Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MANAJEMEN OPERASIONAL PUSKESMAS BLEGA

Oleh :
SUDIYO
NBI : 12.616.000.25

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2017
MANAJEMEN OPERASIONAL PUSKESMAS

Manajemen Puskesmas didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang bekerja


secara sistematis untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien.
Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan Puskesmas membentuk fungsi-
fungsi manajemen. Ada 3 (tiga) fungsi manajemen Puskesmas yang dikenal yakni
Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan
Pertangungjawaban. Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan secara
terkait dan berkesinambungan (Departemen Kesehatan, 2004).
Dari uraian beberapa pengertian manajemen tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
manajemen Puskesmas diselenggarakan sebagai :
1. Proses pencapaian tujuan Puskesmas;
2. Proses menselaraskan tujuan organisasi dan tujuan pegawai Puskesmas
(management by objectives atau MBO) menurut Drucker;
3. Proses mengelola dan memberdayakan sumber daya dalam rangka efisiensi dan
efektivitas Puskesmas;
4. Proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah;
5. Proses kerjasama dan kemitraan dalam pencapaian tujuan Puskesmas;
6. Proses mengelola lingkungan.
TUPOKSI PUSKESMAS
PUSKESMAS mempunyai Tugas Pokok :
Melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional Dinas Kesehatan di bidang
pelayanan, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada
masyarakat di wilayah kerjanya
PUSKESMAS mempunyai Fungsi :
1. Penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan, pembinaan
dan pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya;
2. Penyusunan rencana program dan rencana kerja anggaran dibidang pelayanan,
pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada
masyarakat di wilayah kerjanya;
3. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dibidang pelayanan, pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya;
4. Pelaksanaan kegiatan usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit termasuk
Imunisasi;
5. Pelaksanaan peningkatan kesehatan dan kesehatan keluarga melalui kegiatan
Kesejahteraan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana (KB), perbaikan gizi dan usia
lanjut;
6. Pelaksanaan pemulihan dan rujukan melalui kegiatan pengobatan termasuk
pelayanan darurat karena kecelakaan serta kesehatan gigi dan mulut;
7. Pelaksanaan kesehatan lingkungan, penyuluhan dan peran serta masyarakat
melalui kegiatan penyehatan lingkungan, upaya kesehatan institusi dan
olahraga, penyuluhan kesehatan masyarakat dan perawatan kesehatan
masyarakat;
8. Pelaksanaan kegiatan perawatan inap;karena diperlukan penanganan lanjut
guna percepatan penyembuhan penyakit;
9. Pelaksanakan kegiatan penelitian laboratorium dan pengelolaan obat-obatan;
10. Pelaksanaan pelayanan khusus melalui kegiatan upaya kesehatan mata, jiwa
dan kesehatan lain;
11. Pengelolaan urusan ketatausahaan PUSKESMAS;
12. Penyajian data dan informasi dibidang pelayanan, pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya;
13. Penyusunan laporan realisasi anggaran dibidang pelayanan, pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya;
14. Penyusunan laporan kinerja program dibidang pelayanan, pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di
wilayah kerjanya;
15. Pelaksanaan pembinaan, pemantauan pengawasan dan pengendalian kegiatan
dibidang pelayanan, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan secara
paripurna kepada masyarakat di wilayah kerjanya dan pelaksanaan tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

Model – Model Manajemen Puskesmas


Untuk dapat mewujudkan visi, misi, dan tujuan Puskesmas, diperlukan model
manajemen yang cocok dan efektif untuk Puskesmas yang bersangkutan. Beberapa
model manajemen telah diperkenalkan pada Puskesmas, yaitu :

Model Manajemen P1 – P2 – P3
Manajemen Puskesmas terdiri dari P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan Pelaksanaan),
dan P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian)
A. P1 (Perencanaan) Puskesmas : Microplanning Puskesmas.
Microplanning adalah penyusunan rencana 5 (lima) tahunan dengan
tahapan tiap-tiap tahun di tingkat Puskesmas untuk mengembangkan dan
membina Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Keluarga Berencana- Kesehatan
diwilayah kerjanya, berdasarkan masalah yang dihadapi dan kemampuan yang
dimiliki dalam rangka meningkatkan fungsi Puskesmas (Departemen
Kesehatan, 1989).
Tujuan umum microplanning adalah meningkatkan cakupan
pelayanan program prioritas yang mempunyai daya ungkit terbesar terhadap
penurunan angka kematian bayi, anak balita dan fertilitas dalam wilayah
kerjanya yang pada gilirannya dapat meningkatkan fungsi Puskesmas.
Sedangkan tujuan khususnya adalah :
1) mengembangkan dan membina pos-pos pelayanan terpadu KB-Kesehatan di
desa-desa wilayah kerja Puskesmas, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
dan masalah yang dihadapi sehingga dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien,
2) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan, dan
3) meningkatkan kemampuan staf Puskesmas dalamberfikir secara analitik dan
mendorong untuk berinisiatif, kreatif, dan inovatif.
Ruang Lingkup microplanning adalah kegiatan pokok Puskesmas, meliputi 18
kegiatan pokok. Namun demikian, mengingat dalam Pelita IV prioritas
diberikan pada penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta angka
fertilitas, maka perencanaan yang dimaksud baru diarahkan pada 5 (lima)
program terpadu KB-Kesehatan, yaitu program Kesehatan Ibu dan Anak,
Keluarga Berencana, Gizi, Imunisasi, dan Penanggulangan Diare. Kelima
program tersebut mempunyai daya ungkit terbesar terhadap upaya penurunan
angka kematian bayi, anak balita, dan angka fertilitas.

B. P2 (Penggarakan dan Pelaksanaan) Puskesmas


Tujuan Penggerakan dan Pelaksanaan (P2) Puskesmas adalah
meningkatkan fungsi Puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga
Puskesmas untuk bekerja sama dalam Tim dan membina kerja sama lintas
program dan lintas sektoral. Komponen Penggerakan Pelaksanaan (P2)
Puskesmas dilakukan melalui Lokakarya Mini Puskesmas yang terdiri dari 4
(empat) komponen meliputi:
1) Penggalangan kerjasama Tim yaitu lokakarya yang dilaksanakan setahun
sekali di Puskesmas, dalam rangka meningkatkan kerja sama antar petugas
Puskesmas untuk meningkatkan fungsi Puskesmas, melalui suatu proses
dinamika kelompok yang diikuti dengan analisis beban kerja masing-
masing tenaga yang dikaitkan dengan berbagai kelemahan penampilan
kerja Puskesmas menurut hasil stratifikasi Puskesmas,
2) Penggalangan Kerjasama Lintas Sektoral yaitu dalam rangka
meningkatkan peran serta masyarakat dan dukungan sektor-sektor terkait
melalui suatu pertemuan lintas sektoral setahun sekali. Sebagai hasil
pertemuan adalah kesepakatan rencana kerja sama lintas sektoral dalam
membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan termasuk
keterpaduan KB-Kesehatan,
3) Rapat kerja Tribulanan Lintas Sektoral,sebagai tindak lanjut pertemuan
penggalangan kerja sama lintas sektoral,dilakukan pertemuan lintas
sektoral setiap 3 (tiga) bulan sekali untukmengkaji hasil kegiatan kerja
sama lintas sektoral selama 3 (tiga) bulan yang lalu dan memecahkan
masalah yang dihadapi, kemudian disusun rencana kerja sama lintas
sektoral bulan selanjutnya, dan
4) Lokakarya Bulanan Puskesmas, yaitu pertemuan antar tenaga Puskesmas
pada setiap akhir bulan untuk mengevaluasi pelaksanaan rencana kerja
bulan yang lalu dan membuat rencana bulan yang akan datang. Adapun
tujuan Lokakarya Bulanan Puskesmas adalah
a) Disampaikan hasil rapat dari tingkat kabupaten, kecamatan dan lain
sebagainya,
b) Diketahuinya hasil dan evaluasi kegiatan Puskesmas bulan lalu,
c) Diketahuinya hambatan dan masalah dalam pelaksanaan kegiatan
bulan lalu,
d) Dirumuskannya cara pemecahan masalah,
e) Disusunnya rencana kerja harian petugas selama satu bulan yang akan
datang,
f) Diberikannya tambahan pengetahuan baru,
g) Disusunnya POA Puskesmas, baik POA tahunan maupun bulanan, dan
h) Diketahuinya masalah di Puskesmas berdasarkan hasil Stratifikasi
Puskesmas (Departemen Kesehatan, 1988).

C. P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian): Stratifikasi Puskesmas


Stratifikasi Puskesmas adalah upaya untuk melakukan penilaian prestasi
kerja Puskesmas dengan mengelompokkan Puskesmas dalam 3 strata yaitu
Strata Puskesmas dengan prestasi kerja baik (Strata I), Strata Puskesmas dengan
prestasi kerja cukup (Strata II) dan Strata Puskesmas dengan prestasi kerja
kurang (Strata III).
Pengelompokkan ketiga strata tersebut digunakan dalam rangka
pemantauan terhadap tingkat perkembangan fungsi Puskesmas, sehingga
pembinaan dalam rangka peningkatan fungsi Puskesmas dapat dilaksanakan
lebih terarah. Hal ini diharapkan agar dapat menimbulkan gairah kerja, rasa
tanggung jawab dan kreatifitas kerja yang dinamis melalui pengembangan
falsafah mawas diri. Adapun tujuan umum Stratifikasi Puskesmas adalah
mendapatkan gambaran tentang tingkat perkembangan fungsi Puskesmas
secara berkala dalam rangka pembinaan dan pengembangannya. Sedangkan
tujuan khususnya adalah :
a. Mendapatkan gambaran secara menyeluruh
b. Perkembangan Puskesmas dalam rangka mawas diri,
c. Mendapatkan masukan untuk perencanaan Puskesmas di masa mendatang,
dan
d. Mendapatkan informasi tentang masalah dan hambatan pelaksanaan
Puskesmas sebagai masukan untuk pembinaannya. Aspek yang dinilai
dalam Stratifikasi Puskesmas meliputi hasil kegiatan pokok Puskesmas, proses
manajemen, termasuk berbagai komponen penunjang baik fisik maupun non
fisik dan keadaan lingkungan wilayah kerja Puskesmas yang dapat berpengaruh
terhadap penampilan kerja Puskesmas. Dengan Stratifikasi Puskesmas ada 3
(tiga) area yang perlu dibina yaitu :
a) Puskesmas sebagai wadah pemberi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Pembinaan ini diarahkan terhadap fasilitas fisik, pelaksanaan
manajemen, dan kemampuan pegawai,
b) Pelaksanaan program-program sektor kesehatan maupun program lintas
sektoral yang
c) Secara langsung maupun tidak langsung menjadi tanggung jawab
Puskesmas dalam pelaksanaannya maupun sarana penunjangnya dan
d) Peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk
hidup sehat dan produktif (Departemen Kesehatan, 1990).
MANAJEMEN PUSKESMAS

A. Kepala Puskesmas

Dalam organisasi dan tata kerja, sebuah Puskesmas dipimpin oleh kepala
Puskesmas yang mempunyai tugas memimpin, mengawasi dan mengkoordinasi
kegiatan Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan struktural dan jabatan
fungsional. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Puskesmas wajib
menetapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan
Puskesmas maupun dengan satuan organisasi di luar Puskesmas sesuai dengan
tugasnya masing-masing. Selain itu kepala Puskesmas wajib mengikuti dan
mematuhi petunjuk-petunjuk atasan serta mengikuti bimbingan teknis
pelaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen kesehatan
kabupaten/kotamadya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kepala Puskesmas bertanggung-jawab memimpin, mengkoordinasi
semua unsur dalam lingkungan Puskesmas, memberikan bimbingan serta
petunjuk bagi pelaksanaan tugas masing-masing. Kegiatan managemen
Puskesmas yang dilaksanakan oleh kepala Puskesmas meliputi tiga fungsi
manajemen Puskesmas yakni Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, dan
Pengawasan dan Pertanggungjawaban.

B. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan Puskesmas untuk
mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Rencana tahunan
Puskesmas dibedakan atas dua macam yakni rencana tahunan upaya kesehatan
wajib dan rencana tahunan upaya kesehatan pengembangan.

1) Perencanaan Upaya Kesehatan Wajib


Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap Puskesmas, yakni
Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak
termasuk Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan. Langkah-langkah
peperencanaan yang harus dilakukan Puskesmas adalah sebagai berikut : a.
Menyusun usulan kegiatan Langkah pertama adalah menyusun usulan
kegiatan dengan memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik
nasional maupun daerah, sesuai dengan masalah sebagai hasil dari kajian
data dan informasi yang tersedia di Puskesmas. Usulan ini disusun dalam
bentuk matriks (Gantt Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan,
sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi serta perkiraan
kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. rencana ini disusun melalui
pertemuan perencanaan tahunan Puskesmas yang dilaksanakan sesuai
dengan mengikutsertakan BPP (Badan Penyantun Puskesmas) serta
dikoordinasikan dengan camat b. Mengajukan usulan kegiatan Langkah
kedua adalah mengajukan usulan kegiatan ke dinas kesehatan kabupaten/
kota untuk persetujuan pembiayaannya. Perlu diperhatikan dalam
mengajukan usulan kegiatan harus dilengkapi dengan usulan kebutuhan
rutin, sarana dan prasarana dan operasional Puskesmas beserta
pembiayaannya.
C. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan

Langkah ketiga yang dilakukan oleh Puskesmas adalah menyusun rencana


pelaksanaan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas kesehatan kabupaten/kota
(Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action) dalam bentuk matriks (Gantt Chart)
yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping).
2) Perencanaan Upaya Kesehatan Pengembangan

Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya


kesehatan Puskesmas yang telah ada, atau upaya inovasi yang
dikembangkan sendiri. Upaya laboratorium medik, upaya laboratorium
kesehatan masyarakat dan pencatatan pelaporan tidak termasuk pilihan
karena ketiga upaya ini adalah upaya penunjang yang harus dilakukan
untuk kelengkapan upaya-upaya Puskesmas. Langkah-langkah
perencanaan upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh
Puskesmas mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Identifikasi upaya kesehatan pengembangan. Langkah pertama yang
dilakukan adalah mengidentifikasi upaya kesehatan pengembangan
yang akan diselenggarakan oleh Puskesmas. Identifikasi ini dilakukan
berdasarkan ada tidaknya masalah kesehatan yang terkait dengan
setiap upaya kesehatan pengembangan tersebut. Apabila Pusksmas
memiliki kemampuan, identifikasi masalah dilakukan bersama
masyarakat melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan.
Tetapi apabila kemampuan pengumpulan data bersama masyarakat
tersebut tidak dimiliki oleh Puskesmas, identifikasi dilakukan melalui
kesepakatan kelompok oleh petugas Puskesmas dengan
mengikutsertakan Badan Penyantun Puskesmas. Tergantung dari
kemampuan yang dimiliki, jumlah upaya kesehatan pengembangan
yang terpilih dapat lebih dari satu. Disamping itu identifikasi upaya
kesehatan pengembangan dapat pula memilih upaya yang bersifat
inovatif yang tidak tercantum dalam daftar upaya kesehatan
Puskesmas yang telah ada, melainkan dikembangkan sendiri seuai
dengan masalah dan kebutuhan masyarakat serta kemampuan
Puskesmas.
b. Menyusun usulan kegiatan Langkah kedua yang dilakukan oleh
Puskesmas adalah menyusun usulan kegiatan yang berisikan rincian
kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi
serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan. rencana yang
telah disusun tersebut diajukan dalam bentuk matriks. Penyusunan
rencana pada tahap awal pengembangan program dilakukan melalui
pertemuan yang dilaksanakan secara khusus bersama dengan BPP dan
Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam bentuk musyawarah
masyarakat. Penyusunan pada tahap pelaksanaan tahun berikutnya
dilakukan secara terintegrasi dengan penyusunan rencana upaya
kesehatan wajib.
c. Mengajukan usulan kegiatan Langkah ketiga yang dilakukan oleh
Puskesmas adalah mengajukan usulan kegiatan ke Dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk pembiayaannya. Usulan kegiatan tersebut dapat
pula diajukan ke BPP atau pihak-pihak lain. Apabila diajukan ke
pihak-pihak lain, usulan kegiatan harus dilengkapi dengan uraian
tentang latar belakang, tujuan serta urgensi perlu dilaksanakannya
upaya pengembangan tersebut.
d. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan Langkah keempat yang
dilakukan oleh Puskesmas adalah menyusun rencana pelaksanaan
kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas kesehatan kabupaten/kota
atau penyandang dana lain (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action)
dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang dilengkapi dengan pemetaan
wilayah (mapping). penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan ini
dilakukan secara terpadu dengan penyusunan rencana pelaksanaan
upaya kesehatan wajib.

II. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR

A. Pemberantasan Penyakit Menular


Memberantas penyakit menular itu sebenarnya menghilangkan atau merubah
cara berpindahnya penyakit menular dan/atau infeksi. Pemindahan penyakit
atau penularan itu suatu cara bagaimana orang yang rawan dapat memperoleh
penyakit atau infeksi dari orang lain atau hewan yang sakit. Cara-cara itu ialah;
1) Penularan langsung dari manusia ke manusia. Ini dapat terjadi karena
tetesan-tetesan halus yang terhambur dari batuk, berludah, atau bersin,
misalnya tuberkulose ; bersentuh (persetubuhan), misalnya pada penyakit
kelamin.
2) Penularan tidak langsung;

a. Dengan perantara benda atau barang yang kotor (ada kumannya),


biasanya air, makanan dan susu segar. Sebagai contoh adalah
perjalanan najis ke mulut. Manusia makan bahan makanan dan minum
air yang telah dikotori dengan kuman penyebab penyakit. Penyakit-
penyakit yang ditularkan dengan cara ini antara lain ialah kolera dan
disentri.
b. Dengan perantara serangga atau gigitan binatang. Orang digigit
serangga atau binatang yang membawa kuman penyakit dalam saluran
pencernaannya atau dalam ludahnya. Sebagai contoh: Malaria,
Filariasis, Dengue demam berdarah dan Rabies.

3) Jika diketahui cara bagaimana penyakit itu menular, maka dapat


dijalankan usaha-usaha yang jitu untuk menghilangkan sumber infeksi,
dan memutuskan rantai penularan penyakit. Dengan demikian Puskesmas
dapat banyak sekali mengurangi kejadian (incidence) penyakit menular.
Didalam pembatasan penyakit sering dipakai istilah wabah dan kejadian
luar biasa (KLB) yang artinya sebagai berikut :

a. Wabah
Wabah adalah suatu peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang
telah meluas secara cepat baik jumlah kasus maupun luas daerah
terjangkit.
b. Kejadian Luar Biasa
1) KLB adalah:

Timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau


meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk
dalam kurun waktu tertentu.

2) Kriteria KLB (kriteria kerja) antara lain:


a. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada/tidak dikenal di suatu daerah.
b. Adanya peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang dua
kali atau lebih dibandingkan dengan jumlah
kesakitan/kematian yang biasa terjadi pada kurun waktu
sebelumnya (jam, hari, minggu) tergantung dari jenis
penyakitnya.
c. Adanya peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama
3 kurun waktu (jam, hari, minggu) berturut-turut menurut
jenis penyakitnya.

3) Penyakit-penyakit menular yang dilaporkan


Penyakit-penyakit menular yang dilaporkan adalah penyakit-
penyakit yang memerlukan kewaspadaan ketat yaitu penyakit-
penyakit wabah atau yang berpotensi wabah/atau yang dapat
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Penyakit-penyakit
menular dikelompokkan sebagai berikut:

a) Penyakit karantina atau penyakit wabah penting: Kholera


Poliomylitis, Pes, Difteri.
b) Penyakit potensial wabah/KLB yang menjalar dalam
waktu cepat atau mempunyai mortalitas tinggi, dan
memerlukan tindakan segera: DHF, Campak, Rabies,
Diare, Pertusis.
c) Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa
penyakit penting: Malaria, Hepatitis, Enchephalitis,
Frambosia, Typhus Abdominalis,Tetanus, Influenza,
Meningitis, Tetanus Neonatorum, Antrax, Keracunan.
d) Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah,
tetapi diprogramkan, di tingkat kecamatan dilaporkan
secara bulanan melalui RR terpadu Puskesmas ke
kabupaten, dan seterusnya.
Penyakit-penyakit tersebut meliputi: Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis,
Gonorhoea dan filariasis, dan lain-lain.
Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah secara rutin hanya
yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara mingguan.
Bagi penyakit kelompok 3 dan 4, secara rutin dilaporkan bulanan dan di tingkat
Puskesmas dilaporkan secara terpadu pada formulir LB.1.

B. Pemberantasan Penyakit Diare


Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk
dan konsistensi tinja melembek sampai mencai dan bertambahnya frekuensi
berak lebih dari biasanya (lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari). Menurut
banyaknya cairan dan elektrolit dari tubuh, diare berdasarkan derajat dehidrasi
dapat dibagi menjadi:
o Diare tanpa dehidrasi
oDiare dengan dehidrasi ringan (kehilangan cairan sampai 5% dari berat
badan). - Diare dengan dehidrasi sedang (kehilangan cairan 6 ? 10% dari
berat badan).
o Diare dengan dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih 10% dari berat
badan).
➢ Tujuan umum dari kegiatan ini adalah menurunkan angka kematian karena diare
terutama pada bayi dan anak balita serta menurunkan angka kesakitan diare.
➢ Tujuan khususnya adalah sebagai berikut:

o Petugas Puskesmas mampu melakukan tatalaksana kasus diare yang tepat dan
efektif. - Petugas Puskesmas mampu melakukan penyuluhan pemberantasan
diare.
o Petugas Puskesmas mampu meningkatkan peran serta aktif masyarakat.
o Petugas kesehatan mampu melakukan pencatatan dan pelaporan serta
monitoring kegiatan pemberantasan diare.
Prinsip utama tatalaksana diare akut adalah pemberian cairan dan makanan
serta pengobatan medikamutosa yang rasional yang hanya diberikan untuk
kasus tertentu yang jelas penyebabnya.

a. Pemberian cairan
Pada garis besarnya jenis cairan dibagi dalam :
1) Cairan rehidrasi oral.
Cairan rehidrasi oral (oralit) diberikan kepada semua penderita diare,
kecuali bila oralit tidak ada atau diare baru dimulai, cairan rumah
tangga misalnya larutan gula garam atau air tajin diberikan untuk
mencegah dehidrasi Pemerintah menyediakan 2 macam kemasan
oralit:
a. Bungkusan 1 (satu) liter (20% dari persediaan) digunakan untuk
rumah sakit atau KLB dan diberikan /dilarutkan di sarana
kesehatan.
b. Bungkusan 200 ml (80% dari persediaan) tersedia sampai ke
posyandu dan dapat diberikan/dibawa pulang oleh masyarakat.
Cara melarutkan oralit harus dilarutkan dengan baik agar lebih
berhasil guna dan tidak terjadi gejala sampingan.

Dosis oralit disesuaikan dengan umur penderita dan keadaan diare atau
dehidrasinya. Dosis acuan adalah sebagai berikut:
Di bawah 1 tahun : 3 jam pertama 1,5 gelas, kemudian 0,5 gelas setiap
mencret.
Antara 1-4 tahun : 3 jam pertama 3 gelas, kemudian 1 gelas setiap
mencret.
Antar 5-12 tahun : 3 jam pertama 6 gelas, kemudian 1,5 gelas setiap
mencret.
Di atas 12 tahun : 3 jam pertama 12 gelas, kemudian 2 gelas setiap
mencret.
2) Cairan rehidrasi parenteral (intravena).
Terapi cairan intravena diberikan kepada penderita diare dengan
dehidrasi berat atau keadaan menurun sangat lemah, muntah-muntah
berat sehingga penderita tidak dapat minum sama sekali.
III. PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK
A. Program Kesehatan Ibu dan Anak
Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki,
bayi dan balita serta anak prasekolah. Tujuan program kesehatan Ibu dan Anak
adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat
kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju NKKBS serta
meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang
optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
Salah satu kegiatan petugas Puskesmas untuk mencapai tujuan tersebut diatas
adalah dengan kegiatan imunisasi.
B. Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah
suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke
dalam tubuh manusia. Secara umum imunisasi bertujuan untuk menurunkan
angka kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sasaran kegiatan imunisasi dalam
program kesehatan ibu dan anak adalah bayi umur 0-11 bulan dan ibu hamil.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan program
imunisasi meliputi :

1) Menentukan besarnya sasaran dan target cakupan sasaran imunisasi. Ini bisa
ketahuan dari data yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik. Jumlah bayi
puskesmas tahun ini =
Jumlah penduduk Puskesmas tahun lalu X jumlah bayi Kab. tahun ini Jumlah
penduduk Kab. tahun lalu
Jumlah bayi : 5 angka kelahiran Propinsi dikalikan jumlah penduduk
puskesmas.
Jumlah sasaran ibu hamil untuk TT adalah seluruh ibu hamil.
Jumlah ibu hamil = 1,1 x jumlah bayi.

2) Membuat jadwal pelayanan imunisasi di seluruh wilayah kerja Puskesmas


3) Merencanakan kebutuhan vaksin dan peralatan vaksinasi, cold chain dan buku
pencatatan/pelaporan.
4) Mengelola vaksin, peralatan vaksin dan cold chain sesuai dengan petunjuk
teknis.
5) Memberikan pelayanan imunisasi secara terpadu dengan program lain dalam
kegiatan Posyandu, pelayanan imunisasi di Gedung Puskesmas dan di
Puskesmas Pembantu.
6) Memberikan penyuluhan dan membina peran serta masyarakat.
7) Melakukan monitoring (pemantauan).
8) Pencatatan dan pelaporan.
Jenis imunisasi yang termasuk dalam program kesehatan ibu dan anak adalah Tetanus
Toxoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3 x, Polio 3x, Hepatitis B 3x dan Campak
1x pada bayi.
IV. PROGRAM GIZI
A. Gizi
Puskesmas adalah unit kerja terdepan pelaksana program perbaikan gizi di
daerah. Tujuan program perbaikan gizi bertujuan menurunkan angka
penyakit gizi kurang yang umumnya banyak diderita oleh masyarakat
berpenghasilan rendah (di pedesaan maupun perkotaan), terutama pada nak
balita dan wanita. Tujuan tersebut mendukung upaya penurunan angka
kematian bayi, balita dan kematian ibu serta mendorong makin terwujudnya
norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Program ini juga berusaha
memperbaiki keadaan gizi masyarakat pada umumnya, melalui perbaikan
pola konsumsi pangan yang makin beraneka ragam, seimbang dan bermutu
gizi. Sasaran dari program perbaikan gizi yaitu penurunan prevalensi kurang
kalori protein (KKP) pada balita, penurunan prevalensi kurang vitamin A di
daerah rawan, penurunan prevalensi gangguan akibat kekurangan yodium,
penurunan prevalensi anemia gizi pada ibu hamil, dan adanya perubahan
pola konsumsi pangan keluarga yang makin beraneka ragam, seimbang dan
bermutu gizi. Program-program pokok perbaikan gizi :

1) Usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK)


2) Usaha perbaikan gizi institusi (UPGI)
3) Pencegahan dan penanggulangan gondok endemik
4) Pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A
5) Pencegahan dan penanggulangan anemia gizi
6) Sistem kewaspadaan pangan dan gizi
7) Perbaikan makanan bayi dan anak
B. Pemberian Makanan Tambahan
Kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) termasuk di dalam program
usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang dilaksanakan melalui kegiatan
pelayanan gizi melalui posyandu.. Kegiatan pemberian makanan tambahan di
Posyandu kepada anak balita dilaksanakan oleh kader-kader PKK atau kader
desa lainnya dengan bimbingan teknis oleh petugas gizi Puskesmas. Selain di
dalam program usaha perbaikan gizi keluarga, kegiatan pemberian makanan
tambahan juga dilaksanakan dalam program usaha perbaikan gizi institusi
(UPGI). Tugas dan fungsi Puskesmas dalam kegiatan UPGK terbagi dalam dua
yakni tugas yang bersifat lintas sektoral dan tugas yang bersifat sektoral. Tugas
yang bersifat lintas sektoral adalah menyusun planning of action (POA) untuk
pelaksanaan kegiatan UPGK sesuai tahap-tahap kegiatan menurut program
yang ada, mengatur tim pelatih lintas sektor kecamatan yang akan
melaksanakan latihan kader sesuai dengan pedoman yang ada. Menyediakan
bahan yang diperlukan untuk terlaksananya kegiatan UPGK, mengunjungi
posyandu untuk membimbing kader dalam pelaksanaan kegiatan, mengadakan
analisa data UPGK dan memberikan umpan balik, dan melakukan tindak lanjut
atas dasar analisa data dan umpan balik. Sedangkan tugas yang bersifat sektoral
bersifat untuk kepentingan sektor kesehatan sendiri, yang meliputi
melaksanakan kegiatan operasional pelayanan gizi keluarga,
menyelenggarakan pelatihan pelayanan gizi keluarga, membina pelaksanaan
operasional pelayanan gizi keluarga di dalam dan di luar Posyandu, dan
mengelola sarana pelayanan gizi keluarga, merencanakan dan mengevaluasi
UPGK. Dalam program UPGI, peran tenaga Puskesmas adalah membimbing
dan membina pengelola/kader di institusi dalam melakukan kegiatan pelayanan
gizi berdasar pedoman yang telah ditetapkan. Tenaga Puskesmas bersama
sektor terkait dapat melakukan supervisi kegiatan UPGI ke Puskesmas
Perawatan, Rumah Sakit, perusahaan, panti asuhan, panti werdha, sekolah-
sekolah, lembaga pemasyarakatan, asrama haji atau transito-transmigrasi yang
ada di wilayahnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, Pedoman Kerja Puskesmas Tahun 1989-1990. Jilid 1. Jakarta. 1989

2. Depkes RI, Pedoman Kerja Puskesmas Tahun 1989-1990. Jilid 2. Jakarta. 1989

3. Depkes RI, Pedoman Kerja Puskesmas Tahun 1989-1990 .Jilid 3. Jakarta. 1989

4. Depkes RI. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 128/ Menkes/
SK/ II/ 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Dinkes
Propinsi Jawa Tengah. 2005

Anda mungkin juga menyukai