Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati kami memanjatkan puji syukur kehadirat

Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

penulisan Tugas Makalah ini untuk memenuhi dalam bidang penilaian mata

kuliah ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI yang berjudul “ASPEK HUKUM

PENJUALAN ONLINE DI INDONESIA".

Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu

dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya, maka kami sangat mengharapkan

kritikan dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan

datang.

Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga

tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini

kami mengucapkan ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala

bantuan dari semua pihak mudah – mudahan mendapat amal baik yang diberikan

oleh Allah SWT.

SUKABUMI, 01 NOVEMBER 2017

KELOMPOK 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5

BAB II ..................................................................................................................... 7

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 7

2.1 Definisi Bisnis Online (E-Commerce) ..................................................... 7

2.2 Hukum Yang Mengatur E- Commerce..................................................... 8

2.3 Sistem E-commerce Indonesia .............................................................. 17

2.4 Penghambat berkembangnya E-Commerce adalah isu keamanan. ........ 19

2.5 Permasalahan Hukum E-Commerce ...................................................... 22

2.6 Perlindungan Kepentingan Konsumen ................................................... 23

BAB III ................................................................................................................. 26

PENUTUP ............................................................................................................. 26

3.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 26

ii
3.2 SARAN .................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan Ilmu teknologi yang semakin canggih maka semakin banyak

hal – hal yang baru yang kita temui dalam kehidupan sehari – hari. Diantaranya

salah satu perkembangan TI, telekomunikasi dan komputer adalah lahirnya model

transaksi yang tidak perlu bertemu secara langsung atau face to face. Transaksi

cukup dilakukan dengan menggunakan media elektronik yaitu media internet.

Transaksi ini dikenal dengan nama elektronik commerce (e-commerce). Dalam

bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas

bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Di tengah globalisasi

komunikasi yang semakin terpadu (global communication network). Dengan

semakin populernya Internet seakan telah membuat dunia semakin menciut

(shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas negara berikut

kedaulatan dan tatanan masyarakatnya. Komputer sebagai alat bantu manusia

dengan didukung perkembangan teknologi informasi telah membantu akses ke

dalam jaringan jaringan publik (public network) dalam melakukan pemindahan

data dan informasi.

Tren berbisnis atau berjualan dengan menggunakan koneksi internet saat ini

sudah semakin marak dan semakin banyak di gandrungi oleh para custrumer

karena banyak sekali kemudahan-kemudahan yang bisa kita dapat saat kita

melakukan jual beli online di internet, selain keuntungan yang akan didapat

semakin bertambah bagi para seller juga keuntungan yang akan didapat oleh

4
custrumer adalah pengefisienan waktu, sekarang pembeli tak perlu menghabiskan

waktunya untuk pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencari barang yang

diinginkannya tetapi hanya dengan mengunakan gadget yang terkoneksi dengan

internet pembeli bisa dengan mudah mencari barang yang diinginkan tentunya

dengan spesifikasi dan harga yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Hal ini juga ditunjang dengan berbagai aplikasi yang dengan mudah bisa

diinstal melalui playstore oleh mayarakat, seperti bukalapak, tokopedia maupun

shopee dan bisnis yang sejenis lainya, yang tentunya aplikasi ini menawarkan

berbagai produk dengan keunggulannya masing-masing. Namun transaksi seperti

ini tentunya menimbulkan peluang penipuan dalam bertransaksi sangat besar oleh

karena itu perlu adanya hukum yang mengatur dalam jual beli semacam ini agar

tidak ada pihak yang dirugikan .

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Definisi Bisnis Online (E-Commerce)?

b. Bagaimana Hukum yang mengatur E-Commerce?

c. Bagaimana Sistem E-Commerce Di Indonesia?

d. Bagaimana Penghambat berkembangnya E-Commerce adalah isu

keamanan?

e. Bagaimana Permasalahan Hukum E-Commerce?

f. Bagaimana Perlindungan kepentingan konsumen?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui Definisi Bisnis Online (E-Commerce)

b. Mengetahui Hukum yang mengatur E-Commerce

5
c. Mengetahui Sistem E-Commerce Di Indonesia

d. Mengetahui Penghambat berkembangnya E-Commerce adalah isu

keamanan

e. Mengetahui Permasalahan Hukum E-Commerce

f. Mengetahui Perlindungan kepentingan konsumen

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bisnis Online (E-Commerce)

Perkembangan dunia digital, khususnya internet saat ini sudah begitu

mengglobal. Internet bukan lagi suatu hal yang baru dalam fase pertumbuhan dan

perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini telah

membawa banyak perubahan bagi pola kehidupan sebagian masyarakat Indonesia.

Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut dengan

electronic commerce (e-commerce). E-Commerce tersebut terbagi atas dua

segmen yaitu business to business e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha)

dan business to consumer e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha dengan

konsumen).

E-Commerce merupakan prosedur berdagang atau mekanisme jual-beli di

internet dimana pembeli dan penjual dipertemukan di dunia maya. E-Commerce

juga dapat didefinisikan sebagai suatu cara berbelanja atau berdagang secara

online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas Internet dimana terdapat

website yang dapat menyediakan layanan “get and deliver“.

E-Commerce akan merubah semua kegiatan marketing dan juga sekaligus

memangkas biaya-biaya operasional untuk kegiatan trading (perdagangan).

Proses yang ada dalam E-Commerce adalah sebagai berikut :

a. Presentasi electronis (Pembuatan Web site) untuk produk dan layanan.

b. Pemesanan secara langsung dan tersedianya tagihan.

7
c. Otomasi account Pelanggan secara aman (baik nomor rekening maupun

nomor Kartu Kredit).

d. Pembayaran yang dilakukan secara Langsung (online) dan penanganan

transaksi.

E-commerce telah banyak digunakan seiring dengan meningkatnya pengguna

internet di Indonesia. Menurut data Departemen Telekomunikasi, Jumlah

pengguna internet pada bulan februari 2008 mencapai 25 juta pengguna dan

diprediksi akan mencapai 40 juta pengguna pada akhir tahun 2008. Sebelum

keluarnya Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE), kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan e-commerce

diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang

nomor 12 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang nomor 14 tahun 2001

tentang Paten, Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, Undang-

undang Telekomunikasi nomor 36 tahun 1999, Undang-undang nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan lain-lain.

2.2 Hukum Yang Mengatur E- Commerce

Hukum E-commerce di Indonesia secara signifikan, tidak mencover aspek

transaksi yang dilakukan secara online (internet). Akan tetapi ada beberapa hukum

yang bisa menjadi pegangan untuk melakukan transaksi secara online atau

kegiatan E-Commerce Yaitu : Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang

Dokumen Perusahaan (UU Dokumen Perusahaan) telah menjangkau ke arah

pembuktian data elektronik. Dalam Bab I Ketentuan Umum, PASAL 1 Ayat 2

tentang dokumen perusahaan yang isinya Dokumen perusahaan adalah data,

8
catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam

rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain

maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau

didengar.

Dan pada BAB III tentang Pengalihan Bentuk Dokumen dan

Legalisasi PASAL 12 ayat 1 dan PASAL 15 ayat 1 dan 2 yang isinya berturut-

turut Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media

lainnya. Dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media

lainnya sebagaimana dimaksud dalam PASAL 12 Ayat 1 dan atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti yang sah. Apabila dianggap perlu dalam hal tertentu dan

untuk keperluan tertentu dapat dilakukan legalisasi terhadap hasil cetak dokumen

perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya. Jadi kita dapat

menyimpulkan bahwa Undang-undang di atas berisi tentang pernyataan bahwa

Dokumen perusahaan (data atau bukti transaksi jual beli) adalah sah dengan syarat

dapat dilihat, dibaca atau didengar dengan baik. Dan data dalam bentuk media

elektronik (dsebutkan mikrofilm atau media lain) seperti video, dokumen

elektronik, email dan lain sebgainya yang dapat dikatakan sebagai Dokumen

merupakan alat bukti yang sah.

PASAL 1233 KUHP, yang isinya sebagai berikut Perikatan, lahir karena

suatu persetujuan atau karena undang-undang. Berarti dengan pasal ini perjanjian

dalam bentuk apapun dperbolehkan dalam hukum perdata Indonesia. Dapat sering

kita jumpai ketika kita menggunakan fasilitas gratisan seperti email ada Term of

Use-nya terus ada Privacy Policy-nya dan lain sebagainya.

9
PASAL 1338 KUHP, yang isinya mengarah kepada hukum di Indonesia

menganut asas kebebasan berkontrak. Asas ini memberikan kebebasan kepada

para pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjuan untuk menentukan

sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. jadi pelaku kegiatan e-commerce dapat

menentukan sendiri hubungan hukum di antara mereka.

Kekosongan hukum yang mengatur tentang E-Commerce menimbulkan

masalah-masalah seperti :

a. Otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;

b. Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum ;

c. Obyek transaksi yang diperjualbelikan;

d. Mekanisme peralihan hak;

e. Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam

transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti

perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain;

f. Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai

alat bukti;

g. Mekanisme penyelesaian sengketa;

h. Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian

sengketa. Masalah perlindungan konsumen, HAKI dan lain-lain.

Dengan munculnya undang-undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan dua hal penting yakni, pertama

pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum

perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik

10
dapat terjamin dan yang kedua diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang

termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI (Teknologi

Informasi) disertai dengan sanksi pidananya. Dengan adanya pengakuan terhadap

transaksi elektronik dan dokumen elektronik maka setidaknya kegiatan

ecommerce mempunyai basis legalnya.

Walaupun beberapa permasalahan yang ada sudah dapat diselesaikan dengan

munculnya UU ITE ini, namun mengenai masalah perlindungan konsumen dalam

e-commerce masih perlu untuk dikaji lebih dalam, apakah UU ITE sudah mampu

memberikan perlindungan hukum bagi konsumen. Hak konsumen yang diabaikan

oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan

perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang

atau pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik melalui promosi,

iklan, maupun penawaran secara langsung.

Jika tidak berhatihati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan,

konsumen hanya akan menjadi objek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak

bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa

yang dikonsumsinya. Kehadiran e-commerce memberikan kemanjaan yang luar

biasa kepada konsumen, karena konsumen tidak perlu keluar rumah untuk

berbelanja disamping itu pilihan barang/jasapun beragam dengan harga yang

relatif lebih murah. Hal ini menjadi tantangan yang positif dan sekaligus negatif.

Dikatakan positif karena kondisi tersebut dapat memberikan manfaat bagi

konsumen untuk memilih secara bebas barang/jasa yang diinginkannya.

Konsumen memiliki kebebasan untuk menentukan jenis dan kualitas barang/jasa

11
sesuai dengan Universitas Sumatera Utarakebutuhannya. Dikatakan negatif karena

kondisi tersebut menyebabkan posisi konsumen menjadi lebih lemah dari pada

posisi pelaku usaha.

Jika dilihat lebih lanjut, konsumen ternyata tidak hanya dihadapkan pada

persoalan lemahnya kesadaran dan ketidakmengertian (pendidikan) mereka

terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Hak-hak yang dimaksud misalnya bahwa

konsumen tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat barang atau jasa yang

dikonsumsi. Lebih dari itu, konsumen ternyata tidak memiliki bargaining position

(posisi tawar) yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Hal ini terlihat sekali

pada perjanjian baku yang siap untuk ditandatangani dan bentuk klausula baku

atau ketentuan baku yang tidak informatif dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Menurut Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK), Faktor utama yang menjadi penyebab

eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi karena masih rendahnya kesadaran

konsumen akan haknya. Tentunya, hal ini terkait erat dengan rendahnya

pendidikan konsumen. Oleh karena itu keberadaan UUPK adalah sebagai

landasan hukum yang kuat bagi upaya pemberdayaan konsumen. Berdasarkan

kondisi diatas, upaya pemberdayaan konsumen menjadi sangat penting. Untuk

mewujudkan pemberdayaan konsumen akan sangat sulit jika mengharapakan

kesadaran dari pelaku usaha terlebih dahulu. Karena prinsip yang dianut oleh

pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya adalah prinsip

ekonomi, yaitu mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin dengan

12
modal seminimal mungkin. Artinya, dengan pemikiran umum seperti ini, sangat

mungkin konsumen akan dirugikan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada tahun 2008, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang

No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam UU ITE ini diatur mengenai transaksi elektronik dimana salah satunya

adalah kegiatan mengenai online shop ini. Sebelum membahas lebih lanjut

mengenai upaya UU ITE ini dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen

ada baiknya kita mengerti terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan transaksi

elektronik.

Dalam PASAL 1 ayat 2 UU ITE ini yang dimaksud dengan transaksi

elektronik adalah “perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya”, Sesuai dengan

pengertian diatas, maka kegiatan jual beli yang dilakukan melalui komputer

ataupun handphone dapat dikategorikan sebagai suatu transaksi elektronik.

UU ITE juga mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang

lengkap dan benar. Kewajiban tersebut terdapat dalam PASAL 9 UU ITE yang

berbunyi : “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik

harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat

kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan”, Dalam penjelasannya

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar”

adalah meliputi :

13
a. Informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan

kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun

perantara;

b. Informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya

perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan seperti

nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.

Saat ini banyak pelaku usaha di Indonesia yang tidak mengetahui mengenai

kewajibannya sebagai pelaku usaha. Masih banyak pelaku usaha yang tidak

mencantumkan alamatnya sebagai bentuk informasi yang disediakan, ataupun

deskripsi mengenai barang atau jasa yang ditawarkan tidak lengkap sehingga

dapat merugikan konsumen. Masalah lain yang dapat terjadi dalam suatu transaksi

jual beli secara online ini adalah masalah mengenai kapan saat terjadinya transaksi

jual-beli.

Banyak penjual yang merasa sudah terjadi kesepakatan sehingga sudah

memesan barang yang akan dijual, namun pada saat barang tiba, pembeli

membatalkan untuk membeli barang tersebut dan berpendapat bahwa belum

terjadi kesepakatan sehingga terjadi kerugian bagi pihak penjual. Hal inipun telah

diatur dalam UU ITE dalam PASAL 20 UU ITE dijelaskan bahwa “Kecuali

ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran

transaksi yang dikirim oleh pengirim telah diterima dan disetujui oleh penerima”.

Hal ini sesuai dengan prinsip hukum perdata dimana suatu perjanjian terjadi

pada saat tercapainya kata sepakat. Oleh karena itu, setelah penjual dan pembeli

14
sepakat untuk melakukan perjanjian jual-beli, maka penjual dan pembeli tersebut

sudah terikat dan memiliki kewajiban untuk mematuhi perjanjian tersebut. Untuk

itu ada baiknya bahwa pernyataan “sepakat” tersebut disimpan sehingga dapat

digunakan sebagai alat bukti untuk menyatakan bahwa telah terjadi kesepakatan

apabila dikemudian hari terjadi suatu perselisihan mengenai hal tersebut.

Satu hal yang menjadi permasalahan utama dalam perdagangan melalui

online shop ini adalah baik penjual dan pembeli kekurangan informasi antara satu

dengan lainnya. Informasi menjadi penting dalam sistem perdagangan melalui

online shop ini dikarenakan penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung

pada saat transaksi jual beli terjadi. Masing-masing pihak baik itu penjual maupun

pembeli merasa khawatir bahwa salah satu pihak tidak akan melaksanakan

kewajibannya dan menyebabkan kerugian bagi pihak lainnya. Salah satu contoh

kasus yang sering terjadi pada sistem perdagangan online adalah bahwa penjual

tidak mengirimkan barangnya meskipun pembayaran telah dilakukan.

Pada dasarnya penipuan secara online tidak jauh berbeda dengan penipuan

secara konvensional. Yang membedakan hanyalah sarana perbuatannya, dalam

penipuan secara online, penipuan tersebut menggunakan sarana elektronik.

Karena itu, penipuan secara online dapat dikenakan PASAL 378 KUHP yang

berbunyi “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat

palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan

orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi

15
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana

penjara paling lama 4 tahun.”

UU ITE juga telah mengatur bentuk penipuan secara online ini. Dalam

PASAL 28 ayat 1 UU ITE disebutkan bahwa : “Setiap Orang dengan sengaja dan

tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan

kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”. Dalam PASAL 45 ayat 2 UU

ITE menyebutkan bahwa ancaman pidana dari penipuan secara online ini adalah

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Milyar.

Meskipun UU ITE ini sudah memberikan pengaturan mengenai permasalahan

yang mungkin terjadi dalam perdagangan melalui sistem online ini, namun pada

kenyataannya permasalahan ini tidak dapat diselesaikan hanya melalui pengaturan

UU ITE ini saja. Saat ini, belum ada mekanisme pengaduan yang mudah bagi

pihak yang menderita kerugian. Mekanisme yang ada saat ini hanyalah sistem

pengaduan sesuai dengan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Mekanisme ini dinilai kurang cocok jika diterapkan pada sistem pengaduan dalam

perdagangan online. Nilai transaksi yang tidak terlalu besar menjadi salah satu

pertimbangan bagi pihak yang menderita kerugian untuk tidak melaporkan

kerugian itu kepada aparat penegak hukum. Terlebih lagi, terdapat paradigma

bahwa biaya untuk pelaporan tersebut lebih besar daripada kerugiannya itu

sendiri.

Untuk itu, dibutuhkan suatu sistem pengaduan yang cepat, mudah dan

terutama harus secara online juga. Ada baiknya aparat penegak hukum juga

16
mengeluarkan daftar hitam atau blacklist bagi pengguna perdagangan secara

online ini yang telah terbukti merugikan pihak lain. Dengan cara ini, maka para

pelanggan akan semakin merasa aman dan tidak menimbulkan ke khawatiran akan

adanya suatu penipuan dalam perdagangan online atau e-commerce.

2.3 Sistem E-Commerce Indonesia

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) didirikan di Jakarta. Baru baru ini

Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) didirikan di Jakarta, Kamis (3/5/2012).

Indonesia memiliki 55 juta pengguna internet, dengan 57 persen memilih

berbelanja secara online. Namun, belum ada aturan hukum yang mengatur

keamanan transaksi online. Dengan adanya asosiasi e-commerce, diharapkan akan

semakin banyak perusahaan e-commerce yang bias bertanggung jawab secara

hukum.

Hal ini disampaikan Daniel Tumiwa, Country Manager Multiply.com yang

dipercaya sebagai Ketua dewan pengurus Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA)

yang diresmikan hari ini, Kamis (3/5/2012) di Jakarta. "Selama ini transaksi e-

commerce mengacu kepada Undang-undang ITE. Pemerintah sedang menggodok

aturan baru yang mengatur pelaksanaan UU tersebut. Gunanya asosiasi ini

nantinya, untuk membantu pemerintah menganalisis kebutuhan industri," jelas

Daniel saat ditemui kompas.com usai jumpa pers.

Menurut Daniel, aturan hukum e-commerce di Indonesia belum jelas, karena

e-commerce memiliki bisnis model yang beragam. Masing-masing bisnis model

tersebut harus memiliki aturan hukum yang berbeda disesuaikan dengan

17
kebutuhannya. Empat bisnis model yang paling banyak digunakan di Indonesia

adalah sebagai berikut :

a. Marketplace

Yakni tempat berkumpulnya penjual dan pembeli dalam satu website. Di

dalam marketplace akan ditemukan integrasi pembayaran dan pengiriman.

Contohnya BliBli.com, Multiply.com, Plasa.com, dan Tokpedia.com.

b. ClassifiedAds

Yakni transaksi yang terjadi karena adanya iklan baris di website. Model

bisnis seperti ini yang paling sulit dilacak karena transaksinya yang

kebanyakan terjadi secara offline. Iklan baris secara online hanya berfungsi

sebagai informasi, bukan tempat transaksi. Contohnya Berniaga.com,

Kaskus.us, dan Tokobagus.com.

c. DailyDeals

Model bisnis seperti ini menguntungkan pelanggan karena selalu ada

diskon dan penawaran menarik setiap hari. Semakin banyak calon pembeli,

maka diskonnya akan semakin besar. Contohnya DealGoing.com.

d. OnlineRetail

Yakni perusahaan retail yang sudah sukses melakukan transaksi bisnis di

ranah offline kemudian pindah ke ranah online untuk memperluas pasar.

Contohnya Bhinneka.com dan Gramedia.com.

Selain aturan yang belum jelas karena banyaknya bisnis model, kendala e-

commerce di Indonesia adalah kurangnya edukasi kepada masyarakat selaku

pelanggan. Untuk itulah asosiasi ini initnya berfungsi. "Asosiasi ini akan

18
menetapkan standar keanggotaan bagi perusahaan e-commerce. Perusahaan yang

ingin menjadi anggota misalnya harus berbadan hukum, harus memilikicostumer

service 24 jam, dan standar lainnya. Kami belum bisa mempublikasikan

standarnya seperti apa. Tapi harapan kami adalah, anggota asosiasi akan menjadi

perusahaan yang bisa dipercaya oleh pelanggan karena memiliki standar-standar

tersebut," tutup Daniel.

2.4 Penghambat berkembangnya E-Commerce adalah isu keamanan.

Industri e-commerce semakin bergeliat di Indonesia. Minat masyarakat

semakin tinggi melakukan jual beli secara online. Berdasarkan data dari

MasterCard WorldWide, kira-kira 57 persen orang Indonesia sudah akrab dengan

ide belanja online. Jumlah bisnis yang didirikan secara online pun terus bertambah

tiap hari. Direktur Berniaga.com Jullian Gafar mengakui, disadari atau tidak,

bisnis online atau e-commerce di Indonesia memiliki potensi pasar yang besar.

Hal ini karena masyarakat sebagian besar telah dapat mengakses internet dengan

mudah serta siapa pun bisa menggunakan teknologi tersebut, kapan pun dan di

mana pun. “Alasan utama bisnis online di Indonesia bisa berkembang pesat,

karena tidak adanya regulasi, sehingga environment bisa bebas,” ujarnya, di

Jakarta, akhir pekan lalu. Menurutnya, bisnis online bisa tumbuh dengan subur,

lantaran tidak ada campur tangan pemerintah. Tetapi, yang dikhawatirkan justru

dari sisi perlindungan terhadap konsumen. Direktur e-Business Ditjen Aplikasi

dan Telematika Kemenkominfo Azhar Hasyim mengungkapkan, pada 2008

potensi bisnis e-commerce di Indonesia mencapai Rp 330 triliun. Pada 2012

transaksi yang terjadi sudah berkisar Rp 30 triliun. Bahkan, lembaga riset Nielsen

19
menyebutkan selama kuartal pertama 2012 kepercayaan konsumen online dari

Indonesia tergolong tinggi. Indeks kepercayaan dari konsumen online Indonesia

sebesar 118 poin atau setara dengan Filipina. Optimisme itu meningkat satu poin

dibanding kuartal keempat 2011 yaitu 117 poin. Survei yang dilakukan Nielsen

selama 10-27 Februari 2012 mengambil objek 28.000 konsumen online di Asia-

Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Utara. Hal ini

berarti konsumen Indonesia masuk dalam jajaran tiga besar negara dengan

optimisme keuangan di bawah India (123) dan Arab Saudi (119). Menurut Jullian,

salah satu penghambat berkembangnya e-commerce adalah isu keamanan. Karena

itu disarankan, agar selamat dari penipuan, dalam bertransaksi menggunakan

metode Cash On Delivery (COD).

COD mengharuskan antara pembeli maupun penjual bertemu di salah satu

tempat. Kemudian, pihak pembeli bisa melakukan cek kondisi barang dan

mengetahui kualitas barang yang akan dibelinya. Setelah itu, barulah transaksi

bisa dilangsungkan. Bentuk transaksi tersebut bisa berupa pembayaran uang

secara tunai atau bisa juga transfer melalui ATM terdekat. Kata dia, dengan

metode tersebut, paling tidak bisa meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Misalnya penipuan dan pemalsuan barang. Beberapa pelaku industri e-commerce

yang tergabung dalam idEA ini antara lain Berniaga.com, Blibli.com,

Dealgoing.com, Gramedia.com, Kaskus.us, Multiply.com, Tokobagus.com dan

Tokopedia.com. “Harapan kami dengan forum ini, kami bisa berdiskusi dengan

pemerintah untuk mengembangkan industri e-commerce di Indonesia,” ujar

Dewan pengurus idEA, Daniel Tumiwa dari Multiply.com.

20
IdEA juga akan menjalin hubungan baik dengan instansi terkait, termasuk

pemerintah seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan

Informatika, Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal HAKI serta YLKI

(terkait dengan perlindungan konsumen).Wakil Ketua idEA Arnold Sebastian Egg

menambahkan, dengan semakin gencarnya industri e-commerce di Indonesia,

semakin tinggi pula kepentingan untuk menciptakan industri yang sehat. Selain

itu, sebagai sarana komunikasi yang terpadu antara para pelaku dengan mitra

industri, termasuk pemerintah. idEA pun ingin memberikan kontribusi signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi melalui aktivitas e-commerce yang dijalankan

melalui platform setiap anggotanya.

Berkaitan dengan rencana jangka panjang, idEA ingin turut serta dalam

menjadikan Indonesia sebagai ekonomi berbasis digital terbesar di Asia Tenggara.

Saat ini pun sedang direncanakan untuk melakukan proses pengaturan berkaitan

dengan regulasi e-commerce tahun ini. Regulasi sudah masuk dalam tahap legal

drafting untuk masuk sebagai Undang-Undang Perdagangan, bukan UU ITE.

Kabarnya, kini UU Perdagangan telah masuk ke DPR untuk drafting dan para

konsultan sudah mulai merancang peraturan pemerintah (PP) terkait yang akan

mengatur perdagangan elektronik di Indonesia. Tentu saja, dalam proses ini, juga

terjalin kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta

Kementerian Dalam Negeri agar tidak tercipta peraturan yang tumpang tindih.

Menurut data yang diinformasikan, pemerintah menargetkan trade volume sebesar

US$ 1,8 miliar pada 2015. Saat ini, besarnya masih US$ 230 juta. Bersamaan

dengan pengembangan regulasi, penting juga untuk memperhatikan perlindungan

21
IPR (Intellectual Property Rights) serta memperbesar usaha dalam mengurangi

barang-barang bajakan dalam industri e-commerce.

2.5 Permasalahan Hukum E-Commerce

E-commerce merupakan model perjanjian jual beli dengan karakteristik dan

aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli konvensional, apalagi

dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Beberapa

permasalahan hukum yang muncul dalam bidang hukum dalam aktivitas e-

commerce, antara lain:

a. Otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;

b. Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum;

c. Obyek transaksi yang diperjualbelikan;

d. Mekanisme peralihan hak;

e. Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam

transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti

perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain;

f. Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai

alat bukti;

g. Mekanisme penyelesaian sengketa;

h. Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian

sengketa. Masalah perlindungan konsumen, HAKI dan lain-lain.

Permasalahan seperti diatas, ternyata telah diatur di Inggris yang didasarkan

pada putusan pengadilan dalam perkara In Re Charge Sevices Limited. Perkara

tersebut berisi suatu analisis yuridis mengenai hubungan-hubungan hukum yang

22
tercipta apabila suatu card digunakan untuk melakukan pembayaran. Dalam

putusan tersebut, yang merupakan leading case di Inggris, hakim Millet J

memutuskan pembayaran dengan charge card/credit card adalah pembayaran

mutlak, bukan pembayaran bersyarat kepada pihak merchant.

Selain itu Millet juga berpendapat, dalam penggunaan kartu, secara serempak

bekerja tiga perjanjian yang satu sama lain saling terpisah, yaitu:

a. Perjanjian penjualan barang dan/atau jasa antara pedagang.

b. Perjanjian antara pedagang dan perusahaan penerbit kartu yang

berdasarkan perjanjian itu pedagang yang bersangkutan setuju untuk

menerima pembayaran yang menggunakan kartu.

c. Perjanjian antara issuer dengan card holder.

Selama ini penggunaan charge card/credit card di internet, ataupun di

berbagai merchant secara offline, seperti di berbagai pusat perbelanjaan memang

rawan dari penyalahgunaan. Kerawanan ini terjadi sebab pihak merchant dapat

memperoleh nomor kartu kredit beserta masa berlakunya yang tentunya dapat

digunakan untuk melakukan transaksi e-commerce.

2.6 Perlindungan Kepentingan Konsumen

Ada beberapa permasalahan terhadap konsumen, akibat tidak jelasnya

hubungan hukum dalam transaksi e-commerce :

a. mengenai penggunaan klausul baku, kebanyakan transaksi di cyberspace

ini, konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tinggal meng-click icon

yang menandakan persetujuannya atas apa yang dikemukakan produsen di

23
website-nya, tanpa adanya posisi yang cukup fair bagi konsumen untuk

menentukan isi klausul.

b. bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul. Para pihak dapat saja

berada pada yurisdiksi peradilan di negara yang berbeda. Untuk itu,

diperlukan pula suatu sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa khusus

untuk transaksitransaksi e-commerce yang efektif dan murah.

c. Hal lainnya adalah masalah keamanan dan kerahasiaan data si konsumen.

Hal ini berkaitan juga dengan privasi dari kalangan konsumen.

Di Indonesia, perlindungan hak-hak konsumen dalam e-commerce masih

rentan. Undang-undang. Perlindungan konsumen yang berlaku sejak tahun 2000

memang telah mengatur hak dan kewajiban bagi produsen dan konsumen, namun

kurang tepat untuk diterapkan dalam e-commerce. Untuk itu perlu dibuat

peraturan hukum mengenai cyberlaw termasuk didalamnya tentang ecommerce

agar hak-hak konsumen sebagai pengguna internet khususnya dalam melakukan

transaksi e-commerce dapat terjamin.

E-Commerce telah memenuhi syarat syah perjanjian (1320 KUH Perdata),

namun masih ada celah hukum yakni pada syarat “Kesepakatan” rentan adanya

unsur penipuan dan “Kecakapan” ini sulit diketahui, dan untuk pembuktiannya

menggunakan alat bukti berupa “Print out” dengan mendasarkan pada 1866 KUH

Perdata, 164 HIR jo PASAL 15 UU N0. 8 / 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

Sebelum Cyberlaw terwujud, maka peraturan perundangan lain yang terkait

dengan internet / e-commerce dapat digunakan untuk mengantisipasi persoalan-

24
persoalan hukum yang timbul. Ada beberapa peraturan perundangan yang terkait

antara lain :

a. UU larangan parktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat No.5/

1999 UU,

b. Perlindungan Konsumen No. 8/ 1999,

c. UU Telekomunikasi No. 36/ 1999,

d. UU Hak Cipta No.12/ 1997,

e. UU Merek No. 15/ 2001,

f. UU Dokumen Perusahaan No. 8/ 1997 (pasal 15) jo Peraturan Pemerintah

No.88/1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan, SEMA

No.39/TU/88/102/Pid, dan

g. RUU Pemanfaatan Tehnologi Informasi (RUU PTI).

25
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kehadiran TI yang berupa internet membuat sector perdagangan di dalam dan

di luar negeri semakin maju pesat. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran

transaksi e-commmerce dan akan memperlancar system produktivitas dan

pendistribusian barang atau jasa dalam memenuhi berbagai kebutuhan konsumen.

Dalam transaksi ecommerce ini banyak permasalahan hukum yang berkembang,

sehingga pengaturan hukum yang jelas dan tegas terhadap masalah

transaksi ecommerce sangat dibutuhkan sebagai jaminan perlindungan hukum

bagi para pihak. Harapan yang dikehendaki, dengan pengaturan hukum maka

pemanfaatan TI akan semakin optimal, terutama untuk kebutuhan

transakasi ecommerce itu sendiri. Oleh karena itu dengan adanya Asosiasi

Ecommerce Indonesia (idEA) ini dharapkan dapat membantu semua pihak dalam

pemecahan masalah yang ada terkait dengan transaksi ecommerce itu sendiri.

Lahirnya sebuah teknologi diharapkan akan membuahkan hasil yang lebih

baik dalam dunia transaksi. Pengawasan semua pihak tentunya juga diharapkan

dapat membantu keamanan transaksi e-commerce Masyarakat awam yang kurang

memahami akan bisnis e-commerce dihapkan tidak menjadi korban penipuan oleh

kalangan – kalangan tertentu dan tentunya meningkatkan pendapatan perkapita

penduduk Indonesia.

26
3.2 SARAN

Pemerintah dalam hal ini diharapkan cepat tanggap dalam pengambilan

keputusan hukum mengenai transaksi e-commerce sehingga perkembangan TI

ini akan dapat memproduksi hasil – hasil yang optimal. Palaku – pelaku e-

commerce khususnya jangan merusak kepercayaan yang diberikan oleh

konsument.

27
DAFTAR PUSTAKA

 http://tekno.kompas.com/read/2012/05/03/20252612/E.commerce.Indonesia.

Masih.Mencari.Jati.diri

 http://techno.okezone.com/read/2012/05/03/55/623392/bisnis-online-di-

indonesia-miliki-potensi-besar

 http://defryprastya.blogspot.co.id/2014/06/aspek-hukum-dalam-bisnis-online-

uu-no.html

28

Anda mungkin juga menyukai