Anda di halaman 1dari 3

Siapa Dirijen OTT KPK?

Jelang tengah malam pukul 22:20, Rabu, (14/02), Jpnn.com mengeluarkan berita “Gelar OTT
Lagi, KPK Tangkap Bupati Lampung Tengah.” Berselang 29 menit cnnindonesia.com juga
menerbitkan berita “KPK Tangkap Bupati Lampung Tengah, Cagub Jagoan NasDem.” Tidak
ketinggalan Kumparan.com hampir serupa mengeluarkan berita “KPK Tangkap Bupati
Lampung Tengah” walaupun akhirnya diralat beberapa menit setelahnya (pukul 22:32).
Berturut-turut media daring lainnya pun menurunkan berita yang hampir serupa.

Cukup menarik, Metrotvnews.com diselang waktu yang hampir sama juga mengetengahkan
berita “Bupati Lampung “Tengah Dikabarkan Ditangkap KPK” namun akhirnya di ganti
dengan “Sejumlah Orang Di Lampung Tengah Ditangkap KPK.” Publik seringkali
mengidentikkan Metro TV (Grup Media) dengan Partai NasDem.

Heboh berita penangkapan pejabat petahana yang akan maju kembali di pilkada serentak
2018 memang sedang menjadi perhatian media massa. Nampaknya setelah Zumi Zola
(Jambi), Marianus Sae (Ngada), dan Imas Aryumningsih (Subang), media terus mengejar
calon kepala daerah yang “akan ditangkap.” Maka ketika KPK melaksanakan OTT di
Lampung Tengah pun, segera media memberitakan seolah ada kepala daerah yang juga
tertangkap.

Menjadi semakin menarik memperhatikan bagaimana media massa daring menggunakan


narasumber rahasia dalam penangkapan Bupati Lampung Tengah yang sedang maju dalam
Pilkada Gubernur Lampung. JawaPos (JPNN) misalnya menyebutkan bahwa yang
mengkonfirmasi penangkapan Bupati Lampung Tengah adalah “sumber JawaPos.com di
Jakarta”. Lalu CNNIndonesia.com, menyebutkan “sumber CNNIndonesia.com di KPK”
sedangkan Kumparan.com menyebutnya “informasi dari seorang sumber.”

Dengan gaya yang sedikit berbeda, liputan6.com membuat judul “KPK OTT di Lampung
Tengah, Bupati Disebut Ikut Terjaring” walaupun isi beritanya berupa bantahan dari Juru
Bicara KPK, Febri Diansyah. Bantahan dari nama yang ditulis terakhir ini memang juga
dikutip oleh media-media yang menggunakan narasumber rahasia.

Narasumber Rahasia
Penggunaan narasumber yang dirahasiakan oleh jurnalis memang dibolehkan bahkan
dilindungi oleh hukum. Di Indonesia sendiri anonimitas narasumber di era order baru telah
terbukti mampu membongkar borok pemerintahan tanpa harus mempublikasikan
narasumber. Tidak ada pelanggaran etik dan hukum ketika jurnalis secara ketat
menggunakan informasi dari narasumber yang dirahasiakan.

Namun demikian penggunaan informasi dari narasumber rahasia yang terlalu sering juga
menjadi masalah tersendiri. Setidaknya kredibilitas media akan sangat dipertanyakan jika
terlalu sering menggunakan informasi demikian. Karena itu, Bill Kovach (2001) mengajukan
syarat tegas yang selayaknya digunakan jurnalis; “keanoniman akan batal dan nama mereka
akan kita buka ke hadapan publik, bila kelak terbukti si sumber berbohong atau sengaja
menyesatkan kita dengan informasinya,” Atau perintah Ben Bradle (Washington Post)
kepada Bob Woodward dalam All President’s Men untuk menambahkan anonim lain yang
memberi verifikasi informasi kurang lebih sama. Pertanyaanya apakah jurnalis yang
memberitakan penangkapan Bupati Lampung Tengah telah mengajukan syarat demikian?

Kita masih ingat bagaimana Jawapos.com (keluarga JPNN) akhirnya minta maaf karena
membuat berita “Diduga, Mobil Menko Kemaritiman Luhut Digeledah Petugas KPK,” pada 6
Februari lalu. Alasan Jawapos saat itu adalah karena terburu-buru. Namun untuk media
sekelas CNN yang membuat kantor di Indonesia penggunaan informasi dari narasumber
anonim bukan perkara sesederhana permintaan maaf ala Jawapos. Walaupun berita
penangkapan kepala daerah Lampung Tengah akhirnya di ralat dengan informasi dari
narasumber KPK, CNNIndonesia telah ikut serta dalam orkestra informasi yang disesatkan
narasumber. Demikian pula Metrotvnews.com yang meralat berita “Bupati Lampung Tengah
Dikabarkan Ditangkap KPK” dengan “Sejumlah Orang di Lampung Tengah Ditangkap KPK.”

Dalam era media daring, kecepatan pemberitaan memang menjadi keunggulan bagi media.
Semua berlomba untuk dapat memberi informasi secepat mungkin. Dalam kondisi demikian
maka memperoleh informasi dari narasumber yang tepat dan cepat menjadi tantangan
tersendiri. Sukurlah bahwa ada adagium pemberitaan media siber bahwa berita di media
siber dapat tetap dimuat walaupun belum terverifikasi oleh subjek berita karena alasan
tertentu. Namun dengan catatan berita yang dimuat harus memberikan penjelasan bahwa
berita yang dimuatnya masih memerlukan verifikasi lebih lanjut.

Sayangnya, dua media yang pertama kali memberitakan penangkapan Bupati Lampung
Tengah sama sekali tidak memberi penjelasan tentang belum dikonfirmasinya Subjek
(Mustafa, Bupati Lampung Tengah) atau orang terkedatnya yang diberitakan ditangkap.
JPNN.com bahkan dengan sangat yakin memberi detail inisial nama-nama orang orang
ditangkap dan sudah berada di KPK dengan mengutip narasumber yang juga masih anonim.
Walaupun dengan catatan “Namun, pimpinan KPK ataupun juru bicaranya, Febri Diansyah
belum merespon konfirmasi soal OTT itu.” Hal serupa juga dilakukan CNNIndonesia.com
dengan menambahkan pernyataan Saut Situmorang “Bentar, aku cek.” Demikian juga yang
dilakukan oleh kumparan.com sebelum akhirnya menurunkan ralat beritanya.

Ralat di media daring memang mudah dilakukan dan semestinya dilakukan dengan jujur dan
bertanggung jawab. Menghilangkan berita asal yang telah diralat justeru membuat pembaca
media tersebut akan menjadi bersyakwasangka. Tentu pembaca di Indonesia masih
berharap media massa yang cepat dan akurat dalam membuat berita. Karenanya
kedisiplinan memverifikasi menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalis dan itu harus didorong
oleh masyarakat.

Narasumber KPK
Dalam pemberitaan penangkapan OTT yang dilakukan KPK seringkali pembaca disuguhkan
narasi yang berasal dari narasumber yang dirahasiakan. Hal ini khususnya OTT yang terjadi
di luar Jakarta dan sekitarnya. Dengan istilah “narasumber di KPK,” “narasumber di Jakarta,”
“narasumber yang dapat dipercaya,” dan ragam penyebutan lain yang intinya rahasia.
Penyebutan nama terduga yang ditangkap tanpa menyaksikan atau memperoleh
keterangan langsung dari orang tertangkap dan hanya mengandalkan informasi dari
narasumber rahasia adalah masalah tersendiri. Ketidakdisiplinan verifikasi ini bukan tidak
mungkin malah akan trial by the press.
Namun jika dilihat setting yang tampak dari pemberitaan OTT dengan narasumber rahasia
adalah “menempelnya” jurnalis dalam operasi rahasia (OTT) yang dilaksanakan KPK. Entah
sebagai sebuah kebetulan atau memang jurnalis selalu menempel dalam OTT KPK, dari
kecepatan publikasi pemberitaan, masyarakat dapat dengan mudah menyimpulkan adanya
informasi langsung dari narasumber di dalam KPK yang memang memberi informasi terkait.

Korupsi memang diakui menjadi salah satu masalah besar yang masih harus diselesaikan
sebagai pekerjaan rumah bangsa ini. Dengan dalih “kepentingan publik” mungkin dapat
dibenarkan segala upaya untuk pemberantasan korupsi termasuk salah satunya
memberitakan penangkapan pelaku korupsi ke publik. Efek jera yang selalu digaungkan
aparat hukum mungkin juga menjadi alasan mengapa berita penangkapan pelaku korupsi ini
menjadi daya tarik pemberitaan media massa.

Namun penyebutan nama orang tanpa verifikasi tentu akan sangat mungkin mencelakai
orang yang disebut. Bukan cuma orang yang disebut, mungkin juga keluarga, karib dan
orang lain yang terhubung dengannya pun akan menjadi sasaran “kepentingan publik”
selanjutnya. Maka itu verifikasi mutlak diperlukan tanpa kompromi.

Sudah terlalu sering kita melihat berita orang ditangkap KPK dengan hanya bersumber dari
informasi narasumber yang dirahasiakan. Diujungnya, memang akan ada Juru bicara atau
pejabat KPK yang akan beri verifikasi. Namun Communication is irreversible, nama baik
orang yang terlanjur diberitakan negatif sudah rusak. Ralat berita hanya dapat sedikit
mengalau daya rusaknya.

Untuk itulah penting bagi masyarakat untuk dapat memperoleh informasi terverifikasi.
Jurnalis jangan dulu menuliskan nama orang sebelum terverifikasi dan narasumber rahasia
harus dipublikasikan jika memang informasi yang disampaikannya diyakini. Kalau memang
“orang dalam KPK” yang memberi informasi bagi jurnalis, jangan bersembunyi dibalik
anonimitas merusak kredibilitas orang lain.

Anda mungkin juga menyukai