Anda di halaman 1dari 61

RESUME BLOK XI

SKENARIO 2
DISURIA DAN NYERI PINGGANG

Oleh : KELOMPOK F

1. Ardita Fransiska P. (102010101015)


2. Sany Agnia (102010101016)
3. Vita Alfiatul Hasanah (102010101017)
4. Ayu Waica Pratiwi (102010101018)
5. Riswan Febrianto (102010101019)
6. Mentari Puspa Handayani (102010101020)
7. M. Ferry Nur Abadi (102010101021)
8. Valentin Basuki Putri (102010101022)
9. Quritaayun Zendikia L. (102010101023)
10. Derry Herdhimas (102010101025)
11. Febrian Naufaldi (102010101026)
12. Ika Kusuma Wardhani (102010101027)
13. Alfa Rika Rizkiyana (102010101038)
14. Nur Ahmad Santoso (1020101010100)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
SKENARIO 2 : DISURIA DAN NYERI PINGGANG

1. Skenario

Seorang lelaki berkonsultasi ke dokter yang tinggal disebelah rumahnya. Dia mengeluh beberapa
hari terakhir ini sering merasa nyeri saat BAK, disertai dngan “anyang-anyangen”. Urinenya
berwarna keruh, tersa panas saat BAK, dan dijumpai pula demam tinggi yang terus- menerus.
Terkadang lelaki tersebut merasa pinggangnya sangat sakit seperti kram yang membuatnya tidak
bisa bergerak. Saat diperiksa, dijumpai TD 130/80 mmHg, denyut nadi 108x/menit dan temperatur
38,6o C.

Kata-kata sulit
1. Disuria :
- kesulitan berkemih karena spasme Vesika Urinaria
- berkemih yang nyeri
- inflamasi Vesika Urinaria/Uretra
- nyeri terbakar + terlokalisasi pada bagian distal uretra
-
2. Anyang-anyangen :
Frekuensi dan urgensi. Frekuensi adalah sering berkemih dalam selang waktu
pendek, terjadi akibat kandung kemih yang terasa penuh namun sesungguhnya
disebabkan oleh iritasi sehingga terasa penuh walaupun kenyataannya tidak. Urgensi
adalah (kebelet) keinginan untuk berkemih yang sangat kuat akibat kandung kemih
mengalami iritasi/inflamasi.
Keyword :
Identitas : Laki-laki
Keluhan :
Nyeri saat BAK
Anyang-anyangen
Urine keruh
Terasa panas saat BAK
Demam tinggi terus-menerus
Pinggang sangat sakit (kram, sampai tidak bisa bergerak)
Vital Sign :
Suhu : 38°C
Nadi 108x/menit
TD: 130/80 mmHg
Permasalahan
1. Basic Knowledge
1.1 ISK
 Nyeri
1.2 Etiologi :
 Bakteri
 Virus
 Jamur
1.3 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboraturium
 Pemeriksaan Radiologi
 Kultur urin
1.4 Farmakologi :
 Antimikroba/ /antibiotik
 Antiseptik
 Analgesic

2. Patofisiologi
2.1 Atas
Interstisial nefritis
Pielonefritis
Ureteritis
Abses Renal
Hidronefrosis
Nefritis
2.2 Bawah
Sistitis
Uritritis
Prostitis
Epididimitis
1. BASIC KNOWLEDGE

1.1 ISK (INFEKSI SALURAN KEMIH)


Definisi
ISK merupakan suatu reaksi inflamasi sel-sel uroteliumyang melapisi saluran
kemih. ISK sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:
a. ISK uncomplicated
ISK pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran
kemih.
b. ISK complicated
ISK yang terjadi pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi atau kelainan
struktur saluran kemih, atau adanya kelainan sistemik. Kelainan ini akan
menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika.
Klasifikasi ISK berdasarkan kejadian penyakit :
a. First Infection
ISK yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat setelah sekurang-
kurangnya 6 bulan telah bebas dari ISK.
b. Unresolved bakteriuria
ISK yang tidak mempan dengan pemberian antibiotika. Kegagalan ini dapat
terjadi dikarenakan mikroorganisme penyebab infeksi yang resisten terhadap
pemberian antibiotika yang dipilih.
c. Infeksi Berulang
Timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelumnya dapat dibasmi dengan
antibiotika pada infeksi pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari
reinfeksi atau bakteriuria persistent. Pada reinfeksi, kuman berasal dari luar
saluran kemih, sedangkan bakteriuria persistent, bakteri penyebabnya berasal dari
dalam saluran kemih.

Insidensi
ISK dapat menyerang semua pasien dari segala usia mulai bayi baru lahir hingga
orang tua. Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria
dikarenakan uretra wanita lebih pendek daripada pria.
Patogenesis
ISK terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih daan
berbiak dalam urine. Mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih melalui
berbagai cara, antara lain:
a. Ascending
Sebagian besar mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih melalui cara
ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus dan hidup secara komensal didalam introitus vagina, Prepusium
penis, kulit perineum, dan disekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran
kemih melalui uretra – prostat - vas deferens - testis(pada pria) – buli-buli – ureter
– ginjal.
b. Hematogen
Seperti penularan M.tuberculosis atau S.aureus .
c. Limfogen
d. Langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi.
Terjadinya ISK ini dikarenakan adanya gangguan antara faktor agent dan faktor
host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahan tubuh dari
host yang menurun oleh karena virulensi agent yang meningkat.
Terjadinya infeksi saluran kemih karena gangguan keseimbangan antara
mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran
kemih sebagai host.
1. Faktor Host
Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk disebabkan oleh faktor
pertahanan lokal dan peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas
humoral maupun imunitas seluler.
Faktor pertahanan lokal:
 Mekanisme pengosongan urine yang teratur dari buli-buli dan gerakan
peristaltik ureter (wash out mechanism)
Gangguan mekanisme ini menyebabkan kuman mudah mengadakan replikasi
dan menempel pada urotelium. Keadaan yang menghalangi mekanisme ini
seperti stagnansi atau stasis urine (pada keadaan miksi yang tidak teratur atau
sering menahan kencing; obstruksi saluran kemih pada BPH, striktura uretra,
batu saluran kemih; adanya kantong-kantong di dalam saluran kemih pada
divertikula; dan adanya dilatasi atau refluks saluran kemih) dan adanya benda
asing yang dapat menjadi tempat persembunyian kuman, misalnya pada
pemakaian kateter yang menetap.
 Derajat keasaman (pH) urine yang rendah
 Adanya ureum di dalam urine
 Osmolalitas urine yang cukup tinggi
 Estrogen pada wanita pada usia produktif
Berhubungan dengan produksi uromukoid.
 Panjang uretra pada pria
Lebih panjang daripada wanita sehingga lebih jarang terkena ISK. Namun
pada masa neonatus, insidensi ISK pada bayi laki-laki meningkat akibat tidak
menjalani sirkumsisi.
 Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (Prostatic
Antibacterial Factor) yang terdiri atas unsur Zn
 Uromukoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan bakteri
pada urotelium
THP ini disintesis sel epitel tubuli pars asendens loop of henle dan epitel
tubulus distal. Setelah disekresi ke urine, uromukoid ini mengikat fimbriae
bakteri tipe I dan S sehingga mencegah bakteri menempel pada urotelium,
namun, tidak dapat berikatan dengan pili P sehingga bakteri ini dapat
menempel pada urotelium. Selain itu, uromukoid juga mengadakan ikatan
dengan neutrofil sehingga meningkatkan daya fagositosisnya.
2. Faktor Agent
Bakteri diperlengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di permukaannya.
Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor yang ada di
permukaan urotelium.
Ditinjau dari jenis pili, terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda
yaitu bakteri dengan pili 1 (banyak menimbulkan sistitis) dan bakteri pili P (sering
menimbulkan infeksi berat pada pielonefritis akut).
Selain itu, beberapa bakteri juga mempunyai sifat dapat membentuk antigen,
menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease yang dapat
merubah suasana urine menjadi basa.
Faktor resiko yang dapat mempermudah untuk terjadinya ISK dan mempersulit
pengobatanya antara lain :
- Diabetes mellitus
- Kehamilan
- Usia lanjut
- Penyakit-penyakit immunosupresif

Manifestasi klinis
Keluhan miksi
Keluhan yang di rasakan oleh pasien pasa saat miksi adalah:
1. Gejala iritasi
Urgensi adalah rasa ingin sangat kencing sehingga terasa sakit. Keadaan
ini adalah akibat hiperiritabilitas dan hiperaktifitas vesika urinaria karena
inflamasi, terdapat benda asing di dalam vesika urinaria, adany obstruksi
infravesika atau karena kelainan vesika urinaria neroge..
Frekuensia atau polisukaria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari
normal, keadaan ini merupakan keluhan yang paling sering di alami oleh pasien
urologi. Biasanyan disebabkan oleh karena produksi urin yang berlebihan atau
karena kapasitas vesika urinariayang menurun sehingga sewaktu vesika uinaria
terisi pada volume yang belum mencapai kapasitasnya, rangsangan miksi sudah
terjadi.
Nokturia adalah polakisuria yang terjadi pada malam hari. Biasanya di
sebaabkan oleh karena produksi urin meningkat ataupun karena kapasitas vesika
urinaria yang menurun.
Disuria adalah nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan karena
inflamasi pada vesika urinaria atau uretra.
2. Obsrtuksi
akibat obstruksi ini menyebabkan hesitnsi atau awal keluarnya urin menjadi
lebih lama dan sering kali pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah
urn keluar, seringkali pancarannya menjadi lemah, tidak jauh dan kecil; bahkan
urin jatuh di dekat kaki pasien.
3. Inkontinensia
inkontinensia urin adalah ketidakmampuan seseorang dalam menahan urin
yang keluar dari vesika urinaria, baik di sadari maupun tidak. Terdapat beberapa
macam inkontinensia yaitu inkontinensia true atau continous, inkontinensia stress,
inkontinensia urge dan inkontinensia paradoksa
4. Enuresis
Nyeri
Secara umum, nyeri yang ditimbulkan oleh kelainan yang terdapat pada organ
urogenitalia dirasakan sebagai nyeri local yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar organ
itu sendiri, atau berupa reffered pain yaitu nyeri yang dirasakan jauh dari tempat
organ yang sakit. Sebagai contoh nyeri local pada kelainan ginjal dapat dirasakan di
daerah sudut kostovertebre, dan nyeri akibat kolik ureter dapat dirasakan hingga ke
daerah inguinal, testis, dan bahkan sampai ke tungkai bawah.
Infeksi pada organ padat di sepanjang saluran kemih baik pielonefritis maupun
prostatitis seringkali menyebabkan regangan kapsul pembungkus sehingga
menyebabkan nyeri yang sangat hebat.
Sedangkan infeksi pada organ berongga seperti uretra dan vesica urinaria
bermanifestasi sebagai rasa kurang nyaman (discomfort).
Berikut ini adalah bentuk nyeri yang biasanya dirasakan oleh pasien yang datang
berobat ke dokter:
 Nyeri ginjal
Adalah nyeri akibat regangan kapsula renalis yang terjadi karena:
- pielonefritis akut yang menimbulkan edema
- hidronefrosis akibat obstruksi saluran kemih
- tumor ginjal
Karakteristik nyeri:
- lokasi: di pinggang, tepatnya di angulus costovertebrae ipsilateral
- dapat menjalar ke daerah umbilicus
- dapat beralih (referred) ke skrotum pada pria dan labium pada wanita
- bersifat konstan
- dapat menyebabkan nausea dan vomitus karena stimulasi ganglion seliaka
- pasien dengan nyeri ginjal biasanya bergerak terus untuk menemukan posisi
yang nyaman

 Nyeri ureter
Dapat berupa:
1. ‘dull ache’  nyeri akibat distensi dan hiperperistaltik pada ureter
2. Nyeri kolik
Nyeri kolik merupakan nyeri akibat spasmus otot polos ureter karena
gerakan peristaltiknya terhambat oleh batu, bekuan darah, atau oleh benda
asing lain. Karakteristik nyeri kolik:
o dirasakan sangat sakit dan hilang timbul sesuai dengan gerakan
peristaltic ureter
o pertama-tama dirasakan di daerah sudut costovertebrea kemudian
menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke
daerah kemaluan
o tidak jarang juga nyeri kolik diikuti gejala pada organ pencernaan
seperti mual dan muntah.
Nyeri ureter dapat merupakan akibat dari obstruksi pada ureter menunjukkan
karakteristik:
1. bagian atas (upper)
bermanifestasi sebagai referred pain pada skrotum (pria) atau labium
(wanita)
2. bagian tengah (mid)
lokasi: pada kuadran abdomen bawah (inguinalis dextra et sinistra dan
hipogastrium)  dapat membingungkan dengan apendisitis bila
muncul di region inguinalis dextra
3. bagian bawah (lower)
 disertai inflamasi di OUE
 diasosiasikan dengan vesical irritability

 Nyeri vesikal
merupakan nyeri yang dirasakan sebagai rasa tidak nyaman dirasakan di daerah
suprasimfisis atau suprapubik (suprapubic discomfort / nyeri suprapubik).
Dapat diakibatkan oleh
- overdistensi buli-buli yang mengalami retensi urine
- inflamasi pada buli-buli (sistitis)
o muncul manakala buli-buli terisi penuh
o berkurang pada saat selesai miksi
o pasien sistitis juga dapat merasakan stranguria  nyeri yang sangat
hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang kala disertai
hematuria

 Nyeri prostat
Nyeri yang menunjukkan adanya edema kelenjar prostat dan distensi kapsul
pembungkusnya. Dapat disebabkan oleh inflamasi dan sulit ditentukan lokasinya
tapi umumnya dirasakan pada:
- Abdomen bawah
- Inguinal
- Perineal
- Lumbosakral
- Dapat berupa disuria dan retensi urin

 Nyeri pada skrotum


Dapat berupa:
1. Nyeri primer
berasal dari nyeri yang berasal dari kelainan organ di kantong skrotum
yakni:
o Torsio testis
o Torsio apendiks testis
o Epididimis / orkitis akut  menyebabkan peregangkan kapsul
pembungkus
o Trauma pada testis
Dapat berupa nyeri tumpul bila penyebabnya:
o Varikokel
o Hidrokel
o Tumor testis
2. Referred pain
Berasal dari organ atau struktur di luar kantong skrotum dengan
kemungkinan penyebab:
o Inflamasi pada ginjal
o Inflamasi pada inguinal
 Nyeri penis
o Nyeri yang dirasakan saat tidak ereksi (flaksid)
 terutama dirasakan pada ostium urethra eksternum.
 Dapat disebabkan oleh :
 kelainan setempat
 parafimosis
 inflamasi pada prepusium
 inflamasi pada gland penis
 referred pain
 dari inflammasi pada mukosa vesica urinaria atau urethra
o Nyeri saat ereksi
Sebab:
 Penyakit peyronie  penis melengkung dan nyeri
 Priapismus
 ereksi batang penis yang terus menerus tanpa diikuti ereksi
glans, tanpa diikuti dengan hasrat seksual dan terasa sangat
nyeri

1.2 ETIOLOGI
 BAKTERI
1) Escherichia coli

 Penyebab ISK terbanyak :


o ISK di masyarakat 85%
o Hospital , karena pemakaian kateter 50%
 Gejala dan tanda-tanda antara lain
o Sering berkemih
o Disuria
o Hematuria
o Piuria
Tetapi gejala ISK ini tidak ada yang khas pada E.coli
 E.coli nefropatogenik secara khas menghaslkan hemolisin. Sebagian besar
infeksi disebabkan oleh E.coli dengan sejumlah kecil antigen tipe O. Antigen
K tampaknya penting pada ISK bagian atas. Pielonefritis ditimbulkan oleh
Pilus tioe spesifik , Pilus P yang berikatan dengan zat golongan darah P.
 Di luar rumah sakit, terjadi secara ascenden, di rumah sakit secara ascenden
dan decenden, Penyebaran secara Hematogen dapat menyebab-kan sepsis dan
meningitis
 Penyebab E coli terutama adalah strain UPEC
 Insidensi pada wanita umur kurang dari10 tahun dan antara 20-40 tahun.
 Laki-laki lebih jarang, biasanya pada lansia, karena pembesaran prostat.

Faktor virulensi
1. Adhesin : tipe 1 pili , P pili dapat adhesi ke ginjal, hanya dimiliki oleh UPEC
adhesin non pili AFA 1, AFA III, Dr adhesin
2. Kemampuan invasi ke uroepithel
3. Toxin, endotoxin pada LPS dan exotoxins yaitu Hemolisin (Hly A), Cytotoxic
Nicrotizing Factor-1 (CNF-1).
4. Kapsul antigen K  resistensi terhadap pertahanan tubuh dan perlengketan

Resistensi
• Hidup berbulan-bulan pada keadaan lembab
• Suhu 60oC mati dalam waktu 10-20 menit
• Sensitif terhadap klorinasi
• Pertumbuhan dihambat Brilliant green, Na desoxycholate, selenit atau
tetrahionate

Antigen
• O antigen atau somatic antigen
• H antigen
• K antigen, dapat menghalangi reaksi penggumpalan (aglutinasi) dari O
antigen, disebut juga blocking-antigen. K antigen menentukan keganasan.
Dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
– L-antigen, bersifat termolabil
– A-antigen, termostabil
– B-antigen, bersifat termolabil

2). Proteus
Morfologi
• Ada tiga spesies, yaitu P. mirabilis, P. vulgaris dan P. myxofaciens
• P. mirabilis dan P. vulgaris sering menyebabkan infeksi pada manusia.
• Batang, gram negatif, tidak membentuk spora
• Pada media untuk Enterobacteriaceae dibiakkan pada lempeng agar akan
memperlihatkan fenomena khas, yaitu swarming
• TSI menghasilkan gas dan H2S.
• P. mirabilis dan P. vulgaris menghasilkan enzim urease
• Urea  ammonia dan CO2
• Dapat tumbuh pada media basa
Yang menyebabkan ISK adalah Proteus mirabilis
 ISK terutama pasien yang memakai kateter dan adanya anomali pada saluran
kemih
 Bahaya bisa menimbulkan komplikasi berupa batu buli-buli dan batu ginjal.
 Komplikasi lain sepsis

Faktor virulensi
 Fimbriae atau pili  adhesi, pembentukan jaringan ikat
 Urease
 Hemolisin  inhibisi fungsi fagosit, sekuestrasi besi
 IgA dan IgG protease
 Kemampuan melakukan invasi
Patogenesis

3). Staphylococcus
Merupakan bakteri gram positif, berbentuk coccus, susunan tak beraturan
seperti anggur.
Memiliki 3 spesies utama, S. aureus, S. epydemidis, S. Saprophyticus (relatif
sering menyebabkan ISK pada wanita muda)
Yang khas pada Staphylococcus adalah dengan menghasilkan katalase yang
membedakannya dengan Streptococcus. Bakteri ini meragikan banyak karbo-hidrat
dengan lambat, asam laktat, tetapi tidak menghasilkan gas.

Faktor virulensi
1. Antigen protein dinding sel
2. Kompleks asam teikoat-peptidoglikan
3. Sitoplasma
4. Enzim  katalase, koagulase(mengubah pola fagositik dengan pengendapan
fibrin pada permukaan stafilokokus)
5. Toksin (eksotoksin) terutama hemolysin yang memiliki kemampuan melisikan
eritrosit dan trombosit.
6. Sifat penyebarannya hematogen dan limfogen
Manifestasi klinis
Sifat khas infeksi Staphylococcus adalah timbulnya pernanahan (Abses).

4). Pseudomonas
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif, pada umunya
menyebabkan infeksi nosokomial, bergerak, aerob. Sering terdapat sebagai flora
normal pada usus dan kulit manusia dan merupakan patogen utama dari kelompoknya.
Ciri pertumbuhan  tumbuh baik pada 37-42oC

Faktor virulensi
1. Pili (fimbriae)  membantu perlekatan pada inang.
2. LPS endotoksik
3. Enzim ekstrasel  elastase, protease dan 2 hemolysin
4. Eksotoksin A  menyebabkan nekrosis jaringan.

Patogenesis
Hanya bisa masuk pada daerah yang fungsi pertahannya abnormal, misal bila selaput
mukosa atau kulit robek karena kerusakan jaringan langsung atau akibat pemasangan
kateter.

Manifestasi klinis
Yang khas adalah nanah yang berwarna hijau kebiruan.

5). Kleibsiella
• Ada 4 spesies, K. pneumonia, K. oxytoca, K. ozaenae, dan K. rhinoscleromatis
• Batang ovoid, sering berpasangan, bersifat gram negatif
• Tidak bergerak
• Mempunyai kapsul

Pembenihan dan reaksi biokimia


• McConkey, koloni berwarna merah karena memecah laktos
• Koloni besar, mukoid dan basah pada media agar
• TSI, memberi reaksi asam pada slant dan butt disertai gas, tetapi tidak
membentuk H2S
Faktor virulensi
• Antigen
• Endotoksin
• Tidak menghasilkan enterotoksin
• Kapsul, sehingga sulit difagosit

Kelainan klinis
Infeksi saluran kemih

 VIRUS
1) HERPES SIMPLEX
Morfologi :
Virus ini tumbuh cepat dan sangat sitolitik. Virus herpes simplex (HSV)
menimbulkan infeksi laten; sering terjadi kekambuhan.

Sifat-sifat Virus :
1. Terdapat 2 tipe : HSV 1 dan HSV 2
Tipe pertama biasanya terdapat pada daerah bibir atau batas antara kulit
adengan selaput lendir. Tipe ini juga bisa menyerang anak-anak. Tipe kedua
biasanya menyerang daerah kelamin. Pemeriksaan laboratorium sangat tepat
untuk mendeteksi jenis virus yang masuk ke dalam tubuh.
2. Siklus pertumbuhan HSV berlangsung dengan cepat, memakan waktu 8-16
jam sampai selesai.
3. Gen alfa segera timbul setelah infeksi ini menandakan pada keadaan tidak
adanya sintesis protein virus dan merupakan permulaan replikasi. Gen beta
timbul kemudian, membutuhkan hasil gen alfa fungsional untuk ekspresinya,
yaitu kebanyakan berupa enzim dan protein replikasi. Ekspresi gen beta
bertepatan dengan penurunan transkripsi gen alfa dan penghentian sintesis
protein sel inang yang irreversibel dan dikatakan sebagai kematian sel.

Patogenesis :
HSV menyebabkan infeksi sitolitik, perubahan patologiknya
menyebabkan nekrosis sel-sel yang terinfeksi. Perubahan histopatologik yang
khas meliputi pembengkakan sel-sel yang terinfeksi dan pembentukan badan
inklusi. Cairan edema menumpuk diantara lapisan dermis dan epidermis.
Cairan vesikuler ini mengandung sejumlah besar sel yang bebas virus, sisa-
sisa sel, dan sel-sel peradangan. Bila vesikel pecah akan membentuk ulkus
dangkal.

Infeksi primer :
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang. Infeksi HSV1 biasanya terbatas pada orofaring,
virus yang menyebar melalui droplet pernapasan atau melalui kontak langsung
dengan air liur yang terinfeksi. HSV2 biasanya ditularkan seksual
Perkembangbiakan virus terjadi pertama kali kemudian memasuki ujung
saraf setempat dan dibawa melalui aliran akson retrograd ke akar ganglion
dorsalis, tempat terjadi perkembangbiakan selanjutnya dan bersifat laten.
Infeksi orofaring HSV 1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal,
infeksi genital HSV2 menimbulkan infeksi laten di ganglia sakral.

Infeksi laten :
Virus terdapat pada ganglia yang terinfeksi secara laten dalam stadium
non replikasi. Virus menetap oada ganlia yang terinfeksi secara laten sampai
akhir hidup inang. Tidak ditemukan virus ditempat kekambuhan lesi atau
didekat tempat lesi tumbuh. Perangsangan yang provokatif dapat
mengaktifkan kembali virus dari stadium laten, virus kemudian mengikutu
jalannya akson kembali ke perifer.

Gambaran klinis pada genitalia :


Herpes genital ditandai oleh lesi vesikulo ulseratif pada penis laki-laki
atau serviks, vulva, vagina, dan perineum pada wanita. Lesi terasa sangat nyeri
dan diikuti dengan demam, malaise, disuria, dan limfadenopati ingunal. Virus
dikeluarkan secara menetap selama kurang lebih 3 minggu, kekambuhan
herpes genital sering terjadi dan cenderung ringan timbul sejumlah vesikel dan
menyembuh dalam waktu kurang lebih 10 hari. Penyebaran virus hanya terjadi
dalam beberapa hari. Beberapa kasus kekambuhan bersifat asimptomatik.
Walaupun kekambuhan itu bersifat simptomatik ataupun asimptomatik
seseorang yang mengeluarkan virus dapat menularkan infeksi ke pasangan
seksualnya.

Diagnosis :
- Isolasi
- Identifikasi virus
- Serologi

Pengobatan :
Obat penghambat sintesis DNA virus --> Asiklovir

 JAMUR
1). Candida albicans
Pasien dengan gangguan pertahanan pejamu, rentan terhadap fungi yang
terdapat dimana-mana, tapi orang sehat yang terpajan biasanya resisten. pada banyak
kasus, tipe fungi dan perjalanan penyakit infeksi mikotik ditentukan oleh keadaan
predisposisi pejamu. Sebagai anggota flora mikroba normal, kandida dan ragi
serumpun merupakan oportunis endogen. Beberapa spesies ragi genus kandida
mampu menyebabkan kandidiasis. Spesies tersebut adalah anggota flora normal pada
kulit, membrane mukosa, dan saluran pencernaan.

Morfologi dan identifikasi


Pada biakan atau jaringan, spesies kandida tumbuh sebagai sel ragi tunas,
berbentuk oval (berukuran 3-6 mikrometer). Spesies tersebut juga membentuk
pseudohifa ketika tunas terus tumbuh tapi gagal lepas, menghasilkan rantai sel
memanjang yang menyempit atau mengerut pada septa diantara sel. Pada medium
agar atau dalam 24 jam pada suhu 370 C, spesies kandida menghasilkan koloni lunak
berwarna krem dengan bau seperti ragi. Pseudohifa tampak sebagai pertumbuhan
yang terendam di bawah permukaan agar.

Pathogenesis dan patologi


Kandidiasis superficial (kutan atau mukosa) terjadi melalui peningkatan jumlah
kandida local dan adanya kerusakan pada kulit atau epitel yang memungkinkan invasi
local oleh ragi dan pseudohifa. Kandidiasis sistemik terjadi ketika kandida masuk ke
aliran darah dan pertahanan pejamu fagositik tidak adekuat untuk menahan perinvasi
local oleh ragi dan pseudohifa. Kandidiasis sistemik terjadi ketika kandida masuk ke
aliran darah dan pertahanan pejamu fagositik tidak adekuat untuk menahan
pertumbuhan dan penyebaran ragi.
Kandidemia dapat disebabkan oleh kateter yang terpasang terus-menerus,
namun, pasien dengan gangguan pertahanan fagosit dapat mengalami lesi samar
dimana-mana terutama di ginjal. Infeksi ginjal biasanya merupakan manifestasi
sistemik sedangkan infeksi saluran kemih sering disebabkan oleh kateter Foley,
diabetes, kehamilan, dan antibiotic.
Dasar resistensi terhadap kandidiasis bersifat kompleks dan tidak sepenuhnya
dipahami. Respon imun seluler, terutama sel CD4, penting dalam mengendalikan
kandidiasis mukokutan, dan neutrofil mungkin penting untuk resistensi terhadap
kandidiasis sistemik.

Pengobatan
Sering sulit menegakkan diagnosis kandidiasis sistemik secara dini, tanda klinis
tidak definitive, dan biakan sering negative. Lebih lanjut, tidak ada regimen
profilaksis yang ditetapkan untuk pasien yang berisiko, meskipun diberikan
pengobatan azol atau amfoterisin B dosis rendah untuk jangka pendek sering
diindikasikan untuk pasien imunokompromise yang lemah atau mengalami
demam dan tidak berespon terhadap pengobatan antibakteri.

1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
a. Periksaan darah rutin
 Hb
 Leukosit
 LED
 Hitung jenis trombosit
 Hitung jenis leukosit
b. Urinalisis
 Uji makroskopik
 Warna
 Bau
 Berat jenis
 Uji kimiawi
 pH
o normal: 5,5 – 6,5
o <5,5 – urine asam: asidosis, batu asam urat
o >6,5 – urine basa: infeksi bakteri dengan urease
 protein
 gula
 Uji mikroskopik
 sel-sel
o eritrosit
 normal: 1-2 sel per lapangan pandang
 >2 per lapangan pandang  cedera saluran
kemih
o Leukosit
- Sel-sel darah putih dapat diperiksa dengandipstick
maupun mikrooskopik. Urine dikatakan mengandung
leukosit atau piuria jika mikroskopik didapatkan >10
leukosit per mm3 atau terdapat >5 leukosit per lapang
pandang besar.
- Urine dikatakan bakteriuria jika didapatkan lebih dari
105 cfu (colony forming unit) per Ml pada
pengambilan contoh urine porsi tengah.

Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan :


1. Infeksi tuberkulosis;
2. urin terkontaminasi dengan antiseptik;
3. urin terkontaminasi dengan leukosit vagina;
4. nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik);
5. nefrolitiasis;
6. tumor uroepitelial
 cast (silinder)
menunjukkan adanya kerusakan parenkim, terutama lapisan
medulla: cast tercetak di tubulus koligentes dan terbawa
keluar. Pada saluran yang lebih proximal, cast tidak dapat
terbawa urine keluar karena tertahan pada ansa henle yang
sempit sempit.
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis
penyakit ginjal, antara lain :
1. Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis
atau vaskulitis ginjal;
2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik
untuk pielonefritis;
3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut
atau pada gromerulonefritis akut;
4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik
bila ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik.

c. Tes fungsi ginjal


Baru menunjukkan kelainan saat ginjal sudah kehilangan 2/3 fungsinya.
 BUN (Blood Urea Nitrogen)/ureum
Kenaikan tidak spesifik, karena terdapat banyak kemungkinan selain
kelainan fungsi ginjal:
 Dehidrasi
 Asupan protein tinggi
 Demam atau infeksi  peningkatan katabolisme
 Kreatinin serum
Pengukuran kreatinin serum digunakan untuk menentukan klirens
kreatinin.
Normal pada orang dewasa: 80-120 mg/dL
Penghitungan pada pria:
Klirens kreatinin mg/dL = ((140-usia) x berat badan kg) : (72 x
kreatinin serum mg/dL)
Pada wanita: hasil penghitungan pada pria x 0,85
Pemeriksaan Radiologi
a. USG
Prinsip: menangkap gelombang ultrasound yang dipantulkan oleh jaringan
atau organ dengan densitas berbeda.
 Nilai:
 Keberadaan dan keadaan ginjal yang tidak tampak pada PIV
o Hidronefrosis – ada air (tampak gelap), kaliks
membesar, parenkim menipis (tanda panah merah pd
gambar)

o Pengkerutan ginjal
 Distensi
 Densitas
o Massa
 Padat: hiperekoik
 Kistus: hipoekoik
 Non opak (tidak terdeteksi pada foto polos):
echoic shadow
o kalsifikasi, batu
 Adanya benda asing, udara
 Vesica urinaria:
o Sisa urine pasca miksi
o Batu atau tumor
 Scar pada kulit– tidak tampak, karena jaringan parut dan
jaringan normal memiliki densitas hampir sama.

b. KUB (Kidney-Ureter-Bladder)
Adalah foto dengan skrinning untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi.
Cara pembacaan foto – “4 S”
Side
Sisi – periksa penempaan sisi.
 Kanan: gas dalam lambung.
 Kiri: bayangan hepar.
Skeleton
Yang diamati: vertebrae, sacrum, costa, sendi sakro- iliaka Perubahan:
densitas tulang, bentuk tulang
Soft tissues – jaringan lunak / organ
Pembesaran hepar, ginjal, vesica urinaria. Perhatikan bayangan garis
psoas.
Stone
Bayangan opak di sepanjang saluran kemih – kemungkinan adanya
batu saluran kemih.
Selain itu, juga perlu diperhatikan adanya benda asing seperti susuk, IUD yang
keluar ke rongga abdomen, klip untuk menjepit pembuluh darah saat operasi.

c. Pielografi Intra Vena (PIV)


Pencitraan melalui bahan kontras radio-opak yaitu jodium dengan dosis 300 mg/kgBB
atau 1 ml/kgBB (sediaan komersial).
Teknik pelaksanaan:
1. Pertama kali dibuat foto polos sebagai kontrol
2. Kontras disuntikkan secara iv, dan dibuat foto serial beberapa menit hingga satu
jam, dan foto setelah miksi.
Jika ada keterlambatan fungsi ginjal, pengambilan foto diulangi setelah jam ke-2,
jam ke-6, atau jam ke-12.
Menit Uraian
0 Foto polos perut
5 Melihat fungsi ekskresi ginjal. Pada ginjal normal, sistem
pelvikaliseal seudah tampak
15 Kontras sudah mengisi ureter dan buli-buli
30 Foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan untuk menilai
kemungkinan terdapat perubahan posisi ginjal (ren mobilis)
60 Melihat keseluruhan anatomi saluran kemih, antara lain: filling
defect, hidronefrosis, double system, atau kelainan lain.
Pada buli-buli diperhatikan adanya identasi prostat, trabekulasi,
penebalan otot detrusor, dan sakulasi buli-buli
Pasca miksi Menilai sisa kontras (residu urine) dan divertikel pada buli-buli.
Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, syok anafilaktik, hingga laringospamus.
Kontraindikasi : gaagl ginjal  menyebabkan kerusakan ginjal lebih parah

 KULTUR URINE
 Spesimen urin dikultur untuk dapat mengisolasi & identifikasi bakteri
penyebab.
 Inokulasi urine menggunakan kalibrated loop, ambil 0,01 ml atau 0,001 ml
urin.
 Media Mac Conkey agar, Blood agar, CLED (cystine-lactosa-electrolite-
deficient) agar.
Inkubasi 24 jam, 35°C.
Jumlah bakteri / Interpretasi
ml urin

0 Koloni bakteri tidak tumbuh


10 – 103 Kemungkinan terjadi kontaminasi oleh bakteri
disekitar uretra, misalnya dari kulit, perineum dan
vagina
103 – 105 Kemungkinan kontaminasi atau keterlambatan
dalam mengerjakan pemeriksaan laboratorium
≥ 105 Telah terjadi infeksi di saluran kemih

 Dari hasil kultur, Positif ISK, bila:


 105 bakteri / ml urin dari 2 kali kultur urin porsi tengah secara berturut-turut.
 105 bakteri / ml urin dari 1 kali kultur urin porsi tengah, disertai leukosit urin
> 10 / ml urin tanpa disentrifuse.
 105 bakteri / ml urin dari 1 kali kultur urin porsi tengah, disertai gejala klinis
ISK.
 104 bakteri / ml urin kateter.
 Berapapun dari urin aspirasi supra pubic.

1.4 FARMAKOLOGI

ANTIMIKROBA
Definisi
Antimikroba (AM) adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang
merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi
mikroba jenis lain.
Aktivitas Antimikroba
Berdasarkan sifat toksisitas selektif :
1. Aktivitas bakteriostatik : bersifat menghambat pertumbuhan mikroba
2. Aktivitas bakterisid : bersifat membunuh mikroba
Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah kadar minimal yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya.
Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi
bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM
Spektrum Antimikroba :
1. spektrum sempit
 Penisilin G : aktif terutama pada bakteri gram positif
 Streptomisin : aktif pada bakteri gram negatif
2. spektrum luas
 Tetrasiklin : aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif
 Krloramfenikol
Antimikroba berspektrum luas menimbulkan superinfeksi oleh kuman
atau jamur yang resisten. Pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui
diperlukan antimikroba yang berspektrum luas sementara menunggu hasil
pemeriksaan mikrobiologi.
Mekanisme Kerja
Antimikroba dibagi 5 kelompok :
I. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Contoh : sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS), sulfon.
Efek utamanya bersifat bakteriostatik.
Mekanisme :
 Sulfonamid atau sulfon bersaing dengan PABA (asam para amino benzoat)
dalam menghasilkan asam folat yang dibutuhkan bagi kelang-sungan hidup
bakteri. Apabila antimikroba ini mampu bersaing dengan PABA untuk
pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang non-
fungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu.
 Trimetoprim menghambat enzim dehidrofolat reduktase yang mengubah
dihidrofolat menjadi bentuk yang aktif yakni asam tetrahidrofolat
 PAS (analog PABA) bekerja dengan menghambat sintesis asam folat pada M.
Tuberculosis
II. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
 Sikloserin menghambat reaksi paling dini dalam proses sintesis dinding sel,
diikuti berturut-turut oleh basitrasin, vankomisin, dan diakhiri oleh penisilin
dan seflosporin
Oleh karena tekanan osmotik dalam sel lebih tinggi daripada diluar sel
maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis.
III. Antimikroba yang mengganggu keutuhan dinding sel
 Polimiksin sebagai senyawa amonium kuartener dapat merusak mem-bran sel
setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba.
Polimiksin tidak efektif pada bakteri gram positif karena jumlah fosfornya
rendah
 Gol. Polien bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat pada membran sel
fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut.
Bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik polien, karena tidak memiliki
srtruktur sterol pada membran selnya.
 Antiseptik yang mengubah tegangan permukaan (surface active agents), dapat
merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba. Kerusakan
membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam
sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida.
IV. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Contoh : gol. Aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan
kloramfenikol.
Dalam hidupnya mikroba mensintesi protein. Sintesis protein terjadi dalam
ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri ribosom terdiri dari
dua subunit yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai
ribosom 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.
 Streptomisin berikatan dengn komponen ribosom 3OS dan menyebab-kan
kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA, akibatnya akan terbentuk protein
yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosida
lainnya yaitu gentamisin, kanamisin, neomisin.
 Eritromisin berikatan dengn ribosom 5OS dan menghambat translokasi
kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya
rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak
dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru.
 Linkomisin beriktan dengan ribosom 5OS dan menghambat sintesi protein.
 Tetrasiklin berikatn dengan ribosom 5OS dan menghalangi masuknya
komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino
 Klormfenikol berikatan dengan ribosom 5OS dan menghambat peng-ikatan
asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.
V. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
 Rifampisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA sehingga meng-hambat
sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut
 Gol. Kuinolon menghambat enzim DNA Girase pada kuman yang fungsinya
menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa
muat dalam sel kuman yang kecil.

Resistensi
Kuman dapat menjdi resisten dengan antimikroba melalui 7 mekanisme :
1. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, karena:
 Porin menghilang atau mengalami mutasi
 Kuman mengurangi mekanisme transpot aktif yang memasukkan anti-mikroba
ke dalam sel
 Mikroba mengktifkan pompa refluks untuk membung keluar antimikroba yang
ada dalam sel
2. Inaktivasi obat
Mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap golongan aminoglikosida dan
beta-laktam karena mikroba mampu membuat enzim yang merusak kedua
golongan antimikroba tersebut. Stafilokokus yang resisten terhadap penisilin
G menghasilkan beta laktamase, yang merusak obat tersebut. Bakteri gram
negatif yang resisten aminoglikosida (biasanya diperantarai oleh plasmid)
menghasilkan enzim adenililasi, fosforilasi, atau asetilasi yang merusak obat
ini. Bakteri gram negatif mungkin resisten terhadap kloramfenikol jika bakteri
tersebut menghasilkan suatu kloramfenikol asetiltransferase.
3. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antimikroba
Mekanisme ini terlihat pada S. Aureus yang resisten terhadap metisilin
(MRSA). Kuman ini mengubah Penicilin Binding Protein-nya (PBP) sehingga
afinitasnya menurun terhadap metasilin dan antibiotik beta laktam yang lain.
4. Mikroba mengubah permeabilitasnya terhadap obat
Contoh : tetrasiklin tertimbun dalam bakteri yang rentan tapi tidak pada
bakteri yang resisten. Resisten terhadap polimiksin kemungkinan dihubung-
kan dengan perubahan permeabilitas terhadap obat. Streptokokus mempunyai
sawar permeabilitas alamiah terhadap aminoglikosida. Sebagian hal ini dapat
diatasi dengan adanya obat, yang aktif pada dinding sel, yang bersamaan
misalnya penisilin. Resistensi terhadap amikasin dan beberapa aminoglikosida
yang lain dapat bergantung pada tidak adanya permeabilitas terhadap obat,
terlihat akibat perubahan membran luar yang mengganggu transport aktif ke
dalam sel.
5. Mikroorganisme mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat.
Contoh : Resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungn dengan
hilangnya protein spesifik pada sub unit 30S ribosombakteri yang bertindak
sebagai reseptor pada mikroorganisme yang rentan. Organisme ynag resisten
eritromisin mempunyai tempat reseptor yang telah berubah pada subunit 50S
ribosom bakteri, akibat metilasi RNA ribosom 23S. Resistensi terhadap
beberapa penisilin dan sefalosporin mungkin karena hilangnya fungsi atau
perubahan PBPs.
6. Mikroorganisme mengembangkan perubahan jalur metbolik yang langsung
dihambat oleh obat ini.
Contoh : Beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak mem-
butuhkan PAB ekstraseluler, tetapi seperti sel mamalia dapat menggunakan
asam folat yang telah dibentuk sebelumnya.
7. Mikroorganisme mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat me-
lakukan fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari
pada enzim pada kuman yang rentan.
Contoh : Pada beberapa bakteri yang retan terhadp sulfonamid, dihidropteroat
sintetase mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid
daripada PABA. Pada mutan yang resisten sulfonamid, terjadi hal yang
sebaliknya.

Faktor -faktor yang Mempernudah Resistensi di Klinik :


1. Penggunaan antimikroba yang sering
2. Penggunaan antimikroba yang irasional
3. Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan
4. Penggunban antimikroba untuk jangka waktu yang lama
5. Penggunaan antimikroba untuk ternak
6. Lain-lain : Kemudahan transportasi modern, perilaku seksual, sanitasi buruk,
dan kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat

Efek Samping
I. Reaksi alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik denagan melibatkan
sistem imun tubuh hospes, terjadinya tak bergantung pada besarnya dosis.
Orang yang pernah mengalami reaksi alergi misalnya penisilin tidak selalu
mengalami reaksi itu kembali ketika diberikan obat yang sama. Sebaliknya
orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan
ulang penisilin. Reksi alergi oleh penisilin dapat menghilang dengan sendiri,
walaupun terpinya diteruskan. Makin berat sifat reaksi pertama makin besar
kemungkinan timbulnya reaksi yang lebih berat pada pemberian ulangan
berupa anafilaksis, dermatitis eksfoliata,angioderma.
II. Reaksi Idiosinkrasi
Merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap pem-
berian antimikroba tertentu. Contoh : 10% pria berkulit hitam akan mengalami
anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin. Ini disebabkan mereka ke-
kurangan enzim G6PD.
III. Reaksi Toksik
Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba. Yang
mungkin dapat di anggap relatif tidak toksik sampai saat ini adalah golongan
penisilin. Dalam menimbulkan efek toksik masing-masing antimikroba dapat
memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes.
Golongan aminoglikosida pada umumnya bersifat toksik terutama terhadap
N.VIII. Golongan tetrasiklin mengganggu pertumbuhan jaringan tulang
termasuk gigi akibat deposisi kompleks tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Dalam
dosis besar obat ini bersifat hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis
dan pada wanita hamil.
IV. Perubahan biologik dan metabolik
Pada tubuh hospes baik yang sehat maupun yang menderita infeksi, terdapat
populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi mikro-
flora tersebut biasanya tidak menunjukan sifat patogen. Penggunaan anti
mikroba terutama yang berpektrum luas, dapat mengganggu keseimbangan
ekologi mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasi-
nya bisa menjadi patogen. Pada beberapa keadan perubahan ini dapat terjadi
superinfeksi yaitu suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer
dengan suatu antimikroba. Mikroba penyebab superinfeksi biasanya ialah jenis
mikroba yang bisanya menjadi dominan pertumbuhannya akibat pem-berian
antimikroba, mislnya kandidiasis sering timbul sebagai akibat peng-gunan
antibiotik berspektrum luas seperti tetrasiklin.

Faktor Pasien yang Mempengaruhi Farmakodinamik dan Farmakokinetik


1. UMUR.
 Neonatus umumnya memiliki organ atau sistem tubuh yang belum
berkembang sepenuhnya. Misalnya fungsi glukoronidasi oleh hepar belum
cukup lancar, sehingga memudahkan terjadinya efek toksik oleh kloram-
fenikol. Fungsi ginjal sebagai alat ekskresi juga belum lancar sehingga
memudahkan terjadinya efek toksik oleh obat yang eliminasinya terutama
melalui ginjal.
 Orang yang berusia lanjut sering mengalami kemunduran fungsi organ atau
sistem tertentu sehingga reaksi tubuh terhadap pemberian obat berubah .
2. KEHAMILAN
 Ibu hamil pada umumnya lebih peka terhadap pengaruh obat tertentu termasuk
antibiotik.
 Kemungkinan efek pada fetus tergantung pada daya obat menembus sawar uri
serta usia janin.
 Pemberian streptomisin pada ibu hamil tua dapat menimbulkan ketulian pada
bayi.
 Pemberian antimikroba pada klehamilan trimester pertama harus diingat
bahaya teratogenesisnya.

3. GENETIK
Perbedaan antar ras dapat menimbulkan perbedaan reaksi terhadap obat.
Misalnya defisiensi enzim G6PD dapat menimbulakn hemolisis akibat
pemberian sulfonamid, kloramfenikol, dapson, atau nitrofurantoin.
4. KEADAAN PATOLOGI TUBUH HOSPES
Keadaan fungsi hati dan ginjal perlu diketahui dalam pemberian obat. Sirosis
hati dapat meningkatkan toksisitas tetrasiklin, memperpanjang waktu paruh
eliminasi linkomisin, menungkatkan kadar kloramfenikol dalam darah se-
hingga menimbulkan bahaya toksik. Antimikroba yang terutama diekskresi
melalui ginjal akan mengalami akumulasi dalam tubuh yang menderita gang-
guan fungsi ginjal. Streptomisin, kanamisin, penisilin dieliminasi dari tubuh
terutama melalui ginjal.

Konsep Farmakokinetik/ Farmakodinamik


I. Concentration-dependent killing
Pada pola ini antimikroba akan menghsilkan daya bunuh maksimal terhadap
kuman apabila kadarnya diusahakan relatif tinggi, tapi tidak perlu memper-
tahankan kadar tinggi ini selma mungkin. Antimikroba golingan ini adalah
aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid. Untuk mendapatkan efektivitas
klinis yang maksimal, obat-obat ini diberikan dengan dosis besar dan biasanya
diberikan dalam bentuk bolus yang diinfus.
II. Time-dependent killing
Pada pola ini antimikroba akan menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap
kuman bila kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar hambat minimal
kuman. Kadar yang sangat tinggi tidak meningkatkan efektivitas obat untuk
mematikan kuman. Antimikroba yang termasuk golongan ini adalah penisilin,
sefalosporin, linezolid, dan eritromisin. Untuk mendapatkan efektivitas klinis
yang maksimal, obat-obat ini diberikan dengan infus kontinu atau dengan
infus berkala tetapi dibagi dalam beberapa kali pemberian dalam sehari.

SULFONAMID
Istilah sulfonamida digunakan di sini sebagai nama generik bagi turunan para-
aminobenzensulfonamida (sulfanilamida); rumus bangun beberapa senyawa golongan ini
ditunjukkan pada gambar.
Sebagian besar senyawa tersebut relatif tidak larut air, namun garam natriumnya
mudah larut. Persyaratan struktur minimal bagi kerja antibakteri secara keseluruhan terletak
pada sulfanilamida itu sendiri.
Efek terhadap Mikroba
Sulfonamida memiliki aktivitas antimikroba yang luas baik terhadap bakteri gram-
positif maupun gram negatif. Namun, galur yang resisten menjadi semakin lazim beberapa
tahun terakhir ini, sehingga kegunaan senyawa ini juga turut berkurang. Secara umum,
sulfnamida hanya menghasilkan satu efek bakteriostatik, serta mekanisme pertahanan selular
dan humoral inang penting dalam pemberantasan akhir infeksi.

Mekanisme Kerja
Sulfonamida merupakan analog struktur dan antagonis kompetitif asam para-
aminobenzoat (PABA) sehingga mencegah penggunaan PABA secara normal oleh bakteri
untuk sintesis asam folat (asam pteroilglutamat).
Jadi mekanismenya secara singkat adalah :
Menjadi impermeabel terhadap asam folat, banyak bakteri harus tergantung pada
kemampuannya untuk mensintesis asam folat dari PABA, pteridin dan glutamat.
Karena asam folat dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk DNA dan RNA bakteri
Sebaliknya, manusia tidak dapat mensintesis asam folat dan folat didapat dari vitamin
dan makanannya.
Karena strukturnya mirip PABA, sulfonamida berkompetisi dengan substrat ini untuk
sintetase enzim dihidropteroat.
Hal ini menghilangkan kofaktor esensial sel terhadap purin, pirimidin dan sintesis
asam amino.
Kombinasi sulfonamida : trisulfa (sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin dengan
perbandingan sama), Kotrimoksazol (sulfametoksazol + trimetoprim dengan perbandingan
5:1), Sulfadoksin + pirimetamin.
Spektrum Bakteri
• Golongan sulfa termasuk kotrimoksasol (sulfametoksasol plus trimetoprim) bersifat
bakteriostatik.
• Obat-obat ini aktif terhadap enterobakteria, klamidia, pneumocytis dan nokardia.
Resistensi
Resistensi secara umum bersifat irreversibel dan mungkin disebabkan oleh tiga
kemungkinan.
1. Perubahan enzim : Dihidropteroat sintetasi bakteri dapat mengalami mutasi atau
ditransfer melalui plasmid yang menimbulkan penurunan afinitas sulfa.
2. Penurunan masukan : Permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada beberapa
starin yang resisten.
3. Meningkatnya sintesis PABA

Farmakokinetik
1. Pemberian: Kebanyakan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral.
Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan secara topikal.
2. Distribusi: Golongan Sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dan penetrasinya
baik ke dalam cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat melewati sawar plasenta dan
masuk ke dalam ASI. Sulfa berikatan dengan albumin serum dalam sirkulasi.
3. Metabolisme: Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa aktivitas
antimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada pH netral atau asam yang
menyebabkan kristaluria dan karena itu, dapat menimbulkan kerusakan ginjal.
4. Ekskresi: Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.

Efek Samping
Kristaluria: Nefrotoksisitas berkembang karena adanya kristaluria. Hidrasi dan
alkalinasi urin yang adekuat mencegah masalah tersebut dengan menurunkan
konsentrasi obat dan menimbulkan ionisasinya.
Sulfisoksazol dan sulfametoksazol  larut pada pH urin dibandingkan sulfa yang
lama (mis:sulfadiazin) sehingga  menyebabkan kristaluria.
Hipersensitifitas: Reaksi hipersensitifitas seperti kulit kemerahan, angioedema, dan
Sindrom Steven-Johnson sering terjadi. Sindrom Steven-Johnson terjadi lebih sering
pada penggunaan obat yang masa kerjanya lama.
Sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan teruama trimeseter akhir karena dapat
menyebabkan icterus, hiperbilirubinemia.
Penggunaan Sulfonamida pada Infeksi Saluran Urin (ISK)
Karena presentase signifikan infeksi saluran urin di berbagai belahan dunia
disebabkan oleh mikroorganisme yang resisten terhadap sulfonamida, obat ini kini tidak lagi
menjadi pilihan utama dalam terapi. Trimetoprim-sulfametoksazol, suatu kuinolon, atau
ampisilin merupakan senyawa yang lebih terpilih. Namun sulfisoksazol dapat digunakan
secara efektif pada daerah yang prevalensi resistennya tidak tinggi atau jika organisme
tersebut diketahui peka. Dosis lazim oral mula-mula adalah 2 sampai 4 g diikuti dengan 1
sampai 2 g empat kali sehari selama 5 sampai 10 hari. Pasien pielonefritis akut yang disertai
demam tinggi dan manifestasi parah lainnya memiliki risiko bakterimia dan syok dan
sebaiknya tidak diobati dengan sulfonamida.

KLOTRIMOKSAZOL (TRIMETOPRIM-SULFAMETOKSAZOL)
Klotrimoksazol merupakan kombinasi dari trimetoprim dan sulfa metoksazol.
Kombinasi yang dihasilkan menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih besar
dibandingkan bila obat ini diberikan secara tunggal. Kombinasi ini dipilih karena kemiripan
farmakokinetik dari kedua obat.
Mekanisme Kerja
Aktivitas kotrimoksazol sinergistik disebabkan oleh inhibisi dua angkah berurutan
pada sintesis asam tetrahidrofolat; sulfametoksazol menghambat penggabungan PABA ke
dalam asam folat; dan trimetoprim mencegah reduksi dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Kotrimoksazol menunjukkan aktivitas yang lebih poten dibandingkan sulfametoksazol atau
trimetoprim tunggal.

Spektrum antibakterial
Kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol mempunyai spektrum kerja yang lebih luas
dibandingkan sulfa.
Resistensi
Resistensi terhadap kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol lebih jarang
dibandingkan terhadap obat secara tunggal karena memerlukan resistensi simultan terhadap
kedua obat.
Farmakokinetik
Pemberian dan metabolisme: trimetoprim bersifat lebih larut dalam lemak
dibandingkan sulfametoksazol dan mempunyai volume distribusi yang lebih besar.
Kotrimoksazol biasanya diberikan peroral. Pengecualian pemberian intravena pada
pasien pneumonia berat yang disebabkan Pneumocystis carinii atau pada pasien yang
tidak dapat menelan obat.
Nasib Obat: Kedua obat didistribusikan ke seluruh tubuh. Trimetoprim relatif terpusat
dalam prostat suasana asam dan cairan vagina dan memberikan hasil kombinasi
trimetoprim-sulfametoksazol yang memuaskan terhadap infeksi di daerah tersebut.
Kedua obat ini dan metabolit-metabolitnya dieksresikan dalam urin.

Efek samping
Kulit: reaksi pada kulit paling sering dijumpai dan mungkin parah pada orang tua.
Saluran cerna: Mual, muntah serta glositis dan stomatitis jarang terjadi.
Darah: Anemia megaloblastik, leukopenia,. Dan trombositopenia dapat terjadi; semua
efek ini dapat segera diperbaiki dengan pemberian aam folinat bersamaan, yang
melindungi pasien dan tidak menembus mikroorganisme. Anemia hemolitik dapat
terjadi pada pasien G6PD yang disebabkan sufametoksazol.
Pasien HIV: Pasien dengan tanggap imun yang lemah dengan pneumonia.
Pneumocytis lebih sering mengalami demam karena induksi obat, kulit kemerahan,
diare dan atau pansitopenia.
Interaksi obat: waktu protrombin memanjang pada pasien yang menerima warfarin
pernah dilaporkan. Waktu paruh plasma fenitoin dapat meningkat akibat hambatan
terhadap metabolismenya. Kadar metotreksat mungkin meningkat karena pemindahan
dari tempat ikatan albumin dari sulfametoksazol.

Penggunaan Terapi pada Infeksi Saluran Urin (ISK)


Pengobatan infeksi saluran urin bagian bawah tanpa komplikasi dengan menggunakan
trimetropim-sulfametoksazol seringkali sangat efektif untuk bakteri yang peka. Sediaan ini
terbukti menghasilkan efek terapi yang lebih baik daripada pemberian masing-masing
komponennya secara terpisah jika mikroorganisme penginfeksinya merupakan famili
Enterobacteriaceae. Terapi dosis tunggal (320 mg trimetroprim ditambah 1600 mg
sulfametoksazol pada orang dewasa) efektif pada beberapa kasus pengobatan infeksi saluran
urin akut tanpa komplikasi, namun terapi minimal 3 hari kemungkinan akan lebih efektif.
Kombinasi ini tampak memiliki efikasi khusus pada infeksi saluran urin kronis dan
kambuhan. Dosis kecil (200 mg sulfametoksazol ditambah 40 mg trimetoprim setiap hari,
atau dua hingga empat kali jumlah tersebut, satu atau dua kali perminggu) tampaknya efektif
dalam menurunkan jumlah kekambuhan infeksi saluran urin pada wanita dewasa. Efek ini
kemungkinan berkaitan dengan tercapainya konsentrasi terapeutik trimetoprim dalam sekreta
vagina. Enterobactericeae yang berada di sekeliling lubang uretra akan tereliminasi atau
banyak berkurang jumlahnya, sehingga akan mengurangi kesempatan terjadinya reinfeksi ke
bagian atas. Trimetoprim juga ditemukan dalam konsentrasi terapeutik pada sekresi prostat,
dan trimetoprim-sulfametoksazol sering kali efektif untuk pengobatan prostatitis akibat
bakteri.

ANTISEPTIC
Berbagai obat antimikroba tidak dapat digunakan untuk mengobati infeksi sistemik yang
berasal dari saluran kemih karena bioavailabilitasnya dalam plasma tidak mencukupi. Tetapi
pada tubuli renalis, obat-obatan ini mengalami pemekatan dan berdifusi kembali ke dalam
parenkim ginjal sehingga bermanfaat untuk pengobatan infeksi saluran kemih Oleh karena
kadarnya hanya cukup tinggi pada saluran kemih saja, maka antimikroba seperti ini sering
dianggap sebagai antiseptik lokal untuk infeksi saluran kemih yang bekerja di mukosa saluran
kemih.

1. METENAMIN
Metenamin atau heksamin adalah heksametilentetramin. Dalam suasana asam, metenamin
terurai dan membebaskan formaldehid yang bekerja sebagai antiseptik saluran kemih.
Formaldehid mematikan kuman dengan jalan menimbulkan denaturasi protein. Reaksi ini
berlangsung pada pH urin yang rendah. Pada pH lebih dari 7,4 obat ini tidak efektif.
Efek Antimikroba.
Metenamin aktif terhadap berbagai jenis mikroba. Kuman Gram-Negatif umumnya dapat
dihambat oleh metenamin, kecuali Proteus karena bakteri ini dapat mengubah urea menjadi
ammonium hidroksida yang menaikkan pH sehingga menghambat perubahan metenamin
menjadi formaldehid. Karena tidak terjadi resistensi bakteri terhadap formaldehid maka
efektivitas metenamin tetap baik.
Efek Samping dan Kontraindikasi.
Metenamin dikontraindikasikan pada fungsi hati karena dalam lambung obat ini
membebaskan ammonia. Iritasi lambung sering terjadi bila diberikan dosis lebih dari 500 mg
per kali. Dosis 4-8 g sehari selama lebih dari 3 minggu mungkin menimbulkan iritasi
kandung kemih, proteinuria, hematuria, dan erupsi kulit. Oleh karena itu, dosis harus segera
diturunkan bila urin telah steril. Sebenarnya metenamin bukan merupakan kontraindikasi
untuk gagal ginjal, tetapi asamnya dapat memperburuk keadaan. Oleh karena itu metenamin
mandelat misalnya, tidak boleh diberikan pada keadaan ini. Metenamin jangan diberikan
bersama sulfonamide karena dapat menimbulkan kristaluria. Selama pengobatan dengan
metenamin, pasien harus menghindarkan diri dari makanan/obat yang dapat meningkatkan
pH urin misalnya susu, atau antasida.
Indikasi
Obat ini digunakan untuk profilaksis terhadap infeksi saluran kemih berulang, khususnya bila
ada residu kemih. Metenamin tidak diindikasikan untuk infeksi akut saluran kemih.

2. ASAM NALIDIKSAT
Kristal asam nalidiksat berupa bubuk putih atau kuning muda. Kelarutan dalam air rendah
sekali, tetapi mudah larut dalam hidroksida alkali dan karbonat.
Spektrum Antimikroba
Asam Nalidiksat bekerja dengan menghambat enzim DNA girase bakteri dan biasanya
bersifat bakterisid terhadap kebanyakan kuman pathogen penyebab infeksi saluran kemih.
Obat ini menghambat E.coli, Proteus sp, Klebsiella sp, dan kuman-kuman koliform lainnya.
Pseudomonas sp biasanya resisten.
Resistensi terhadap asam nalidiksat tidak dipindahkan melalui plasmid, tetapi dengan
mekanisme lain. Resistensi terhadap asam nalidiksat telah menimbulkan masalah klinik
Farmakokinetik
Pada pemberian per oral, 96% obat akan diserap. Konsentrasinya dalam plasma kira-kira 20-
50 µg/ml, tetapi 95% terikat dengan protein plasma. Dalam tubuh, sebagian dari obat ini akan
diubah menjadi asam hidroksinalidiksat yang juga mempunyai daya antimikroba. Konyugasi
terjadi sebagian besar dalam hepar. Masa paruh obat ini adalah 1½-2 jam, tetapi dapat
memanjang sampai 20 jam pada gagal ginjal.
Efek Samping dan Kontraindikasi
Pemberian asam nalidiksat peroral kadang-kadang menimbulkan mual, muntah, ruam kulit,
dan urtikaria. Diare, demam, eosinofilia, dan fotosensitivitas kadang-kadang timbul. Anemia
hemolitik dapat juga timbul, walaupun hal ini jarang terjadi dan diduga karena defisiensi
enzim G6PD.
Gejala SSP dapat berupa sakit kepala, vertigo, dan kantuk. Pada anak dan bayi yang
mendapat asam nalidiksat dosis tinggi, dapat timbul kejang yang mungkin disebabkan oleh
peningkatan tekanan intracranial. Efek samping ini dapat pula timbul bila diberikan kepada
pasien parkinsonisme, epilepsi, dan gangguan sirkulasi darah pada otak. Asam nalidiksat
tidak boleh diberikan pada bayi berumur kurang dari 3 bulan dan juga pada trimester pertama
kehamilan.
Asam nalidiksat memberikan reaksi positif semu pada pemeriksaan reduksi urin menurut
cara benedict. Pada pasien dengan gangguan faal hati atau ginjal, terjadi akumulasi dalam
tubuh sehingga obat ini harus diberikan hati-hati sekali.
Daya antibakternya akan berkurang bila diberikan bersama nitrofurantoin dikontraindikasikan
pada pengobatan infeksi saluran kemih.
Indikasi
Asam nalidiksat digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih bawah tanpa penyulit.
Obat ini tidak efektif untuk infeksi saluran kemih bagian atas, misalnya pielonefritis. Dengan
ditemukannya fluorokuinolon yang mempunyai daya antibakteri dan sifat farmakokinetik
yang lebih baik, tampaknya asam nalidiksat tidak akan digunakan lagi di masa yang akan
dating.

3. NITROFURANTOIN
Nitrofurantoin adalah antiseptik saluran kemih derivat furan. Obat ini efektif untuk
kebanyakan kuman penyebab infeksi saluran kemih seperti E.coli, Proteus sp, Klebsiella sp,
Enterobacter, Enterococcus, Streptococcus, Clostridia, dan B.subtilis. Untuk Proteus
mirabilis dan Psudomonas obat ini kurang efektif. Resistensi dapat berkembang melalui
pemindahan plasmid.
Farmakokinetik
Nitrofurantoin diserap dengan cepat dan lengkap melalui saluran cerna. Pemberian obat
bersama makanan bukan hanya mengurangi terjadinya iritasi lambung tapi juga
mempertinggi bioavailabilitasnya.
Setelah diserap, obat ini terikat kuat dengan protein plasma dan cepat diekskresi melalui
ginjal sehingga kadar obat bebas dalam darah tidak dapat mencapai kadar terapi. Masa
paruhnya dalam serum hanya 20 menit dan kira-kira 40 % obat ini diekskresi dalam bentuk
asalnya, sehingga didapatkan kadar yang cukup tinggi dalam urin bila faal ginjal cukup baik.
Bila klirens kreatinin kurang dari 40 mL/menit maka kadar obat dalam urin tidak cukup
tinggi, sebaliknya terjadi akumulasi dalam darah sehingga kemungkinan terjadinya
intoksikasi juga lebih besar. Dengan demikian nitrofurantoin tidak boleh diberikan pada
pasien gagal ginjal. Nitrofurantoin menyebabkan urin berwarna agak coklat.
Efek Samping dan Kontraindikasi
Yang paling sering dijumpai adalah mual, muntah, diare. Keluhan-keluhan ini dapat
dikurangi dengan pemberian bersama makanan atau susu. Reaksi hipersensitivitas mungkin
timbul berupa demam, leucopenia, granulositopenia, anemia hemolitik, ikterus kolestatik, dan
kerusakan hepatoseluler. Selain itu dapat timbul pneumonitis akibat reaksi alergi dan fibrosis
pulmonus interstitial.
Efek samping lain yang mungkin timbul ialah kelainan neurologik seperti sakit kepala,
vertigo, kantuk, dan nyeri otot. Kelainan-kelainan lain bersifat sementara. Polineuropati lebih
mudah terjadi pada pasien dengan gangguan faal ginjal, anemia, diabetes, defisiensi vitamin
B kompleks atau gangguan keseimbangan elektrolit.
Nitrofurantoin dikontraindikasikan pada gangguan faal ginjal dengan klirens kreatinin
kurang dari 40 ml/menit. Obat ini juga dikontraindikasikan bagi wanita hamil aterm dan bayi
berumur kurang dari 3 bulan, karena dapat menimbulkan anemia hemolitik. NItrofurantoin
melawan efek antibakteri asam nalidiksat di saluran kemih.
Indikasi
Nitrofurantoin efektif untuk mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh infeksi saluran
kemih bagian bawah. Penggunaannya terbatas untuk tujuan profilaksis atau pengobatan
supresi infeksi saluran kemih menahun, yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau
dikurangi dengan antimikroba lain yang lebih efektif.

4. Fosfomisin Trometamin
 Bekerja menghambat tahap awal sintesis dinding sel kuman.
 Bioavailabilitasnya pada pemberian oral 37%.
 Pemberian bersama makanan akan mengurangi penyerapannya sebanyak 30%.
 Tidak terikat dengan protein plasma
 t 5.7 jam
 ekskresi renal 38 %
 tidak mengalami metabolisme dalam tubuh sehingga dikeluarkan dalam urin dan
tinja sebagai zat induknya
 diindikasikan untuk infeksi saluran kemih tanpa komplikasi pada wanita yang
disebabkan oleh E. coli dan E. faecalis.
 Efek samping diare, mual, sakit kepala dan vaginitis.
 Dapat diberikan pada wanita hamil
 Tersedia dalam bentuk bubuk dalam sachet berisi 3 g yang harus dicampur dengan
100 ml air dan diminum sebagai dosis tunggal, air panas tidak boleh digunakan
sebagai pelarut.
ANALGESIC
Fenazopiridin hidrokiorida (Pyridium), merupakan suatu analgesik saluran kemih yang telah
dipakai sejak 40 tahun yang lalu.
Obat ini dipakai untuk meredakan nveri, rasa terbakar, dan sering berkemih serta rasa
dorongan berkemih yang merupakan gejala dan ISK bagian bawah.
Farmakokinetik
Fenazopiridin diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Persentase pengikatan
pada protein dan waktu paruhnya tidak diketahui. Fenazopiridin dimetabolisme oleh hati dan
diekskresikan ke dalam urin, yang berwarna jingga kemerahan akibat zat warna dalam obat
yang tidak berbahaya.

Fenazopiridin telah tersedia sejak beberapa dasawarsa yng lalu untuk mengurangi nyeri dan
rasa tidak enak sewaktu berkemih. Obat ini mempunyai efek anestetik pada selaput lendir
saluran kemih; tetapi cara kerja pastinya tidak diketahui.

EFEK SAMPING REAKSI YANG MERUGIKAN


Anoreksia, mual, muntah, hepatotoksisitas, nefrotoksisitas, diare, sakit ulu hati, ruam
trombositopenia, agianulosio kulit urin berwarna penia, lekopenia, anemia hemolitik

ANALGESIK OPIOID

Adalah jenis obat penghilang rasa nyeri yang bekerja langsung pada CNS. Biasanya
diindikasikan pada pasien dengan nyeri visceral, contohnya seperti pada endokarditis.
Analgesic opioid bekerja pada otak dengan mempengaruhi reseptor δ,κ, dan μ . kerja dari
opioid ini sejalan dengan kerja peptide opioid endogen yang berada di otak.

INTERSTISIAL NEFRITIS
Adalah suatu keadaan dimana terjadi inflamasi pada tubulus dan jaringan interstisial
ginjal. Serta adanya lesi dari glomerulus dan pembuluh darah.
Interstisial Nefritis Akut
Etiologi :
o Obat : anti mikroba, analgesik
o Infeksi Primary Glomerular Disease
o Sistemik : Lupus Erytematosus

Patogenesis:
Belum diketahui secara pasti, tapi diduga diperantarai oleh set T. Tanda dari
interstitial nefritis adalah infiltrasi limfosit, odem tubular, dan kerusakan tubulus. Eosonophil
mungkin juga muncul terutama karena obat.
Manifestasi Klinis :
Demam, ruam, arthalgia (efek dari peninggian kadar kreatinin d serum darah), nausea,
muntah, fatigue, BB turun.

Terapi:
Terapi ditujukan u/ mencegah komplikasi dari hyperkalemia, dan hypertensi akibat
kelebihan volume darah.
Selain itu penyakit ini akan membaik dengan sendirinya.

Interstitial Nefritis Kronis


Etiologi :
o Obat : analgesic, cyclosporine, tacrolimus
o Reflux disease
o Immunologic disease
o Neoplasia
o Athresosklerosis

Pathofisiology
Belum diketahui secara jelas, namun diduga efek dari autoimun yang berlebihan
(sekresi mediator inflamasi yang berlebihan).
Terapi
o Glucocorticoid  immunosuppresan. Mengurangi keradangan.
 Deltasone,Orasone
o Chelating agents
 Succimer  membantu ekskresi logam2 berat yang menjadi etiologinya.
 Calcium Disodium Versenate

PIELONEFRITIS AKUT
Definisi
Reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim ginjal.
Pada umumnya kuman yang menyebabkan infeksi ini bersal dari saluran kemih
bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman-kuman ini adalah
Escherichia coli, Proteus, Klebsiella spp, dan kokus gram positif yaitu: streptokokus
faecalis dan enterokokus. Kuman staphilokokus aureus ini dapat menyebabkan
pielonefritis melalui penularan secara hematogen, meskipun sekarang jarang di
jumpai.
Gambaran klinis
Demam tinggi di sertai denagn menggigil, nyeri di daerah perut dan ginjal, disertai
mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala iritasi pada vesika urinaria yaitu
berupa disuria, frekuensi atau urgensi.
Pemeriksaan
1. pemeriksaan fisis terdapat nyeri pinggang dan perut, suara usus melemah
seperti ileus paralitik
2. pemeriksaan darah menunjukkkan adanya leukositosis disertai peningkatan
laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria dan hematuria.
pemeriksaan foto polos perut menunjukkkan adanya kekaburan dari bayangan
otot psoas yang mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran
kemih.
Terapi
Tujuan terapi adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang lebih
parah dan memperbaiki kondisi pasien yaitu berupa terapi suportif dan pemberian
antibiotika. Antibiotic yang di gunakan yangbersifat bakterisidal dan
berspektrum luas, yang secara farmakologis mampu mengadakan penetrasi ke
jarinagn ginjal dan kadarnya di dalam urne cukup. Golongan obat-obatan itu
adalah aminoglikosida yang di kombinasikan dengan aminopenisilin(ampisilin
atau amoxicillin), aminopenisilin dikombinasi denag asam klavulanat atau
sulbaktam, karboksipenisilin, sefalosporin atau flouroquinolone.
PIELONEFRITIS KRONIS
Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan
demam hilang timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. Pielonefritis kronis
hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan
saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke
dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal
sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal).

Diagnosa
Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah:
 Pemeriksaan air kemih dengan mikroskop
 pembiakan bakteri dalam contoh air kemih untuk menentukan adanya bakteri.

USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan
struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya.

URETERITIS

Definisi
Ureteritis adalah infeksi pada salah satu atau kedua ureter. Ureter adalah saluran yang
menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Biasanya infeksi pada ureter saja tidak
ditemukan. Ureteritis merupakan infeksi uang berjalan nauk dari sistitis ke pielum ginjal atau
berjalan turun dari radang primer hematogen atau limfogen ginjal ke saluran kemih. Jarang
sekali sumber infeksi saluran kemih terletak di ureter selain pada ujung ureter buntuk dengan
refluks setelah nefrektomi, ureterolitiasis, atau duplikasi tanda jaringan ginjal proximal dan
divertikulum ureter.

Klasifikasi
 Ureteritis cystic  ditandai dengan pembentukan kista submukosa majemuk
 Ureteritis glandularis  ditandai dengan perubahan epitel mukosa transisional menjadi
epitel silindris, dengan pembentukan asinus-asinus glandular

Penyebab
Penyebab yang paling sering adalah penyebaran infeksi dari ginjal atau kandung
kemih. Penyebab lainnya adalah melambatnya aliran air kemih karena kelainan saraf pada
ureter.

Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya, yaitu infeksi ginjal atau infeksi
kandung kemih. Bila perlu, bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat bagian ureter
yang sarafnya mengalami kelainan.
ABSES RENAL
 Definisi
Abses renal adalah abses yang terdapat pada perenkim ginjal.
 Etiologi dan Klasifikasi
Abses renal dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1. Abses Korteks Ginjal
 Abses ini disebut juga karbunkel ginjal
 Pada unmumnya abses ini disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman
Staphylococcus aureus yang menjalar secara hematogen dari focus
infeksi luar saluran kemih (antara lain dari kulit)
2. Abses Kortikomeduler
Abses ini merupakan penjalaran infeksi secara ascending oleh bakteri
E.coli, Proteus, atau Klebsialle spp.
 Gejala Klinis
Pasien sering mengeluh nyeri pinggang, demam, menggigil, teraba massa di
pinggang (pada abses peri atau pararenal), keluhan miksi (jika infeksi berasal
dari saluran kemih) , anoreksia, malas dan lemah.
Nyeri dapat juga dirasakan di pleura (karena pleuritis akibat penyebaran
infeksi k subprenik dan intratorakal) ; inguinal ; dan abdominal (akibat iritasi
pada peritoneum posterior).
 Pemeriksaan
Urinalisis : menunjukkan adanya piuria dan hematuria
Kultur urin : didapat biakan kuman penyebab infeksi
Darah : leukositosis dan LED yang meningkat
Foto polos abdomen : kekaburan pada daerah pinggang, bayangan soas
menjadi kabur, terdapat bayangan gas pada jaringan lunak, skoliosis, atau
bayangan opak dari suatu batu di saluran kemih.
Ultrasonografi : menunjukkan adanya cairan abses
CT Scan : Menunjukkan adanya cairan si dalam intrarenal, perirenal, maupun
pararenal

 Terapi
Pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain adalah pemberian antibiotic
secara intravena dan drainase abses dengan operasi terbuka atau dengan
memasukkan kateter perkutan menuju ginjal dengan tuntunan X ray.
 Prognosis
Prognosis baik apabila terdiagnosis lebih awal dan ditangani dengan baik
sebelum terjadi kerusakan pada ginjal.
Prognosis buruk apabila penyakit ini disertai penyulit berupa penyakit lain
seperti diabetes mellitus (bahkan bisa menimbulkan kematian).
HIDRONEFROSIS
Definisi
Dilatasi piala dan kalik ginjal baik unilateral maupun bilateral

Etiologi
obstruksi

Patofisilogi
Aliran normal urineobstruksiterjadi aliran balik urinetekanan ginjal naekakumulasi
urine di piala ginjalmenyebabkan distensi piala dan kalik ginjalterjadi atrofi
ginjalketika salah satu ginjal mengalami kerusakan yang bertahap maka ginjal satunya
mengalami pembesaran secara bertahapfungsi renal terganggu
Tanda dan gejala
sakit pinggang, disuria, demam, pruria, hematuria

NEFRITIS
Definisi
Merupakan peradangan pada ginjal yang terjadi karena infeksi bakteri penyakit pada nefron.
Bakteri ini masuk melalui saluran pernafasan kemudian dibawa darah ke ginjal. Karena
infeksi ini nefron mengalami peradangan sehingga protein dan sel – sel darah yang masuk
bersama urine primer tidak dapat disaring dan keluar bersama urine. Selain itu, nefritis dapat
menyebabkan uremia, yaitu ureum yang masuk dalam darah melebihi kadar normal.
Terdapatnya ureum di dalam darah dapat menyebabkan penyerapan air terganggu,
selanjutnya air akan menumpuk di kaki atau organ tubuh yang lain.

Selain itu, nefritis dapat diakibatkan karena suatu reaksi kekebalan yang keliru dan melukai
ginjal. Suatu reaksi kekebalan yang abnormal bisa terjadi melalui 2 cara:

1. Suatu antibodi dapat menyerang ginjalnya sendiri atau suatu antigen (zat yang merangsang
reaksi kekebalan) menempel pada ginjal.
2. Antigen dan antibodi bergabung di bagian tubuh yang lain dan kemudian menempel pada
sel-sel di dalam ginjal.

Tanda-tanda dari nefritis adalah hematuria (darah di dalam air kemih), proteinuria (protein di
dalam air kemih) dan kerusakan fungsi hati, yang tergantung kepada jenis, lokasi dan
beratnya reaksi kekebalan.

Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit punggung, dan
udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak), mual dan muntah-
muntah. Sulit buang air kecil dan air seni menjadi keruh.

Prognosis biasanya dapat menyembuhkan dan penderita sembuh total. Namun pada beberapa
orang gejala ini berkembang menjadi kronis. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal terjadi
menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada akhirnya orang-orang
tersebut dapat menderita uremia (darah dalam air seni.Red) dan gagal ginjal

SISTITIS
Definisi
Cystitis adalah kondisi inflamasi pada vesica urinaria karena sebab apapun.
 E.coli
biasanya bakteri masuk melalui uretra, kemudian menginfeksi vesica urinaria
(ascenden). Bisa karena hygiene yang kurang atau cara membersihkan yang salah.
 Chemical cystitis
bahan kimia yang dapat menyebabkan cystitis antara lain deodorant spray yang
disemprotkan ke perineal area, atau detergent yang ditambahkan pada air mandi. Salah
satu bahan penting yang paling umum dalam menyebabkan cystitis adalah
cyclophosphamide. Bahan metabolit cyclophosphamide, acrolein adalah agen yang toxic
terhadap urothelial cells, menyebabkan kerusakan sel-sel ini dan terjadilah hemorrhagic
cystitis. Hal ini terjadi biasanya ketika cyclophosphamide diberikan intravena dalam dosis
tinggi. Episode berulang bisa terjadi akibat cystitis akut yang tidak teratasi, atau karena
resistensi organisme akibat pemakaian antibiotik jangka panjang.

Faktor predisposisi:
o stasis urine  bisa disebabkan oleh neurogenic bladder, urethral strictures, bladder
diverticulum, prostatic hypertrophy, benda asing atau neoplasma
o bladder instrumentasion kateter
o improper hygiene
o abnormal communication antara vesica urinaria dengan struktur di sekitarnya (fistula)
o penurunan resistensi lokal seperti pada diabetes melitus
o bladder trauma

Manifestasi klinis :
Apapun etiologi dari cystitis, secara umum mempunyai triad symptoms, yang
meliputi nyeri suprapubic, disuria, dan frequency. Bisa juga ditemukan gejala sistemik
meliputi demam,dan malaise. Penting juga diingat bahwa cystitis bisa diakibatkan oleh
kelainan struktural vesica urinaria yang mendasari, misalnya neurogenic bladder, bladder
outlet obstruction, calculi, tumor, cystocele.

Pemeriksaan fisik :
o nyeri tekan
o demam
Pemeriksaan penunjang:
o urinalysis
 bakteriuria
 pyuria
 hematuria
o IVU
o CT-Scan
o MRI
o USG
o sistoskopi

Tata laksana:
o Jaga kebersihan
o Cara membersihkan setelah miksi harus dari depan ke belakang
o Terapi antibiotik : nitrofurantoin, ampisilin, trimetoprim
o Obati kelainan yang mendasari  jika ada
URETRITIS
Definisi
Uretritis adalah infeksi dari uretra, yaitu saluran yang membawa air kemih dari
kandung kemih keluar tubuh. Ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Klasifikasi
Uretritis infeksiosa dibedakan berdasarakan organisme penyebab.
 Uretritis Gonokokus  disebabkan oleh N. gonorrhoeae dan ditandai dengan
disuria dan sekret mukopurulen.
 Uretritis Non Gonokokus  disebabkan oleh berbagai organisme selain N.
gonorrhoeae, terutama Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum,
Mycoplasma genitalium dan Trichomonas vaginalis. Infeksi UNG kurang invasif
dan gejalanya lebih ringan daripada uretritis gonokokus. Mungkin asimtomatis
atau mengalami disuria ringan dan sekret.

Gejala
 Uretritis Gonokokus
Sekret purulen dan berbau busuk. Periode inkubasi : 2-6 hari.
 Uretritis Non Gonokokus
Mirip dengan uretritis gonokokus namun lebih ringan. Periode inkubasi : 1-5
minggu.
Komplikasi:
 Pecahnya lesi  peradangan meatus dan disuria.
 Vesikel pada mukosa uretra.
 Kutil intrauretra  sekret uretra, disuria, sekret yang berdarah atau hematuria.

Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
Untuk mengetahui penyebabnya, bisa diambil contoh cairan yang keluar dari uretra
dan dianalisa di laboratorium.
Pengobatan
Pengobatan tergantung kepada mikroorganisme penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah bakteri, maka diberikan antibiotik.
Jika penyebabnya adalah virus herpes simpleks, maka diberikan obat anti-virus
(misalnya asiklovir).

PROSTATITIS
Definisi
Reaksi inflamasi pada kelenjar prostate yang disebabkan oleh bakteri maupun nonbakteri.

Untuk menentukan penyebab prostatitis dilakukan uji 4 tabung sesuai dengan yang dilakukan
oleh Meares (1976), yaitu:
1. 10 cc pertama adalah contoh urine yang dikemihkan pertama kali (VB1)  menilai
keadaan mukosa uretra.
2. Urine porsi tengah (VB2)  menilai keadaan mukosa kandung kemih.
3. Getah protat yang dikeluarkan setelah masase protat atau expressed prostatic secretion
(EPS)  menilai keadaan kelenjar prostat.
4. Terakhir adalah urine yang dikemihkan setelah masase prostat.

Fig. 13.1. Segmented urine cultures to localize lower tract infection in men.
Table 13.2. Interpretation of segmented urine cultures
Culture Result Interpretation
VB1 > VB2 or EPS or VB3 Urethral source
EPS and VB3 > VB1 or VB2 Prostatic source
VB2 > VB1 or EPS UTI without prostatic source
VB1 = VB2 = EPS = VB3 UTI with prostatic source

a. The first 10 mL of voided urine (VB1) represents the urethral flora.


b. The midstream specimen (VB2) represents the bladder flora.
c. The expressed prostatic secretions (EPS) obtained by massage represent the prostatic
flora.
d. The final specimen is the first 10 mL of urine voided immediately after prostatic massage
(VB3) and represents the combined flora of the bladder and prostate.

Klasifikasi
National Institute of Health, memperkenalkan klasifikasi prostatitis dalam 4 kategori, yaitu:
1. Kategori I  Prostatitis Bakterial Akut
2. Kategori II  Prostatitis Bakterial Kronis
3. Kategori III  Prostatitis NonBakterial Kronis atau Sindrom Pelvik Kronis
a) Subkategori III A  Sindroma Pelvik Kronis dengan Inflamasi
b) Subkategori III B  Sindroma Pelvik Kronis Noninflamasi
4. Kategori IV  Prostatitis Inflamasi Asimtomatik
Prostatitis Bakterial Akut
Etiologi:
 E. Coli
 Proteus
 Klebsiella
 Pseudomonas sp
 Enterobacter
 Serratia spp
Cara Masuk:
1. Ascending dari uretra
2. Refluks urine
3. Langsung dari organ-organ yang berada di sekitar (rectum) yang mengalami infeksi
4. Limfogen
5. Hematogen
Manifestasi Klinis:
 Pasien tampak kesakitan
 Demam + Menggigil
 Rasa sakit di daerah perineal
 Ada gangguan miksi
Pemeriksaan Fisik
 “Anal Touch”
 Prostat teraba membengkak
 Hangat
 Nyeri
 Tidak diperbolehkan melakukan masase prostate untuk mengeluarkan getah
kelenjar prostate  dapat menimbulkan rasa sakit dan memacu terjadinya
bakteriemia
 Jika tidak ditangani dengan baik  Abses Prostat  Urosepsis
Terapi:
 Antibiotik yang peka terhadap kuman infeksi  golongan fluoroquinolone,
kotrimoksazol, dan golongan aminoglikosida
 Pemasangan kateter suprapubik jika terjadi gangguan miksi sehingga menimbulkan
retensi urine

Prostatitis Bakterial Kronis


Etiologi:
Infeksi saluran kemis yang sering kambuh
Gejala:
 Disuria
 Urgensi
 Frekuensi
 Nyeri perineal
 Kadang-kadang  nyeri saat ejakulasi atau hematospermi
Pemeriksaan Fisik
 “ Rectal Touch”  teraba krepitasi  tanda kalkulosa prostate
Terapi:
 Antibiotic  Kotrimoksazol, dosisiklin, minosiklin, karbenisiklin dan
fluoroquinolone

Prostatitis NonBakterial atau Sindroma Pelvik Kronis


- reaksi inflamasi kelenjar prostate yang belum diketahui penyebabnya
 Subkategori IIIA
- tidak tampak adanya kelainan pemeriksaan fisik
- pada uji 4 tabung, tidak didapatkan pertumbuhan kuman
- ada dugaan penyebab inflamasi adalah ureaplasma urealitikum atau Chlamidia
trachomatis
- terapi: minosiklin, dosisiklin, atau eritromisin selama 2-4 minggu
 Subkategori IIIB
- dulu dikenal dengan nama prostatodinia
- ada nyeri pelvis yang tidak berhubungan dengan keluhan miksi
- sering terjadi pada usia 20-45 tahun
- pada uji 4 tabung, tidak ditemukan adanya bakteri penyebab infeksi maupun sel-
sel penanda proses inflamasi
- ada hubungannya dengan factor stress
- Terapi : obat penghambat adrenergic alfa  dapat mengurangi keluhan miksi

Prostatitis Inflamasi Asimptomatik


Secara klinis  tidak menunjukkan adanya keluhan maupun tanda dari suatu prostatitis
Proses inflamasi pada prostate dapat diketahui dari analisis semen dan jaringan prostate
yang didapatkan pada biopsy maupun pada saat operasi prostate
Tidak memerlukan terapi

II. Prostatitis Bakterial Akut


Etiologi:
 E. Coli
 Proteus
 Klebsiella
 Pseudomonas sp
 Enterobacter
 Serratia spp
Cara Masuk:
1. Ascending dari uretra
2. Refluks urine yang terinfeksi dari dalam duktus prostatikus
3. Langsung atau secara limfogen dari organ-organ yang berada di sekitar
(rectum) yang mengalami infeksi
4. Hematogen
Manifestasi Klinis:
 Pasien tampak kesakitan
 Demam + Menggigil
 Rasa sakit di daerah perineal
 Ada gangguan miksi
Pemeriksaan Fisik
 “Anal Touch”
 Prostat teraba membengkak
 Hangat
 Nyeri
 Tidak diperbolehkan melakukan masase prostate untuk mengeluarkan
getah kelenjar prostate  dapat menimbulkan rasa sakit dan memacu
terjadinya bakteriemia
 Jika tidak ditangani dengan baik  Abses Prostat  Urosepsis
Terapi:
 Antibiotik yang peka terhadap kuman infeksi  golongan fluoroquinolone,
kotrimoksazol, dan golongan aminoglikosida. Setelah keadaan membaik
antibiotika peroral diteruskan selama 30 hari.
 Pemasangan kateter suprapubik jika terjadi gangguan miksi sehingga
menimbulkan retensi urine
EPIDIDIMITIS
 Epididimitis adalah peradangan pada epididimis
 Epididimis adalah sebuah struktur yang terletak di atas dan di
sekeliling testis (buah zakar). Fungsinya adalah sebagai pengangkut,
tempat penyimpanan dan tempat pematangan sel sperma yang berasal
dari testis
 Epididimis akut bisanya lebih berat daripada epididimis kronis.
Epididimis kronis berlangsung selama lebih dari 6 minggu.
 Penyebab
Epididimitis biasanya disebabkan oleh bakteri yang berhubungan
dengan:
 Infeksi saluran kemih
 Penyakit menular seksual (misalnya klamidia dan gonore)
 Prostatitis (infeksi prostat).
Epididimitis juga bisa merupakan komplikasi dari:
 Pemasangan kateter
 Prostatektomi (pengangkatan prostat).
Resiko yang lebih besar ditemukan pada pria yang berganti-ganti
pasangan seksual dan tidak menggunakan kondom.
 Gejala
Gejalanya berupa nyeri dan pembengkakan skrotum (kantung zakar), yang sifatnya
bisa ringan atau berat. Peradangan yang sangat hebat bisa menyebabkan penderita tidak
dapat berjalan karena sangat nyeri.

Infeksi juga bisa menjadi sangat berat dan menyebar ke testis yang berdekatan.
Infeksi hebat bisa menyebabkan demam dan kadang pembentukan abses (pernanahan).

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah:


 Benjolan di testis
 Pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena
 Pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena
 Nyeri testis ketika buang air besar
 Demam
 Keluar nanah dari uretra (lubang di ujung penis)
 Nyeri ketika berkemih
 Nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi
 Darah di dalam semen
 Nyeri selangkangan.
 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Testis pada sisi yang terkena kadang membengkak. Nyeri tekan biasanya
terbatas pada daerah tertentu (tempat melekatnya epididimis).
Bisa ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di selangkangan.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
 Analisa dan pembiakan air kemih
 Tes penyaringan untuk klamidia dan gonore
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan kimia darah.
 Pengobatan
Untuk mengatasi infeksi, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan
obat pereda nyeri dan anti peradangan. Penderita sebaiknya menjalani tirah
baring dengan skrotum diangkat dan dikormpres dingin.
 Pencegahan
Pada saat menjalani pembedahan, seringkali diberikan antibiotik
profilaktik (sebagai tindakan pencegahan) kepada orang-orang yang memiliki
resiko menderita epididimitis.
Epididimitis akibat penyakit menular seksual bisa dicegah dengan cara
melakukan hubungan seksual yang aman dan terlindungi (misalnya tidak
berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom).

Anda mungkin juga menyukai