Bab Ii Tinjauan Pustaka
Bab Ii Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma
menimbulkan gejala mengi, batuk, sesak napas dan dada terasa berat terutama
pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan sel
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Gejala
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
10
11
sensitisasi, inflamasi dan serangan asma. Ketiga proses ini dipengaruhi oleh dua
bronkus, jenis kelamin dan ras) dan lingkungan (alergen, sensitisasi lingkungan
kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status
pemicu tersebut adalah alergen dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang
berbulu (anjing, kucing, tikus), jamur, ragi dan pajanan asap rokok.
menjadi asma. Apabila telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan terjadi
proses inflamasi pada saluran napas. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau
c. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu terpajan
oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (Depkes RI, 2009).
Faktor pencetus asma adalah semua faktor pemicu dan pemacu ditambah
dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin . Secara umum faktor
1) Alergen
12
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma seperti debu rumah, tungau, spora jamur, bulu
binatang, tepung sari, beberapa makanan laut (Muttaqin, 2008). Makanan lain
yang dapat menjadi faktor pencetus adalah telur, kacang, bahan penyedap,
pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernapasan (Muttaqin, 2008). Asma yang muncul pada saat dewasa dapat
atau dapat juga terjadi karena mendapatkan pemicu seperti debu dan bulu binatang
berulang. Ini disebut dengan occupational asthma yaitu asma yang disebabkan
3) Tekanan jiwa
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadiannya, ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak
(Muttaqin, 2008). Ekspresi emosi yang dimunculkan secara berlebihan juga dapat
segera setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat. Lari cepat dan
13
5) Obat-obatan
Pasien asma biasanya sensitif atau alergi terhadap obat tertentu (Muttaqin,
2008). Obat tersebut misalnya golongan aspirin, NSAID, beta bloker, dan lain-lain
6) Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
Gejala asma bersifat episodik, berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat
di dada. Gejala biasanya timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari
(PDPI, 2003). Setelah pasien asma terpajan alergen penyebab maka akan timbul
dispnea, pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha
mengerahkan tenaga lebih kuat untuk bernapas. Kesulitan utama terletak saat
namun sulit untuk memaksa udara keluar dari bronkiolus yang sempit karena
mengalami edema dan terisi mukus. Akan timbul mengi yang merupakan ciri khas
asma saat pasien berusaha memaksakan udara keluar. Biasanya juga diikuti batuk
tekanan nadi). Pada pasien asma kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat
asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap
terapi konvensional, dan serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam (Smeltzer
& Bare, 2002). Asma dapat bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat
tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan
gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian (Depkes, 2009).
temperatur, terpapar bulu binatang, uap kimia, debu, serbuk, obat-obatan, olahraga
berat, infeksi saluran pernapasan, asap rokok dan stres (GINA, 2005). Pada awal
serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, pada asma alergik
biasanya disertai pilek atau bersin. Meski pada mulanya batuk tidak disertai
baik yang mukoid, putih dan terkadang purulen. Terdapat sebagian kecil pasien
asma yang hanya mengalami gejala batuk tanpa disertai mengi, yang dikenal
a. Asma alergik
Dapat disebabkan oleh alergen, misal serbuk sari, binatang, makanan dan
pasien juga memiliki riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis eczema
15
dengan asma alergik sering dapat mengatasi kondisi sampai masa remaja.
Jenis asma ini tidak berhubungan dengan alergen spesifik. Faktor seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan
dapat mencetuskan serangan. Selain itu beberapa agen farmakologi juga dapat
menjadi faktor seperti aspirin dan agen antiinflamasi nonsteroid lain, pewarna
ini menjadi lebih berat dan sering, kemudian dapat berkembang menjadi bronkitis
c. Asma gabungan
Lanjutan Tabel 1.
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan faktor lain berperan sebagai pencetus inflamasi
saluran napas pada pasien asma (PDPI, 2003). Inflamasi saluran napas pada
pasien asma merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi yaitu terdapatnya
obstruksi saluran napas yang menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat
kembali secara spontan atau setelah pengobatan (Sundaru, 2009). Obstruksi pada
pasien asma dapat disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkus
dan pengisian bronkus dengan mukus yang kental (Smeltzer & Bare, 2002).
Asma dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf
otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE yang merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi
antibodi IgE abnormal dalam jumlah yang besar, golongan ini disebut atopi. Pada
asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila
dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
bradikinin. Ini akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus
kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus dan spasme otot polos
bronkiolus yang menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase
cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan
alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel
mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase
lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24
eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa
melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap,
kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf.
paru, tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem
parasimpatis. Pada asma idiopatik, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang
oleh faktor pencetus maka akan meningkatkan pelepasan jumlah asetilkolin. Ini
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup
a. Edukasi
Tujuan dari seluruh edukasi adalah membantu pasien agar dapat melakukan
penatalaksanaan dan mengontrol asma. Edukasi terkait dengan cara dan waktu
19
kegunaan kontrol teratur pada pengobatan asma. Bentuk pemberian edukasi dapat
berupa komunikasi saat berobat, ceramah, latihan, diskusi, sharing, leaflet, dan
yaitu gejala dan berat asma berubah sehingga membutuhkan perubahan terapi,
pajanan pencetus menyebabkan perubahan pada asma, dan daya ingat serta
mandiri. Pemeriksaan faal paru, respon pengobatan saat serangan akut, deteksi
panjang, dan identifikasi pencetus perlu dimonitor secara berkala (PDPI, 2003).
Pasien asma ada yang dengan mudah mengenali faktor pencetus namun
ada juga yang tidak dapat mengetahui faktor pencetus asmanya. Identifikasi faktor
yang dapat sebagai pencetus serangan seperti alergen yang dihirup, pajanan
lingkungan kerja, polutan dan iritan di dalam dan di luar ruangan, asap rokok,
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral
untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas yang terdiri atas
1) Glukokortikosteroid inhalasi
mengontrol asma dan merupakan pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan
2) Glukokortikosteroid sistemik
pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau selang sehari), namun
sel mast melalui reaksi yang diperantai IgE yang bergantung kepada dosis dan
seleksi serta supresi sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, manosit) serta
menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberian secara inhalasi pada asma
persisten ringan dan efek samping minimal berupa batuk dan rasa obat tidak enak
4) Teofilin
asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan
pembuluh darah pulmonal. Efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Memiliki efek relaksasi
pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
6) Leukotriene modifiers
Merupakan anti asma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
akibat alergen, sulfurdioksida dan latihan berat. Selain itu juga memiliki efek
antiinflamasi.
Pelega pada prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot
dengan gejala akut seperti mengi, batuk dan rasa berat di dada, serta tidak
telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian
inhalasi memiliki kerja lebih cepat dan efek samping minimal. Efek samping
2) Antikolinergik
pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Termasuk dalam
golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Efek samping
3) Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila
tidak ada agonis beta-2 atau tidak merespon dengan agonis beta-2 kerja singkat.
Pemberian secara subkutan harus hati-hati pada usia lanjut atau pada pasien
gangguan kardiovaskuler.
asma seperti homeopati, terapi herbal, ayuverdik medicine, ionizer, osteopati dan
hipnosis, dan lain-lain (PDPI, 2003). Salah satu terapi pelengkap untuk pasien
asma adalah teknik pernapasan Buteyko. Teknik pernapasan ini didasarkan pada
usaha mengembalikan cara bernapas yang benar pada pasien asma (Vitahealth,
2005).
kepada pasien yang memiliki pengalaman buruk terhadap gejala asma dan dalam
2005)
(follow up) teratur dan rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lebih
lanjut. Pasien dianjurkan untuk kontrol tidak hanya saat terjadi serangan akut,
namun kontrol teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan, interval berkisar 1-6
bulan tergantung pada keadaan asma. Ini dilakukan untuk memastikan asma tetap
2003).
menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Bagi pasien yang
olahraga. Berhenti atau tidak merokok dan menghindari faktor pencetus juga
dapat dilakukan oleh pasien asma untuk mencegah terjadinya serangan asma
(PDPI, 2003).
24
asma terkontrol, di mana kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan (PDPI,
panduan diagnosis dan tata laksana asma. Panduan pengobatan asma menurut
kondisi pasien dapat dilihat ciri-ciri dari asma terkontrol, terkontrol sebagian dan
tidur, keterbatasan aktivitas harian, kerusakan fungsi paru dan penggunaan obat-
25
obatan dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai. Jika asma berhasil dikontrol,
maka hanya akan terjadi rekurensi gejala berkala dan eksaserbasi berat akan
Berbagai faktor berperan dalam mempengaruhi tingkat kontrol asma seperti usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, merokok, asma derajat berat, penggunaan obat
berobat yang buruk, pengetahuan mengenai asma dan berat badan berlebih
sederhana dan praktis bukan saja untuk membantu petugas kesehatan tetapi juga
berguna untuk penelitian. Kriteria ideal alat ukur asma adalah sederhana, praktis,
bermanfaat, dapat diaplikasikan oleh pasien, petugas kesehatan dan peneliti, serta
telah divalidasi adalah Asthma Control Test (ACT), Asthma Control Questionnare
(ACQ) dan Asthma Control Scoring System (ACSS), Childhood Asthma Control
instrumen berupa kuesioner dengan atau tanpa pemeriksaan fungsi paru ini
pemeriksaan yang objektif dan dapat dilakukan berulangkali yang dapat ditulis
dalam lembar kemajuan dalam waktu tertentu. Selain itu untuk dapat mengukur
dengan cepat dan tepat diperlukan suatu alat ukur yang dapat digunakan secara
kontrol asma, kuesioner yang paling sering digunakan yaitu kuesioner Asthma
Control Test (ACT) (Sundaru, 2011). ACT lebih valid, reliable, mudah digunakan
digunakan secara luas (Edisworo, 2009). ACT adalah suatu uji skrining berupa
asmanya terkontrol atau tidak. Kuesioner ini terdiri dari lima pertanyaan,
kepada petugas kesehatan dan pasien untuk mengevaluasi asma pada pasien yang
memakai kriteria faal paru untuk menilai kontrol asma (Nathan et al, 2004 dalam
Widysanto dkk, 2009). Parameter yang dinilai dalam kuesioner ACT adalah
gangguan aktivitas harian akibat asma, frekuensi gejala asma, gejala malam,
penggunaan obat pelega dan persepsi terhadap kontrol asma (Zaini, 2011).
Pertanyaan pada Asthma Control Test berjumlah lima buah dan tiap
pertanyaan diskor mulai dari 1 sampai dengan 5. Telah dilakukan uji validasi
dengan sensitifitas 68,4% dan spesifisitas 76,2% (Eddy, 2008 dalam Kusumawati,
2010). Interpretasi hasil yaitu apabila jumlah nilai sama atau lebih kecil dari 19
adalah asma tidak terkontrol, apabila nilai 20-24 adalah asma terkontrol sebagian
27
dan apabila nilai 25 adalah asma terkontrol penuh. Tujuan Asthma Control Test
adalah menyeleksi asma yang tidak terkontrol, mengubah pengobatan yang tidak
efektif menjadi lebih tepat, melaksanakan pedoman pengobatan secara lebih tepat
dan memberikan pendidikan atau pengetahuan tentang bahaya keadaan asma yang
tidak terkontrol. Kuesioner ini telah diteliti dan divalidasi sehingga dapat dipakai
secara luas untuk menilai dan memperbaiki kondisi asma seseorang (Widysanto
dkk, 2009).
menahan napas, yang dikenal dengan control pauses dan extended pauses (Bruton
atau mengurangi intake udara yang masuk ke dalam paru-paru sehingga dapat
(Dupler, 2005).
latihan bernapas secara teratur untuk melatih seseorang yang terbiasa bernapas
asma mampu mengubah volume udara yang dihirup, maka akan mengurangi
serangan asma yang dialami dan penggunaan alat maupun obat-obatan dapat
Buteyko juga digunakan untuk mengurangi gejala dan tingkat keparahan asma
dengan memelihara keseimbangan kadar CO2 dan nilai oksigenasi seluler, serta
London School of Facial Orthotropics (LSFO) tahun 2012, tujuan dari metode
dengan cara latihan menahan napas, bernapas melalui hidung dan latihan
kebiasaan bernapas secara berlebihan yang tidak disadari. Pasien asma menghirup
udara terlalu banyak ketika bernapas, yang umum dikenal dengan istilah
napas panjang sebelum berbicara dan bernapas melalui mulut (McKeown, 2004).
Secara lebih jelas berikut beberapa teori yang melandasi Prof. Buteyko
a. Ketika pasien asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO2 yang
b. Karbon dioksida merupakan zat yang sangat penting untuk kesehatan, setiap
tingkat CO2 dalam paru-paru. Saat pasien asma menghirup terlalu banyak volume
udara dari yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh, maka pada waktu bersamaan
pasien juga menghembuskan CO2 keluar secara terlalu cepat. Ini menyebabkan
1) Transportasi oksigen. Oksigen tidak larut dalam darah sehingga 98% gas
pada jumlah karbon dioksida dalam alveoli/arteri darah. Jika kadar karbon
dioksida tidak sesuai dengan tingkat yang diperlukan yaitu sekitar 5%, maka
2) Pelebaran pembuluh darah dan saluran udara. Karbon dioksida melebarkan otot
polos disekitar saluran udara, arteri dan kapiler. Menyusul peningkatan karbon
dioksida, terdapat lebih besar distribusi darah untuk pelebaran pembuluh darah.
adalah suatu kelainan klinis yang menyebabkan peningkatan keasaman darah (pH)
basa, ion hidrogen dilepaskan dari jaringan buffer, yang selanjutnya menurunkan
konsentrasi bikarbonat plasma (Horne, 2001). Selain itu dapat pula melalui kerja
ion hidrogen karbonat sehingga ion hidrogen pun semakin banyak yang kemudian
e. Defisiensi CO2 juga menyebabkan spasme otot polos bronkus, kejang pada
otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ lainnya. Jika
31
intensitas pernapasan dalam semakin sering dilakukan, maka akan semakin sedikit
jumlah oksigen yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya, ini yang
f. Bila kadar CO2 pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-sel saraf sudah
CO2 dalam tubuh, khususnya paru-paru dan sistem sirkulasi. Ini mengakibatkan
(Microza, 2012).
kadar CO2 dan diikuti dengan pergeseran efek Bohr yang mengakibatkan
dalam kadar normal sehingga oksigenasi akan optimal (Agustiningsih dkk, 2007).
Teknik pernapasan Buteyko terdiri dari dua hal penting, yaitu relaksasi dan
latihan. Pada tahap relaksasi, postur tubuh diatur senyaman mungkin terutama
tubuh bagian atas. Ini berfungsi untuk merilekskan otot pernapasan dan iga secara
perlahan-lahan yaitu saat peregangan iga ke arah luar selama inspirasi dan
penarikan iga ke arah dalam selama ekspirasi. Saat latihan pasien asma dianjurkan
untuk bernapas melalui hidung, tidak melalui mulut (Dupler, 2005). Menurut Prof.
32
pernapasan sehingga insufisiensi udara yang terjadi saat serangan akan berkurang
(Thomas, 2004).
makan atau menunggu setidaknya dua jam setelah makan, karena pencernaan
b. Postur
Postur yang baik sangat penting untuk melakukan latihan dengan benar
sandaran sehingga memungkinkan duduk tegak dan kaki menyentuh lantai, serta
tubuh berada dalam kondisi senyaman mungkin. Jika tidak memiliki kursi dengan
sandaran, maka posisi kepala, bahu dan pinggul harus diatur agar tegak lurus.
c. Konsentrasi
Tutup mata dan fokus pada pernapasan, rasakan udara yang bergerak
masuk dan keluar dari hidung dan gerakan yang berbeda dari tubuh saat
d. Relaksasi bahu
ke dalam paru-paru. Coba untuk sesantai mungkin dan biarkan bahu rileks serta
pernapasan.
Rasakan udara yang keluar dari lubang hidung dengan menempatkan jari
di bawah hidung dengan posisi horizontal, jari jangan terlalu dekat ke lubang
hidung karena dapat menggangu aliran udara yang masuk dan keluar dari hidung.
f. Bernapas dangkal
ini akan membantu mengurangi jumlah udara setiap kali bernapas. Meskipun
kegiatan ini akan meningkatkan jumlah napas yang dilakukan per menit, tapi ini
tidak masalah karena tujuannya untuk mengurangi volume udara. Udara hangat
penurunan volume udara setiap kali bernapas. Diharapkan pasien mampu untuk
terus bernapas dengan cara ini selama 3-5 menit. Kemungkinan yang terjadi
pasien tidak dapat menyelesaikan 5 menit penuh saat pertama kali latihan. Ini
apapun waktu yang dicapai untuk latihan, harus dilakukan kembali pengukuran
h. Istirahat
i. Latihan blok
Setiap sesi latihan terdiri dari 4 blok penurunan frekuensi bernapas dengan
memeriksa control pause dan nadi sebelum dan setelah latihan setiap blok.
Dibandingkan dengan sesi awal, waktu control pause harus lebih lama dan denyut
untuk memperbaiki cara bernapas pasien asma. Waktu yang diperlukan untuk
kemudian tahan napas dengan cara mencubit hidung dengan ibu jari dan
4) Pada keinginan pertama kali untuk bernapas, lepaskan cubitan hidung dan
mungkin.
5) Hitung berapa lama waktu dapat menahan napas. Individu tidak harus
3) Pastikan bernapas hanya melalui hidung dan mulut tertutup saat bernapas.
control pause - istirahat dilakukan sebanyak 4 sesi. CP yang diambil pada akhir
dari 4 sesi sekitar 25% lebih tinggi dari yang diambil di awal. Nadi yang diukur
setelah latihan adalah sama atau lebih rendah daripada yang diukur di awal latihan
(McKeown, 2010).
37
dengan lembut dan mulai hitung waktunya. Tahan napas sampai anda
mungkin dengan punggung tegak serta kaki dan lutut selebar bahu,
kemudian tutup mata. Letakkan tangan pada bagian atas dan bawah dada,
kemudian mulai bernapas normal dan tenang melalui hidung. Fokus pada
pergerakan tangan yang berada pada dada bagian atas. Setelah beberapa
menit kemudian mulai relaksasi otot wajah, leher, bahu dan kaki. Apabila
latihan mulai bekerja. Lakukan langkah menahan napas dan napas santai
selama 3 menit.
tahan napas 5-10 detik lebih lama dari waktu control pause dengan
selama 3 menit.
2) Lakukan control pause dan very reduced breathing yaitu dilakukan dengan
bersantai. Tarik napas dan bayangkan bahwa udara baru hanya bergerak
sejauh dada bagian atas kemudian tarik napas kembali, lakukan selama 1
tahan napas 5-10 detik lebih lama dari waktu control pause dengan
pasien asma untuk menjalani serangkaian latihan pernapasan dangkal dan lambat,
dan mendorong untuk bernapas melalui hidung (The Asthma Foundation of New
Zealand, 2010). Teori Buteyko menyatakan penyebab dasar dari penyakit asma
karbondioksida dalam darah yang hilang akibat hiperventilasi. Ini akan membantu
pasien asma dengan cara menahan karbondioksida agar tidak hilang secara
dalam darah akan mengurangi terjadinya bronkospasme pada pasien asma, karena
sifat karbondioksida yang mendilatasi pembuluh darah dan otot (Kolb, 2009).
serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak. Latihan
secara teratur akan mengurangi gejala yang dirasakan oleh pasien dan
meningkatkan skor kontrol asma yang dinilai dengan kuesioner Asthma Control
Test (ACT), ini menunjukkan perbaikan tingkat kontrol dan kondisi pasien asma.
pasien asma, ini didukung oleh penelitian Agustiningsih dkk (2007) yang berjudul
Sedang”. Subjek berjumlah 18 orang yang dibagi menjadi tiga kelompok secara
mengikuti latihan Senam Asma Indonesia, kelompok III tanpa perlakuan dan
42
perbedaan rerata yang mencolok selama tiga bulan pengamatan untuk fungsi
pernapasan pada tiap kelompok. Perbedaan yang bermakna (p < 0.05) terdapat
pada %FEV1 pada bulan ke tiga pengamatan pada kelompok Buteyko, tetapi tidak
serta Senam Asma Indonesia dapat menurunkan tahanan terhadap aliran udara di
saluran napas pada pasien asma dewasa derajat persisten sedang setelah berlatih
selama tiga bulan, tetapi tidak dapat memperbaiki nilai kapasitas vital. Latihan