Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWTAN

PADA TENSION PNEUMOTHORAK

KELOMPOK IV PROG B :

1) M. Rahmatullah
2) Martina Egho
3) Muji Kurniawan
4) Musthofa Kamal
5) Moh. Arsandi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM


TAHUN AJARAN 2017/2018
A. KONSEP DASAR TENSION PNEUMOTHORAK

1. Definisi
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana
akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas.
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ
mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang
mengalami tekanan.
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di
ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila
salah satu rongga paru terluka, Sehingga udara masuk ke rongga pleura
dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat
menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler,
dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik
memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension
pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali
karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya
penggunaan sinar-x dada.)
Tension Pneumotoraks adalah suatu kedaruratan atau harus
dihilangkan segera dengan pipa dada. Jika ini tidak segera tersedia, maka
jarum berlubang besar bisa di pasang sementara waktu kedalam dada
untuk meredakan keadaan yang mengancam nyawa.(Sabiston,1994)

2. Penyebab

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah


karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:
a) Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura
visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk
b) Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),
biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter
subklavia).
c) Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks
sederhana ke Tension Pneumotoraks
d) Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks
sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup
e) Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan
pneumothoraks

3. Tanda Dan Gejala

Manifestasi klinis dari tanda dan gejala yang muncul pada tension
pneumothoraks penting sekali untuk mendiagnosa dan mengetahui kondisi
pasien.

Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,


hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.

Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser


menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/
vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi dan sianosis).

Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang


berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan
segera : dispnea, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks,
mediastinal shift.

4. Patofisiologi Dan Pathway

a) Patofisiologi
Tension pneumotoraks terjadi karena mekanisme check valve yaitu
pada saat inspirasi udara masuk kedalam rongga pleura, tetapi pada saat
ekpirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama
tekanan udara didalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi
tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis
lebih hebat, mediastinum tergeser ke sisi lain dan mempengaruhi aliran
darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada mediastinum
terdorong kearah kontralateral dan diagfragma tertekan ke bawah sehingga
menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan pernafasan
sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat
fatal.

5. Komplikasi

1. Gagal napas akut


2. Komplikasi tube torakostomi alesi pada nervus interkostales
3. Henti jantung paru
4. Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
5. Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya : eksudat, pus,
pneumothoraks disertai darah : hemathothoraks.
6. Syok (Alagaff, 2005)
7. Tension pneumotorak dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah
menurun.
8. Pneumotorak dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian dapat terjadi (Corwin, 2009).

6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
2. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
3. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
4. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

7. PENATALAKSANAAN

Prinsip :

1. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma


secara umum (primary survey – secondary survey).
2. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan
terapi secara konsekutif (berturutan)
3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila
pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination,
portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan
dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
5. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan
bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
6. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang
telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life
Support).
7. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway,
breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu
Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki
trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
1) Primary Survey
a) Airway
Assessment :
o perhatikan patensi airway
o dengar suara napas
o perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
o inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan
jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
o re-posisi kepala, pasang collar-neck
o lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
b) Breathing
Assesment :
o Periksa frekwensi napas
o Perhatikan gerakan respirasi
o Palpasi toraks
o Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management :
o Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
o Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
c) Circulation
Assesment :
o Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
o Periksa tekanan darah
o Pemeriksaan pulse oxymetri
o Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management :
o Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
o Torakotomi emergency bila diperlukan
o Operasi Eksplorasi vaskular emergency
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering
sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak
cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa
terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung.
Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous
return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada
pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah
(hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan
meliputi dekompresi pada hemotoraks yang sakit dengan menggunakan
needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal
kedua sejajar dengan midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube
thoracostomy diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet
(pemasangan selang dada) diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan
Diit dengan tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2
butir / hari

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TENSION


PNEUMOTHORAK
1. Pengkajian

1. Pengkajian dasar data Pasien


a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama
jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya
penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah
sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam
mediastinum).
c. Psikososial
Tanda : ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah
Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba
gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk
yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi
abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi 
mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga
pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi
udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila
trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas,
gelisah, bingung, pingsan.
Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit
paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan
(mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi


udara)
2) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan impasif
3) Nyeri b/d adanya tekanan Mediastinum
4) Ansietas b/d Krisis situasi
5) Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang
informasi.
3. Intervensi

No. Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
(1) (2) (3) (4)
1 Ketidakefektifa Setelah dilakukan asuhan 1. Buka jalan nafas, gunakan
n pola nafas b/d keperawatan selama …x24 jam di teknik chin lift atau jaw trust
penurunan harapkan pola nafas kembali bila perlu
ekspansi paru efektif. 2. Posisikan pasien untuk
(akumulasi ventilasi maksimal
Kriteria Hasil: 3. Fasilitasi kepatenan jalan
udara) 1. Mendemonstrasikan batuk nafas
efektif dan suara nafas yang 4. Keluarkan secret dengan
bersih, tidak ada sianosis dan batuk atau suction
dyspnea (mampu 5. Catat adanya suara nafas
mengeluarkan sputum, tambahan
mampu bernafas dengan 6. Monitor respirasi dan status
mudah, tidak ada pursed lips). O2
2. Menunjukkan jalan nafas 7. Monitor TTV
yang paten (klien tidak 8. Monitor sianosis perifer
merasa tercekik, irama nafas, 9. Monitor suara paru
frekuensi nafas dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
3. TTV dalam rentang normal

Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol


2
berhubungan keperawatan selama …x24 jam di infeksi) :
dengan trauma, harapkan resiko infeksi tidak
imunitas tubuh 1. Bersihkan lingkungan setelah
rerjadi. dipakai pasien lain
primer menurun,
prosedur invasive 2. Pertahankan teknik isolasi
(pemasangan 3. Batasi pengunjung bila perlu
traksi) 4. Instruksikan pada pengunjung
Kriteria Hasil :
untuk mencuci tangan saat
1. Klien bebas dari tanda dan berkunjung dan setelah
gejala infeksi berkunjung meninggalkan
2. Mendeskripsikan proses proses pasien
penularan penyakit, faktor 5. Gunakan sabun anti mikrobia
yang mempengaruhi penularan untuk cuci tangan
serta penatalaksanaannya 6. Cuci tangan setiap sebelum
3. Menunjukkan kemampuan dan sesudah tindakan
untuk mencegah timbulnya keperawatan.
infeksi 7. Gunakan baju, sarung tangan
4. Jumlah leukosit dalam batas sebagai alat pelindung.
normal 8. Pertahankan lingkungan
5. Menunjukkan perilaku hidup aseptik selama pemasangan
sehat alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum.
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing.
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu.
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi) :
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular.
6. Partahankan teknik asepsis
pada pasien yang beresiko.
7. Pertahankan teknik isolasi
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan - Pain Management :
3
berhubungan keperawatan selama …x24 jam di
1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan injuri harapkan klien dapat menunjukan
secara komprehensif termasuk
fisik, spasme nyeri berkurang.
lokasi, karakteristik, durasi,
otot, gerakan
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan faktor
fragmen tulang,
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu presipitasi
edema, cedera
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal
jaringan lunak,
menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan
pemasangan
nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik komunikasi
traksi,
mengurangi nyeri, mencari terapeutik untuk mengetahui
bantuan). pengalaman nyeri pasien
2. Melaporkan bahwa nyeri
4. Evaluasi pengalaman nyeri
berkurang dengan
masa lampau
menggunakan manajemen
nyeri. 5. Evaluasi bersama pasien dan
3. Mampu mengenali nyeri tim kesehatan lain tentang
(skala, intensitas, frekuensi dan ketidakefektifan kontrol nyeri
tanda nyeri). masa lampau
6. Bantu pasien dan keluarga
4. Mengatakan rasa nyaman untuk mencari dan
setelah nyeri berkurang. menemukan dukungan
7. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
8. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
9. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
10. Tingkatkan istirahat
11. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
12. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

- Analgetik administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat,dosis, dan
frekuensi.
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic yang
diperlukan ataukombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu.
5. Tentukan pilihan analgesic
tergantung tipe dan beratnya
nyeri.
6. Tentukan analgesic pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali
9. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektifitas
analgesic, tanda dan gejala
Cemas b/d situasi Setelah dilakukan asuhan 1. Tenangkan pasien
4
yang tidak keperawatan di harapkan klien 2. Jelaskan seluruh prosedur
dikenal yang mampu mengontrol cemas tindakan kepada pasien dan
tidak dapat (Anxiety Control), dengan kriteria perasaan yang mungkin
diperkirakan, : muncul pada saat melakukan
takut akan 1. Monitor intensitas cemas tindakan
kematian 2. Menurunkan stimulus 3. Berusaha memahami keadaan
lingkungan ketika cemas pasien
3. Mencari informasi yang 4. Berikan informasi tentang
menurunkan cemas diagnosa, prognosis dan
4. Gunakan strategi koping tindakan
efektif 5. Mendampingi pasien untuk
5. Menggunakan teknik mengurangi kecemasan dan
relaksasi untuk menurunkan meningkatkan kenyamanan
cemas 6. Dorong klien untuk
6. Mempertahankan hubungan menyampaikan tentang isi
sosial perasaannya
7. Mempertahankan 7. Kaji tingkat kecemasan
konsentrasi 8. Dengarkan dengan penuh
8. Melaporkan tidur yang perhatian
adekuat 9. Ciptakan hubungan saling
9. Respon untuk mengontrol percaya
cemas 10. Bantu pasien menjelaskan
10. Pasien Tenang keadaan yang bisa
menimbulkan kecemasan
11. Bantu pasien untuk
mengungkapkan hal hal yang
membuat cemas
12. Ajarkan pasien teknik relaksasi
Berikan obat obat yang
mengurangi cemas.
Kurang Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan penilaian tentang
5
pengetahuan keperawatan selama …x24 jam di tingkat pengetahuan
mengenai harapkan pasien tentang proses
kondisi aturan penyakit yang spesifik
pengobatan b/d Criteria Hasil : 2. Jelaskan patofisiologi dari
1. Pasien dan keluarga penyakit dan bagaimana
kurang
menyatakan pemahaman hal ini berhubungan
informasi. tentang penyakit, kondisi, dengan anatomi dan
prognosis, dan program fisiologi, dengan cara yang
pengobatan tepat
2. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan
mampu menjelaskan gejala yang biasa muncul
prosedur yang dijelaskan pada penyakit, dengan
secara benar cara yang tepat
3. Pasien dan kelurga 4. Gambarkan proses
mampu menjelaskan penyakit dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim 5. Siapkan informasi pada
kesehatan lainnya. pasien tentang kondisi
dengan cara yang tepat
KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan keadaan emergenci yamg disebabkan


oleh akumulasi udara dalam rongga pleura. Sebagai akibat dari proses
penyakit atau cidera
Pada tension pneumotoraks penderita sering sesak nafas berat dan
keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan
perbaikan. Tekanan intra pleura tinggi, bias terjadi kolaps paru dan ada
penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung
menyebabkan kontraksi terganggu dan “venos return” juga terganggu. Jadi
selain menimbulkan gangguan pada pernafasan, juga menimbulkan pada
sirkulasi darah (hemodinamik).
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat dkk, (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Elizabeth J. Corwin (2009). Buku Saku Fatofisiologi Corwin. Jakarta :
Aditya Media
Alagaff, dkk (2005). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
Sabiston (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah Bagian 2. Jakarta. EGC.
Judith & Nancy (20011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai