Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat.
Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari segi kesehatan
fisik semata melainkan bersifat menyeluruh, yaitu kesehatan jasmani dan
rohani. Kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia,
disamping sandang, pangan dan apapun yang sering dikaitkan sebagai salah
satu bagian dari hak asasi manusia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, yang dimaksud kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat selain berhak
atas kesehatan juga berhak atas pelayanan kesehatan. Hal ini sebelumnya
telah ditetapkan dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, yang menyebutkan
bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan,
diperlukan penyelenggaraan upaya kesehatan yang terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan ini didukung oleh sumber daya
kesehatan yang melibatkan tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan, serta penelitian
dan pengembangan kesehatan. Salah satu upaya pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan meningkatkan
pelayanan dan fasilitas kesehatan yang meliputi Balai Pengobatan, Pusat
Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus dan
sarana kesehatan lainnya.
Berdasarkan Permenkes RI tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang

1
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Salah satu fasilitas yang
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan tersebut adalah Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 menyebutkan
bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi pelayanan medis, penunjang medis,
keperawatan, rehabilitasi, pencegahan, peningkatan kesehatan juga sebagai
tempat pendidikan dan pelatihan dibidang kesehatan. Salah satu bentuk
pelayanan penunjang medis adalah pelayanan farmasi yang diselenggarakan
oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk
pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Pelayanan Farmasi Klinik yang dilakukan meliputi pengkajian dan pelayanan
resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsilisasi obat, pelayanan
informasi obat (PIO), konseling, pemantauan terapi obat (PTO), visite,
monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi penggunaan obat (EPO),
dispensing sediaan steril dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
(Permenkes RI, 2014).
Pelayanan farmasi rumah sakit tidak terlepas dari adanya peran
apoteker. Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki pendidikan,
keterampilan dan keahlian dibidang farmasi, memiliki hak dalam
menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian, serta mampu merubah paradigma
lama dalam pelayanan kefarmasian yakni orientasi produk (Drug Oriented)
menjadi orientasi pasien (Patient Oriented).

2
Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya di rumah sakit,
maka Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 bekerja sama dengan
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) dalam
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan pada tanggal 6 November sampai dengan 29 Desember 2017,
sehingga diharapkan calon Apoteker memiliki bekal tentang Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yang dapat mengabdikan diri sebagai Apoteker yang
professional.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) adalah :
1. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi,
posisi, dan tanggungjawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit.
2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
ketrampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di Rumah Sakit.
3. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka pengembangan praktek farmasi komunitas di Rumah
Sakit.
4. Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian
di Rumah Sakit.

3
1.3 Manfaat
Manfaat dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) adalah :
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.
2. Mendapatkan pengalaman praktis dalam melaksanakan pengelolaan
perbekalan farmasi dengan sistem satu pintu di rumah sakit.
3. Melihat pelaksanaan kegiatan ini antara teori di fakultas dan kenyataan
dilapangan.
4. Meningkatkan kemampuan apoteker dalam berinteraksi dan
berkolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya dalam melakukan
pelayanan kefarmasian.
1.4 Pelaksanaan PKPA
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) dimulai pada tanggal 6 November –
29 Desember 2017.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Hukum


Landasan hukum yang terkait dengan pelayanan kefarmasian di rumah
sakit yakni :
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/ SK/IX 2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di
Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/MENKES/ SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehtan Republik Indonesia Nomor 856/MENKES/
SK/IX/2009 Tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/
PER/I/2010 Tentang Perizinan Rumah Sakit.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/
PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/ PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014
Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit.

5
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014
Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien.
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2015
Tentang Rumah Sakit Pendidikan.
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pelayanan Rawat Jalan Eksekutif Di Rumah Sakit.
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.

2.2 Rumah Sakit


2.2.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009,
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi diantaranya:
1. Tugas
a) Memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (UU RS
No. 44 2009)
b) Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan rujukan (KEPMENKES RI:
983/MenKes/SK/XI/1992: Organisasi RSU Indonesia).
2. Fungsi
Untuk menjalankan tugasnya, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.Pemeliharaan dan

6
peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
b) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
c) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.

2.3 Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi rumah
sakit berdasarkan jenis pelayanan, sumber daya manusia, jenis peralatan,
bangunan dan prasarana. Rumah sakit memiliki klasifikasi yang terdiri dari
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum adalah
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit sedangkan Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu,
berdasarkan disiplin illmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.
2.3.1 Berdasarkan Kepemilikan
1. Rumah Sakit Pemerintah
Rumah sakit pemerintah yaitu rumah sakit yang dimiliki dan
diselenggarakan oleh pemerintah meliputi Departemen Kesehatan,
Pemerintah Daerah, Angkatan Bersenjata dan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
2. Rumah Sakit Swasta
Rumah sakit swasta yaitu rumah sakit yang dimiliki dan
diselenggarakan oleh yayasan yang sudah disahkan oleh badan hukum.
Rumah sakit swasta dikelolah oleh yayasan atau badan yang bukan milik
pemerintah, organisasi atau yayasan keagamaan, kekeluargaan atau

7
badan-badan sosial lainnya dan dapat pula menjalin kerjasama dengan
institusi pendidikan.

2.3.2 Berdasarkan Jenis Pelayanan


Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan :
1. Jenis pelayanan
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam :
a) Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum yaitu rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan untuk berbagai jenis penyakit, memberi
pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik,
seperti penyakit dalam, bedah pediatrik, psikiatrik, ibu hamil dan
sebagainya.
b) Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus yaitu rumah sakit yang memberikan
pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk pasien dengan kondisi
medik tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti rumah sakit
kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, mata, lepra, tuberkolosis,
jantung dan ketergantungan obat.
2. Pengelolaan
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 berdasarkan pengelolaannya rumah
sakit dapat dibagi menjadi :
a) Rumah Sakit Publik
Rumah sakit yang dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
b) Rumah Sakit Private
Rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

8
2.3.3. Berdasarkan Status Akreditasi
Rumah sakit yang telah terakreditasi yaitu rumah sakit yang telah
diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang
menyatakan bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi persyaratan untuk
melakukan kegiatan tertentu.
2.3.4. Rumah Sakit Umum Didasarkan pada Unsur Pelayanan, Ketenagaan,
Fisik dan Peralatan
1. Rumah Sakit Umum Kelas A
Menurut Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi dan
perizinan rumah sakit, rumah sakit umum tipe A harus mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12
Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B
Menurut Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi dan
perizinan rumah sakit, rumah sakit umum tipe B harus mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8
Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis
Dasar.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C
Pelayanan pada rumah sakit umum tipe C menurut Permenkes No.
56 Tahun 2014, rumah sakit umum tipe C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis
Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
4. Rumah Sakit Umum Kelas D
Pelayanan pada rumah sakit umum kelas D menurut Permenkes No.
56 Tahun 2014, rumah sakit umum tipe D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis
Dasar.

9
2.3.5. Berdasarkan Fasilitas Dan Kemampuan Pelayanan Rumah Sakit
Khusus
1. Rumah Sakit Khusus Kelas A
2. Rumah Sakit Khusus Kelas B
3. Rumah Sakit Khusus Kelas C

2.4 Sumber Daya Manusia (SDM)


Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain
agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di
Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan
Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri. Uraian tugas tertulis dari
masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan
peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan
prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
2.4.1 Kualifikasi SDM
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
a) Apoteker
b) Tenaga Teknis Kefarmasian
2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
a) Operator Komputer/ Teknisi yang memahami kefarmasian
b) Tenaga Administrasi
c) Pekarya/Pembantu pelaksana Untuk menghasilkan mutu pelayanan
yang baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus
mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis
pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.

10
2.4.2 Persyaratan SDM Pelayanan Kefarmasian
Persyaratan SDM Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian
yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi
Apoteker. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan terkait jabatan fungsional di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus
dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung
jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi
Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.
2.4.3 Beban Kerja dan Kebutuhan
1. Beban Kerja dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-
faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a) Kapasitas tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR)
b) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,
klinik dan produksi)
c) Jumlah resep atau formulir permintaan obat (floor stock) per hari.
d) Volume sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
2. Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian
resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat,
pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi
dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1
Apoteker untuk 30 pasien. Penghitungan kebutuhan Apoteker
berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan

11
yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi
klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan
Penggunaan Obat (PPO) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga
Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Selain kebutuhan
Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan rawat jalan,
maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan
farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit produksi
steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi obat dan lain-lain
tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang
dilakukan oleh Instalasi Farmasi. Selain kebutuhan Apoteker untuk
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga
masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan
Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:
a) Unit Gawat Darurat (UGD)
b) Intensive Care Unit (ICU) / Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) /
Neonatus Intensive Care Unit (NICU) / Pediatric Intensive Care
Unit (PICU)
c) Pelayanan Informasi Obat
Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat
intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis
mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit
rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
3. Pengembangan staf dan program pendidikan setiap staf di Rumah Sakit
harus diberi kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya.
Peran Kepala Instalasi Farmasi dalam pengembangan staf dan
program pendidikan meliputi:
a) Menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan
berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM.

12
b) Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan (tugas dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan
kompetensi yang diperlukan
c) Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai
dengan kompetensinya.

2.5 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)


Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim Farmasi dan
Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi
kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua
spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta
tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.
TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di dalam
Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat. Ketua
TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila
diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila
diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. TFT harus
mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk
Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat TFT dapat
mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat
memberikan masukan bagi pengelolaan TFT, memiliki pengetahuan khusus,
keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT. TFT
mempunyai tugas diantaranya yaitu :
1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit
2. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam
formularium Rumah Sakit
3. Mengembangkan standar terapi
4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat

13
5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang
rasional
6. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah
Sakit.

2.6 Formularium Rumah Sakit


Berdasarkan Permenkes No. 58 Tahun 2014, Formularium merupakan suatu
dokumen secara terus menerus direvisi menurut sediaan obat dan informasi penting
lainnya yang mereflesikan keputusan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit.
Formularium memuat ringkasan informasi obat yang mudah dipahami oleh
professional kesehatan di rumah sakit. Formularium rumah sakit disusun mengacu
kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah
Sakit, formularium rumah sakit harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi
obat dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap formularium rumah sakit
harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit.
1. Manfaat dibuatnya suatu formularium adalah :
a) Meningkatkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
b) Merupakan bahan edukasi bagi profesional kesehatan tentang terapi obat
yang rasional
c) Memberikan rasio manfaat-biaya yang tertinggi.
d) Memuat sejumlah pilihan terapi obat yang jenisnya dibatasi sehingga
profesional kesehatan dapat mengetahui dan mengingat obat yang
digunakan secara rutin.
2. Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit :
a) Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik
Funsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik.

14
b) Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi.
c) Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT), jika
diperlukan dapat meminta masukan dari pakar.
d) Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi
(TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan
balik.
e) Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.
f) Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit.
g) Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
h) Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
3. Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit :
a) Mengutamakan penggunaan obat generik
b) Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk) yang paling menguntungkan
penderita.
c) Mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
d) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
f) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
g) Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak langsung
h) Obat lain yang terbukti efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicinese) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kebutuhan terhadap formularium Rumah
Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan indikasi penggunaan, efektifitas, resiko dan biaya.

15
2.7 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan Farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai di Rumah Sakit yang menjamin
seluruh rangkaian kegiatan perbekalan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta
memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan
Kefarmasian.
Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan,
Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus
dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang
dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis
pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu
jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan
selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai
satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit
akan mendapatkan manfaat dalam hal:

16
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
3. Pemantauan terapi Obat
4. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien)
5. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang akurat
6. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit dan
peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.

Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk


meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high
alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat
yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya:
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat Sitostatika.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
2.7.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan.

17
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
ini berdasarkan:
1. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
2. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang telah ditetapkan
3. Pola penyakit
4. Efektivitas dan keamanan
5. Pengobatan berbasis bukti
6. Mutu
7. Harga
8. Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang
ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit harus
tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi Obat, dan penyedia Obat di
Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara
rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat
agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
1. Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik
2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT),
jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar

18
4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi
(TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan
balik
5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
6. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit
7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
8. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
1. Mengutamakan penggunaan obat generik
2. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita
3. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
7. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung
8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah
Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan obat dalam formularium Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.

2.7.2 Perencanaan Kebutuhan


Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

19
Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
1. Anggaran yang tersedia
2. Penetapan prioritas
3. Sisa persediaan
4. Data pemakaian periode yang lalu
5. Waktu tunggu pemesanan
6. Rencana pengembangan.
2.7.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka
jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi
harus melibatkan tenaga kefarmasian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
antara lain:
1. Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa

20
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS)
3. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar
4. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia,
dan lain-lain).

Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan


stok obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat
saat Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui:
1. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pembelian adalah:
a) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat
b) Persyaratan pemasok
c) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
d) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
2. Produksi
Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi
sediaan tertentu apabila:
a) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran
b) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
c) Sediaan Farmasi dengan formula khusus
d) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking Sediaan
Farmasi untuk penelitian

21
e) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat
baru (recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah
Sakit tersebut.
3. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan
terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan,dan Bahan Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan harus disertai dokumen administrasi yang
lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan,
maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi
Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit
untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.
2.7.4 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
2.7.5 Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis

22
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Komponen
yang harus diperhatikan antara lain:
1. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus
2. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis yang penting
3. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati
4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi
5. Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara
benar dan diinspeksi secara periodik.

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
harus disimpan terpisah yaitu:
1. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya.
2. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis.
Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis
yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus
menggunakan tutup demi keselamatan.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk


sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired
First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi
manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

23
Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA: Look
Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. Rumah Sakit
harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergency untuk kondisi
kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar
dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat emergency harus
menjamin:
1. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergency yang telah
ditetapkan
2. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain
3. Bila dipakai untuk keperluan emergency harus segera diganti
4. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa
5. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
2.7.6 Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan. Sistem
distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
a) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola
oleh Instalasi Farmasi.
b) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.

24
c) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan.
d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat
floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
2. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi.
3. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit
dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
4. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi
a + b atau b + c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk
pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian
Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem
floor stock atau resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi
dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
1) Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
2) Metode sentralisasi atau desentralisasi.
2.7.7 Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai

25
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan
cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bila :
1. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2. Telah kadaluwarsa
3. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan
4. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari :
1. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang akan dimusnahkan
2. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait
4. Menyiapkan tempat pemusnahan
5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh BPOM atau
pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap
kegiatan penarikan.

2.7.8 Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

26
Pakai.Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus
bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
1. Menggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
2. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
3. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan
serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
1. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
2. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga
bulan berturut-turut (death stock)
3. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
2.7.9 Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan
administrasi terdiri dari:
1. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,
pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam
periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).

27
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang
berlaku.
Adapun pencatatan dilakukan untuk:
a) Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
b) Dasar akreditasi Rumah Sakit
c) Dasar audit Rumah Sakit
d) Dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
a) Komunikasi antara level manajemen
b) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di
Instalasi Farmasi
c) Laporan tahunan.
2. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mengelola keuangan
maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi
keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa
biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan
laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian
secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran
atau tahunan.
3. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan
cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku.

2.8 Manajemen Resiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai

28
Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang
dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya
kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko
kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan melalui beberapa langkah yaitu:
1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Mengidentifikasi Risiko Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai antara lain:
a) Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai selama periode tertentu
b) Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai tidak melalui jalur resmi
c) Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai yang belum/tidak teregistrasi
d) Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
e) Kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan)
dan kuantitas.
f) Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap
pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
g) Ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan dan
kesalahan dalam pemberian.
h) Kehilangan fisik yang tidak mampu telusuri.
i) Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap.
j) Kesalahan dalam pendistribusian.

29
3. Menganalisa Risiko Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif,
dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi
dari risiko yang terjadi. Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara
statistik berdasarkan data sesungguhnya.
4. Mengevaluasi Risiko Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan
kebijakan pimpinan Rumah Sakit (contoh peraturan perundang-undangan,
Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan Direktur) serta menentukan
prioritas masalah yang harus segera diatasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan
pengukuran berdasarkan target yang telah disepakati.
5. Mengatasi Risiko dilakukan dengan cara:
a) Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
b) Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko
c) Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
d) Menganalisa risiko yang mungkin masih ada
e) Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko,
mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko.
2.9 Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central Sterile Supply Department (CSSD) adalah bagian dari rumah sakit
yang bertanggung jawab secara langsung pada penyediaan alat di ruang operasi
dan pada proses penyiapan alat-alat kesehatan pada semua bagian rumah sakit
yang menerima/memerlukan alat bersih dan steril.
Berdasarkan buku Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile
Supply Department/CSSD) di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2009 kegiatan di CSSD meliputi: menyiapkan alat-alat bersih
dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit juga menerima,
memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan, serta mendistribusikan
peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan
perawatan pasien.

30
2.10 Pengelolaan Limbah
2.10.1 Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah
cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan karakteristik
bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan
penyimpanan. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
2.10.2 Pengelolaan Limbah Padat
Limbah padat terdiri dari 2 jenis, yaitu :
1. Limbah padat medis adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan. Cara
dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat
disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis
padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan
pembakaran menggunakan insinerator.
2. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya. Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non
medis harus dilakukan sesuai persyaratan kesehatan.

2.10.3 Pengelolaan Limbah Gas


Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,

31
perlengkapan generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik.
Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2, logam berat, dan dioksin
dilakukan minimal satu kali satu tahun. Suhu pembakaran minimun 10000C
untuk pemusnahan bakteri patogen, virus, dioksin, dan mengurangi jelaga.
Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu. Melakukan
penghijauan dengan menanam pohon yang banyak memproduksi gas
oksigen dan dapat menyerap debu.
2.10.4 Pengelolaan Limbah Radioaktif
Pengolahan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam
kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastrukur,
organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih. Limbah radioaktif harus
dikategorikan dan dipilah berdasarkan ketersediaan pilihan cara
pengolahan, pengkondisian, penyimpanan, dan pembuangan. Kategori yang
memungkinkan adalah half-life, aktifitas dan kandungan radionuklida,
bentuk fisika dan kimia, cair, tidak homogen, padat, sumber tertutup atau
terbuka, dan kandungan limbah. Limbah padat radiaktif dibuang sesuai
dengan persyaratan teknis dan perundang-undangan yang berlaku, dan
kemudian diserahkan kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut atau
dikembalikan kepada negara distributor.
2.11 Farmasi Klinis
2.11.1 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcame
terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk
tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien
pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat
3. Rekonsiliasi Obat

32
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
5. Konseling
6. Visite
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
10. Dispensing sediaan steril
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
2.11.2 Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
1. Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal Resep
d. Ruangan/unit asal Resep.
2. Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan Jumlah Obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan.
3. Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
d. Kontraindikasi
e. Interaksi Obat.

33
2.11.3 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat
penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi
mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data
rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Tahapan penelusuran
riwayat penggunaan Obat:
1. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan obat
2. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan
3. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD)
4. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
5. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
obat
6. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
7. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan
8. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
9. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
10. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu
kepatuhan minum obat (concordance aids)
11. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter
12. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
a. Kegiatan:

34
 Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada
pasien/keluarganya
 Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat
pasien.
b. Informasi yang harus didapatkan:
 Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat
 Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
 Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat
yang tersisa).
2.11.4 Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medicationerror) seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan
obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien
yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
1. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien
2. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter
3. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.

Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:


1. Pengumpulan data, mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang
dan akan digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute,

35
obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi
pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data
alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang
terjadi dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan obat
didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat pasien, obat yang
ada pada pasien dan rekam medik/medication chart. Data obat yang
dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua obat
yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun obat bebas termasuk
herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
2. Komparasi Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah,
sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah
jika ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan
pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja
(intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep maupun tidak
disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan
pada saat menuliskan resep.
3. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi
kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker
adalah:
a) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak
disengaja
b) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti
c) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi Obat.

36
4. Komunikasi Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga
pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.
2.11.5 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada
dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak
lain di luar Rumah Sakit.
1. PIO bertujuan untuk:
a) Menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah
Sakit
b) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi
c) Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
2. Kegiatan PIO meliputi:
a) Menjawab pertanyaan
b) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
c) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit
d) Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap
e) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya
f) Melakukan penelitian.
3. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:
a. Sumber daya manusia

37
b. Tempat dan
c. Perlengkapan.
2.11.6 Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
1. Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk :
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
Obat dengan penyakitnya
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat
g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya
dalam hal terapi
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien.
2. Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

38
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan
obat melalui Three Prime Questions
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah pengunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien
f. Dokumentasi.
3. Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:
a. Kriteria Pasien:
 Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
ginjal, ibu hamil dan menyusui)
 Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB,
DM, epilepsi, dan lain-lain)
 Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi
khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering
down/off)
 Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin)
 Pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi) dan
 Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Peralatan:
 Ruangan atau tempat konseling
 Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
2.11.7 Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji

39
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit
baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit
yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi
pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
2.11.8 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi
dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi :
a. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi,
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO :
a. Pengumpulan data pasien
b. Identifikasi masalah terkait Obat
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
d. Pemantauan
e. Tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti
terkini dan terpercaya (Evidence Best Medicine)
b. Kerahasiaan informasi
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)

40
2.11.9 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang
terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. MESO
bertujuan:
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang
baru saja ditemukan
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ESO)
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim Farmasi
dan Terapi
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
2.11.10 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif.

41
Tujuan EPO yaitu:
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat
b. Membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu
c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
Kegiatan praktek EPO:
a. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif
b. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. Indikator peresepan
b. Indikator pelayanan
c. Indikator fasilitas.
2.11.11 Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk
dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:
a. Menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya dan
d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
Pencampuran Obat Suntik Melakukan pencampuran Obat steril sesuai
kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat
maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan:
a. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus

42
b. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai
c. Mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Ruangan khusus
b. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
c. HEPA Filter.
Penyiapan Nutrisi Parenteral Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi
parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai
kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan
kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:
a. Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral
untuk kebutuhan perorangan
b. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi
b. Sarana dan peralatan
c. Ruangan khusus
d. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
e. Kantong khusus untuk nutrisi parenteral.

43
Penanganan Sediaan Sitostatik Penanganan sediaan sitostatik
merupakan penanganan Obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap
pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan
pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun
sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan
alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi,
maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.
Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai
prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
a. Melakukan perhitungan dosis secara akurat
b. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
c. Mencampusr sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
d. Mengemas dalam kemasan tertentu
e. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.
Faktor yang perlu diperhatikan:
 Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai Lemari
pencampuran Biological Safety Cabinet
 HEPA filter
 Alat Pelindung Diri (APD)
 Sumber daya manusia yang terlatih
 Cara pemberian Obat kanker.
2.12 Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan
farmasi klinik adalah:
1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan
berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko

44
tersebut adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi,
status sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati.
2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat
keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera yang
ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi:
toksisitas, profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian,
persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan
ketepatan terapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi
dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian harus
mampu melakukan:
a. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan
semi kuantitatif.
b. Melakukan evaluasi risiko dan
c. Mengatasi risiko melalui:
 Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
 Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko
 Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
 Menganalisa risiko yang mungkin masih ada
 Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari
risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko.
Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat
dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu prioritas
perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian layanan
dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim (baik antar

45
tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain/multidisiplin) yang solid.
Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko tinggi, antara lain
Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), dan kamar operasi
(OK).

46
BAB III
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

3.1 Sejarah Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih


Gagasan didirikannya Rumah Sakit Islam Jakarta adalah Bermula dari
kebutuhan akan pelayanan Rumah Sakit yang bernafaskan Islam maka Dr. H.
Kusnadi yang juga sebagai salah seorang tokoh Muhammadiyah tergugah dan
mulai memikirkan perlu adanya suatu rumah sakit yang pelayanannya
bersifat islami. Dari gagasan Dr. H. Kusnadi tersebut, maka dalam kurun
waktu yang singkat Dr. H. Kusnadi akhirnya mampu meyakinkan berbagai
pihak terkait untuk dapat ikut mendukung pendirian rumah sakit. Tokoh-
tokoh yang terkait dalam pendirian rumah sakit merupakan orang-orang
penting dalam persyarikatan Muhammadiyah. Berasaskan tujuan dan usaha-
usaha Muhammadiyah selama ini, pimpinan Muhammadiyah pun bersepakat
segera mendirikan sebuah rumah sakit di Jakarta.
Berbagai pertimbangan dan masukan tentang pendirian rumah sakit
yang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku maka tanggal 18
April 1967 berdasarkan akte nomor 36 Tahun 1967 dengan notaries R. Surojo
Wongsowidjojo berdirilah Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) yang
diketuai oleh bapak Dr. H. Kusnadi. Untuk pembangunan rumah sakit
pengurus Yayasan terus melakukan upaya yang intens untuk mendapatkan
dana. Salah satu upaya pencarian dana adalah melalui NOVIB (Nederlands
Organisatie Voor Internationale Behulpazam Heid) yang merupakan salah
satu lembaga pemerintahan Belanda yang memberikan bantuan dana kepada
pihak-pihak yang memerlukan. Selain dari NOVIB terdapat bantuan dari
berbagai pihak diantaranya jasa dari pemerintah DKI Jakarta dan para
pengusaha muslim untuk pembangunan sarana fisik Rumah Sakit Islam
Jakarta. Penempatan lokasi rumah sakit ini terletak di daerah Cempaka Putih
setelah diperoleh tanah seluas lebih kurang 7 hektar. Dalam hal alokasi tanah
Bapak Gubernur DKI Jakarta pada saat itu yakni Bapak Letnan Jendral (Purn)

47
Ali Sadikin memiliki andil cukup besar dan membantu perkembangan
selanjutnya.
Pada tanggal 7 Maret 1968 terjadi penandatanganan MOU
(Memorandum Of understanding) antara pihak Yayasan Rumah Sakit Islam
Jakarta yang diwakili oleh Dr. H. Kusnadi dengan SCCFA (State Committee
for Coordinating Foreign Aid) yang bertempat di Departemen Luar Negeri
Pemerintahan Belanda yang diwakilkan oleh B.J. Oeding. Isi dalam
perjanjian tersebut ialah SCCFA akan memberikan bantuan sebesar 75% dari
biaya yang dibutuhkan untuk membangun Rumah Sakit Islam Jakarta.
Pada tahun 1971 tepatnya pada tanggal 23 juni 1971 Rumah Sakit Islam
Jakarta diresmikan oleh Presiden Soeharto. Pada saat itu Rumah Sakit Islam
Jakarta memiliki gedung dengan fasilitas ruang perawatan 56 tempat tidur.
Pada tahun 1972 Rumah Sakit Islam Jakarta mendapatkan bantuan dari
Presiden Soeharto dalam pembangunan kamar operasi. Pada tahun 1973
dibangun ruang perawatan kelas I dengan kapasitas 16 tempat tidur. Dengan
penataan manajemen yang baik maka pada tahun 1975 Rumah Sakit Islam
Jakarta memperoleh dana yang surplus. Hal ini dikarenakan peran dari Bapak
Drs. Fahmi Chotib, Eksebagai direktur keuangan saat itu sehingga dengan
keahliannya dibidang manajemen sangat besar dapat dirasakan. Demikian
pula dengan peran Bapak HS. Projokusumo yang selalu mengingatkan akan
pentingnya peralatan, pemeliharaan dan internal kontrol. Dana yang dimiliki
tersebut belum mencukupi untuk pengembangan sarana fisik, alat alat medik
maupun peningkatan biaya hidup karyawan yang jumlahnya dari tahun ke
tahun terus meningkat.
Pada tahun 1979 atas bantuan Presiden Soeharto dibangun lagi empat
buah gedung perawatan. Pada tahun ini istilah Zaal dirubah menjadi Paviliun.
Masih pada tahun tersebut dengan dukungan anggaran pendapatan sendiri
Rumah Sakit Islam Jakarta berhasil membangun Apotek, kamar Rongten dan
laboratorium. Pada tahun 1981 dibangun lagi ruang perawatan kelas 1 dengan
kapasitas 32 tempat tidur asrama putra dengan kapasitas 56 orang.

48
Pada tahun 1982 dibangun gedung Sekolah Perawatan Kesehatan
(SPK) yang berlantai empat mampu menampung 100 siswi. Pembangunan
tersebut mendapat dukungan dari Pemerintah Saudi Arabia. Pada tahun ini
juga Rumah sakit Islam Jakarta berhasil membangun ruang perawatan untuk
Intensif Care Unit (ICU) dengan kapasitas 8 tempat tidur yang dilengkapi
dengan fasilitas Gas Medic Sentral. Dari tahun ke tahun Rumah Sakit Islam
Jakarta terus berkembang seperti pada tahun 1986/1987 memiliki kapasitas
tempat tidur sebanyak 250 tempat tidur untuk perawatan kelas III yag berarti
50% total kapasitas tempat tidur di Rumah Sakit Islam Jakarta. Ini
menunjukan wujud fungsi sosial Rumah Sakit Islam Jakarta sebagai amal
usaha Muhammadiyah yang selalu memperhatikan orang orang kecil yang
tidak mampu.
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih yang beralamat di Jalan
Cempaka Putih Tengah Jakarta, merupakan Rumah Sakit Swasta Utama yang
ditetapkan menjadi rumah sakit wilayah. Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih dikategorikan sebagai rumah sakit kelas B pendidikan dengan
kapasitas tempat tidur untuk pasien rawat inap 399 tempat tidur. Untuk
meningkatkan mutu layanan dan sumber daya manusia serta memperkuat
manajemen di segala bidang pada tahun 1996 RSIJCP mengikuti Akreditasi
lima bidang pelayanan, yaitu administrasi manajemen, rekam medik,
pelayanan medis, keperawatan dan unit gawat darurat serta mendapat status
Akreditasi penuh tingkat dasar.
Komitmen RSIJCP untuk meningkatkan mutu pelayanan secara
berkesinambungan dibuktikan dengan mengikuti akreditasi KARS
(Komunitas Akreditasi Rumah Sakit) versi pada bulan juli 2016 dengan
peringkat lulus paripurna.

49
3.2 Visi, Misi dan Motto
3.2.1 Visi
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih menjadi rumah sakit
kepercayaan masyarakat yang berfungsi sebagai pusat Pendidikan
Kedokteran dan Perkaderan Persyarikatan Muhammadiyah di bidang
Kesehatan.
3.2.2 Misi
Misi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih adalah:
1. Pelayanan kesehatan yang Islami, Profesional dan Bermutu dengan
tetap peduli pada kaum dhua’fa
2. Mampu memimpin pengembangan Rumah Sakit Islam lainnya.
3. Mampu menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran dan perkaderan
bagi tenaga kesahatan lainnya.
3.2.3 Motto
Bekerja sebagai ibadah, ihsan dalam pelayanan.

3.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
Menurut SK-BP. RS. Islam Jakarta NO.030/KEP/I.6.AU/D/2016
tentang Struktur dan Pedoman Organisasi RSIJ Cempaka Putih Jakarta Pusat
dan Tata Kerja Susunan Organisasi.
3.3.1 Tugas Rumah Sakit
Rumah Sakit mempunyai tugas:
1. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang islami, professional dan bermutu
kepada kaum dhuafa serta mampu memimpin pengembangan Rumah
Sakit Islam lainnya.
2. Mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi semua
lapisan masyarakat melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

50
menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta tuntunan
ajaran islam yang tidak memandang agama, golongan dan kedudukan.
3.3.2 Fungsi Rumah Sakit
Untuk mengelola tugas tersebut rumah sakit mempunyai fungsi sebagai:
1. Pelayanan medis
2. Pelayanan perawatan
3. Pelayanan penunjang medis
4. Rekam medis
5. Pemeliharaan sarana fisik dan kesling
6. Pengelolaan logistik
7. Pengelolaan keuangan dan akuntansi
8. Pengelolaam sistem informasi rumah sakit
9. Pengelolaan Sumber Daya Insani (SDI) dan bindatra
10. Pengelolaan keuangan dan akuntansi
11. Pengelolaan sistem informasi rumah sakit
12. Pelayanan bimbingan rohani dan pembinaan ketaatan beragama
13. Pengelolaan pelayanan umum dan perkantoran
14. Kegiatan pemasaran
15. Penelitian dan pengembangan
16. Pengelolaan humas dan legal
17. Pengelolaan manajemen resiko
18. Pengelolaan pengendalian intern
19. Pembinaan kesehatan umat
20. Pembinaan kerjasama dengan pihak pihak terkait, termasuk Rumah
SakitIslam lainnya.

3.4 Susunan Organisasi


Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih mempunyai struktur
organisasi, dimana masing-masing bagian mempunyai tugas dan wewenang
tertentu. RSIJCP dipimpin oleh Direktur Utama dibantu oleh :

51
1. Direktur Pelayanan
a. Asisten Direktur Bidang Medis dan Profesi Kesehatan Lain, fungsinya:
 Pengembangan SDM dokter
 Pengembangan Tenaga Kesehatan lain (non perawat)
 Pengembangan alat teknologi kedokteran
b. Asisten Direktur Bidang Keperawatan, fungsinya:
 Pengembangan SDM perawat
 Pengembangan asuhan keperawatan islami dan peralatan
 Pengembangan mutu keperawatan
c. Instalasi
 Bagian Rawat Jalan
 Bagian Rawat Inap
 Bagian Farmasi dan Sterilisasi
 Pelayanan penunjang
Instalasi tersebut dipimpin oleh Manajer yang bertanggung jawab
kepada Direktur Pelayanan.
2. Direktur Penunjang
Tugasnya dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu:
a. Bagian Gizi
b. Bagian RMK
c. Bagian Penunjang
3. Direktur Keuangan
Tugasnya dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu:
a. Bagian Keuangan
b. Bagian Sistem Informasi RS
c. Bagian Pemasaran
4. Direktur Sumber Daya Insani (SDI)
Tugasnya dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu:
a. Bagian SDI

52
b. Bagian Pembinaan Rohani
c. Bagian Pelayanan Umum dan Legal
5. Direktur Utama dibantu oleh
Bagian Satuan Pengendalian Intern (SPI) mempunyai tugas membantu
Direktur Utama mengkoordinir dan mengelola dalam bidang pengawasan
intern rumah sakit yang meliputi :
a. Pengawasan evaluasi dan pengembangan efektivitas pengendalian
intern pengelolaan pelayanan medis, penunjang medis dan
keperawatan.
b. Pengawasan evaluasi dan pengembangan efektivitas pengendalian
intern pengelolaan umum.

3.5 Pelayanan Klinis


Pelayanan Klinis di RSIJCP dipimpin oleh satu orang Direktur
Pelayanan Klinis yang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:
1. Pelayanan Rawat Jalan berupa Poliklinik (Buka setiap hari kerja) yaitu:
Klinik Anak, Klinik Bedah, Klinik Fisioterapi, Klinik Gigi/Mulut, Klinik
Hemodialisa, Klinik Informasi Diabetes, Klinik Jantung, Klinik Jiwa,
Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan termasuk Senam Hamil,
Klinik Kulit dan Kelamin, Klinik Laktasi, Klinik Mata, Klinik Paru, Klinik
Penyakit Dalam, Klinik Psikologi, Klinik Syaraf, Klinik THT dan Klinik
Gizi.
2. Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan Rawat Inap RSIJCP terdiri dari 15 paviliun dengan kapasitas
399 tempat tidur.
3. Pelayanan Medik Khusus
a. ICU (Intensive Care Unit)
b. ICCU (Intensive Cardiac Care Unit)
c. HCU (High Care Unit)

53
d. NICU (Neonatal Intensive Care Unit)/PICU (Pedriatic Intensive Care
Unit)
e. Stroke Centre
f. Kamar Operasi (OK)
g. Pelayanan kamar bedah/operasi terdiri dari: Bedah Ginjal, Bedah
Gigi/Mulut, Bedah Persalinan dan Kandungan, Bedah Mata, Bedah
Umum, Bedah Urologi, Bedah plastic, Bedah Tumor, Bedah Tulang.
Bedah Syaraf, Bedah Paru.
h. Anestesi
i. IGD (Instalasi Gawat Darurat)
j. Hemodialisa
4. Pelayanan Penunjang Medis
Pelayanan penunjang medis terdiri dari: Pelayanan Farmasi (dibuka 24
jam), Laboratorium (dibuka 24 jam, melayani semua jenis pemeriksaaan
termasuk Bank Darah, Laboratorium Klinik, Patologi Anatomi)
Dapur/Gizi, Radiodiagnostik (buka 24 jam dan melayani semua jenis
pemeriksaan radiologi dan diagnostik).

3.6 Penunjang Klinis


Penunjang Klinik RSIJCP dipimpin oleh seorang direktur dan memiliki
fungsi utama untuk menjamin pengelolaan dan pengembangan fungsi
penunjang langsung pelayanan klinik sesuai dengan sasaran rumah sakit.
Penunjang klinik dibagi menjadi :
1. Penunjang
Penunjang dibagi menjadi dua bagian:
a. Penunjang Umum dan Investasi
Mempunyai tugas untuk mengelola kegiatan pengadaan, persediaan
atau penimpanan dan distribusi yang meliputi lat rumah tangga, ATK,
suku cadang, material bangunan, listrik, investasi alat medis dan

54
investasi alat rumah tangga yang mengacu pada Standar Opersional
Prosedur dan Proram Kerja Bagian Penunjang.
b. Penunjang Perbekalan Kesehatan
Bertugas mengelola kegiatan pengadaan, persediaan atau
penyimpanan dan distribusi yang meliputi sediaan farmasi, alat
kesehatan, barang reagensia, gas medis, bahan kimia, bahan radiologi
dan bahan nutrisi yang mengacu pada Standar Operasional Prosedur
dan Program Kerja Bagian Penunjang.
c. Pemeliharaan dan Kesehatan Lingkungan (Kesling)
Manajer pemeliharaan dan kesling mempunyai tugas membantu
direktur penunjang klinik yang mempunyai fungsi:
 Penyehatan ruang bangun
 Penyehatan makanan dan minuman
 Penyehatan linen dan laundry
 Penyehatan air bersih
 Pengolahan limbah
 Pengamanan radiologi
 PEST Control
Sarana dan prasarana sanitasi RSIJCP, antara lain:
1) Aspek Pengelolaan Limbah Cair
a) Septictank, berjumlah 48 buah digunakan untuk sarana pembuangan
limbah yang berasal dari WC
b) Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dengan sistem cascade
aerasi yang mempunyai kapasitas 600 m³. IPAL hanya mengolah
limbah yang berasal dari unit unit lain termasuk ruang perawatan
dan kamar mandi langsung dialirkan buangan RSIJCP lalu
diteruskan ke drainase jalan raya dan selanjutnya bermuara ke
Sungai Sunter.

55
2) Aspek Pengelolaan Limbah Padat
Padat/sampah terdiri dari 2 jenis yaitu:
a) Sampah non medis, contoh: kertas, kardus, plastic, botol/gelas,
plastik, kotak minuman/makanan dan sampah got atau lumpur
b) Sampah medis, contoh: sampah infeksius, sampah patologi dan
sampah jaringan tubuh.
c) Sampah kemoterapi
Sampah tersebut dibedakan dengan menggunakan kantong plastik
yang berbeda warna yaitu warna hitam untuk sampah non medis, warna
kuning untuk sampah medis dan warna ungu untuk sampah kemoterapi
disertai keterangan yang jelas mengenai jenis sampah tersebut.
Pengumpulan sampah dilakukan pada titik pengumpulan disetiap zona yang
telah ditentukan untuk dibawa ke tempat penampungan sampah sementara
dan selanjutnya diangkat ke pembuangan akhir di tempat pembuangan akhir
sampah di Bantar Gerbang untuk sampah non medis sedangkan sampah
medis dibakar di Rumah Sakit Sulianti Saroso Jakarta. Saat ini RSIJCP
belum memiliki incinerator sendiri karena untuk pengadaan incinerator
diperlukan persyaratan yang ketat terutama mengenai emisi hasil
pembakaran.

2. Rekam medik
Fungsi Utama bagian Rekam Medik, yaitu:
A. Mengelola dan mengembangkan fungsi pelayanan medik di rumah sakit,
meliputi:
a) Pendaftaran dan pengelolaan berkas, yaitu mengelola pendaftaran dan
penyimpanan data pasien rumah sakit.
b) Pengolahan data dan penyusunan laporan, yaitu mengelola kegiatan
analisis data serta laporan penyusunan laporan rutin mengenai
pengembangan pasien dan layanan klinik rumah sakit.

56
B. Melakukan supervisi pelayanan pada unit yang menjadi tanggung
jawabnya.
3. CSSD (Central Sterile Supply Department)
Berdasarkan struktur organisasi bagian Sterilisasi bertanggung jawab
langsung kepada Manajer Farmasi dan Sterilisasi. Bagian ini mempunyai tugas
menyediakan alat dan bahan yang steril untuk keperluan ruangan. CSSD
(Central Sterile Supply Department) bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
teknis sterilisasi pada unit/bagian yang melakukan kegiatan pembedahan agar
infeksi pasca operasi dapat dicegah. Selain itu CSSD juga bertanggung jawab
untuk membantu pengendalian dan penurunan infeksi nosokomial di RSIJCP.
Di dalam ruangan sterilisasi terdapat area penerimaan barang, area
pengemasan (packing), area pelipatan barang, ruangan proses sterilisasi,
ruangan penyimpanan dan pendistribusian barang. Untuk penerimaan barang
yang akan disterilkan petugas memasuki loket penerimaan yang berada di
samping kanan gedung dan untuk pengambilan barang yang sudah steril
petugas memasuki loket penyaluran yang berada di samping kiri gedung.
Peralatan yang disediakan di ruang sterilisasi adalah alat autoklaf dan mesin
sterilisasi dengan menggunakan gas etilen oksida dan plasma yang dapat
dioperasikan setiap waktu sesuai dengan kebutuhan ruangan, misalnya pada
kamar bedah. Untuk perawatan alat autoklaf dan gas Etilen Oksida dilakukan
secara berkala oleh tenaga elektromedik RSIJCP.
A. Unit Sterilisasi di RSIJCP bertugas melayani :
a) Alat-alat operasi seperti Laparatomi, Necrotomi, Orthopedic, Syaraf,
Hernia, dan lain-lain.
b) Linen atau Laken umum, Laken Curret, Set Syaraf, dan lain-lain.
c) Alat-alat ruangan seperti GV Set, Hecting, CVP, Vena Sectie, Spinal Set,
dan lain-lain.
d) Produksi bahan steril meliputi kasa steril, Handscoon, Big Gauze, Roll
Gauzed, dan lidi wotten.

57
B. Tahap sterilisasi yang dilakukan meliputi :
a) Penerimaan barang belum steril
Pada tahap ini alat-alat bekas operasi dikumpulkan, lalu masuk
ruang dekontaminasi (ruang pencucian). Dekontaminasi merupakan
proses pembersihan alat yang kontak langsung dengan infeksi
(kontaminan) pasca operasi, dengan cara perendaman alat-alat
menggunakan larutan enzimatis, kemudian di cuci dan di keringkan.
Setelah alat bersih dan kering kemudian di kirim ke ruang sterilisasi.
b) Pengemasan barang
Pada tahap ini alat-alat bekas operasi dibuat set sesuai kebutuhan
masing-masing alat, kemudian dikemas dan ditambahkan indikator di
bagian dalam maupun bagian luar. Di bagian ini juga dilakukan tahap
persiapan sterilisasi untuk bahan seperti kapas, dan sarung tangan.
Barang-barang yang telah siap disterilisasi, lalu dilakukan sterilisasi.
Proses sterilisasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Proses sterilisasi dengan autoklaf, pada proses sterilisasi dengan
autoklaf digunakan 5 indikator antara lain :
1) Indikator kimia
a) Indikator kimia eksternal
Berbentuk tape (autoclave tape) yang diletakkan di bagian
kemasan akan terlihat perubahan warna dari putih
kekuningan menjadi hitam.
b) Indikator kimia internal
Diletakkan pada bagian dalam dari kemasan, kemudian
akan terlihat perubahan warna dari putih kekuningan
menjadi hitam.
2) Indikator mekanik/fisika
Berupa lembaran yang diletakkan dalam chamber autoclave,
kemudian akan terlihat grafik proses sterilisasi. Pada grafik

58
proses sterilisasi terlihat hubungan antara suhu (T) dan tekanan
(P).
3) Indikator biologi
Berisi bakteri Bacillus stearothermophyllus (indikator yang
peka terhadap perubahan suhu). Pengujian dilakukan dengan
memasukkan bakteri tersebut ke dalam autoclave dan diinkubasi
selama 24 jam. Posisi awal bakteri tersebut berwarna ungu.
Setelah diinkubasi dan tidak ada perubahan warna pada media
bakteri, menandakan bahwa alat sudah steril.
4) Indikator Bowie Dick
Indikator ini digunakan untuk mengetahui apakah pompa
vakum mesin berjalan dengan baik atau tidak.
2. Proses sterilisasi dengan gas etilen oksida
Alat-alat operasi, laken, atau jas operasi yang tahan pemanasan
disterilkan dalam autoklaf, sedangkan yang tidak tahan pemanasan
seperti kaca, selang dan sarung tangan disterilkan dengan gas
etilenoksida. Sterilisasi dengan gas etilen oksida menggunakan
indikator, antara lain :
1) Indikator fisika
Menggunakan alat Dosimeter, terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi ungu kehitaman.
2) Indikator kimia
a) Indikator kimia internal
Diletakkan pada bagian dalam kemasan, kemudian akan
terlihat perubahan warna dari hijau menjadi merah.
b) Indikator kimia eksternal
Terlihat perubahan warna dari merah menjadi kuning.
3) Indikator biologi
Berisi bakteri Bacillus subtilis.

59
Kekurangan sterilisasi etilen oksida yaitu meninggalkan residu
yang iritatif untuk jaringan.Prosedurnya lambat, makan waktu dan
alatnya mahal. Dan Keuntungan penggunaan etilen oksida adalah
mudah menembus plastic dan mensterilkan isi bungkusan-
bungkusan.
3. Proses Sterilisasi dengan plasma
Sterilisasi dengan plasma ini menggunakan suhu yang rendah
(low temperature) atau yang disebut juga Stericool menggunakan
suhu > 50oC. Keuntungan sterilisasi plasma adalah waktu sterilisasi
yang lebih cepat. Sterilisasi tergantung pada barang-barang yang
akan disterilisasi sebagai berikut:
1) Sterilisasi Permukaan (Program Singkat/P1) membutuhkan
waktu 31 menit.
2) Sterilisasi barang dengan muatan berongga-rongga (Program
Standar/P2) membutuhkan waktu 52 menit.
3) Sterilisasi barang yang bermuatan dengan lumen sempit dan
4) Permukaan yang menempel (Program Intens/P3) membutuhkan
waktu 61 menit.
C. Pendistribusian
Pendistribusian alat dan bahan steril adalah pendistribusian produk
steril seperti kassa, lidi wotten dll, untuk memenuhi kebutuhan ruang
perawatan, poliklinik dan unit lain di RSIJ Cempaka Putih.
Adapun proses pendistribusian barang produksi steril (kassa, lidi
wotten dll), antara lain :
1. Petugas unit/ruangan/poliklinik membuat permintaan barang melalui
sistem komputer dan meminta validasi dari Kepala Ruangan.
2. Petugas sterilisasi melakukan input pengeluaran barang produksi steril
tersebut sesuai nomor FPO.
3. Petugas sterilisasi menyiapkan alat dan bahan steril yang akan diberikan
dan menulis pengeluaran kartu stok

60
4. Petugas sterilisasi menyerahkan barang produksi steril ke petugas unit
kerja.

Proses pendistribusian barang atau instrumen, antara lain :


1. Petugas sterilisasi menyiapkan barang/instrumen steril yang dibutuhkan
2. Petugas sterilisasi menyerahkan alat dan bahan kepada petugas
unit/ruangan/poliklinik dan menuliskan nama pada buku pengambilan
alat steril.
3. Petugas unit/ruangan/poliklinik mengecek dan menerima alat dan bahan
serta mengisi dan menuliskan nama pada buku pengambilan alat steril.
4. Alat dan bahan steril untuk kebutuhan kamar bedah diserahkan denan
menggunakan buku ekspedisi alat kamar bedah.
Pengawasan mutu (Quality Control) yang dilakukan di base sterilisasi
meliputi 3 hal yaitu :
a) Ruangan
Pengawasan mutu yang dilakukan di ruangan melalui kultur
ruangan dengan menggunakan uji swab, terutama untuk daerah
penyimpanan. Penyimpangan koloni pada ruangan dengan penentuan
jumlah bakteri. Bila jumlah bakteri dalam ruangan besar dari 5 maka
dapat dikatakan kondisi ruangan buruk dan bila jumlah bakteri dalam
ruangan kecil dari 5 maka dapat dikatakan kondisi ruangan baik.
b) Air
Pengawasan juga dilakukan terhadap mutu air yang digunakan
dalam sterilisasi. Proses pengawasan dilakukan dengan tes kesadahan.
Tujuan test kesadahan ini adalah untuk mencegah terjadinya karatan
pada alat atau instrumen. Air yang digunakan adalah water softener
yang mengandung resin, untuk mencegah resin mengalami kejenuhan
maka ditambahkan garam halus secara berkala. Tes kesadahan
terhadap air ini dilakukan dengan cara mengambil sedikit air lalu
ditampung di tabung reaksi lalu ditambahkan tablet water hardness.

61
Jika air berwarna biru maka dikatakan air sesuai dengan standar, tetapi
bila air berwarna ungu maka dikatakan kadar hardness melebihi
standar.
c) Penentuan kadaluarsa (Expired Date)
Hasil sterilisasi dilakukan dengan pengujian hasil sampel yang
telah disterilkan untuk diuji di laboratorium. Untuk alat yang
dibungkus perkamen/kain test dilakukan berdasarkan penyimpanan 1
hari sampai dengan 8 hari. Bila kondisi penyimpanan setelah diuji baik
adalah selama 7 hari, maka dapat dikatakan bahwa kondisi yang baik
dalam penyimpanan adalah dalam 7 hari.Bila lebih dari 7 hari maka
harus dilakukan sterilisasi ulang. Untuk alat yang dibungkus plastik
test dilakukan berdasarkan penyimpanan 1 sampai 4 bulan, jika dalam
bulan ke empat terdapat kuman maka dilakukan test pada bulan ke tiga
minggu pertama sampai ketiga, jika dalam minggu pertama terdapat
kuman maka test dilakukan pada bulan ke tiga minggu pertama hari
pertama sampai hari ketujuh. Masa expired date ditentukan jika tidak
ditemukan kuman. Berdasarkan hasil test pengujian yang dilakukan
pihak CSSD di RSIJCP menyimpulkan bahwa untuk alat yang
dibungkus dengan kain (linen) mempunyai masa expired date selama
7 hari, sedangkan untuk alat yang dibungkus dengan plastik (wepack)
expired date selama 3 bulan.
5. Logistik dan Perbekalan Farmasi
Logistik perbekalan kesehatan berada di bawah Direktur Penunjang Klinik
yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan
dan distribusi di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dilakukan sesuai
dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang berlaku. Logistik dan
perbekalan kesehatan meliputi :
1. Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan
2. Penerimaan dan Penyimpanan
3. Pelayanan Distribusi Obat dan Alat Kesehatan

62
4. Evaluasi dan Monitoring
5. Pemusnahan
6. Pelaporan

3.7 Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)


Penyampaian pesan atau informasi melalui media bertujuan agar suatu
informasi dapat diterima dan dapat dimengerti oleh orang lain sesuai dengan
maksud pesan atau informasi tersebut. Media merupakan data yang
digunakan untuk KIE di Rumah Sakit Islam Jakarta melalui:
1. Siaran radio RSIJ (closed circuit radio), TV RSIJ.
2. Penyelenggaraan rapat koordinasi berjenjang untuk memperlancar
komunikasi timbal balik dari berbagai jenjang organisasi.
3. Pelaksanaan penyuluhan bagi penunjang rumah sakit yang dilakukan oleh
petugas kesehatan yang ada di RSIJCP setiap 3 bulan sekali maupun hari-
hari khusus, misalnya hari AIDS sedunia, hari diabetes, hari hipertensi dan
lain lain.
4. Penerbitan media komunikasi untuk masayarakat umum, seperti: brosur,
leaflet, poster dan majalah silaturahmi.

63
BAB IV
TINJAUAN KHUSUS
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

4.1 Profil Singkat


Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih adalah
suatu bagian atau unit atau departemen di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih yang merupakan fasilitas penyelenggaraan seluruh kegiatan
serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu
sendiri.
Instalasi Farmasi atau Manajemen Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih berada dibawah koordinasi atau bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Pelayanan Klinik dan dipimpin oleh Kepala Instalasi
Farmasi yaitu seorang Apoteker yang membawahi 2 Kepala Urusan, yaitu
Kepala Urusan Pelayanan Farmasi 1 dan Kepala Urusan Pelayanan Farmasi
2.

4.2 Tujuan Bagian Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
Bagian farmasi RSIJCP bertujuan untuk memberikan pelayanan
kefarmasian yang bermutu tinggi kepada semua lapisan masyarakat sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan RSIJCP dengan
menyelenggarakan pelayanan farmasi dan sterilisasi yang optimal, baik
dalam keadaan biasa maupun darurat yang dilaksanakan secara profesional
dan islami dan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan dan tuntutan
ajaran Islam dengan tidak memandang agama, golongan dan kedudukan.
Menurut SK BP. Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
SK NO.030/KEP/I.6.AU/D/2016, tugas dari bagian farmasi adalah
mengkoordinir dan mengelola fungsi manajemen dalam unit pelayanan
farmasi yang terdiri dari penyimpanan, distribusi, penyajian, pengawasan,
komunikasi, informasi obat, alat kesehatan, pembuatan dan pengemasan obat,
sterilisasi serta pelaksanaan administrasi. Bagian Farmasi RSIJ terdiri dari:

64
1. Pelayanan farmasi mempunyai tugas mengelola pelayanan bagian farmasi
bagi rawat jalan dan rawat inap serta unit pelayanan lain di lingkungan
rumah sakit. Kepala urusan pelayanan farmasi adalah seorang apoteker
dimana bertugas dalam melakukan pengelolaan dan perbekalan farmasi,
serta melakukan pelayanan farmasi klinis. Adapun pengelolaan yang
dilakukan meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, pengendalian dan
administrasi. Pelayanan farmasi klinis meliputi pengkajian dan pelayanan
resep, penelusuran penerimaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi
Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring
Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO),
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD). Dimana di pelayanan
farmasi rawat jalan terdiri dari 2 apoteker, rawat inap 3 apoteker, raudhah 2
apoteker, dan managemen farmasi 2 apoteker.
2. Sterilisasi sentral mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan sterilisasi
mulai dari perencanaan sampai pendistribusian untuk unit yang
membutuhkan. Secara khusus tujuan seksi sterilisasi sentral adalah
memberikan pelayanan sterilisasi untuk semua unit yang ada di rumah sakit
dan mengawasi proses sterilisasi untuk mencegah timbulnya infeksi akibat
pemakaian alat serta mencegah terjadinya infeksi silang bagi pasien maupun
petugas rumah sakit.

4.3 Pelayanan Farmasi di RSIJ Cempaka Putih


Pelayanan farmasi di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dibagi
menjadi delapan bagian, yaitu:
1. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
2. Pelayanan Farmasi Rawat Inap
3. Pelayanan Farmasi Raudhah

65
4. Pelayanan unit dan Produksi
5. Depo OK
6. Depo Mina
7. Depo IGD
8. Depo Kemoterapi
4.3.1 Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
Pelayanan farmasi rawat jalan bertugas melayani resep rawat jalan,
pasien BPJS PBI atau non PBI, pasien jaminan perusahaan atau asuransi dan
pasien pribadi. Pelayanan farmasi rawat jalan buka selama 24 jam dengan 2
apoteker. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan obat dan alat kesehatan semua pelanggan yang berobat ke Rumah
Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Alur proses pelayanan resep pasien rawat jalan dimulai dari resep
diterima dari pasien oleh petugas depan kemudian dilakukan skrining resep,
dan dimasukan datanya melalui sistem komputerisasi, lalu diberi harga.
Setelah pasien membayar maka obat akan disiapkan, lalu dilakuakan Quality
Control terhadap obat yang disiapkan, lalu diserahkan kepada pasien disertai
pemberian informasi yang dibutuhkan. Selama proses pelayanan resep,
dilakukan 4 (empat) kali pengecekan (cross check) yaitu pada saat
memasukan data dari resep pasien, pengambilan obat, pengemasan obat dan
pada saat penyerahan obat.
Sebelum obat disiapkan, Apoteker/Asisten Apoteker melakukan
kajian/review terhadap instruksi resep/instruksi pengobatan yang meliputi :
1. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
2. Duplikasi teraupetik
3. Alergi
4. Interksi obat
5. Kontraindikasi
6. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan, dan menghubungi dokter penulis
resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.

66
7. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang operasi
dan tindakan intervensi diagnostik.
Prosedur atau alur pelayanan resep di farmasi rawat jalan yaitu :
a. Petugas Asisten Apoteker bagian depan menerima resep dan
memeriksa kelengkapan resep berdasarkan 7 Benar.
b. Hubungi dokter yang menulis resep jika tulisan dokter tidak terbaca.
c. Jika obat yang ditulis dokter tidak ada di farmasi tetapi di farmasi ada
padanannya petugas farmasi harus menghubungi dokter untuk
mengganti obat yang ada di farmasi. Jika sudah di acc oleh Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP), petugas farmasi harus mencatat
pada form konfirmasi, dokter yang dikonfirmasi dan petugas yang
mengonfirmasi.
d. Jika ada obat yang di farmasi tidak punya dan tidak ada padanannya
karena obat tidak sesuai dengan standar perusahaan atau asuransi
penjamin maka petugas farmasi harus menghubungi dokter apakah
obat tersebut harus tetap diberikan atau bisa di gantikan dengan obat
padanannya. Bila harus diberikan farmasi harus menghubungi bagian
logistik untuk membelikan obat tersebut ke apotek/Rumah Sakit
rekanan.
e. Resep yang mengandung psikotropika dan narkotika harus asli dari
RS islam Jakarta Cempaka Putih.
f. Mengecek apakah semua obat-obatannya tersedia di farmasi. Bila
sesuai, input data resep ke komputer dan beritahukan harga ke
pasien/keluarga pasien. Jika setuju langsung melakukan pembayaran
di kasir dan diberikan nomor tunggu (nomor resep).
g. Untuk obat yang harus dibelikan di Apotek Rekanan harus
diinformasikan ke pelanggan kalau penyiapannya memerlukan waktu
agak lama karena obat harus dibelikan dulu, bila pelanggan setuju
cetak slip transaksi. Untuk obat racikan bubuhkan stempel racikan.

67
h. Untuk pasien jaminan perusahaan berikan slip transaksi warna putih
sebagai bukti pengambilan obat dan persilahkan untuk menunggu
selama obat dikerjakan.
i. Kasir mencetak slip invoice rangkap 3, warna putih untuk pasien,
warna merah muda untuk pengambilan obat dan warna kuning
dipegang kasir.
j. Resep dan slip transaksi dimasukkan ke dalam oleh petugas depan
untuk dilakukan proses penyiapan.
k. Petugas pengambil obat langsung menyiapkan obat dan alkes sesuai
dengan inputan serta membubuhkan paraf di kolom stok setelah obat
dan alkes disiapkan.
l. Asisten Apoteker petugas kemas mengecek kesesuain antara resep,
inputan dan obat/alkes yang telah disiapkan oleh petugas pengambil
obat.
m. Beri etiket obat dengan mencantumkan nama pasien, nomor rekam
medik, atuaran pakai, dosis obat, dan nama obat, serta diberi label
warna orange untuk obat antibiotik bertuliskan “ Obat ini harus
diminum sampai habis sesuai petunjuk dokter” dan label warna hijau
untuk obat yang diminum setengah jam sebelum makan dan dibubuhi
paraf dalam kolom kemas.
n. Obat yang sudah dikemas oleh AA petugas kemas diserahkan pada
Koordinator/Kepala Kelompok untuk di cek ulang serta bubuhkan
stempel QC dan paraf.
o. Klik pada komputer antrian untuk mengetahui data waktu tunggu.
p. Asisten Apoteker petugas depan mengecek obat yang telah Dikemas,
panggil nama pasien, ambil bukti pengambilan obat dan tanyakan ke
pelanggan.
q. Cocokkan slip pengambilan obat dengan Nomor resep pada slip
transaksi resep.

68
r. Berikan edukasi obat kepada pasien sesuai 7 benar secara jelas dan
serahkan obat ke pasien.
s. Catat nomor telepon atau alamat pasien di resep, serta bubuhkan paraf
pada kolom serah.
Penyusunan obat di farmasi rawat jalan yaitu berdasarkan bentuk
sediaan dan alphabetis, kemudian disimpan berdasarkan nama obat paten,
generik, BPJS, Inhealth, High Allert Medicines (HAM), Narkotik,
Psikotropik, Cairan Injeksi termolabil, dan obat-obat untuk racikan. Obat-
obat LASA (Look Alike Sound Alike) tidak boleh didekatkan satu sama lain,
harus diberi jarak minimal 1 box. Penyimpanan narkotik telah sesuai dengan
standar yaitu double lock dan tidak mudah diangkat, begitupun dengan
penyimpanan obat-obat yang termolabil seperti vaksin, sera, insulin,
suppositoria telah di simpan dalam chiler yang suhunya telah disesuaikan.
4.3.2 Pelayanan Farmasi Rawat Inap
Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap adalah alur pelayanan obat dan alat
kesehatan kepada pasien rawat inap baik pasien rekanan maupun pasien
pribadi. Pelayanan Farmasi Rawat Inap bertujuan untuk kelancaran dan
ketetapan pelayanan pada Pasien Rawat Inap dalam proses penyembuhannya
melalui petugas ruangan.
Sebelum obat disiapkan, Apoteker/Asisten Apoteker melakukan
kajian/review terhadap instruksi resep/instruksi pengobatan yang meliputi:
1. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
2. Duplikasi teraupetik
3. Alergi
4. Interksi obat
5. Kontraindikasi
6. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan, dan menghubungi dokter penulis
resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.
7. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang operasi
dan tindakan intervensi diagnostik.

69
Prosedur atau alur pelayanan resep rawat inap, yaitu :
a. Resep ditulis oleh DPJP atau dokter jaga.
b. Resep diantar oleh petugas ruangan atau diambil oleh petugas farmasi
pada saat visite kebagian Farmasi.
c. Resep diterima oleh Asisten Apoteker petugas input dan cek kelengkapan
resep berdasrkan 7 tepat.
d. Bila resep tidak jelas petugas farmasi melakukan konfirmasi ke petugas
perawatan (perawat/dokter jaga), jika petugas perawatan tidak dapat
memberikan informasi yang jelas Petugas farmasi langsung menghubungi
DPJP.
e. Bila obat yang ditulis dokter tidak ada di farmasi tetapi farmasi masih
memiliki padanannya, petugas farmasi menghubungi dokter untuk
mengganti obat yang ada di farmasi.
f. Asisten Apoteker membagi obat per dosis sesuai instruksi dokter (sesuai
prosedur unit dispensing dose atau UDD)
g. Untuk resep jaminan input resep sesuai standart dari penjaminnya,
petugas pengambil obat langsung menyiapkan obat berdasarkan slip
transaksi lalu bubuhkan paraf pada kolom stok.
h. Asisten Apoteker bagian kemas mengecek slip transaksi dengan resep asli
obat dan alkes yang telah disiapkan oleh petugas pengambil obat.
i. Beri etiket obat dengan mencantumkan nama pasien, tanggal pengemasan,
aturan pakai dan dosis.
j. Obat yang perlu diracik (puyer, kapsul, salep) disiapkan oleh petugas
racik (sesuai dengan SPO Peracikan).
k. Obat dalam sediaan syrup, penulisan aturan pakai harus dalam satuan
cc/ml sesuai dengan prosedur.
l. Petugas kemas membubuhkan paraf pada slip transaksi di kolom kemas.
m. Setelah selesai dikemas obat diserahkan ke koordinator/kepada kelompok
untuk dicek ulang, bubuhkan stempel QC dan paraf (pada stempel QC dan
kolom serah).

70
n. Untuk obat yang ditunggu obat langsung diberikan ke petugas perawatan
yang menunggu mintakan paraf dan nama petugas yang mengambil obat
pada resep, bubuhkan paraf pada slip transaksi kolom serah.
o. Obat yang sudah distempel QC dibawa oleh kurir ke ruang perawatan dan
dicek ulang oleh petugas perawatan dengan mengisi buku expedisi di
ruang perawatan.
p. Kurir meminta paraf dan nama jelas petugas penerimaan obat dalam slip
transaksi warna kuning.
q. Untuk pemberian obat ke pasien dilakukan oleh tim perawat yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut.
4.3.3 Pelayanan Farmasi Raudhah
Pelayanan Farmasi Raudhah bertugas melayani resep pasien dari
gedung Raudhah, pasien non BPJS, resep kemoterapi, resep obat ARV (Anti
Retro Viral). Alur proses pelayanan resep di Farmasi Raudhah sama seperti
pelayanan di Farmasi Rawat Jalan. Untuk pelayanan resep kemoterapi secara
administrasi dilakukan di Farmasi Raudhah tetapi untuk peracikan obatnya
dilakukan di ruang khusus untuk peracikan kemoterapi dan untuk pelayanan
resep obat ARV, harus melampirkan kartu kontrol pasien.
Pelayanan farmasi di apotek Raudhah yaitu 2 shift mulai dari jam
07.00-14.00 WIB dan 14.00 – 21.00 WIB. Penyusunan obat di Farmasi
Raudhah sama seperti di farmasi rawat jalan, namun persedian obat di
Farmasi Raudhah lebih sedikit dibandingkan di Farmasi Rawat jalan.
4.3.4 Pelayanan Unit dan Produksi
Pelayanan unit hanya dibuka 1 shift, yaitu jam 07.30-15.00 WIB dengan
jumlah personil sebanyak 2 orang. Pelayanan unit merupakan pelayanan
farmasi yang bertugas untuk memenuhi permintaan obat dan alkes (terutama
alkes) dari ruang perawatan, poliklinik dan unit terkait lainnya di lingkungan
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Pada Pelayanan Unit, dilakukan sistem Floor Stock yang melayani pasien
rawat inap yang membutuhkan obat dan alat kesehatan secara cepat,

71
pemakaian rutin untuk kepentingan pasien yang bersangkutan atau kebutuhan
ruang perawatan. Pelayanan Unit melayani High Care Unit (HCU), Intensive
Care Unit (ICU), pArafah Atas & bawah, Radiologi, Laboratorium, Klinik,
Farmasi Rawat Jalan, Farmasi Raudhah, dan Radiologi.
Setiap ruangan membuat permintaan obat dan alat kesehatan ke
pelayanan unit dengan menginput data pada sistem komputer, yang
selanjutnya petugas pelayanan unit akan menyiapkan permintaan dari setiap
ruangan dan akan dilakukan serah terima obat dan alkes dengan petugas
inventaris ruangan. Permintaan obat dan alkes dilakukan setiap hari Senin,
Rabu dan Jum’at, kecuali dalam keadaan cito.
Bagian produksi bertugas untuk membuat sediaan-sediaan yang dibuat
sendiri oleh bagian farmasi dalam skala kecil seperti perhydrol 3% dan
Handrub. Selain itu bagian produksi juga melakukan pengemasan kembali
(repacking) terhadap sediaan-sediaan seperti Betadine 3% 50 ml, Betadine 10
% 25 ml, 75 ml, 100 ml, 125 ml, dan kapsul calcii carbonas 500 mg. Bagian
ini terdiri dari satu orang personil yang bekerja dalam satu shift, yaitu pada
jam 07.30 – 15.00. Produksi dan repacking dilakukan bila stock sudah tinggal
sedikit. Pengambilan stock dilakukan secara FEFO (First Expired First Out).
4.3.5 Depo OK (Operatie Kamer /Kamar Operasi)
Depo OK melakukan pelayanan selama 24 jam yang dibagi dalam 3
shift. Tugas dari Depo OK yaitu melayani obat dan alkes yang dibutuhkan
untuk operasi dan anastesi di kamar bedah RSIJCP. Pelayanan obat dan alkes
menggunakan formulir permintaan obat dan alkes kepada Depo OK yang
kemudian disiapkan oleh bagian farmasi yang ada di Depo OK. Penyusunan
obat dan alkes secara alphabetis dan berdasarkan bentuk alat kesehatan yang
selanjutnya diurutkan berdasarkan ukuran. Terdapat pula penyimpanan untuk
obat yang harus disimpan pada suhu dingin (2-80C) dan suhu kamar. Untuk
mempermudah pelayanan alat kesehatan, dibuat paket-paket yang telah berisi
alat kesehatan dan obat yang diperlukan untuk Anastesi, Spinal dan Pelayanan
Kamar Bedah, seperti paket yang dibutuhkan untuk pelayanan di Depo OK

72
dimana obat dan alkes tidak boleh kosong, oleh karena itu Depo OK
melakukan permintaan barang ke gudang 2 x dalam seminggu.
4.3.6 Depo Mina
Depo Farmasi Mina berada digedung Mina, buka selama 24 jam yang
dibagi kedalam 3 shift, melayani permintaan alat kesehatan untuk ruang
perawatan Shafa, Shafa Annisa, As-Sakinah, Stroke Center, Kemoterapi,
Luka Bakar, PICU, NICU, ICU, ICCU, Perinatology. Tempat penyimpanan
Depo Mina berdasarkan bentuk alat kesehatan yang selanjutnya diurutkan
berdasarkan ukuran. Terdapat pula penyimpanan untuk obat yang harus
disimpan pada suhu dingin (2-8oC) dan suhu kamar. Untuk mempermudah
pengambilan alat kesehatan, dibuat paket-paket yang telah berisi alat
kesehatan dan obat yang diperlukan, seperti paket yang dibutuhkan untuk
partus normal, Secio Caesaria, Curret, dan lain-lain. Paket ini terdiri dari alat
kesehatan yang digunakan dalam tindakan dan obat yang diperlukan misalnya
injeksi.
4.3.7 Depo IGD
Depo Farmasi IGD dibuka 24 jam dan dibagi dalam 3 shift, melayani
permintaan obat dan alat kesehatan untuk pasien-pasien IGD. Obat- obat yang
disediakan di IGD merupakan obat-obat emergency yaitu mempunyai efek
cepat seperti injeksi, cairan tubuh dan tablet sublingual.
Penyimpanan obat dan alkes di Depo IGD dibedakan berdasarkan
bentuk sediaan atau alat kesehatan, yang selanjutnya diurutkan berdasarkan
alphabetis. Untuk mempermudah pengambilan alat kesehatan maka dibuat
paket-paket yang telah berisi alat kesehatan dan obat yang diperlukan. Seperti
paket infus standar yang berisi Syringe Pump, DC standar, NGT, dan lain-
lain. Depo IGD juga menyediakan obat dan alat kesehatan dengan
menggunakan Trolley Emergency. Terdapat 3 Trolley Emergency yaitu
Trolley Observasi, Trolley IGD, dan Trolley Emas (Persalinan). Trolley
tersebut dikunci dan dicek kelengkapan isinya setiap pergantian shift setiap
harinya. Alur permintaan obat dan alat kesehatan sama dengan alur pemintaan

73
di Depo Mina yaitu perawat harus mengisi form permintaan kemudian bagian
farmasi menyiapkan.
4.3.8 Depo Kemoterapi
Depo kemoterapi berada digedung mina dan melayani resep obat
kemoterapi yang akan diracik di ruang steril. Alur pelayanan resep
kemoterapi yaitu dimulai dari pasien menerima resep dari dokter dan
membawa kelangkapan dokumen seperti permintaan obat khusus, jadwal
terapi, hasil labolatorium, dan surat eligibilitas (SEP) untuk pasien BPJS,
kemudian bagian perawat mengisi formulir. Formulir tersebut berisi
keterangan lengkap pasien kemoterapi, berat badan, diagnosis, penyakit
hingga obat kemoterpi yang digunakan. Bagian farmasi menginput ke sistem
komputerisasi. Farmasi raudhah menyiapkan obatnya yang kemudian dibawa
ke Depo Kemoterapi dan diracik di ruangan khusus menggunakan alat
Biological Safety Cabinet (BSC). Setelah obat selesai diracik maka
diserahkan ke perawat untuk dilakukan kemoterapi kepada pasien. Peracikan
dilakukan oleh staf terlatih dan menggunakan alat pelindung diri yang
lengkap (masker respiratory, baju pelindung atau long-sleeved smock, sarung
tangan nitrile double, kacamata pelindung atau protective eye goggles,
penutup kepala, sepatu bot).

4.4 Penunjang dan Perbekalan Farmasi


Penunjang perbekalan kesehatan berada di bawah Direktur Penunjang
yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan
dan distribusi di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dilakukan sesuai
dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang berlaku. Logistik dan
perbekalan kesehatan meliputi :
1. Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan
2. Penerimaan dan Penyimpanan
3. Pelayanan Distribusi Obat dan Alat Kesehatan
4. Evaluasi dan Monitoring

74
5. Pemusnahan
6. Pelaporan
4.4.1 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan
Pengadaan obat dan alat kesehatan di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih dilaksanakan oleh Bagian Logistik khususnya logistik
perbekalan kesehatan dengan menggunakan sistem inventory, berdasarkan
standar maksimal dan minimal persediaan barang yang ada sehingga dapat
diketahui jumlah barang yang harus dipesan. Standar minimal stok di logistik
perbekalan kesehatan yaitu 7 hari dan standar maksimum 14 hari. Penentuan
standar minimum dan maksimum berdasarkan data konsumsi pemakaian
bulan sebelumnya. Jadwal pembelian di gudang dilakukan pada hari senin dan
kamis, bila ada barang yang belum dibeli maka pembelian dapat dilakukan
lagi pada hari selasa dan jumat. Untuk hari rabu dan sabtu gudang meniadakan
jadwal pembelian, kecuali untuk barang-barang cito. Pembayaran obat dan
alat kesehatan dilakukan secara kredit selama 30 hari setelah tukar faktur.
Tukar faktur dilakukan setelah 1 hari atau maksimal 1 minggu setelah barang
diterima.
Petugas penunjang perbekalan kesehatan menyusun daftar kebutuhan
yang ditujukan ke penanggung jawab pengadaan barang perbekalan kesehatan
untuk dibuatkan surat pesanan kepada distributor dengan mencantumkan
nama obat, jumlah serta harga. Pemesanan dilakukan oleh penanggung jawab
pengadaan dengan mengajukan surat pesanan obat yang telah disetujui oleh
Manajer penunjang. Penerimaan obat dan alat kesehatan dilakukan oleh
petugas gudang yang disertakan faktur yang terdiri dari 4 rangkap (lembar asli
untuk distributor, lembar kedua untuk arsip akuntansi/pembukuan Rumah
Sakit, lembar ketiga untuk arsip gudang dan lembar keempat untuk arsip
bagian pembelian).
4.4.2 Penerimaan dan Penyimpanan
Pada saat barang sampai di gudang, pertama kali dicek kondisi fisik
barang, bentuk sediaan, dosis obat, dan kesesuaiannya antara faktur dengan

75
surat pesanan obat, Expired Date (Minimal 2 Tahun) dan nomor batch dari
obat/alkes tersebut. Jika tidak sesuai maka barang dapat diretur. Jika
semuanya sudah sesuai maka dibuat berita acara penerimaan barang
(maksimal 2,5 jam setelah barang diterima) yang kemudian diberikan ke
bagian akuntansi. Berita acara penerimaan barang terdiri dari 2 rangkap, yaitu
1 lembar untuk bagian akuntansi yang disertai faktur dan 1 lembar lagi untuk
arsip gudang.
Penyimpanan obat dan alat kesehatan di gudang berdasarkan bentuk
sediaan dan diurut sesuai dengan abjad. Setiap barang yang masuk maupun
keluar dicatat pada kartu stok. Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor disimpan di dalam lemari terpisah dari sediaan lainnya. Untuk jenis
obat-obatan yang membutuhkan penyimpanan pada suhu rendah seperti
vaksin dan obat kemoterapi disimpan dalam lemari pendingin khusus yang
suhunya telah disesuaikan. Apabila persediaan barang mencapai jumlah
standar obat minimal berdasarkan data bulan lalu, maka bagian gudang
membuat daftar permintaan pembelian.
4.4.3 Pelayanan Distribusi Obat dan Alat Kesehatan
Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan oleh gudang
logistik perbekalan kesehatan kepada setiap unit pelayanan yaitu meliputi :
Pelayanan rawat inap, Pelayanan Farmasi I (rawat jalan), Pelayanan Farmasi
II (Raudhah), Pelayanan Unit, Depo Farmasi OK, Depo BJS dan Inhealth,
Depo Mina, Depo IGD dan Sterilisasi Sentral.
4.4.4 Evaluasi dan Monitoring
Evaluasi dan Monitoring dilakukan terhadap obat/alkes yang ada di
Rumah Sakit dan evaluasi rekanan (supplier). Pada evaluasi rekanan, hal yang
harus dievaluasi adalah kelengkapan dokumen (faktur, surat jalan) spesifikasi
(kesesuaian barang), pengiriman barang, after sales (cara penanganan
complain), keramahan, cara pengiriman barang (harus sesuai perlakuan
terhadap obat dan alkes), info obat kosong dan teknik pembayarannya. Untuk
evaluasi obat dan alkes, evaluasi yang dilakukan adalah, seperti masa

76
kadaluarsa obat, kualitas, dan pergerakan obat (fast moving, moderate
moving, slow moving). Evaluasi dan monitoring obat dan alkes dilakukan oleh
Penanggung Jawab/Koordinator dari gudang, administrasi dan pengawasan,
terhadap kesesuaian sistem inventory gudang (setiap 3 bulan atau 6 bulan) dan
dilaporkan ke Manager Logistik.
4.4.5 Pemusnahan
Pemusnahan arsip dan pemusnahan obat dilakukan setiap 3 tahun dan
disaksikan oleh bagian pelayanan umum dan perkantoran, bagian kesehatan
lingkungan, serta bagian farmasi. Untuk pemusnahan Narkotika dan
Psikotropika disaksikan oleh BPOM.
4.4.6 Pelaporan
Pelaporan obat Narkotika dan Psikotropika di Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih dilakukan setiap bulan kepada Kementerian
Kesehatan dengan menggunakan program SIPNAP (Sistem Pelaporan
Narkotika dan Psikotropika) yang berisi laporan pemakaian obat, pemasukan
obat nakotika dan psikotropika, dan sisa obat narkotika, morphin dan
pethidin, dan psikotropika dari unit pelayanan, unit rawat inap dan gudang
obat yang mana akan di laporkan ke bagian administrasi farmasi,selanjutnya
akan di rekapitulasi. Pelaporan Narkotika dan Psikotropika dilakukan setiap
tanggal 10.

4.5 Rekam Medik


Menurut PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/ 2008 yang dimaksud
dengan rekam medik adalah berkas yang berisi catatan dan dokumentasi antara
lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan serta
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan
merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai
tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pelayanan
kesehatan.

77
Menurut PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/ 2008 data-data yang
harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang
diperiksa di unit rawat jalan, gawat darurat dan rawat inap. Setiap pelayanan
baik dirawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis
dengan data-data sebagai berikut:
1. Pasien Rawat Jalan
Data pasien rawat jalan yang dimasukkan kedalam medical record sekurang-
kurangnya antara lain :
a. Identitas Pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Persetujuan tindakan bila perlu.
2. Pasien Rawat Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan ke dalam medical record sekurang-
kurangnya antara lain :
a. Identitas Pasien (nama, tanggal lahir dan no.rekam medis)
b. Tanggal dan waktu
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan atau tindakan
h. Pelayanan atau tindakan bila perlu
i. Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharger summary)

78
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenanga kesehatan tertentu.
3. Ruang Gawat Darurat
Data pasien gawat darurat yang dimasukkan ke dalam medical record
sekurang-kurangnya antara lain :
a. Identitas Pasien
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu
e. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
g. Diagnosis
h. Pengobatan/tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat
darurat dan rencana tindak lanjut
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke
sarana pelayanan kesehatan lain.

4.6 Bagian Penunjang dan Kesehatan Lingkungan (Kesling) RSIJCP


Bagian Pemeliharaan dan Kesling di RSIJ Cempaka Putih bertanggung
jawab langsung kepada Direktur Penunjang Pelayanan Klinik. Fungsi
Kesling di Rumah Sakit yaitu :
1. Penyehatan Ruang Bangun
2. Penyehatan Makanan dan minuman
3. Penyehatan Linen dan Laundry
4. Penyehatan air bersih
5. Pengelolaan Limbah

79
6. Pengamanan Radiologi
7. PEST Control.
Sarana dan prasarana sanitasi di RSIJ Cempaka Putih, antara lain :
a. Aspek Pengelolaan Limbah Cair. Tempat Septictank digunakan untuk
sarana pembuangan limbah yang berasal dari WC.
b. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dengan sistem cascade aerasi
yang mempunyai kapasitas 600m3 / Hari. IPAL mengolah limbah yang
berasal dari semua ruangan yang ada di rumah sakit seperti: ruang
perawatan, kamar mandi, laundry dan dapur gizi.
c. Aspek Pengelolaan Limbah Padat/Sampah
Sampah terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
a) Sampah non medis, contoh: kertas, kardus, plastik, botol/gelas, plastik,
kotak minuman/makanan dan sampah got atau lumpur.
b) Sampah medis, contoh: sampah infeksius, sampah patologi dan sampah
jaringan tubuh.
Dalam pengelolaan limbah padat dilakukan pemilahan limbah dan
menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda-beda berdasarkan
karakteristik limbahnya yaitu :
a. Limbah domestik dimasukkan ke dalam plastik berwarna hitam.
b. Limbah infeksius dimasukkan ke dalam plastik berwarna kuning.
c. Limbah sitotoksik dimasukkan ke dalam plastik berwarna ungu.
d. Limbah kimia dimasukkan ke dalam plastik berwarna cokelat.
Pengumpulan sampah dilakukan pada titik pengumpulan di setiap zona
yang telah ditentukan untuk dibawa ke tempat penampungan sampah sementara
dan selanjutnya diangkut ke pembuangan akhir di tempat pembuangan akhir
sampah di Bantar Gebang untuk sampah non medis, sedangkan sampah medis
dikirim ke PT. Wastec untuk di musnahkan. Alur pengolahan limbah cair non
medis di RSIJCP yaitu dimulai dari pengumpulan limbah-limbah cair melalui
saluran pipa tertutup yang berada didalam tanah, yang kemudian masuk ke
dalam bak penyaringan untuk memisahkan sampah padatan dengan cairan.

80
Cairan yang sudah terpisahkan dengan sampah padatan tersebut akan
dialirkan ke bak equal (untuk proses homogenisasi), lalu dialirkan ke dalam
bakan aerob, yang berisikan bakteri anaerob. Bakteri anaerob ini berguna untuk
menurunkan kapasitas polutan.Setelah itu dialirkan ke bak aerob yang berisi
bakteri aerob. Didalam bak ini bakteri anaerob yang terkandung didalamnya
akan mati. Kemudian dari bak aerobik dialirkan ke bak sedimentasi
(pengendapan), di RSIJCP pada bak sedimentasi atau pengendapan ini tidak
menggunakan bahan koagulan seperti tawas, atau senyawa kimia lain yang
digunakan untuk membantu proses pengendapan, pengendapan berlangsung
secara alami. Selanjutnya dialirkan lagi ke bak klorinasi yang bertujuan untuk
membunuh bakteri yang kemungkinan masih terbawa. Proses terakhir yaitu air
dialirkan ke bak yang berisi ikan mas sebagai indikator. Air dikatakan layak
apabila ikan mas dapat tumbuh dan bertahan hidup.

81
BAB V
PEMBAHASAN

Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) adalah Rumah sakit
swasta yang tergolong rumah sakit tipe B yang setara dengan rumah sakit
pemerintah, kemudian pada tahun 2014 berubah menjadi Rumah Sakit pendidikan.
RSIJ mempunyai 27 pelayanan medik spesialis dan 19 pelayanan medik sub
spesialis. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) mendapatkan
akreditasi penuh tingkat lengkap dari Departemen Kesehatan pada 16 pelayanan
pada tahun 2006 dan telah diakreditasi ulang pada tanggal 17 februari 2012. Pada
bulan Juli 2016 Rumah Sakit Islam Jakarta mengikuti akreditasi versi 2016 dan
lulus dengan peringkat paripurna. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum dan karyawan rumah
sakit, serta memberikan pelayanan jasmani dan rohani. Kepemilikan dikelola oleh
swasta dibawah Badan Pelaksana Harian Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih dan sebagai amal usaha Muhammadiyah. Struktur organisasi RSIJCP
memiliki direktur utama yang membawahi 4 direktur yaitu direktur penunjang
klinik, direktur pelayanan klinik, direktur keuangan, dan direktur SDI & binroh.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (IFRSIJCP) berada
dibawah direktur pelayanan klinik. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
memiliki 9 Apoteker yaitu 2 Apoteker di managemen, 4 Apoteker di pelayanan
rawat jalan dan 3 Apoteker di pelayanan rawat inap.
Sesuai dengan SK MENKES No. 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit. Didalam pengelolaannya, IFRS dan Sekertaris PFT
dipimpin oleh seorang Apoteker. IFRS mempunyai fungsi yaitu: Fungsi Farmasi
Klinik dan Farmasi Non-Klinik. Fungsi Farmasi Klinik meliputi: Komunikasi,
Informasi dan Edukasi, Konseling, Pelayanan Informasi Obat, Panitia Farmasi dan
Terapi dan Pemantauan dan Pelaporan Terapi Obat, Monitoring Efek Samping
Obat, dan Sistem Distribusi Obat. Fungsi farmasi non-klinik meliputi: Pemilihan,
Perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan, distribusi dan pengendalian

82
semua perbekalan kesehatan yang beredar di lingkungan Rumah Sakit untuk
pelayanan.
Sistem pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh bagian logistik
perbekalan obat dan alkes menggunakan sistem satu pintu. Kegiatan yang
dilakukan bagian pengadaan meliputi perencanaan, pembelian, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, monitoring, dan pemusnahan. Perencanaan
pembelian obat berdasarkan pada metode pemakaian sebelumnya dan metode
epidemiologi/sejarah penyakit. Perencanaan dilakukan dengan memprediksikan
kebutuhan barang farmasi berdasarkan permintaan pengeluaran yang berasal dari
unit-unit pelayanan farmasi dan sterilisasi pada bulan sebelumnya serta mengacu
kepada standar formularium RSIJCP. Untuk pembelian barang berdasarkan metode
pemakaian dengan standar minimal dan maksimal gudang yang bertujuan untuk
mengendalikan persediaan barang.
Gudang mendistribusikan barang farmasi berdasarkan permintaan pelayanan
farmasi yaitu Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan, Unit Pelayanan Farmasi
Raudhah, Farmasi Rawat Inap, Pelayanan Unit, Depo IGD, Central Sterile Supply
Department (CSSD) serta Depo OK dan Anastesi melalui sistem komputerisasi.
Untuk mengontrol kualitas maupun kuantitas dari obat maka setiap petugas
bertanggung jawab terhadap beberapa rak obat dengan mencocokkan jumlah
barang yang tersedia dengan jumlah barang yang ada pada kartu stok maupun stok
di komputer.
Penyimpanan obat dan alkes di gudang dan farmasi disusun berdasarkan
bentuk sediaan dan diurutkan berdasarkan alfabetis, jenis sediaan, stabilitas dan
suhu. Untuk penyimpanan obat - obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam
lemari khusus terkunci ganda yang dipegang oleh satu personil gudang sebagai
penanggung jawab lemari. Penyimpanan obat juga berdasarkan LASA
(Look Alike Sound Alike) obat-obatan yang rupanya mirip dan pengucapannya /
namanya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak pada
kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan minimal 1 (satu) obat yang
bukan LASA dengan pemberian stiker LASA dengan latar kuning. Penyimpanan

83
obat High Alert ditempatkan dilemari khusus yang berlabel merah bertuliskan
“High Alert” dan pemberian stiker “High Alert” berlatar merah. pergerakan barang
yang ada di gudang menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out). Setiap
kali sebelum obat keluar dari atau masuk ke tempat penyimpanannya dilakukan
pencatatan pada kartu stok obat dan stok dengan sistem komputerisasi.
Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan bertugas melayani resep pasien rawat jalan
dan pasien rawat inap (khusus malam dan hari libur). Unit Pelayanan Farmasi
Raudhah (rawat jalan non BPJS) bertugas melayani pasien rawat jalan non BPJS
dan pasien poliklinik raudah. Unit Pelayanan Farmasi Rawat Inap bertugas
melayani pasien rawat inap saja. Sistem distribusi obat di RSIJCP yaitu sistem
UDD (Unit Dose Dispensing), floor stock, dan Resep individu. Sistem UDD
ditujukan untuk semua ruangan. Obat di sistem unit dose dikemas dalam kemasan
unit tunggal dan dispensing dalam bentuk siap konsumsi. Obat yang akan
dikonsumsi oleh pasien dikemas dalam wadah yang berbeda dengan pemberian
pagi, siang, malam dan diberi tanda. Sebelum melakukan pengemasan, cek pasien
apakah sudah keluar atau belum, petugas farmasi juga mengecek dokumen
keperawatan untuk mengetahui penggunaan obat pasien apakah ada penggunaan
obat yang dihentikan, ditambah atau diganti oleh dokter. Pada sistem distribusi
floor stock, obat-obat tertentu yang diperlukan di ruang perawatan, dapat di stok
di ruang perawatan masing-masing. Untuk sistem distribusi individual resep
langsung ditebus ke instalasi farmasi rumah sakit dan untuk pasien rawat inap
dengan jaminan perusahaan/asuransi dapat diberikan pelayanan room service yang
dilaksanakan oleh petugas room service untuk mempermudah pelayanan obat ke
pasien. Dimana petugas tersebut menyiapkan seluruh obat yang akan digunakan
oleh pasien rawat inap sesuai dengan yang diresepkan oleh dokter. Obat yang telah
disiapkan kemudian dihantarkan ke seluruh ruang rawat inap yang ada di RSIJCP,
dan dilakukan serah terima antara petugas room service dengan petugas perawat
yang dicatat dalam buku ekspedisi. Selain mengantarkan obat, petugas room
service juga mengambil dan membawa resep baru ke bagian farmasi.

84
Unit pelayanan farmasi raudah juga melayani peracikan obat kemoterapi yang
dilakukan pada ruangan khusus menggunakan alat BSC (Biological Safety
Cabinet), peracikan dilakukan oleh seorang petugas farmasi yang sudah terlatih dan
mempunyai sertifikat. Peracikan obat kemoterapi dilakukan berdasarkan waktu
pemberiannya karena obat kemoterapi mempunyai stabilitas yang berbeda beda.
Formulir yang dilampirkan pada resep kemoterapi terdiri atas 3 formulir yaitu :
formulir rekontruksi obat kanker yang berisi (biodata pasien, obat apa saja yang
digunakan pada proses kemoterapi tersebut, perhitungan berapa dosis obat yang
digunakan dan cara penanganan atau pengerjaan obat tersebut), forrmulir protokol
kemoterapi berisi (intruksi dari dokter tentang peracikan obat kemo tersebut) dan
formulir persetujuan peracikan obat kanker berisi (persetujuan dari pihak keluarga
pasien).
Pelayanan unit di RSIJCP hanya dilakukan 1 shift yaitu 07.30 – 15.00 dan
dilakukan untuk memenuhi permintaan dari ruang perawatan, poliklinik dan unit
terkait lainnya di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, sesuai daftar standar
obat dan alat kesehatan di ruang perawatan dan poliklinik Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih mempunyai bagian produksi yaitu bagian yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk menyediakan obat yang dibutuhkan di lingkungan RSIJCP
namun tidak tersedia dipasaran baik dalam bentuk produksi maupun repacking
produk untuk sediaan non steril, seperti larutan betadine, hand rub, kapsul CaCO3,
perhidrol dan lotio kummerfeldi. Kegiatan produksi yang dilakukan bertujuan
untuk menunjang pelayanan farmasi.
Unit pelayanan farmasi IGD di RSIJ dilakukan pada 3 shift (pagi, siang,
malam).
1. Di IGD terdapat beberapa paket dan troly.Paket yang ada di IGD yaitu:
b. Paket infus : berisi IV cath, infus set, IV dressing, antiseptik (one swab)
c. Paket cateter : berisi foley cateter, syring 20 cc, syring 5 cc, urine bag,
aquadest.
d. Paket syring pump : berisi syring 50 cc, extention tube S2, NaCl 25 cc, LS.

85
e. Paket nebulizer : masker, combivent, pentolin.
f. Paket pasang NGT: stomatche tube, fidding tube, syring 50 cc, NaCl.
g. Paket hecting (benang) : nilon (untuk wajah), catgut (benang yang dapat
menjadi daging)
1. Di IGD juga terdapat 3 troly :
a. Troly emergency
b. Troly observasi
c. Troly kebidanan
2. UGD memiliki standar obat emergency yang harus tersedia di IGD
meliputi :
a. Psikotropik : stesolid, nokuba, sedakum
b. Narkotik : morfin.
Depo OK melakukan pelayanan selama 24 jam yang dibagi dalam 3 shift. Tugas
dari Depo OK yaitu melayani obat dan alkes yang dibutuhkan untuk operasi dan
anastesi di kamar bedah RSIJCP. Pelayanan obat dan alkes menggunakan formulir
permintaan obat dan alkes kepada Depo OK yang kemudian disiapkan oleh bagian
farmasi yang ada di Depo OK. Untuk mempermudah pelayanan petugas Depo OK
menyiapkan paket obat-obatan dan alkes.
Pendistribusian obat di rawat inap RSICP menggunakan metode UDD (Unit
Dose Dispensing). Unit pelayanan farmasi UDD merupakan suatu sistem distribusi
obat kepada penderita rawat inap yang disiapkan dalam bentuk dosis tunggal, siap
pakai, selama 24 jam. UDD melayani semua ruang di RSIJCP. Keuntungan unit
pelayanan farmasi UDD adalah pasien hanya membayar obat yang diberikan, serta
mencegah medication error. Pendistribusian obat kepada pasien dilakukan dengan
cara obat dimasukan kedalam box transparan dimana dalam box tersebut diberikan
etiket meliputi nama pasien, nomor rekam medik, ruangan, tanggal lahir pasien.
Setiap obat dimasukkan kedalam plastik klip kemudian dilabeling dengan stiker
dan diberi etiket dan ditulis sesuai aturan pakai (pagi, siang, sore, malam).
Central Sterile Supply Department (CSSD) di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih (RSIJCP) sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

86
Kegiatan sterilisasi menggunakan sistem sterilisasi sentral (alat dan bahan steril),
sehingga dapat melayani semua unit di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Unit Sterilisasi Sentral dibentuk untuk mencegah, mengatasi dan mengurangi
terjadinya infeksi silang di RSIJCP. Metode sterilisasi menggunakan metode uap
panas tinggi (autoklaf) dan gas etilen oksida. Sterilisasi menggunakan autoklaf
ditujukan untuk alat-alat yang tahan panas, sedangkan untuk alat-alat yang tidak
tahan panas menggunakan gas etilen oksida. Proses sterilisasi dimulai dari
pembersihan dan dekontaminasi, pengemasan dan penandaan, sterilisasi,
pengiriman dan pemakaian. Sebelum proses sterilisasi dilakukan terlebih dahulu
dilakukan penerimaan barang yang di catat dalam buku ekspedisi, alat yang akan
disterilkan direndam dengan cairan glutaraldehid 2 % selama 24 jam untuk alat
yang terinfeksi atau selama 15 menit untuk alat yang tidak terinfeksi. Setelah
perendaman dan pencucian dilakukan sterilisasi dengan salah satu dari dua metode
yaitu yang pertama dengan menggunakan autoklaf (Uap Panas) untuk alat-alat yang
tahan terhadap panas seperti bahan, tekstil, linen, baju operasi, logam dan lainnya,
selanjutnya dibungkus dengan kain laken. Unit Sterilisasi Sentral juga
memproduksi bahan-bahan steril seperti kassa, lidi wotten, handscoon, roll gauze,
dan lain-lain. Untuk pengecekan fungsi autoklaf dapat dilakukan dengan indikator
test dan metode Bowie & Dick.
Metode sterilisasi lainnya dengan mengalirkan gas etilen oksida. Metode ini
digunakan untuk alat-alat yang tidak tahan pemanasan seperti alat pembungkus dan
polietilen, plastik, silikon dan lainnya. Alat-alat tersebut dibungkus dengan plastik
we pack, sebelumnya dimasukkan indikator internal dan dibagian luar di tempel
dengan indikator eksternal (autoclative). Sterilisasi dilakukan pada suhu 60 0C
selama 3. Alat-alat kesehatan dan linen yang sudah steril disimpan di ruangan
khusus yang dijamin kesterilannya dan siap untuk di distribusikan ke instalasi yang
memerlukan.
Rekam Medik adalah catatan tentang pengobatan, tindakan, dan pelayanan yang
sudah dilakukan terhadap pasien di rumah sakit. Unit Rekam Medik RSIJCP
berperan dalam penyediaan berkas rekam medik baik bagi pasien rawat jalan dan

87
rawat inap. Dan catatan rekam medik pasien berlaku seumur hidup. Kegiatan yang
dilakukan antara lain mengelola berkas pendaftaran dan penyimpanan data pasien
di rumah sakit.
Rekam medik berisi identitas pasien, resume medis, riwayat penyakit, laporan
kematian jika pasien meninggal disertai dengan surat keterangan kematian dan
surat keterangan kedokteran tentang sebab kematian, Surat keterangan lahir,
Pengantar masuk rawatinap (surat rujukan), Surat persetujuan rawat inap, Surat
perpindahan pasien dari ruang perawatan (jika pasien pindah ruang perawatan),
Informed concente ( jika ada tindakan medis yang diberikan kepada pasien),
Catatan dan instruksi dokter, Asuhan keperawatan, Catatan klinis, Formulir obstetri
dan ginekologi, Formulir laporan operasi, formulir hasil penunjang medik,
Pemantauan terapi obat dan Rekonsiliasi obat.
Alur pendaftaran pasien di RSIJCP :
1. Di RSIJCP terdapat 5 loket pendaftaran bagi pasien yang akan berobat jalan.
Yaitu :
a. Loket 1 untuk pasien lama
b. Loket 2 untuk pendaftar secara langsung dan melalui telfon
c. Loket 3 & 4 untuk pasien baru
d. Loket 5 untuk pasien lama dan baru yang menggunakan jaminana
perusahaan.
2. Setelah pasien mendaftar, pasien mendapatkan slip pendaftaran yang berisi no
rekam medis dan no registrasi. Untuk pasien baru maka mendapatkan kartu
berobat yang dapat digunakan seumur hidup selama menjalani pengobatan di
RSIJCP.
Adapun alur rekam medik untuk pasien baru, yaitu pasien mengisi data sosial
yang disediakan oleh bagian pendaftaran, setelah data telah terisi semua kemudian
petugas pendaftaran akan menginput data tersebut.Kemudianpasien akan
mendapatkan no.kartu rekam medik, dan petugas akan mengantarkan rekam medik
tersebut ke poliyang bersangkutan. Setelahpasien mendapatkan pengobatan dan
diagnosa akhir, maka rekam medik akan di coding, input, assembling dan

88
penyimpanan.Jika pada rekam medik pasien tidak terdapat diagnosa akhir, maka
dilakukan resume. Resume dilakukan oleh petugas rekam medik dengan cara
meminta ke dokter yang bersangkutan untuk menuliskan diagnosis terakhir pasien.
Alur rekam medik untuk pasien lama sama dengan alur rekam medik pasien baru,
tetapi tidak perlu mengisi data sosial dan untuk pasien rawat inap menunjukkan
surat rawat inap kebagian pendaftaran. Penyimpanan rekam medik disimpan
selama 5 tahun dengan status rekam medis aktif. Jika pasien tersebut tidak
melakukan pengobatan di RSIJCP dalam jangka waktu 5 tahun, data tersebut
kemudian dialihkan menjadi rekam medis inaktif dengan penyimpanan selama 2
tahun. Dan apabila selama 7 tahun tersebut pasien tidak melakukan pengobatan di
RSIJCP, maka akan dilakukan retensi dengan hanya mengambil berkas-berkas
yang bernilai guna/penting. Penyimpanan rekam medis di RSIJCP hanya
berdasarkan digit angka terakhir (terminal digit) dan tidak berdasarkan pasien rawat
jalan dan rawat inap. Untuk memudahkan pencarian data rekam medis angka
terakhir dari nomor rekam medis dibedakan warnanya. Di RSIJCP juga terdapat
rekam medis elektronik. Saat ini hanya berlaku bagi poli jantung, kebidanan dan
bedah. Terdapat 2 shift dirawat jalan (pagi, sore) dan 3 shift dirawat inap (pagi,
sore, malam).
Kegiatan Kesling di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih menangani
penanganan limbah, dimana limbah di RSIJCP yaitu limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat terdiri dari limbah padat medis dan non medis, dimana limbah padat
medis penanganannya dibawa ke PT. Wastec untuk dimusnahkan dan limbah padat
non medis yang penanganannya bekerja sama dengan dinas kebersihan daerah.
Kegiatan Kesling di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih ada yang dilakukan
mandiri yaitu melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang ada, dan
dilakukan pengawasan serta pengujian yang berguna untuk memastikan agar
limbah yang di proses memenuhi standar baku mutu.Setelah melalui proses
pengolahan di dalam IPAL limbah dialirkan ke dalam kolam yang terdapat
indikator ikan mas. Jika indkator ikan mas tersebut tidak ada masalah maka limbah
cair tersebut dapat langsung dibuang kesungai atau lingkungan sekitar Rumah

89
Sakit, limbah cair yang dikelola dapat digunakan untuk menyiram tanaman.
Pemantauan pengolahan limbah di RSIJCP dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan
mengirim sampel ke BPLHD (Badan Pemeriksaan Lingkungan Hidup Daerah)
untuk melihat aman tidaknya limbah tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan
berdasarkan beberapa parameter diantaranya, Chemical Oxygen Demand (COD),
Biological Oxygen Demand (BOD), KMnO4, ammonia, biru metilen, dan zat padat
tersuspensi.Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap mutu air limbah dari
pH, debit perhari, suhu, dan kandungan organik.Limbah di RSIJCP dikumpulkan
dalam kantong yang berbeda berdasarkan jenis limbahnya, yaitu kantong limbah
berwarna hitam digunakan untuk limbah domestik, kantong limbah berwarna
kuning digunakan untuk limbah berbahaya seperti limbah infeksius, kantong
limbah berwarna cokelat untuk limbah kimia, kantong limbah berwarna merah
untuk limbah radioaktif dan kantong limbah berwarna ungu digunakan untuk
limbah sitotoksik, dan jarum bekas pakai disimpan dalam safety box.

90
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Telah Terakreditasi dengan
Predikat PARIPURNA pada bulan Juli 2016 oleh lembaga akreditasi
independen di Indonesia yang diakui pemerintah yaitu Komite Akreditasi
Rumah Sakit (KARS).
2. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih merupakan amal usaha
persyarikatan Muhammadiyah yang memiliki tanggung jawab untuk
menjalankan visi dan misi persyarikatan bidang kesehatan.
3. Rumah Sakit Islam Jakarta memiliki 9 apoteker, yaitu 2 Apoteker di
managemen, 4 Apoteker dipelayanan rawat jalan, 3 Apoteker dipelayanan
rawat inap (Farmasi klinis).
4. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih merupakan Rumah Sakit
Swasta Pendidikan tipe B dengan pelayanan dokter spesialis dan
subspesialis dengan kapasitas 399 tempat tidur.
5. Bagian Farmasi Klinik Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
meliputi: Pengkajian Resep, Konseling, Pelayanan Informasi Obat,
Pemantauan Terapi Obat, Panitia Farmasi dan Terapi, dan Monitoring
Efek Samping Obat.
6. Bagian Farmasi Non Klinik Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
mengelola kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian obat, alat kesehatan dan barang produksi, monitoring serta
pemusnahan dimana setiap kegiatan dilakukan sesuai dengan SOP
(Standar Operating Procedure).

91
7. Pengadaan perbekalan Farmasi dilakukan di bagian Logistik Perbekalan
Kesehatan menggunakan sistem satu pintu.
8. Bagian kesling di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih mengelola
lingkungan Rumah Sakit. Adapun aspek yang dikelola adalah limbah,
linen dan laundry, pengendalian serangga dan binatang pengganggu,
penyehatan ruang dan bangunan, penyehatan makanan dan minuman RS,
dan penyehatan air bersih.
9. Bagian Kesling di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih menangani
penanganan limbah, dimana limbah di RSIJCP dibagi menjadi 5, yaitu
limbah padat, cair, dan gas, baik medis maupun non medis. Adapun limbah
padat infeksius ditampung dalam kantong plastik warna kuning, limbah
padat farmasi dalam kantong plastik warna coklat, dan limbah sitostatik
dalam kantong plastik warna ungu.
10. Sistem penyimpanan perbekalan kesehatan disesuaikan dengan bentuk
sediaan dan kondisi penyimpanan kemudian dikelompokkan berdasarkan
abjad. Khusus untuk obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari
terpisah dari obat-obat lainnya dan terkunci. Pengeluaran barang
menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out).
11. Distribusi obat untuk pasien rawat jalan menggunakan sistem resep
individual. Sedangkan distribusi obat untuk pasien rawat inap di semua
ruangan menggunakan Unit Dose Dispensing (UDD).
12. Unit Produksi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta melakukan produksi
dan pengemasan kembali (repacking).
13. Unit sterilisasi melakukan kegiatan produksi serta kegiatan sterilisasi
bahan yang diperlukan untuk unit yang membutuhkan.

92
6.2 Saran
1. Rekam medik elektronik sebaiknya diberlakukan pada semua poli di
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
2. Meningkatkan Program Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Konseling,
Pelayanan Informasi Obat (PIO), Panitia Farmasi dan Terapi (PFT),
Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat
(MESO).
3. Melakukan kunjungan pasien dengan melibatkan tenaga kesehatan
lainnya seperti dokter dan perawat guna meningkatkan kegiatan farmasi
klinik, sehingga keberhasilan terapi pasien dapat tercapai.
4. Menambah jumlah Apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam
Jakarta untuk meningkatkan kinerja yang lebih efektif.
5. Optimalisasi dan peningkatan peran manajerial dan farmasi klinis untuk
para mahasiswa PKPA.

93
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992


Tentang Kesehatan, Departemen KesehatanRepublik Indonesia, Jakarta

Anonim. 2009. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Badan POM Republik Indonesia. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia


2008. Jakarta: Sagung Seto.

Cipolle, Robert J, et al, 2004. Pharmaceutical care practice second edition , USA:
The mc, Graw-Hill companies Inc.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Buku Petunjuk Pengisian,


Pengelolaan dan Penyajian Data Rumah Sakit. Depkes RI : 2005.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 44 tentang “Rumah Sakit”. Depkes RI : Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 36 tentang “Kesehatan”. Depkes RI : Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No 56 “Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit”. Depkes
RI : Jakarta.

Peraturan mentri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No 72 “Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit”. Depkes RI : Jakarta.

Djuanda, Adhi., dkk. .2015. MIMS Petunjuk Konsultasi Indonesia Edisi 14.2015.
PT Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia)

94
Mansjoer A, Suprohaita, Ika wardhani W. Setiowulan W. Kapita Selekta Edisi ke-
3, Jilid 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2000.313-317

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34. 2016. Perubahan Atas Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Di
Rumah Sakit . Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2014. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah


Sakit Nomor 58. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Sjamsuhidayat & Jong. Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC .
1997.523-538.

Sukandar, Elin yulinah.,dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI Buku 1. Jakarta: PT


ISFIP

95

Anda mungkin juga menyukai