KELAS A1
GELOMBANG 1, KELOMPOK 1:
1. Agustiana (21172001)
2. Ahmad Wafi Naufal (21172002)
3. Ainun Habibah (21172003)
4. Angga Guntara (21172004)
5. Ari Aprilianto (21172005)
6. Arif Ismunandar (21172006)
7. Aulia Hidayatullah (21172007)
8. Bella Rukmana (21172008)
9. Cintia Afrilianti (21172009)
10. Devi Aharyanti (21172010)
11. Dewi Purnama (21172011)
12. Dhia Azmi Saputro (21172012)
13. Dian Faizal (21171013)
14. Dian Yuli R (21172014)
15. Dikdik Ahmad Shidiq (21172015)
16. Diki Prima (21172016)
17. Dwi Rahayu (21172017)
18. Elvira Nahviami (21172018)
19. Endhayanti Oktovia H (21172019)
20. Fahrida Aurania A (21172020)
2016
1. LANSIA
Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebutAging
Process atau proses penuaan. Proses menua adalah kegagalan fungsi homeostatik
penyesuaian diri terhadap factor intrinsik dan ekstrinsik. Menua adalah proses yang
mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rapuh dengan berkurangnya sebagian
besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit
seiring dengan bertambahnya usia. Terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya
berpengaruh terhadap penampilan fisik, namun juga terhadap fungsi dan tanggapan pada
kehidupan sehari-hari. Namun harus dicermati, bahwa setiap individu mengalami perubahan-
perubahan tersebut secara berbeda. Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada
orang berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan
berakhir dengan kematian. Namun demikian, efek penuaan tersebut umumnya menjadi lebih
terlihat setelah usia 40 tahun. Proses menua seyogianya dianggap sebagai suatu proses
normal dan tidak selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Berbagai factor
seperti faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan, mungkin lebih besar mengakibatkan
gangguan fungsi daripada penambahan usia itu sendiri (Kris Pranarka, 2006).
2. SWAMEDIKASI
Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi diartikan sebagai pemilihan dan
penggunaan obat, termasuk pengobatan herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat
diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang sering dialami masyarakat, seperti
demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit mag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-
lain. Obat-obat golongan obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang relatif
aman digunakan untuk swamedikasi. Jadi, swamedikasi adalah upaya awal yang dilakukan
sendiri dalam mengurangi/mengobati penyakit-penyakit ringan menggunakan obat-obatan
dari golongan obat bebas dan bebas terbatas (Anonim, 2014).
PERTIMBANGAN SWAMEDIKASI PADA LANSIA
Konsep dasar pemeberian obat pada Lansia :
Ada tiga faktor yang menjadi acuan dasar dalam pemberian obat pada pasien lansia
· patofisiologi penyakit
· Kondisi organ tubuh
· Farmakokinetika (Boedi, 2006)
A. Patofisiologi penyakit
Pada usia lanjut banyak hal-hal yang lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
obat, karena pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistema
tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Adapun prinsip umum
penggunaan obat pada usia lanjut :
1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi yang tepat.
Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang sesungguhnya
2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkandan tidak
berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya
3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa diberikan pada
orang dewasa yang masih muda.
4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan memonitor
kadar plasma pasien. Dosis penunjang yang tepat umumnya lebih rendah.
5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan untuk
memelihara kepatuhan pasien
6. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat yang tidak
diperlukan lagi (Manjoer, 2000)
B. Kondisi tubuh dan farmakokinetika
1. Farmakokinetik
Pada usia lanjut perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga mengubah absorbsi obat,
misalnya meningkatnya pH lambung, menurunnya aliran darah ke usus akibat penurunan
curah jantung dan perubahan waktu pengosongan lambung dan gerak saluran cerna.(Bustami,
2001).
2. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Respon seluler pada lansia secara
keseluruhan akan menurun. Penurunan ini sangat menonjol pada respon homeostatik yang
berlangsung secara fisiologis. Pada umumnya obat-obat yang cara kerjanya merangsang
proses biokimia selular, intensitas pengaruhnya akan menurun misalnya agonis untuk terapi
asma bronkial diperlukan dosis yang lebih besar, padahal jika dosisnya besar maka efek
sampingnya akan besar juga sehingga index terapi obat menurun. Sedangkan obat-obat yang
kerjanya menghambat proses biokimia seluler, pengaruhnya akan terlihat bila mekanisme
regulasi homeostatis melemah (Boedi, 2006)
3. Eleminasi
Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya obat
diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya berkaitan
dengan kecepatan filtrasi glomerolus, misalnya digoksin dan antibiotik golongan
aminoglikosida. Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke
ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada
orang yang lebih muda (Bustami, 2001)
INFORMASI SWAMEDIKASI PADA LANSIA
Pada pengguaan obat secara swamedikasi (pengobatan sendri) untuk lansia peran apoteker
sangat dibutuhkan karenapenggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan
sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu
penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab
membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta
membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien.
Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker mempunyai
peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada
masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat melakukannya secara
bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat
diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap
dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan
secara tidak semestinya. Swamedikasi dipertimbangkan oleh World Health Organisation
(WHO) untuk menjadi kebijakan kesehatan internasional, karena swamedikasi tidak hanya
dapat mengurangi beban biaya pada pelayanan kesehatan namun juga mampu meningkatkan
ketaatan pasien dan meningkatkan outcome pengobatan. Dengan pertimbangan tersebut,
maka peran apoteker diIndonesia dalam swamedikasi terutama untuk populasi geriatri sangat
dibutuhkan. Apoteker hendaknua menjadi sumber informasi yang baik, hangat dan memiliki
pengetahuan yang cukup dalam melayani pasien lasia. Berikut merupakan saran yang dapat
dilakukan untuk melakukan swamedikasi obat pada pasien geriatri untuk mencapai terapi
yang optimal.
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam swamedikasi pada lansia:
Jelaskan apa yang akan anda lakukan/sampaikan untuk melayani lansia agar yang
bersangkutan paham dan mau bekerjasama dalam pemakaian obat.
Jelaskan tentang obat yang akan dipakai, mungkin saja lansia karena pengalamannya,
pernah mengalami ketidaknyamanan dalam memakai obat.
Jika lansia tidak memakai obat dapat dibantu dengan minum obat bersama makanan dan
atau minuman yang sesuai.
Jelakan bila perlu berikan catatan jika pasien bingung mungkin disebabkan kodisi
fisik/psiologis atau karena efeek samping obat.
Jika pasien lansia mengalami kekurangan pendengaran dan atau penglihatan, anda perlu
menyusuaikan diri, misal bicara dengan mengatur tinggi dan rendah intonasi dan artikulasi
suara pada saat memberikan penjelasan atau intruksi serta memberikan waktu untuk
menjawab. Jika perlu buat tulisan yang jelas dengan huruf besar.
Perhatikan interaksi baik sesama obat atau makanan/minuman, termasuk kemungkinan
penyalahgunaan obat bebas, herbal atau alat tradisional.
Perlu penjelasan tentang penyimpanan obat dengan baik dan menjaganya untuk tidak salah
memakai dan menyimpan obat.
Jika ada obat yang diberi cara penggunaan ”bila perlu”maka perlu penjelasan mengapa
dan apa tujuan penggunaan ”bila perlu”, misalnya analgetik tidak lagi dipakai jika rasa sakit
sudah menghilang (Prest, M. 2003)
Prinsip pengobatan pada lanjut usia
Secara singkat, pemakaian/pemberian obat pada usia lanjut hendaknya mempertimbangkan
hal-hal berikut:
1. Riwayat pemakaian obat
informasi mengenai pemakaian obat sebelumnya perlu ditanyakan, mengingat sebelum
datang ke dokter umumnya penderita sudah melakukan upaya pengobatan sendiri.
informasi ini diperlukan juga untuk mengetahui apakah keluhan/penyakitnya ada kaitan
dengan pemakaian obat (efek samping), serta ada kaitannya dengan pemakaian obat yang
memberi interaksi.
2. Obat diberikan atas indikasi yang ketat, untuk diagnosis yang dibuat. Sebagai contoh,
sangat tidak dianjurkan memberikan simetidin pada kecurigaan diagnosis ke arah dispepsia.
3. Mulai dengan dosis terkecil. Penyesuaian dosis secara individual perlu dilakukan untuk
menghindari kemungkinan intoksikasi, karena penanganan terhadap akibat intoksikasi obat
akan jauh lebih sulit.
4. Hanya resepkan obat yang sekiranya menjamin ketaatan pasien, memberi resiko yang
terkecil, dan sejauh mungkin jangan diberikan lebih dari 2 jenis obat. Jika terpaksa
memberikan lebih dari 1 macam obat, pertimbangkan cara pemberian yang bisa dilakukan
pada saat yang bersamaan.