااِل ْلم ااَلئ ا‬
ِ‫كافرينا‬‫انِمناِِ ْال ا‬ ْ ‫إ ْبليساِِأاباىِِو‬
ِ‫ااست ْاكبا اِرِو ااك ا‬
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu
kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Ibnu Katsir dalam interpretasi ayat di atas mengungkapkan bahwa kekhalifahan
dan kepemimpinan adalah suatu kemuliaan besar yang Allah berikan kepada Adam
a.s dan merupakan anugerah bagi keturunannya, khususnya disaat Allah
memerintahkan malaikat-Nya untuk bersujud kepada Adam a.s.
Dengan demikian, maka dipahami bahwa kekhalifahan yang Allah berikan kepada
manusia adalah suatu kemuliaan. Allah pun menorehkan sejarah kemuliaan yang
diberikan-Nya ini dalam kitab suci yang diturunkan-Nya. Selain itu terdapat
kemuliaan lain yang Allah berikan kepada manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Allah telah memuliakan eksistensi manusia dari semua makhluk yang lain, baik
itu secara struktur tubuh maupun psikologis. Sebagaimana yang telah tertuang
dalam Alquran:

ٍ ‫سنِِتا ْقو‬
﴾٤﴿‫يم‬ ْ ‫انِفيِأا‬
‫ح ا‬ ِ‫س ا‬ ْ ِ‫خلا ْقناا‬
‫اْل ْن ا‬ ِْ ‫لا اق‬
‫دِ ا‬
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.” (QS. At-Tiin: 4)
2. Allah memuliakan manusia dengan memberikan kemampuan untuk
menundukkan sumber daya alam yang ada di bumi dan memanfaatkan segala
fasilitas yang ada di bumi dengan baik.

ِ‫مِمااِفيِالسمااوااتِِ اوماا‬ ِْ ‫سخ اِرِلا ُك‬ ِ‫مِتا ار ْواِأانِِ ا‬


‫ّللاِ ا‬ ِْ ‫أالا‬
ِِِ‫اهِظااه ارةِِ اوبااطناة‬ ِْ ‫غِ اعلا ْي ُك‬
ُِ ‫مِن اعم‬ ِ‫سبا ا‬ ْ ‫اْل ا ْرضِِواأا‬
ْ ِ‫في‬
ِ‫اّل‬ ٍِ ‫لِفيِّللاِِب اغ ْيرِِع ْل‬
ِ‫مِو ا‬ ُِ ‫انِ ُيجااد‬ ِْ ‫وامناِِالناسِِم‬
ٍِ ‫اّلِكتاابٍِِ ُمن‬
‫ير‬ ِ‫هدىِو ا‬ ُ
Artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab
yang memberi penerangan.” (QS. Lukman: 20)

ِِ‫لِمنا‬ ِ‫ااْل ا ْرضاِِواأا ْن از ا‬


ْ ‫قِالسمااوااتِِو‬ ِ‫خلا ا‬ ‫ّللاِالذيِ ا‬ ُِ
ِِۖ‫م‬ ِْ ‫م اراتِِر ْزقاِلا ُك‬ ‫جِبهِِمناِِالث ا‬ ِ‫خ ار ا‬ ْ ‫السمااءِِمااءِِ افأا‬
ِِِۖ‫حرِِبأا ْمره‬ ْ ‫اجرياِِفيِ ْالبا‬ ْ ‫كِلت‬ ِ‫مِ ْال ُف ْل ا‬ ُِ ‫اسخ اِرِلا ُك‬ ‫و ا‬
﴾٣٢﴿‫اْل ا ْنهاا ار‬ْ ِ‫م‬ ُِ ‫اسخ اِرِلا ُك‬ ‫و ا‬
ُِ ‫اسخ اِرِلا ُك‬
ِ‫م‬ ‫م اِرِداائبا ْينِِِۖو ا‬ ْ ‫مساِِو‬
‫اال اق ا‬ ْ ‫مِالش‬ ُِ ‫اسخ اِرِلا ُك‬ ‫و ا‬
ِ ﴾٣٣﴿‫ر‬ ‫لِواالنهاا ا‬ ِ‫الل ْي ا‬
Artinya:
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya
bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan
(pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah
menundukkan bagimu malam dan siang.” (QS. Ibrahim: 32-33)

ِ‫حماِطاريًّا‬ ُِ ‫ح اِرِلت ْاأ ُك ُلواِم ْن‬


ْ ‫ه ِل ا‬ ْ ‫سخ اِرِ ْالبا‬ ‫اه اِوِالذيِ ا‬ ُ ‫و‬
ِ‫سوناهااِ اوتا ارىِ ْال ُف ْل ا‬
ِ‫ك‬ ُ ‫هِح ْلياةِِتا ْلبا‬ ُِ ‫جواِم ْن‬ ْ ‫ست‬
ُ ‫اخر‬ ْ ‫اوتا‬
ِْ ‫ضلهِِوالا اعل ُك‬
ِ‫م‬ ْ ‫نِ اف‬ِْ ‫اموااخ اِرِفيهِِ اِول ات ْبت ُاغواِم‬
﴾١٤﴿‫ون‬ ‫ش ُك ُر ا‬ ْ ‫تا‬
Artinya:
“Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya
kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 14)
3. Allah memuliakan manusia dengan kemampuan untuk menilai dirinya sendiri.
Manusia pun dapat mangarahkan semua perilaku dan apa yang ia kerjakan. Dengan
kemampuan inilah, manusia akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang telah
ia lakukan selama hidupnya.12
ُ ْ ‫ْ ا‬ ُ
ُِ ‫يِكتااب‬
ِ‫اه‬ ِ‫انِأوت ا‬ ِ ‫مِِۖفم‬ ِ ‫اسِبإماامه‬ ٍِ ‫مِنا ْد ُعوِ ُكلِِأنا‬ ِ‫يا ْو ا‬
ْ ‫اّلِ ُي‬
ُ ‫ظلا‬ ُ
ِ‫م ا‬
ِ‫ون‬ ِ‫مِو ا‬ ِ‫كِي ْاق ار ُء ا‬
ِْ ‫ونِكتااب ُاه‬ ِ‫بيامينهِِ افأولائ ا‬
﴾٧١﴿‫افتيَل‬
ِِ‫اِلخ ارةِِأا ْعماى‬ ْ ِ‫هذهِِأا ْعماىِِ اف ُه اِوِفي‬ ‫انِفيِ ا‬ ِ‫انِ اك ا‬ ِْ ‫اوم‬
ِ ﴾٧٢﴿‫سبيَل‬ ‫لِ ا‬ُِّ ‫ض‬ ‫واأا ا‬
Artinya:
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan
pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan
kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya
sedikitpun. Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS.
Al-Israa’: 71-72)
Dengan dijadikannya manusia sebagai khalifah, maka manusia hidup di bumi
memiliki tugas dan amanah. Dimana menjadi khalifah merupakan bentuk
pengabdian manusia kepada Allah. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan selalu
beraktivitas yang berorientasi pada ibadah dan tentu salah satunya dengan cara
memakmurkan bumi.

PENUTUP
Manusia adalah makhluk paling sempurna dibandingkan makhluk ciptaan Allah
lainnya. Kesempurnaan tersebut dimiliki manusia karena manusia dianugerahi akal
dan nafsu. Dengan dua unsur tersebut, maka akan terdapat beberapa identitas yang
melekat pada diri manusia, di antaranya yaitu sebagai hamba (hubungan manusia
dengan Allah), sebagai makhluk sosial (hubungan manusia dengan sesama), serta
sebagai khalifah (hubungan manusia dengan alam.
Hubungan manusia dengan Allah, yaitu sebagai hamba, maka manusia wajib
beribadah kepada Allah sepanjang hidupnya, karena semua yang dilakukan
manusia akan dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Dalam hal ini ibadah
memiliki dua dimensi yaitu itu ibadah yang bersifat mahdhah (vertikal), maupun
ibadah yang bersifat ghairu mahdhah (horizontal).
Selain sebagai makhluk individu yang diwajibkan menjalankan ibadah kepada
Allah, manusia juga sebagai makhluk sosial. Dimana manusia hidup selalu
membutuhkan orang lain. Manusia hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan
orang lain. Dengan demikian, maka manusia haruslah memiliki akhlak yang baik,
saling menolong dan menyayangi sesama manusia.
Demikian pula dengan alam, selain menjalin hubungan baik dengan Sang Pencipta
dan sesama manusia, manusia juga memiliki amanah sebagai khalifah di bumi,
dimana manusia diberi kemuliaan untuk mengelola dan memanfaatkan segala
fasilitas yang ada di bumi, tentu dengan tidak mengabaikan kaidah-kaidah
pemanfaatan sumber daya. Wallahu’alam.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Anggota IKAPI. Antropologi Budaya. tt: PT Citra Aditya Bakti, 2002.
Baron, Robert A. dan Donn Bybne. Psikologi Sosial. Terj. Ratna Djuwita dkk. Ed.
Wisnu C. Kristiaji dan Ratri Medya. Jakarta: Erlangga, 2003.
Budiaman, Arie, Ahmad Jauhar Arief, dan Edy Nasriady Sambas. Membaca Gerak
Alam Semesta Mengenali Jejak Sang Pencipta. Ed. Nanik Supriyanti. Jakarta: Lipi
Press, 2007.
Gea, Antonius Atoshoki, Noor Rachmat, dan Antonina Panca Yuni
wulandari.Relasi dengan Tuhan. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, 2006.
Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2009.
Hadhiri, Choiruddin. Klasifikasi Kandungan Alquran. Jakarta: Gema Insani Press,
2005.
Jazuli, Ahzami samiun. kehidupan dalam Pandangan Alquran. Jakarta: Gema
Insani Press, 2006.
Nurdin, Ali. Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Alquran. TT: PT. Gelora
Aksara Pratama, 2006.
Shaleh, Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab. Psikologi Suatu Pengantar
dalam Persfektif Islam. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Sholikhin, Muhammad. Hadirkan Allah Di Hatimu. Ed. Sukini. Solo: Tiga
Serangkai, 2008.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi sosial: psikologi kelompok dan psikologi
terapan. Jakarta: PT. Balai Pusta, 1999.
Syihab, Dodi. Al-Quran Sandi Kecerdasan. Jakarta: Aldi Prima, 2010.
Thabathaba’I, M dan Abu Abdullah dan Az-Zanjani. Mengungkap Rahasia Al-
Quran. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009.
Tim Penceramah Jakarta Islamic Cernter. Islam Rahmat bagi Alam
Semesta.Jakarta: Afilia Books, 2005.
1Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Persfektif
Islam (Jakarta: Prenada Media, 2004), 227-228.
2M. Thabathaba’I dan Abu Abdullah dan Az-Zanjani, Mengungkap Rahasia Al-Quran(Bandung: PT.
Mizan Pustaka, 2009), 157-158.
3Antonius Atoshoki Gea, Noor Rachmat, dan Antonina Panca Yuni wulandari, Relasi dengan
Tuhan (Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, 2006), 94-102.
4Tim Penceramah Jakarta Islamic Cernter, Islam Rahmat bagi Alam Semesta (Jakarta: Afilia Books,
2005), 140-142.
5Untuk mengetahui lebih lanjut tentang identitas pelaksanaan ibadah mahdhah lihat Muhammad
Sholikhin, Hadirkan Allah Di Hatimu, Ed. Sukini (Solo: Tiga Serangkai, 2008), 118-122.
6Untuk lebih memahami tentang manusia sebagai makhluk sosial, lihat antara lain Sarlito Wirawan
Sarwono, Psikologi sosial: psikologi kelompok dan psikologi terapan (Jakarta: PT. Balai
Pusta, 1999), 4, Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 95-96, dan
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), 103, serta Robert A.
Baron dan Donn Bybne, Psikologi Sosial, Terj. Ratna Djuwita dkk, Ed. Wisnu C. Kristiaji
dan Ratri Medya (Jakarta: Erlangga, 2003), 177-187.
7Dodi Syihab, Al-Quran Sandi Kecerdasan (Jakarta: Aldi Prima, 2010), 70.
8Ali Nurdin, Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Alquran (TT: PT. Gelora Aksara Pratama,
2006), 110-117.
9Arie Budiaman, Ahmad Jauhar Arief, dan Edy Nasriady Sambas, Membaca Gerak Alam Semesta
Mengenali Jejak Sang Pencipta, Ed. Nanik Supriyanti (Jakarta: Lipi Press, 2007), 46-47.
10Lihat Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Alquran (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 30.
11Untuk lebih mendalami tentang budaya manusia, lihat Anggota IKAPI, Antropologi Budaya (tt: PT Citra
Aditya Bakti, 2002), 93-107.
12 Untuk mendapat keterangan lebih luas tentang hubungan penciptaan manusia dengan alam semesta,
lihat Ahzami samiun Jazuli, kehidupan dalam Pandangan Alquran (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 47-
55.

Anda mungkin juga menyukai