Anda di halaman 1dari 38

Bunga Rampai

Forum Peneliti Muda Indonesia


2017
i Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017


Diterbirkan di Bandung oleh
Penerbit ITB
Jalan Ganesha 10 Bandung
Anggota Ikapi No. 043/JBA (1)
Telp: 022-2504257, Faks: 022-2534155
Email: itbpress@penerbit.itb.ac.id

ISBN 978-602-5417-37-5

Editor Utama: Ketut Wikantika


Editor: Farah Nafisa Ariadji dan Prila Ayu Dwi Prastiwi
Penelaah Makalah: Ketut Wikantika, Fenny M. Dwivany, Deni Suwardhi, Neni Nurainy,
Topik Hidayat, Novriana Sumarti, Karlia Meitha, Sastia Prama Putri, Husna Nugrahapraja,
Intan Muchtadi-Alamsyah
Desain Sampul: Tombayu Amadeo Hidayat
Cetakan Pertama: Oktober 2017

Forum Peneliti Muda Indonesia (ForMIND)


http://www.formind.or.id

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak
Sebagaian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin penerbit

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA


1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran. Hak Cipta dan Hak Terkait
sebagaimana pada ayat(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
ii Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Kata Pengantar
Setiap tanggal 28 Oktober, Forum Peneliti Muda Indonesia (ForMIND)
melaksanakan kegiatan pertemuan tahunannya. Tahun 2017 ini, kegiatan ForMIND
dipusatkan di Sorong, Papua Barat. Adalah sebuah hal yang sangat menyenangkan
akhirnya kegiatan ForMIND dapat dilaksanakan di wilayah Indonesia Timur, di
Tanah Papua. Kegiatan ForMIND tahun 2017 agak berbeda dengan kegiatan
sebelumnya karena diisi dengan pelaksanaan International Conference bekerjasama
dengan Center for Remote Sensing (CRS) dan Kelompok Keilmuan Penginderaan
Jauh dan Sains Informasi Geografis, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,
Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain itu kegiatan rutin yang dilakukan adalah
penerbitan Buku Bunga Rampai ForMIND.
Untuk penerbitan tahun 2017 ini kontribusi penulis dari berbagai lembaga dan
perguruan tinggi semakin beragam yang berasal dari dalam dan luar negeri. Para
penulis berasal dari lembaga riset seperti Biofarma, perguruan tinggi selain ITB
yang berpartisipasi adalah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas
Padjajaran, Universitas Riau, Universitas Yasri, UIN Ar-Raniry, Universitas
Hasanuddin. Sedangkan dari luar negeri adalah Universitas Osaka (Jepang) dan
Universitas Strasbourg (Perancis). Bidang ilmu dalam makalah juga semakin
beragam mulai dari bidang kesehatan, biologi, geomatika, penginderaan jauh,
lingkungan, biodiversitas, farmasi bahkan rekayasa keuangan dan sosial-politik. Ini
menunjukkan bahwa buku Bunga Rampai ForMIND menunjukkan identitasnya
sebagai salah satu sumber alternatif referensi berbagai macam bidang keilmuan dan
aplikasinya saat kini dan ke depan di Indonesia. Paling lambat tahun depan,
diharapkan para penulis bisa bekerjasama dalam melakukan riset dan selanjutnya
dapat berkontribusi makalah yang menunjukkan hasil dari kerjasama riset tersebut.
Kami ucapkan terimakasih banyak kepada semua para kontributor atas makalahnya,
para reviewer, dan para editor sehingga Buku Bunga Rampai ForMIND dapat
diterbitkan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Sekali lagi kami
mengundang partisipasi rekan-rekan semua, para peneliti untuk menyumbangkan
makalahnya pada penerbitan Buku Bunga Rampai tahun 2018. Semoga buku ini
memberi manfaat kepada para insan peneliti, pendidik, praktisi, pemerintah,
lembaga lain serta industri khususnya yang ada di Indonesia.
Bandung, 28 Oktober 2017

Ketut Wikantika
Editor Utama
iii
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Daftar Isi

Review Article
Pentingnya Data Pisang Indonesia ................................................................... 1
Long noncoding RNA (lncRNA) pada Tumbuhan............................................. 8
Aplikasi Pendekatan Metabolomik untuk Ilmu Tanaman .............................. 24
Aplikasi Pendekatan Metabolomik untuk Ilmu Pangan dan Mikrobiologi .... 39
Analisis Hasil Metode Pencarian Potensi Minyak Bumi dengan Teknologi
STeP (Sub-Terrain Prospecting) (Studi Kasus: Blok Lampung).................... 51
Peranan Teknologi Penginderaan Jauh Pada Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
........................................................................................................................ 67

Article
Penerapan Real Option Analysis dengan Perubahan Volatilitas dalam
Menentukan Nilai Proyek Pertambangan ....................................................... 88
Penentuan Porsi dalam Skema Profit-Loss Sharing Investasi Syariah ......... 104
Resonansi: Suatu Perspektif Dalam Kajian Gerakan Politik-Keagamaan
Ikhwanul Muslimin Di Indonesia ................................................................. 115
Kajian Faktor Kesiapan Lingkungan Dalam Rangka Peningkatan
Implementasi E-Goverment Indonesia Yang Lebih Baik ............................. 138
Biosintesis Nanopartikel Perak Menggunakan Ekstrak Metanol Daun
Kemangi (Ocimum Citriodorum) ................................................................. 150
Pengembangan Vaksin Hepatitis B Generasi Ke Tiga dan Vaksin Terapi
Berbasis Protein Rekombinan Subunit Indonesia ........................................ 162
Polimorfisme Gen N-Asetiltransferase 2 (NAT2) dan Implementasi
Farmakogenomik dalam pengobatan Tuberkulosis ...................................... 177
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Batang Tumbuhan Sarang
Semut (Myrmecodia Pendens Merr. & L. M. Perry) Terhadap Pseudomonas
Aeruginosa Dan Staphylococcus Aureus ...................................................... 187
Aplikasi Smartphone dalam Pembelajaran Biologi...................................... 198
Budaya Ekologi Suku Talang Mamak Dalam Pengelolaan Hutan ............... 207
Pemetaan Bangunan Tiga Dimensi Untuk Pemodelan Jalur Evakuasi Darurat
...................................................................................................................... 215
iv Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Teknik Pencocokan Citra dalam Fotogrametri untuk Dokumentasi Cagar


Budaya .......................................................................................................... 234
Pemanfaatan Teknologi Light Detection And Ranging (Lidar) Dalam
Pemodelan Banjir Akibat Luapan Air Sungai .............................................. 254
Identifikasi Kerusakan Pasca Gempa Menggunakan Metode Object Based
Image Analysist(OBIA) (Studi Kasus: Pidie Jaya, Aceh) ............................ 271
Identifikasi dan Estimasi Biomassa Hutan Mangrove dengan Menggunakan
Citra Landsat (Studi Kasus : Kabupaten Subang, Jawa Barat) .................... 284
67 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Review Article
Peranan Teknologi Penginderaan Jauh Pada
Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
Tri Muji Susantoro1,2* dan Ketut Wikantika1,3,4
1
Center for Remote Sensing (CRS), Institut Teknologi Bandung (ITB)
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
“LEMIGAS”
3
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB)
4
ForMIND Institute (Indonesian Young Researcher Forum)
*)
E-mail: trimuji_s@yahoo.com

Abstrak

Penginderaan jauh berkembang pesat sejak tahun 1972 dengan diluncurkannya satelit
Landsat. Aplikasi penginderaan jauh untuk kegiatan migas mulai saat itu juga
berkembang dengan pesat. Secara umum penginderaan jauh terbukti berperan mulai
dari tahap awal eksplorasi sampai kegiatan produksi dan monitoringnya. Paper ini
membahas mengenai pemanfaatan penginderaan jauh untuk kegiatan pemetaan
geologi dan rembesan migas dalam rangka eksplorasi migas. Pemanfaatan lain dari
penginderaan jauh dapat digunakan untuk penilaian cekungan, pemetaan awal target
eksplorasi, rona awal lingkungan sebelum kegiatan eksplorasi migas, identifikasi
potensi jebakan migas, logistic support, perencanaan jalur pipa, monitoring
lingkungan dan deformasi lapangan migas.
Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Minyak dan Gas Bumi, Satelit, Eksplorasi,
Eksploitasi, Enhanced Oil Recovery, Deformasi

Abstract

Remote sensing is growing rapidly since 1972 with the launch of Landsat satellite.
The application of remote sensing for oil and gas activities began at that time also
growing rapidly. Generally, remote sensing are evident from early stage to
production and monitoring of oil and gas activities. This paper discusses the use of
remote sensing for geological and seepage mapping within the framework of oil and
gas exploration. Remote sensing also can be used for basin reconnaissance,
preliminary mapping of exploration targets, environmental baseline assessment prior
to oil and gas exploration activities, the possibility of oil and gas traps, logistical
support, pipeline planning, environmental monitoring and oil and gas field
deformation.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 68

Keywords: Remoe Sensing, Oil and Gas, Satellite, Exploration, Exploitation,


Enhanced Oil Recovery, Deformation

1. PENDAHULUAN

Istilah “Remote Sensing atau Penginderaan Jauh” dikenalkan oleh Evelyn Pruitt pada
tahun 1950 dari US Office of Naval Research. Penginderaan jauh secara umum
didefinisikan sebagai ilmu atau seni untuk mengidentifikasi, mengamati dan
mengukur suatu obyek tanpa kontak langsung dengan obyek tersebut. Proses yang
terjadi di dalamnya termasuk deteksi dan pengukuran dari radiasi panjang gelombang
yang berbeda yang dipantulkan atau dipancarkan dari suatu obyek atau material
tertentu, yang dengannya memungkinkan untuk diidentifikasi dan dikategorikan
dalam kelas/tipe, bahan yang ada dan distribusi spasialnya (Mauger, 2014).

Sejak awal tahun 1960an sejumlah satelit beserta sensosrnya telah diluncurkan pada
orbitnya untuk mengamati dan memonitor bumi dan lingkungannya. Awalnya sensor
satelit ini digunakan untuk tujuan meteorologi. Satelit Landsat merupakan satelit
sumber daya bumi yang pertama kali diluncurkan pada bulan Juli 1972 dengan tujuan
utama untuk pemetaan dan monitoring tutupan lahan. Sampai tahun 1999 belasan
sensor satelit telah diluncurkan dari berbagai tipe untuk menyediakan data penting
dalam meningkatkan pengetahuan di bidang atmosfer, kelautan, es dan salju serta
daratan (Levin, 1999). Perkembangan sensor satelit baik sistem pasif seperti Landsat
dan SPOT serta generasinya, ASTER, IKONOS, ALOS, Quickbird, Worldview,
Orbview maupun sistem aktif seperti Radarsat, Jers, PALSAR, Sentinel dan yang
lainnya mulai berkembang pesat setelah itu.

Sejak Landsat diluncurkan kemudian diikuti dengan SPOT, JERS-1 serta yang
lainnya penginderaan jauh mulai berkontribusi dalam bidang eksplorasi migas.
Awalnya aplikasi penginderaan jauh untuk minyak dan gas bumi (migas) bertujuan
untuk aplikasi geologi (Rivereau dan Fontanel, 1976; Maruyama, 1994; Halbouty,
1980 dalam Meer dkk., 2002). Lasica (2015) dan Lehman (2014) memanfaatkan
aplikasi penginderaan jauh telah digunakan untuk kegiatan migas dalam 30 -40
dekade terakhir. Namun belum dilakukan secara luas untuk analisis bawah
permukaan. Di Indonesia penginderaan jauh untk eksplorasi migas pertama kali
digunakan pada tahun 1935 untuk pemetaan geologi dengan foto udara di Irian Jaya
(Sudrajat, 1990). Tahun 1972 dilakukan kajian interpretasi geologi dengan Landsat
di Rembang untuk mengidentifikasi Tinggian Pati, Antiklinorum Rembang dan Zona
Kendeng dengan citra komposit 754 RGB (Rivereau dan Fontanel, 1976).

Perkembangan pemanfaatan data penginderaan jauh baik sistem pasif maupun sistem
aktif untuk kegiatan migas selanjutnya dilakukan untuk semua fase kegiatan migas
mulai dari penilaian cekungan (Suliantara dkk., 2010; Manning 2017), pemetaan awal
target eksplorasi (Susantoro dan Suliantara, 2014), pemetaan rembesan alamiah
dalam rangka eksplorasi migas (Saunders dkk., 1999; Yang dkk., 2000; Meer dkk.,
2002; NASA, 2011; Abdulraziq, 2012; Joshua, 2015), rona awal lingkungan sebelum
69 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

kegiatan eksplorasi migas (Susantoro dkk., 2016), identifikasi potensi jebakan


dengan pendekatan anomali topografi (Crystiana dkk., 2014; Crystiana dkk., 2015),
analisis spektral mudvolcano (Susantoro dkk., 2016), logistic support dalam
mendukung rencana seismik 3D (Susantoro dkk., 2005), perencanaan jalur pipa
(Susantoro dan Suliantara, 2010), monitoring lingkungan akibat kegiatan migas
seperti tragedi lumpur sidoarjo (Susantoro dan Febriono, 2011; Febriono dkk., 2010),
deformasi lapangan migas (Staples dkk., 2013: Deguchi dan Narita, 2015),
monitoring Enhanced Oil Recovery (EOR) ( Ji dkk., 2016), Tumpahan minyak
(Susantoro dkk., 2010) dan permasalahan sosial pada pengembangan lapangan migas
(Crystiana dan Susantoro, 2013).

Mengingat pentingnya penggunaan data penginderaan jauh pada kegiatan migas di


Indonesia dikeluarkan regulasi berupa Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor 1519 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh dalam
Pengawasan dan Pemantauan Kegiatan Pertambangan dan Energi. Khusus untuk
kegiatan rona awal lingkungan pada kegiatan migas di Indonesia dibuat Pedoman
Tata Kerja Nomor PTK-045/BP00000/2011 (Revisi-0) tentang Environmental
Baseline Assessment (EBA) yang mengharuskan memanfaatkan data penginderaan
jauh untuk pemetaan penutup lahan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun tujuan utama dari makalah ini untuk membahas secara komprehensif peranan
penginderaan jauh dalam mendukung kegiatan migas.

2. SIKLUS KEGIATAN MIGAS

Adanya Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi
mengatur kegiatan hulu migas dan gas metana batubara, dimana kegiatan migas
merupakan usaha untuk mengambil migas melalui kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi. Eksplorasi merupakan kegiatan pencarian migas untuk memperoleh
informasi mengenai kondisi geologi dalam rangka menemukan dan memperoleh
perkiraan cadangan migas di wilayah kerja yang ditentukan. Sedangkan eksploitasi
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan migas di wilayah kerja yang
ditentukan. Kegiatan eksploitasi dilakukan mulai dari pengeboran, penyelesaian
sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan untuk
pemisahan dan pemurnian migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

Secara umum langkah-langkah dalam kegiatan migas ada tujuh tahap utama. Adapun
langkah-langkah tersebut meliputi pencarian, penyewaan lahan atau kebutuhan akses,
operasi pemboran, pengembangan dan produksi, transportasi, pengolahan dan
pengilangan serta pemasaran. Tiga tahap pertama disebut juga tahap eksplorasi,
sedangkan empat tahap terakhir disebut tahap produksi atau ekstraksi (Taylor, 2004).
Di Indonesia secara khusus untuk kegiatan migas ada 3 alur utama, yaitu resources,
reserves dan production (Gambar 1). Kegiatan eksplorasi secara umum akan
menghasilkan resources. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan survei geologi dan
geofisika, pemboran eksplorasi dan studi geologi dan geofisika. Kegiatan yang
menghasilkan reserves merupakan kegiatan transisi antara eksplorasi dan produksi.
Pada kegiatan ini dilakukan pemboran sumur deliniasi untuk memperhitung cadangan
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 70

migas, sertifikasi cadangan, penyusunan Plan of Development (PoD). Kegiatan


produksi merupakan kegiatan pengangkatan migas di bawah permukaan bumi untuk
diproduksikan secara komersial (SKK Migas, 2013).

Gambar 1. Alur pikir kegiatan migas (SKK Migas, 2013)


Pada eksplorasi migas ada tiga metode utama yang biasa digunakan/ ketiga metode
tersebut saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Adapun metode tersebut
meliputi penginderaan jauh, geofisika dan pemboran wildcat. Teknologi
penginderaan jauh pada eksplorasi migas dapat dilakukan di onshore dan offshore.
Metode ini pendekatan pendekatan interpretasi litologi dan struktur telah dapat
menemukan migas di Makran, Kirthar dan Sulaiman. Adapun di offshore metode
penginderaan jauh untuk eksplorasi migas dapat dilakukan melalui deteksi rembesan
minyak (oil seeps) dengan satelit radar (Williams, 2000).

2.1 Tahapan Kegiatan Migas di Indonesia

Di Indonesia detil kegiatan migas terdiri dari studi geologi regional, evaluasi geologi,
konsesi area, survei geologi dan geofisika, analisis/evaluasi lead dan prospek,
pemboran sumur eksplorasi dan analisisnya, analisis kelayakan dan keekonomian,
pemboran sumur pengembangan, pembangunan fasilitas dan infrastruktur dan
produksi hidrokarbon serta peningkatan rasio pengambilan migas melalui Enhanced
Oil Recovery (EOR) dan terakhir penutupan lapangan melalui reklamasi/
decommisioning atau dialihkan untuk pemanfaatan lainnya.
Tahap awal untuk mendapatkan wilayah kerja migas baru di Indonesia dilakukan
melalui studi geologi regional. Kajian penginderaan jauh, geologi dan geofisika
dilakukan untuk mengidentifikasi potensi adanya migas. pada kajian ini diharapkan
dapat mengidentifikasi potensi batuan sumber (sources rock), kematangan batuan,
migrasi migas, batuan reservoir dan tudung (seal). Adanya Seepages memperkuat
indikasi telah terbentuknya migas di wilayah yang dikaji. Potensi migas ditunjukkan
dengan adanya reservoir batu pasir atau batugamping, adanya batuan induk yang
71 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

berupa shale dan serpih yang diperkirakan sudah matang, adanya model-model
perangkap dan tudung (seal) serta diperkirakan migrasi sudah berjalan. Pengambilan
wilayah kerja secara kelembagaan dilakukan melalui kontrak dengan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.

Survei dan kajian geologi dan geofisika dilakukan untuk menentukan target
eksplorasi. Pemetaan lead dan prospek dilakukan untuk memperkirakan volume
inplace resources. Keyakinan geologi (Geological Chance Factor/GCF) dilakukan
untuk membuat ranking target pemboran. Penginderaan jauh pada tahap ini berperan
untuk pemetaan rembesan, perencanaan survei lapangan dan pemetaan geologi.
Pemboran eksplorasi (wildcat) biasanya dilakukan pada prospek volumenya dan
GCF besar . Pada rencana pemboran penginderaan jauh berperan untuk memetakan
rute dalam mobilisasi alat berat ke lokasi pemboran. Apabila ditemukan migas yang
mengalir, bukan hanya indikasi (shows) maka dilakukan pemboran delineasi untuk
menghitung total cadangan (reserves).

Analisis keekonomian dan kelayakan hasil pemboran diperlukan untuk dapat


diproduksikan atau dikenal dengan istilah Plan of Development (PoD). PoD
merupakan rencana pengembangan satu atau lebih lapangan migas secara integrasi
dalam rangka memproduksikan cadangan hidrokarbon yang optimal dengan
mempertimbangkan keteknikan, keekonomian dan aspek Health, Safety and
Environment (HSE) (Wahyono, 2003). PoD untuk lapangan pertama di suatu wilayah
migas harus mendapat persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(Undang-Undang No 22 tahun 2001, pasal 21). Pemboran sumur pengembangan,
fasilitas dan infrastruktur merupakan hal mutlak yang dilakukan dalam
pengembangan lapangan. Perencanaan kegiatan tersebut tercantum dalam PoD.
Kegiatan ini terdiri dari pembangunan fasilitas produksi baik di onshore maupun
offshore. Fasilitas tersebut berupa pembangunan jalur pipa, tempat penyimpanan
hidrokarbon, fasilitas pembuangan, jalan untuk mobilisasi personnil dan peralatan
dan fasilitas pendukung lainnya.

Pada awal produksi, energi untuk mengangkat hidrokarbon terpenuhi secara alamiah
dari bawah permukaan bumi, misalnya karena tekanan yang tinggi (primary
production). Energi di dalam bumi secara alamiah akan mengalami penurunan
sehingga diperlukan energi lain untuk mengangkat hidrokarbon. Biasanya pada
kondisi ini dilakukan injeksi dengan fluida, gas alam atau air. Proses ini dilakukan
untuk memelihara tekanan dari reservoir (secondary recovery process). Tertiary
recovery processes diperlukan apabila proses kedua tidak berjalan efektif dengan
mempertimbangkan kondisi reservoirnya. Proses ketiga ini disebut Enhanced Oil
Recovery (EOR). EOR dapat dilakukan dengan empat kategori, yaitu miscible
flooding processes dengan miscible displacement termasuk didalamnya single
contact dan multiple contact miscible processes; chemical flooding processes dengan
polimer, micellar polimer atau alkaline flooding; thermal processes dengan air
panas, steam dan pembakaran in situ; dan microbial processes menggunakan
mikroorganisme (Terry, 2001).
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 72

Akibat eksploitasi migas dan EOR dapat terjadi deformasi permukaan lapangan
migas. deformasi tersebut dapat dilakukan pemantauan dengan penginderaan jauh.
Estimasi deformasi ini dilakukan berdasarkan citra penginderaan jauh gelombang
mikro yang berpasangan (Francescheti dan Lanari, 1999). Adapun setelah masa
eksploitasi/produksi berakhir dilakukan penutupan lapangan dan reklamasi.
Reklamasi diperlukan untuk mengembalikan kondisi habitat dan ekosistemnya.
Reklamasi merupakan suatu tindakan usaha untuk mendatangkan manfaat dengan
pembaharuan atau pemulihan lahan atau air yang diakibatkan dari eksplorasi atau
pengembangan mineral, pertambangan atau tempat operasi pengolahan dan
pembuangan sampah dengan jalan mencegah atau mengontrol kerusakan lingkungan
secara in situ dan eks situ (Andersen dkk., 2009). Pemanfaatan penginderaan jauh
pada reklamasi migas digunakan untuk memetakan kondisi awal sebelum adanya
kegiatan eksplorasi, kondisi vegetasi pada saat reklamasi dan perubahan temporalnya.
Adapun tahap kegiatan migas secara detil dapat dilihat pada Gambar 2.
73 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Gambar 2. Tahapan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia


(dimodifikasi dari Maruyama, 1994).
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 74

3. PEMETAAN GEOLOGI
Pemahaman geologi sangat penting untuk pembangunan wilayah agar lebih terencana
dan berhasil (Susantoro, 2009). Pada kegiatan migas pemetaan geologi permukaan
menjadi langkah awal dalam kegiatan eksplorasi. Perkembangan penginderaan jauh
secara menerus dari tahun 1970an mulai dari Landsat MSS, TM, SPOT dan sistem
radar telah digunakan untuk memetakan geologi dan identifikasi prospek migas.
Khusus citra radar dan SAR telah dapat digunakan untuk menajamkan ekspresi
bawah permukaan bumi. secara umum aplikasi penginderaan jauh menjadi kunci
sukses dalam eksplorasi hidrokarbon dengan integrasi data lainnya seperti seismik,
sumur, graviti dan magnetik (Yang dkk., 2000). Pada proses pemetaan geologi
dengan memanfaatkan data penginderaan jauh dapat dilakukan melalui interpretasi
secara visual maupun digital.

3.1 Interpretasi Geologi secara Visual

Interpretasi geologi secara visual dengan foto udara atau citra penginderaan jauh
secara umum ada 4 tahapan, yaitu 1) deteksi kenampakan obyek pada citra
berdasarkan resolusi spasial, pola pantulan dan emisi panjang gelombang yang
digunakan; (2) pengenalan dan identifikasi obyek, dimana kenampakan yang diamati
diidentifikasi dan dikelaskan sebagai kategori yang diketahui; (3) proses interpretasi
sebagai analisis berdasarkan pola yang dibentuk pada kenampakan obyek. Pada tahap
ini citra hasil analisis didelineasi berdasarkan karakteristik tertentu yang tampak
secara individual. Hal ini diklasifikasikan berdasarkan kategori yang diketahui; (4)
proses akhir interpretasi untuk memastikan dan mengidentifikasi semua area dengan
klas-klas. Pada banyak kasus metode induksi dan deduksi dilibatkan pada hasil final
dan pada tahap ini cek lapangan harus dilakukan (Verstappen, 1978).
Interpretasi geologi secara manual/visual teknisnya ada dua tahap. Pertama dilakukan
interpretasi batas perlapisan (bedding) yang jelas dan tegas. Tujuannya agar saat
melakukan penarikan garis batas perlapisan batuan tidak terjadi kekacauan arah batas.
Hasilnya didetilkan dengan penarikan garis putus-putus pada bedding yang tidak jelas
dengan arah trend geologi mengikuti bedding yang telah ditarik pertama. Garis putus
– putus bedding menunjukkan bahwa bedding yang ditentukan masih diperkirakan
sekaligus untuk menandai perbedaan satuan unit. Interpretasi struktur pada tahap ini
berupa penarikan kelurusan kelurusan yang ada. Biasanya untuk kekar, kelurusan
yang ada relatif pendek, sedangkan untuk sesar relatif panjang. Tahap kedua
merupakan tahap interpretasi analisis, yaitu untuk studi batuan dan studi struktural
(Setiawan, 2004).

3.2 Pengolahan Data Penginderaan Jauh pada Interpretasi Geologi

Pengolahan data penginderaan jauh untuk menajamkan kenampakan geologi dapat


dilakukan dengan metode komposit warna (Red Green Blue=RGB), Optimum Index
Factor (OIF), Principle Component Analysis (PCA), model topografi, tumpangsusun
data penginderaan jauh aktif dan pasif, penisbahan saluran (band ratio) dan filtering
untuk menajamkan batas tepi dan kelurusan (lineament). Prinsip dasar pengolahan
75 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

dan analisis data penginderaan jauh dilakukan untuk menajamkan kenampakan suatu
bentuk secara lebih jelas, penyajian grafis atau analisis kuantitatif dan penggunaan
karakteristik warna atau tone dalam rangka membuat variabel dari peta topografi dan
atau mengekstrak banyak informasi dari citra penginderaan jauh (Bjornerud dan
Boyer, 1996).

Pengolahan data penginderaan jauh dengan citra komposit warna 457 RGB dan PCA
dapat dilakukan untuk menghasilkan peta bentuklahan, litologi dan struktur geologi
untuk pencarian awal jebakan migasi (Franto, 2003). Pemetaan geologi dengan
metode OIF pada Landsat TM untuk menghasilkan komposit warna 457 RGB dan
filter undirectional dan directional dapat dilakukan untuk mempertegas kelurusan
dan satuan batuan (Setianto, 2003). Aplikasi penginderaan jauh untuk pemetaan
geologi dapat dilakukan dengan kombinasi data penginderan jauh sistem aktif dan
pasif (Havid, 1998), Pengolahan data Digital Elevation Model (DEM) dapat
dilakukan dengan teknik shaded relief jika tidak tersedia data penginderaan jauh
(Sarapirome dkk., 2002), pengolahan DEM dari data penginderaan jauh untuk
analisis geomorfologi (Kamp dkk., 2003) atau ekstraksi secara otomatis dengan
klasifikasi berbasis obyek dari data penginderaan jauh sistem aktif (Gloaguen dkk.,
2007).

Pengolahan PCA untuk pemetaan geologi bertujuan untuk meningkatkan sebaran


data melalui pendistribusian kembali dengan setting yang lain pada multidimensi
ruang dengan memaksimalkan pemisahan perbedaan pada data (Drury, 1987).
Adapun hasil pada Landsat TM menunjukkan citra PC pertama merupakan 97%
variasi dari enam saluran (3 saluran tampak dan 2 saluran inframerah) dengan
didominasi oleh topografi, sedangkan Citra PC kedua didominasi oleh perbedaan
albedo yang berkorelasi antar saluran (Sabin, 1987). Citra pertama mempunyai
kontras yang besar dan kualitasnya tinggi sehingga baik untuk penajaman tepi dan
interpretasi struktur (Drury, 1987). Adapun citra PC ketiga secara umum merupakan
gambaran perbedaan kelas vegetasi (Short, 2008).

Penisbahan saluran (band ratio) merupakan salah satu metode yang sering digunakan
pada pemetaan geologi. Metode ini dilakukan dengan kombinasi antar saluran
melalui perbandingan untuk menghasilkan nilai digital yang baru (Drury, 1987).
Secara khusus metode ini digunakan untuk mengekspresikan informasi tertentu.
Beberapa perbandingan yang sering digunakan seperti pada Landsat TM
perbandingan saluran 3 dan saluran 1 menajamkan oksida besi (Ouattara dkk., 2004);
perbandingan saluran 5 dengan saluran 7 untuk menajamkan mineral lempung (Sabin
1987). Penggunaan band ratio dapat dikombinasikan dengan komposit warna, seperti
band ratio 3/1, 5/7 dan 3/5 (RGB) pada Landsat TM lebih mengekspresikan informasi
geologi dan mempunyak kontras yang besar diantara unit batuan dibandingkan
dengan citra komposit konvensional maupun OIF (Sabin, 1987). Adapun logaritma
yang sering digunakan pada pemetaan geologi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel
2.
Tabel 1. Algoritma yang Sering Digunakan dalam Pemetaan Geologi dan
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 76

Mineral pada ASTER


1 Ferric Ion 𝐵2 Rowan & Mars,
(Fe3+) 𝐵1 2003
2 Ferrous Iron 𝐵5 𝐵1 Hewson dkk.,
(Fe2+) + 2001, 2004
𝐵3 𝐵2
3 Ferric Oxides 𝐵4 Hewson dkk.,
𝐵3 2001, 2004
4 Amphibole 𝐵6 Bierwith, 2002
𝐵8
5 Dolomite 𝐵6 + 𝐵8 Ninomiya, 2002
𝐵7
6 Carbonate 𝐵13 Hewson dkk.,
𝐵14 2001, 2004
7 Kaolinite 𝐵7 Hewson dkk.,
𝐵5 2001, 2004
8 Clay 𝐵5𝑥𝐵7 Bierwith, 2002
𝐵6𝑥𝐵6
9 Alteration 𝐵4 Volesky dkk.,
𝐵5 2003
10 Host Rock 𝐵5 Volesky dkk.,
𝐵6 2003
11 Quartz-rich 𝐵14 Rowan & Mars,
rocks 𝐵2 2003
12 Silica 𝐵11 𝑥 𝐵11 Bierwith, 2002
𝐵10/𝐵12
𝐵11 𝐵11 𝐵13 Hewson dkk.,
atau atau
𝐵10 𝐵12 𝐵10 2001, 2004

Tabel 2. Indeks-Indeks yang Sering Digunakan dalam Pemetaan Geologi dan


Mineral pada Landsat
No Indeks Band/Ratio Referensi
1 Indeks Mineral Lempung 𝑆𝑊𝐼𝑅 𝐼 Drury, 1987, Sabins,
(SRCI/Simple Ratio Clay Index) 𝑆𝑊𝐼𝑅 2 1987
2 Normalized Difference Clay Index 𝑆𝑊𝐼𝑅 𝐼 − 𝑆𝑊𝐼𝑅 2
(NDCI) 𝑆𝑊𝐼𝑅 1 + 𝑆𝑊𝐼𝑅 2
3 Indeks Oksida Besi 𝑅𝑒𝑑 Drury, 1987
𝐵𝑙𝑢𝑒
4 Indeks Mineral Ferrous 𝑆𝑊𝐼𝑅 𝐼 Drury, 1987
𝑁𝐼𝑅
Penggunaan data ASTER semakin memungkinkan untuk mengenali komposisi
77 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

mineral secara spesifik (Everett dkk., 2002). Pemanfaatan data Hyperspektral untuk
pemetaan geologi dapat lebih detil untuk memetakan material di permukaan dan sang
penting untuk eksplorasi mineral atau alterasi batuan. Gambar 3 dan Gambar 4
merupakan contoh-contoh interpretasi geologi dari berbagai citra penginderaan jauh.

a. Landsat TM 123 b. Peta Geologi c. Citra TM Band Ratio


(normal color image) 5/7

d. Citra TM Band Ratio e. Citra TM Band Ratio f. Citra Hyperspektral;


5/7, Warna Merah Kaya 3/1, Warna Merah Biru= Illite, Hijau=
akan Alunite dan Clay Berkorelasi dengan Alunite, Merah=
Batuan Alterasi Kaolinite, Kaolinite +
Alunite= Kuning dan
Kaolinite + Illite= Hijau
Gambar 3. Contoh Pemetaan Geologi/Mineral di Goldfield, Nevada dengan Landsat dan
Hyperspektral (Sabins, 1999)

Gambar 4. Perbandingan Pemetaan Geologi Menggunakan Landsat TM dan Quickbird,


dimana Landsat TM Menghasilkan Peta Geologi yang lebih Baik daripada
Quickbird (Girouard dkk., 2017)
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 78

a. Komposit Warna PCA Landsat b. Komposit Warna PCA Quickbird: PC3,PC2, PC1
TM: PC3,PC2, PC1 RGB RGB

c. Peta Geologi Hasil klasifikasi d. Peta Geologi Hasil klasifikasi dengan metode
dengan metode Spectral Angle Spectral Angle Mapper (SAM) dari 8 endmember
Mapper (SAM) dari 8 endmember pada Quickbird
pada Landsat TM

4. Eksplorasi Migas Melalui Anomali Permukaan

Eksplorasi migas pada tahap awal dilakukan melalui pencarian fenomena di


permukaan bumi yang mengindikasikan adanya sumberdaya migas. Pemetaan ini
79 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

merupakan reconnaissance dengan mencari indikasi adanya migas yang berupa


rembesan, potensi batuan resevoar, batuan tudung dan batuan induk. Teknologi
penginderaan jauh efektif untuik mengkaji fenomena –fenomena permukaan yang
mendukung kegiatan eksplorasi tersebut. Akuisisi dan pengolahan data penginderaan
jauh untuk eksplorasi migas akan mengurangi resiko eksplorasi dan mengurangi
biaya (Satellite Imaging Corporation, 2016).

4.1 Anomali Kondisi Tanah dan Mineral

Fenomena permukaan yang terjadi sebagai akibat adanya migas di bawahnya berupa
peningkatan mineral lempung, peningkatan ferrous dan penurunan ferric (iron ion),
peningkatan carbon di tepi lapangan (delta carbon), radiometric, geobotany, soil gas
dan geomorphic high (Yang, 1999; Saunders dkk., 1999). Pada jangka panjang
adanya rembesan hidrokarbon menyebabkan anomali sehingga terjadi perubahan
mineral dan kimia di permukaan tanah. Bakteri mengoksidasi hidrokarbon yang
mempengaruhi pH disekitarnya. Hal ini akan mengubah kandungan mineral lempung,
oksida besi dan sulfida besi (Schumacher, 1996). Pemetaan mineral lempung dapat
dilakukan menggunakan data ASTER, Landsat ataupun hiperspektral. indeks mineral
lempung pada citra penginderaan jauh ASTER, Adapun formula yang dapat
digunakan dengan perbandingan (B4/B5)(B8/B6) untuk kaolinit, (B7/B5)(B7/B8)
untuk alunit dan (B6/B8)(B9/B8) untuk kalsit (Ninomiya, 2003; Gabr dkk., 2010).

Gambar 5. Hubungan adanya migas dengan kondisi permukaan (Yang Hong, 1999)

ASTER dapat mengidentifikasi oksida besi secara kualitatif dengan perbandingan


B2/B1 sehingga dapat diidentifikasi zona oksida besi (Rowan dan Mars, 2003).
Hidrokarbon dapat mereduksi kondisi lingkungan dengan mentransformasi ion sulfat
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 80

menjadi ion sulfida yang mengakibatkan pengurangan hematit menjadi pirit. Atom
hidrogen yang dilepaskan dari reaksi ini akan bereaksi dengan feldspars yang ada
mengakibatkan presipitasi kaolinit. Kondisi ini mendukung reaksi antara ion
bikarbonat dan ion Ca yang menyebabkan pengendapan kalsit pada pori-pori yang
terbuka setelah pengurangan dan pengangkatan hematit (Petrovic dkk., 2012).
Adapun pantulan oksida besi dan mineral lempung dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Profil pantulan pada gelombang tampak dan IR pada tanah yang berasosiasi
dengan material besi dan lempung (Soe dkk., 2005).

Perbandingan panjang gelombang 0,63 -0,69 μm dengan 0,45 -0,52 μm pada landsat
7 dapat memberikan gambaran kualitatif zona perubahan hematitic (Ouattara dkk.,
2004). Di tanah, karbondioksida yang berbentuk asam karbonat dapat bereaksi
dengan mineral lempung dan membentuk pengendapan kalsium karbonat sekunder
dan silifikasi. Pada kondisi asam dihasilkan oksidasi hidrokarbon oleh mikroba,
pelapukan secara diagenesa dari feldspar menjadi lempung, pencucian pottasium dan
elemen radioaktif dari lempung dan konversi smektit ke karbonat besi yang dikenal
dengan istilah “delta C”. Kondisi delta C pada struktur migas menunjukkan tinggi di
tepi akumulasi migas (Salati, 2014). Reaksi antara hidrogen sulfida dan oksida besi
dapat menghasilkan anomali magnetite, maghemite, pyrhotite dan greigite di
lapangan migas. Namun demikian anomali tersebut terkadang kontroversi, karena
peningkatan rasio magnetik di tanah dapat berhubungan dengan curah hujan dan
iklim (Liu dkk., 1994; Maher dan Thompson, 1992).

4.2 Anomali Kondisi Vegetasi


Rembesan migas dapat mempengaruhi kesehatan vegetasi dan menyebabkan vegetasi
menjadi stress (Li dkk., 2012). Vegetasi stress merupakan semua gangguan yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Jackson, 1986). Gangguan tersebut
merupakan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti kekurangan
nutrisi, kekurangan air, penyakit, kerusakan oleh serangga dan polusi (Sanches dkk.,
2013). Gas karbondioksida yang berlebih pada lapangan migas akan mengakibatkan
kandungan klorofil menjadi berkurang dan daun berwarna kekuningan (Lakkaraju
dkk., 2010). Berbagai indeks vegetasi telah dikembangkan untuk pemetaan vegetasi
81 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

secara umum, termasuk didalamnya untuk kesehatan vegetasi. Normalized Difference


Vegetation Index (NDVI) merupakan standar algoritma yang digunakan untuk
memetakan kuantitas dan distribusi vegetasi (Brantley dkk., 2011). Berbagai indeks
vegetasi lainnya berkembang untuk tujuan memetakan vegetasi, seperti Simpel Ratio
Index (SR), Difference Vegetation Index (DVI), Green Difference Vegetation Index
(GDVI), Green Normalized Difference Vegetation Index (GNDVI), Enhanced
Vegetation Index (EVI), Ratio Vegetation Index (RVI) dan lainnya.

Pada dasarnya analisis indeks vegetasi memanfaatkan panjang gelombang biru, hijau,
merah dan inframerah dekat. Adanya penurunan kesehatan vegetasi (seperti vegetasi
stress) akibat gangguan dari akumulasi rembesan migas ataupun gangguan lainnya
akan mengubah pola spektral yang menjadi turun pada Inframerah dekat (Yang, 1999;
Noomen, 2007; Omodanisi dan Salami, 2014). Selain itu pada panjang gelombang
tampak pantulan meningkat dan berubah dari posisi yang seharusnya sehingga terjadi
pergeseran batas tepi panjang gelombang merah (Smith dkk., 2004). Indikasi
gangguan pada vegetasi dapat menyebabkan rendahnya nilai indeks vegetasi di
sekitar sumur migas sebagai pengaruh dari lapangan migas yang ada (Susantoro dkk.,
2017). Adapun jenis-jenis indeks vegetasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Indeks Vegetasi yang Biasa Digunakan untuk Pemetaan Kondisi Vegetasi
No Indeks Rumus Referensi
Vegetasi
1 Atmospherical 𝑁𝐼𝑅 − (𝑅𝑒𝑑 − 𝛾(𝐵𝑙𝑢𝑒 − 𝑅𝑒𝑑) Kaufman
ly Resistant 𝑁𝐼𝑅 + (𝑅𝑒𝑑 − 𝛾(𝐵𝑙𝑢𝑒 − 𝑅𝑒𝑑) dan Tanre,
Vegetation 1992
Index (ARVI)
2 Difference 𝑁𝐼𝑅 − 𝑅𝑒𝑑 Tucker,
Vegetation 1979
Index (DVI)
3 Enhanced (𝑁𝐼𝑅 − 𝑅𝑒𝑑) Huete
Vegetation 2.5 + dkk., 2002
(𝑁𝐼𝑅 + 6 ∗ 𝑅𝑒𝑑 − 7.5 ∗ 𝐵𝑙𝑢𝑒 + 1)
Index (EVI)
4 Global (𝑅𝑒𝑑 − 0.125) Pinty dan
Environmental 𝐺𝐸𝑀𝐼 = 𝑒𝑡𝑎(1 − 0.25 ∗ 𝑒𝑡𝑎) + Verstraete,
(1 − 𝑅𝑒𝑑)
Monitoring 1992
Index (GEMI) 2(𝑁𝐼𝑅2 − 𝑅𝑒𝑑 2 ) + 1.5 ∗ NIR + 0.5 ∗ Red
eta =
𝑁𝐼𝑅 + 𝑅𝑒𝑑 + 0.5
5 Green 𝑁𝐼𝑅 − (𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 − 𝛾(𝐵𝑙𝑢𝑒 − 𝑅𝑒𝑑) Gitelson
Atmospherical 𝑁𝐼𝑅 + (𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 − 𝛾(𝐵𝑙𝑢𝑒 − 𝑅𝑒𝑑) dan
ly Resistant Merzlyak,
Index (GARI) 1996
6 Green 𝑁𝐼𝑅 − 𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 Sripada
Difference dkk., 2006
Vegetation
Index (GDVI)
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 82

7 Green 𝑁𝐼𝑅 − 𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 Gitelson


Normalized Di 𝑁𝐼𝑅 + 𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 dan
fference Merzlyak,
Vegetation 1996
Index
(GNDVI)
8 Green Ratio 𝑁𝐼𝑅 Sripada
Vegetation 𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 dkk., 2006
Index (GRVI)
9 Green (−0.2848 ∗ 𝑇𝑀1) + (−0.2435 ∗ 𝑇𝑀2) + Kauth dan
Vegetation (−0.5436 ∗ 𝑇𝑀3 + (0.7243 ∗ 𝑇𝑀4) + Thomas,
Index (GVI) (0.0840 ∗ 𝑇𝑀5) + (−0.1800 ∗ 𝑇𝑀7
1979
10 Infrared 𝑁𝐼𝑅 Crippen,
Percentage 𝑁𝐼𝑅 + 𝑅𝑒𝑑 1990
Vegetation
Index (IPVI)
11 Leaf Area 3.618 ∗ 𝐸𝑉𝐼 − 0.118 Boegh
Index (LAI) dkk., 2002
12 Modified Non- (𝑁𝐼𝑅2 − 𝑅𝑒𝑑) ∗ (1 + 𝐿) Yang dkk.,
Linear Index 𝑁𝐼𝑅2 + 𝑅𝑒𝑑 + 𝐿 2008
(MNLI)
13 Modified NIR Chen,
√( )−1
Simple Ratio 𝑅𝑒𝑑 1996
(MSR) NIR
√( )+1
𝑅𝑒𝑑
14 Non-Linear (𝑁𝐼𝑅2 − 𝑅𝑒𝑑) Goel dan
Index (NLI) (𝑁𝐼𝑅2 + 𝑅𝑒𝑑) Qin, 1994

15 Normalized (NIR − 𝑅𝑒𝑑) Rouse


Difference (NIR + 𝑅𝑒𝑑) dkk., 1973
Vegetation
Index (NDVI)
16 Optimized Soil 1.5 ∗ (NIR − 𝑅𝑒𝑑) Rondeaux
Adjusted (NIR + 𝑅𝑒𝑑) + 0.16 dkk., 1996
Vegetation
Index (OSAVI)
17 Renormalized (NIR − 𝑅𝑒𝑑) Roujean
Difference √(NIR + 𝑅𝑒𝑑) dan Breon,
Vegetation 1995
Index (RDVI)
18 Soil Adjusted 1.5 ∗ (NIR − 𝑅𝑒𝑑) Huete,
Vegetation (NIR + 𝑅𝑒𝑑) + 0.5 1988
Index (SAVI)
83 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

19 Simple Ratio 𝑁𝐼𝑅 Birth dan


(SR) 𝑅𝑒𝑑 McVey,
1968
20 Visible 𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 − 𝑅𝑒𝑑 Gitelson
Atmospherical Green + 𝑅𝑒𝑑 − 𝐵𝑙𝑢𝑒 dkk., 2002
ly Resistant
Index (VARI)
21 Transformed (NIR − 𝑅𝑒𝑑) Bannari
Difference √0.5 + dkk., 2002
(NIR + 𝑅𝑒𝑑)
Vegetation
Index (TDVI)
22 WorldView (NIR2 − 𝑅𝑒𝑑) Wolf, 2010
Improved (NIR2 + 𝑅𝑒𝑑)
Vegetation
Index (WV-VI)
23 Structurally (NIR − 𝐵𝑙𝑢𝑒) Penuelas
Independent (NIR − 𝑅𝑒𝑑) dkk., 1995
Pigment Index
(SIPI)
24 Enhanced ((NIR + Green) − (2 ∗ 𝐵𝑙𝑢𝑒) Maxmax,
Normalized ((NIR + Green) + (2 ∗ 𝐵𝑙𝑢𝑒) 2015
Difference
Vegetation
Index
(ENDVI)
4.3 Anomali Geomorfologi
Pemetaan geomorphic high dapat dilakukan pembuatan Principal Component
Analysis (PCA), band ratio, Optimum Index Factor (OIF) yang kemudian dilakukan
pemodelan topografi melalui merging dengan data DEM (Susantoro, 2009). Selain
itu dilakukan juga pengolahan data menggunakan metode Opennes menggambarkan
beda tinggi antar permukaan bumi (Yokoyama dkk., 2002). Gambar 7 merupakan
contoh model openess.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 84

Gambar 7. Pemodelan Openness untuk Mengidentifikasi Perbedaan Tinggi (Geomorphic


High) (Yokoyama dkk., 2002).
Pemetaan geomorfologi dan geologi permukaan dapat menggunakan citra komposit
dari perbandingan saluran 3/1, 5/7 dan 3/5 pada Landsat TM berturut-turut digabung
sebagai RGB menghasilkan citra komposit yang lebih mengekspresikan informasi
geomorfologi dan geologi dan mempunyai kontras yang besar diantara unit batuan
dibanding citra komposit konvensional (Sabin, 1987). Perbandingan ketiga saluran
tersebut apabila digabungkan dengan data SRTM akan semakin baik untuk pemetaan
geomorfologi dan geologi. Hasil kajian menunjukkan bahwa komposit dari
perbandingan saluran tersebut yang digabung dengan SRTM merupakan metode yang
paling baik untuk pemetaan geomorfologi dan geologi. Kenampakan relief, tekstur,
kesan 3 dimensi dan resistensi batuan yang tampak tajam dan tegas (Susantoro,
2009). Hal ini karena efek topografi hanya bersumber pada SRTM dan efek topografi
dari citra Landsat 7 ETM+ telah dieliminasi melalui proses perbandingan saluran itu
sendiri sehingga tidak terjadi noise. Adapun contoh hasil pengolahan dengan metode
tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil Pengolahan Landsat 7 ETM+ merging dengan SRTM pada Struktur Lipatan
Antiklin Asimetri di Kawengan, Cepu, Jawa Tengah (Susantoro, 2009).
5. Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Kegiatan Migas Lainnya
Kegiatan migas merupakan pekerjaan yang padat modal, teknologi dan beresiko
tinggi. Perencanaan sangat penting untuk kelancaran setiap pekerjaannya. Kondisi
eksplorasi dan eksploitasi migas yang terkadang di lokasi yang terpencil dan
infrastruktur belum ada membutuhkan perencanaan dan pemahaman mengenai
kondisi lokasi dengan baik. Penginderaan jauh merupakan salah satu solusi untuk
dapat memahami lokasi tersebut. Penginderaan jauh selain untuk pemetaan geologi
dan rembesan migas dalam mendukung kegiatan eksplorasi juga berperan dalam
kajian rona awal lingkungan, perencanaan dan logistic support, pengembangan
lapangan migas serta monitoring.

5.1 Rona Awal Lingkungan


85 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Rona awal lingkungan merupakan bagian penting sebelum kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi migas. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh
kualitas dan kuantitas dari kondisi awal baik biotik, abiotik, maupun sosial budaya
sehingga memudahkan menyusun suatu rencana kerja dan pengelolaan wilayah kerja
yang terpadu. Tujuan utama dari seluruh rangkaian kegiatan studi ini adalah sebagai
bahan masukan dan data dasar dalam usaha menjaga kinerja pengelolaan lingkungan
yang baik dan berkelanjutan; menilai kualitas lingkungan yang ada dan sensitivitas
sekaligus dampak terhadap lingkungan dari kegiatan migas yang akan dilakukan;
mengidentifikasi faktor-faktor penting lingkungan atau daerah geografis pada suatu
wilayah kerja sehingga dapat mencegah pembangunan dengan resiko lingkungan
yang buruk dan memberikan informasi sebagai dasar dalam menetapkan pemenuhan
kebutuhan eksplorasi dan eksploitasi migas (Baradinamika Citra Lestari, 2015).

Pada kajian rona awal lingkungan pemetaan kawasan sensitif sangat penting untuk
dilakukan. Kawasan tersebut merupakan kawasan yang rentan untuk dilakukan
aktivitas kegiatan migas.

Pedoman Tata Kerja PTK-045/BP0000/2011 (revisi -0) tentang Environmnetal


Baseline Assessment menyerbutkan kawasan sensitif merupakan kawasan lindung
yang meliputi kawasan yang memberikan perlindungan Kawasan Bawahannya
(kawasan hutan lindung, bergambut, dan kawasan resapan air), Kawasan
Perlindungan setempat (sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/
waduk, dan sekitar mata air), Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya, dan Kawasan
Rawan Bencana Alam; kawasan dengan intensitas aktivitas sosial ekonomi di wilayah
tersebut, seperti keberadaan pemukiman, potensi konflik, kegiatan penangkapan
ikan, jalur pelayaran, dan sebagainya atau kawasan dengan kondisi rona lingkungan
yang memiliki karakteristik dan fungsi khusus secara ekologi, misalnya kondisi
kualitas air sungai yang sudah tergolong tercemar berat.
Penginderaan jauh pada kajian rona awal lingkungan terutama untuk pemetaan
penggunaan lahan/tutupan lahan dan juga untuk mengkaji kondisi topografinya
(Murali dkk., 2010). Tata guna/tutupan lahan merupakan komponen penting dari
rona awal lingkungan. Tata guna/tutupan lahan merupakan hasil interaksi antara
sosial budaya, keadaan dan kondisi fisik serta potensi alamiah lahannya (Balak dan
Kolarkar, 1993 dalam Rawat dkk., 2013). Penggunaan penginderaan jauh untuk tata
guna lahan/tutupan lahan telah berkembang pesat baik dalam hal resolusi spasial,
spektral maupun teknik pengolahan datanya. Interpretasi data penginderaan jauh
dapat dilakukan secara manual melalui interpretasi visual maupun interpretasi digital
(Susantoro dkk., 2016). Interpretasi digital dapat dilakukan dengan metode klasifikasi
tidak terbimbing, klasifikasi terbimbing, PCA, klasifikasi secara hibrid dan fuzzy
(Butt dkk., 2015).

5.2 Logistic Support

Aplikasi penginderaan jauh berperan sebagai logistic support untuk mendukung


kegiatan seismik, pemboran sumur migas dan pengembangan lapangan. Logistic
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 86

Support secara khusus didefinisikan sebagai peta hasil interpretasi data penginderaan
jauh dan telah diverifikasi melalui survei lapangan yang dapat memberikan informasi
tentang kondisi suatu daerah untuk membantu perencanaan dalam survei seismik
(Susantoro, 2005). Pada survei seismik, terutama seismik 3D diperlukan informasi
yang akurat dan presisi untuk meminimalkan biaya dan dampak negatif atau konflik
dengan penduduk setempat. Data-data yang dibutuhkan meliputi jalan dan
infrastrukturnya untuk mobilisasi alat, sungai dan sungai purba untuk kebutuhan air,
data tutupan lahan, bangunan, fasilitas publik, data demografi dan administrasi untuk
memperkirakan kompensasi ganti untung. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk
kegiatan tersebut (Susantoro, dkk, 2005).
Survei seismik harus menghindari lokasi-lokasi yang sensitif baik secara sosial
maupun fisik. Hal ini karena akan menimbulkan dampak yang komplek. Pada daerah-
daerah tersebut diperlukan pembuatan buffer. Lokasi-lokasi yang sensitif meliputi
permukiman, pemakaman, jalan perkerasan, jaringan listrik tegangan tinggi,
bangunan keagamaan, jalan utama, fasilitas migas dan dam (Susantoro, 2005). Pada
permukiman aktivitas seismik dapat mempengaruhi kondisi bangunan seperti halnya
efek gempa bumi, terutama pada bungan dengan pondasi yang dangkal (Dashti dkk.,
2010).

5.3 Perencanaan Jalur Pipa

Pada perencanaan jalur pipa membutuhkan informasi kondisi permukaan bumi yang
terbaru. Informasi tersebut secara efektif dan efisien dapat diperoleh dari data
penginderaan jauh, Peta Topografi dan survei lapangan. Pada perencanaan jalur pipa
secara umum digunakan analisis jarak terdekat. Kemudian dilanjutkan dengan
menganalisis hambatan pada jalur tersebut sehingga dapat ditentukan alternatif
jalurnya. Selain itu diperlukan data keberadaan fasilitas umum, fasilitas khusus,
fasilitas sosial, situs/arkeologi, informasi aksesibilitas, penggunaan lahan dan
morfologi daerah rencana jalur pipa. Data-data tersebut sangat diperlukan untuk
dikaji mengenai kemungkinan bisa atau tidak dilewati jalur pipa. Hal lain yang tidak
kalah pentingnya adalah analisis peraturan perundangan yang terkait dengan rencana
jalur pipa. Analisis dilakukan agar perencanaan jalur pipa tersebut memenuhi regulasi
yang ada. (Susantoro 2010).

Dampak yang paling berbahaya dalam operasi jalur pipa berupa pecahnya pipa
tersebut karena medan yang tidak stabil atau bahaya geologi. Synthetic Aperture
Radar (SAR) dan citra penginderaan jauh sistem optik yang terintegrasi dengan GIS,
merupakan rangkaian teknologi untuk mendukung penentuan jalur pipa dan mitigasi
terhadap risiko bencana yang efektif (MDA, 2017). Penginderaan jauh dan citra foto
juga menyediakan informasi yang bermanfaat untuk updating peta tutupan lahan,
deteksi perubahan bentuklahan, program rencana survei lapangan dan lokasi
lingkungan yang sensitif serta kondisi daerahnya. Pada level detil diperlukan panjang
jalur pipa yang dapat diperoleh dari penginderaan jauh. Penggunaan penginderaan
jauh tersebut efektif dan efisien secara biaya pada investigasi lapangan (Johnson and
Petterson, 1986).
87 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

5.4 Deformasi Lapangan Migas

Deformasi, baik pengangkatan muka tanah maupun penurunan muka tanah dapat
terjadi di lapangan migas. Pengangkatan muka tanah dapat terjadi karena injeksi air
(Klemm dkk., 2010), pengisian air tanah secara alami (Zhou dkk., 2009; Teatini dkk.,
2011), injeksi uap air panas (Khakim, 2012) atau injeksi cairan secara umum (Teatini
dkk., 2010). Adapun penurunan muka tanah pada lapangan migas terjadi karena
kosongnya reservoir akibat pengambilan migas yang menerus (Klemm dkk., 2010).

Pengukuran deformasi pada suatu reservoir dapat dilakukan untuk mendapatkan


informasi secara konsisten dan koheren perubahan volume dan distorsinya. Adapun
pengukuran deformasi di permukaan atau pada kedalaman tertentu dapat digunakan
berbagai variasi teknologi yang berbeda secara biaya, kemudahan data koleksi,
presisi, area yang tercover dan lainnya (Dusseault dan Rothenburg, 2002).
Penginderaan jauh merupakan salah satu metode permukaan yang baik untuk
mengkaji deformasi. Adapun pemantauan deformasi dapat dilakukan dengan metode
permanent scatterer interferometric syntetic aperture radar (PSInSAR) (Klemm
dkk., 2010), Ground Based SAR (GBSAR) (Monserrat dkk., 2014) atau teknik
differential SAR interferometry (DInSAR) (Sansosti dkk., 2015). Adapun model
penurunan muka tanah pada lapangan migas dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Efek Geomekanik pada Reservoir yang telah kosong sehingga mengakibatkan
penurunan muka tanah yang disertai pergerakan horisontal permukaan. Hal ini
memungkinkan mengaktifkan sesar yang dapat merusak sumur migas atau
fasilitas di permukaannya (Klemm dkk., 2010)

6. KESIMPULAN.

Kegiatan migas yang padat modal, teknologi tinggi dan beresiko tinggi dan terkadang
harus dilakukan pada daerah yang terpencil membutuhkan efisiensi dalam setiap
langkahnya. Penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif teknologi yang dapat
digunakan untuk efisiensi kegiatan migas dalam setiap fase kegiatannya. Hal ini
didukung oleh perkembangan penginderaan jauh yang pesat baik dari segi resolusi
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 88

spasial, resolusi spektral dan temporal memudahkan dalam pemanfaatannya untuk


kegiatan migas. Pemanfaatan tersebut dapat dioptimalkan baik dari awal pencarian
migas sampai produksi dan monitoringnya.

DAFTAR REFERENSI
Abdulraziq A. M. M. A., (2012): Remote Sensing Petroleum Seepages Detection.
City and Regional Planning. King Fahd University of Petroleum Minerals.
Arab Saudi.
Andersen M., Coupal R. And White B., (2009): Reclamation Cost and regulation of
Oil and Gas Development with Application to Wyoming. Western
Eeconomic Forum, Spring. Pp 40-48.
Bannari, A., Asalhi, H. dan Teillet, P., (2002): Transformed Difference Vegetation
Index (TDVI) for Vegetation Cover Mapping. Proceedings of the Geoscience
and Remote Sensing Symposium, IGARSS 2002, IEEE International, Volume
5.
Baradinamika Citra Lestari, (2015): Environmental Baseline Assessment Wilayah
Kerja Bengara II, Kabupaten Bulungan , Provinsi Kalimantan Utara.
Bierwith, P., (2002): Evaluation of ASTER satellite data for geological applications.
Consultancy report to Geoscience Australia.
Birth, G. dan McVey, G., (1968): Measuring the Color of Growing Turf with a
Reflectance Spectrophotometer. Agronomy Journal 60: 640-643.
Bjonerud M.G. and Boyer B., (1996). Image Analysis in Structural Geology Using
NIH Image in Paor D.G.D. (Editor)., (1996): Structural Geology and
Personnal Computer. Computer Methods in the Geosciences. Pergamon.
Elsevier Sciences Ltd.
Boegh, E., Soegaard, H., Broge, N., Hasager, C., Jensen, N., Schelde, K. dan
Thomsen. A., (2002): Airborne Multi-spectral Data for Quantifying Leaf
Area Index, Nitrogen Concentration and Photosynthetic Efficiency in
Agriculture. Remote Sensing of Environment 81, no. 2-3: 179-193.
Brantley S.T., J.C. Zinnert J.C. and D.R. Young, 2011. Application of Hyperspectral
Vegetation Indices to Detect Variations in High Leaf Area Index Temperate
Shrub Thicket Canopies. Remote Sensing of Environment. 115. Pp 514-523.
Butt, A., R. Shabbir, S.S. Ahmad and N. Aziz., 2015. Landuse Change Mapping and
Analysis Using Remote Sensing and GIS: A Case Study of Simly Watershed,
Islamabad, Pakistan. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space
Sciences 18. 251-259. www.elsevier.com/locate/ejrs.
Chen, J., (1996): Evaluation of Vegetation Indices and Modified Simple Ratio for
Boreal Applications. Canadian Journal of Remote Sensing 22: 229-242.
89 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Crippen, R., (1990): Calculating the Vegetation Index Faster. Remote Sensing of
Environment 34: 71-73.
Crystiana I., Susantoro T.M. dan Junaedi T., (2014): Identifikasi Potensi Migas
melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus
Daerah Indramayu dan Sekitarnya. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas
Bumi. Vol. 48. No 2. ISSN: 2089-3396. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Jakarta.
Crystiana I., Susantoro T.M. dan Firdaus N., (2015): Pengolahan Data Citra Satelit
untuk Mengidentifikasi Potensi Jebakan dalam Kegiatan Eksplorasi Migas.
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. Vol. 49. No 1. ISSN: 2089-3396.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
“LEMIGAS”. Jakarta.
Crystiana I. Dan Susantoro T.M., (2013). Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji
Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua. Lembaran
Publikasi Minyak dan Gas Bumi. Vol 47. No. 2. Jakarta.
Dashti S., Bray J.D., Pestana J.M., Riemer M., Wilson D., (2010): Mechanisms of
Seismivally Induced Setllemetn of Buildings with Shallow Foundation on
Liquefiable Soil. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering.ASCE. 136(1). Pp 151-164.
Deguchi T. dan Narita T, (2015): Monitoring of Land Deformation Due to Oil
Production by INSAR Time Series Analysis Using Palsar Data in Bolivarian
Republic of Venezuela. Prooceding Fringe 2015 Workshop. Frascati, Italy.
23-27 March 2015.
Drury, S.A.1987. Image Interpretation in Geology. Department of Earth Sciences.
The Open University. Allen & Unwin. London.
Dusseault M.B. and Rothenburg L., (2002): Analysis of Deformation Measurements
for Reservoir Management. Oil and Gas Science and Technology-Rev. IFP.
Vol 57. Pp 539-554.
Everett J.R., Staskowaski R.J. and Jengo C., (2002). Remote Sensing and GIS Enable
Future Exploration Success. World Oil. Nov. 2002. Vol. 223 No 11.
Febriono D.P., Susantoro T.M. dan Suliantara, (2010): Monitoring Semburan
Lumpur Sidoarjo. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XVII.
Bogor.
Franto, 2003, Pemanfaatan Citra Landsat TM Digital untuk Survei Pendahuluan
Pencarian Struktur Jebakan Minyakbumi, Studi Kasus di Cepu dan
Sekitarnya, Tesis S2, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Franceschetti G. and Lanari R., (1999): Synthetic Aperture Radar Processing. CRC.
Boca Raton.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 90

Girouard G., Bannari A., El-Harti A. And Desrochers A., (2017): Validated Spectral
Angle Mapper Algorithm for Geological Mapping: Comparative Study
between Quickbird and Landsat TM. Ottawa-Carleton Geoscience Center.
Ottawa.
Gitelson, A.A., Kaufman, Y. dan Merzylak, M., (1996): Use of a Green Channel in
Remote Sensing of Global Vegetation from EOS-MODIS. Remote Sensing
of Environment 58: 289-298.
Gitelson, A.A., Strark, R., Grits, u., Rundquist, D., Kaufman dan Derry, D., (2002):
Vegetation and Soil Lines in Visible Spectral Space: A Concept and
Technique for Remote Estimation of Vegetation Fraction. International
Journal of Remote Sensing 23: 2537−2562
Gloaguen, R., P. R. Marpu and I. Niemeyer, 2007. Automatic Extraction of Faults
and Fractal Analysis from Remote Sensing Data. Nonlin Processes Geophys.,
14. 131- 138.
Goel, N. dan Qin, W., (1994): Influences of Canopy Architecture on Relationships
Between Various Vegetation Indices and LAI and Fpar: A Computer
Simulation. Remote Sensing Reviews 10: 309-347.
Havid, 1998. Pemanfaatan citra ERS-1 (SAR) dan Citra Landsat Thematic mapper
untuk Kajian Struktur Geologi. Studi Kasus di Daerah Ungaran – Salatiga
Jawa Tengah, Tesis S2, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Hewson, R.D., Cudahy, T.J., and Huntington, J. F., (2001): Geologic and alteration
mapping at Mt Fitton, South Australia, using ASTER satellite-borne data:
Proceedings of the IEEE 2001 International Geoscience and Remote Sensing
Symposium, Sydney, N.S.W., 2001.
Hewson, R.D., Cudahy, T.J., Burtt, A.C., Okada, K., and Mauger, A.J., (2004),
Assessment of ASTER imagery for geological mapping within the Broken
Hill and Olary Domains: 12th Australasian Remote Sensing and
Photogrammetric Conference Proceedings, Perth, W.A., 2004.
Huete, A., Didan, K., Miura, T. dan Ferreira, L.G., (2002): Overview of the
Radiometric and Biophysical Performance of the MODIS Vegetation Indices.
Remote Sensing of Environment 83:195–213.
Huete, A., (1988): A Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI). Remote Sensing of
Environment 25: 295-309.
Ji L., Zhang Y., Wang Q., Xin Y. dan Li J., (2016). Detecting Uplift Associated with
Enhanced Oil Recovery Using INSAR in the Karamay Oil Field, Xinjiang,
China. International Journal of Remote Sensing. Volume 37, 2016 - Issue 7.
Johnson and Petterson (Editors). (1986): Geotechnical Application of Remote
Sensing and Remote Data Transmission. A. Symposium on Soil and Rock.
91 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Cocoa Beach. Florida 31 Januari- 1Febuari. American Society for Testing


and Materials.
Joshua J., (2015): Hyperspectral Remote Sensing for Oil Exploration. Published in
Science. http://www.slideshare.net/serjiojayanthjoshua/hyperspectral-
remote-sensing-for-oil-exploration. Diunduh tanggal 2 April 2016.
Kamp, U., T. Bolch and J. Olsenholler, 2003. DEM Generation from Aster Satellite
Dara for Geomorphometric Analysis of Cerro Sillajhuay, Chile/Bolivia.
ASPRS Annual Confrence Proceddings.
www.pcigeomatics.com/services/support_center/tech papers /dem_aster.pdf.
Kaufman, Y., dan Tanre, D., (1992): Atmospherically Resistant Vegetation Index
(ARVI) for EOS-MODIS. IEEE Transactions on Geoscience and Remote
Sensing 30, No. 2: 261-270.
Kauth, R. dan Thomas, G., (1979): The Tasselled Cap-A Graphic Description of the
Spectral-Temporal Development of Agricultural Crops as Seen By Landsat
In Proceedings of the LARS 1976 Symposium of Machine Processing of
Remotely-Sensed Data, West Lafayette, IN: Purdue University, pp. 4B41-
4B51.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1519.K/20/MPE/1999 tentang
Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pengawasan dan
Pemantauan Kegiatan Pertambangan dan Energi.
Khakim M.Y.N., Tsuji T. and Matsuoka T., Geomechanical Modeling for InSAR-
Derived Surface Deformation at Steam-Injection Oil Sand Fields. Journal of
Petroleum Science and Engineering.96-97. Pp 152-161.
Klemm H., Quseimi I., Novali F., Ferretti A. And Tamburini A., (2010): Monitoring
Horizontal and Vertical Surface Deformation Over a Hydrocarbon Reservoir
by PSInSAR. First Break Vol. 28. Techincal Article. Pp 29-37.
Lakkaraju, V.R., Zhou, X., Apple, M.E., Chunningham, A. dan Dobeck, L.M.,
(2010): Studying the Vegetation Response to Simulated Leakage of
Sequestered CO2 Using Spectral Vegetation Indices. Economic Informatics.
Elsevier. The International Archives of the Photogrammetry, Remote
Sensing and Spatial Information Sciences. Vol. XXXVII part B8. Beijing.
Lasica R., (2015): A New Age for Oil and Gas Exploration: Remote Sensing Data
and Analytics Are Changing the Industry. http://eijournal.com/print/
articles/a-new-age-for-oil-and-gas-exploration-remote-sensing-data-and-
analytics-are-changing-the-industry. Diunduh tanggal 2 April 2016.
Lehman A., (2014): Remote Sensing for Oil and Gas: Modern Data & Analytics for
the New Age of Surface and Above-Surface Exploration, Operations,
Environmental Monitoring, and Health and Safety Applications.
http://www.harrisgeospatial.com/Home/NewsUpdates/TabId
/170/ArtMID/735/ArticleID/13902/Remote-Sensing-for-Oil--Gas.aspx.
Diunduh tanggal 2 April 2016.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 92

Levin N., (1999): Fundamentals of Remote Sensing. Remote Sensing Laboratory,


Geography Department, Tel Aviv University. Israel.
Li, Q., Chen, X., Liu, X., Mao, B. dan Ni, G., (2012): Study on Oil and Gas
Exploration in Sparse Vegetation Areas by Hyperspectral Remote Sensing
Data. Chinese Optic Letter. Col 10 (Suppl), S11004 (2012).
Liu X.m., Bloemendal, J. dan Rolph, T., (1994): Pedogenesis and Paleoclimate
Interpretations of Magnetic Susceptibility Record of Chinese Loses-Paleosol
Sequences: Geology V. 22.
Macdonal Dettwiller and Associated (MDA), (2017). Pipeline Route Selection
Support. http://mdacorporation.com/geospatial/international/markets/oil-
and-gas/pipeline/pipeline-route-selection-support.
Maher, B.A. dan Thompson, R., (1992): Paleoclimate Significace of Mineral
Magnetic of The Chinese Loses and Paleosols. Quaternary Research. C. 37
Manning, J. (2017). Remote Sensing of Infrastructure Assets. Space for Smarter
Government Programme (SSGP). Space Application & Remote Sensing in
Suppport of UK National Energy & Infrastructure Delivery. ARUP.
Maruyama Y., (1994): How to Apply the Remote Sensing for Oil and Gas
Exploration. Proceeding LEMIGAS-JICA Seminar 2. Remote Sensing
Technology for Development of Natural Resources. Jakarta June 15, 1994.
Mauger A.J., (2014): History of Remote Sensing in Geological Exploration. Makalah
ini dipresentasikan pada AIG Remote Sensing and Interpretation Conference,
Buswood on Swan Convention Centre, 10 March 2014.
Maxmax, (2015): Enhanced Normalized Difference Vegetation Index (ENDVI).
https://www.maxmax.com/endvi.htm
Meer F.V.D., van Dijk P., Werff H.V.D. dan Yang H., (2002): Remote Sensing adn
Petroleum Seepage: a Review and Case Study. Terra Nova, 14. Blackwell
cience Ltd.
Monserrat O., Crosetto M. and Luzi G., (2014): A Review of Ground-Based SAR
Interferometry for Deformation. ISPRS Journal of Phogrametry and Remote
Sensing.93. 40-48.
Murali, M., K. Ramakrishna, U.K. Saha and G. Sarvesam., (2010): Application of
Remote Sensing and GIS in Seismic Surveys in KG Basin. 8th Biennial
International Conference & Exposition on Petroleum Geophysics. Hyderabad
2010.
NASA, (2011): Finding Oil and Gas from Space. https://apollomapping.com/wp-
content/user_uploads/2011/11/NASA_Remote_Sensing_Tutorial_Oil_and_
Gas.pdf. Diunduh tanggal 2 April 2016.
Ninomiya, Y., Fu, B., and Cudahy, T.J., 2005, Detecting lithology with Advanced
Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER)
93 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

multispectral thermal infrared “radiance-at-sensor” data. Remote Sensing of


Environment, 99, 127-139.
Noomen, (2007): Hyperspectral Reflectance of Vegetation Affected by Underground
Hydrocarbon Seepage. Dissertation. International Institute for Geo-
information Science & Earth Observation. Enschede, The Netherlands (ITC).
Omodanisi, E.O. dan Salami, A.T., (2014): An Assessment of the Spectra
Characteristics of Vegetation on South Western Nigeria. International
Conference on Environment Systems Science and Engineering. IERI
Procedia 9 (2014) 26-32.
Ouattara, T., R. Couture, P.T. Bobrowsky and A. More, 2004. Remote Sensing and
Geosciences. Geological Survey of Canada. Ottawa.
Pedoman Tata Kerja Nomor PTK-045/BP00000/2011 (Revisi-0) tentang
Environmental Baseline Assessment (EBA). Badan Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Jakarta.
Penuelas, J., Baret, F. dan Filella, I., (1995): Semi-Empirical Indices to Assess
Carotenoids/Chlorophyll-a Ratio from Leaf Spectral Reflectance.
Photosynthetica 31: 221-230.
Petrovic, A., Khan, S.D. dan Thurmond, A.K., (2012): Integrated Hyperspectral
Remote Sensing, Geochemical and Isotopic Studies for Understanding
Hydrocarbon-Induced Rock Alterations. Journal of Marine and Petroleum
Geology 35 (2012). Pp 292-308.
Pinty, B. dan Verstraete, M., (1992): GEMI: a Non-Linear Index to Monitor Global
Vegetation From Satellites. Vegetation 10: 15-20.
Rawat, J.S., V. Biswas and M. Kumar., 2013. Change in Landuse/Landcover Using
Geospatial Techniques: A Case Study of Ramnagar Town Area, District
Nainital, Uttarakhand, India. The Egyptian Journal of Remote Sensing and
Space Sciences 16. 111.
Rivereau J.C. dan Fontanel A., 1976. Remote Sensing as an Aid to Petroleum and
Mining Exploration. Proceeding Indonesian Petroleum Association. Fifth
Annual Convention, June 1976. Pp 133-149.
Rondeaux, G., Steven, M. dan Baret, F., (1996): Optimization of Soil-Adjusted
Vegetation Indices. Remote Sensing of Environment 55: 95-107.
Roujean, J. dan Breon, F., (1995): Estimating PAR Absorbed by Vegetation from
Bidirectional Reflectance Measurements. Remote Sensing of Environment
51: 375-384.
Rouse J., Haas R., Schell J. and Deering D., (1973): Monitoring Vegetation Systems
in the Great Plains with ERTS. Third ERTS Symposium, NASA. pp 309-317.
Rowan, L.C., and Mars, J.C., (2003): Lithologic mapping in the Mountain Pass,
California area using Advanced Spaceborne Thermal Emission and Refl
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 94

ection Radiometer (ASTER) data. Remote Sensing of Environment, 84, 350-


366.
Sabin, F.F. 1987. Remote Sensing Principles and Interpretation. W. H. Freeman and
Company. New York.
Sabins, F.F., 1999, Remote sensing for mineral exploration, Ore Geology Reviews
14, 157-183.
Salati, S., (2014): Characterization and Remote Detection of Onshore Hydrocarbon
Seep Induced Alteration. Dissertation. Faculty of Geo-Information Science
and Earth Observation. Univesity of Twente. Enschede, The Netherlands.
Sanches, I.D., Filho, C.R.S., Magalhaes, L.A., Quiterio, G.C.M., Alves, M.N. dan
Oliveira, W.J., (2013): Assessing the Impact of Hydrocarbon Leakages on
Vegetation Uisng Reflectance Spectroscopy. ISPRS Journal of
Photogrammetry and Remote Sensing 78. Elsevier.
Sansosti, E., Manunta, M., Casu, F., Bonano, M., Ojha C., Marsella, M. and Lanari,
R., (2015). Radar Remote Sensing from Space for Surface Deformation
Analysis: Present and Future Opportunities from the New SAR Sensor
Generation. Rend. Fis. Acc. Lincei 26 (Suppl) 1: S75-S84.
Sarapirome, S., A. Surinkum, P. Sasutthipong, 2002. Application of DEM Data to
Geological Interpretation: Thong Pha Phum Area, Thailand. 23rd Asian
Conference on Remote Sensing. November 25-29. Birendra International
Convention Centre. Kathmandu, Nepal.
Sarp, G., 2005. Lineament Analysis from Satellite Images, North-West of Ankara,
Thesis. The Graduate School of Natural and Applied Sciences of Middle East
Technical University. http.etd.lib.metu.edu.tr/upload/12606520/index.pdf.
Satellite Imaging Corporation, (2016): Satellite Images for Oil and Gas exploration.
Manor Spring Court. Tomball. USA. http://www.satimagingcorp.com
/applications/energy/exploration/oil-exploration/. Diunduh tanggal 2 April
2016.
Schumacher, D., (1996): Hydrocarbon induced Alteration of Soil and Sediments,
Hydrocarbon Migration and its Near-Surface Expression (D. Schumacher
dan M.A. Abrams, Eds.). Mem. Am. Ass. Petrol. Geology., 66, 71-89.
Setianto, A., 2003. Geologi Daerah Mountain Front Block, Cekungan Sumatera
Tengah, Riau Berdasarkan Citra Landsat Thematic Mapper, Tesis S2
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Setiawan, H. L., 2004. Aplikasi Citra Ikonos untuk Analisis Geologi Permukaan dan
Hubungannya dengan Kondisi Bawah Permukaan dalam Rangka Identifikasi
Potensi Hidrokarbon. Studi Kasus Daerah kawengan dan Sekitarnya,
Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa Timur. Tesis S2 Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada.
95 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Saunders D.F., Burson K.R. dan Thompson C.K., (1999): Model for Hydrocarbon
Microseepages and Related Near-Surface Alteration. Bull. Am. Ass. Petrol.
Geology. 83. 170-185.
Short, N. M., 2008. Remote Sensing Tutorial. National Aeronautics and Space
Administration. http://rst.gsfc.nasa.gov.
Smith, K.L., Steven, M.D. dan Colls, J.J., (2004): Spectral Responses of Pot Grown
Plants to Displacement of Soil Oxigen. International Journal of Remote
Sensing. 25 (20): 4395-4410.
SKK Migas, (2013): Buku Laporan Tahunan. SKK MIGAS. Jakarta.
Soe, M., Kyaw, T.A. dan Takashima, I., (2005): Application of Remote Sensing
Technique on Iron Oxide Detection from ASTER and Landsat Images of
Tanintharyi Coastal Area, Myanmar. Akita University.
Sripada, R.P., Heinigerb, R.W., Whitec, J.G. dan Meijer, A.D., (2006): Aerial Color
Infrared Photography for Determining Early In-season Nitrogen
Requirements in Corn." Agronomy Journal 98: 968-977.
Sudrajat, (1990):. Petunjuk dalam Penafsiran Geologi Potret Udara. Diktat Kuliah.
Pusat Pendidikan Interpretasi Foto Udara, Pasca Sarjana Angkatan II.
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suliantara, Doma F.P., Isnawati dan Trimuji, S., (2010): Remote Sensing Geology of
South Upper Kutei Basin, East Kalimantan Based on Palsar Imagery.
Proceeding PIT IAGI LOMBOK 2010. The 39th IAGI Annual Convention
and Exhibition.
Susantoro, T.M., (2009): Optimalisasi Data Landsat 7 ETM+ dan SRTM untuk Revisi
Peta Geologi Lembar Bojonegoro. Thesis. Program Studi Penginderaan Jauh.
Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Susantoro T.M. dan Doma F.P., (2011): Identifikasi Kondisi Terkini Semburan
Lumpur Sidoarjo dari Citra Penginderaan Jauh. Jurnal Inderaja. Volume II.
No. 2 Juli 2011. LAPAN-Jakarta.
Susantoro T.M., Alia S.P. dan Ketut W., (2016): Pola Spektral Berbagai Tipe
Mudvolcano Menggunakan Analytical Spectral Devices. Seminar Nasional
Penginderaan Jauh – Sinas Inderaja. Deputi Bidang Penginderaan Jauh
LAPAN. The Margo Hotel Depok, 27 Juli 2016.
Susantoro T.M., Puspitasari A.S. dan Wikantika K., (2016): Environmental Baseline
Assessment in Oil and Gas Activities in Indonesia Using Remote Sensing.
Proceeding GEOSEA XIV and 45th IAGI Annual Convention (GIC 2016).
Bandung October 10-13, 2016.
Susantoro, T.M., Ketut, W., Alia, S.P dan Asep, P., (2017): Impact of Oil and Gas
Gield in Sugar Cane Condition Using Landsat 8 in Indramayu Area and its
Surrounding, West Java Province, Republic of Indonesia. IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science 54 (2017) 012019.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 96

Susantoro T.M. dan Suliantara, (2014): Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier
Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional.
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. Vol 48 No. 3. ISSN: 2089-3396.
Susantoro T.M. dan Suliantara, (2010): Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk
Perencanaan Jalur Pipa. Lembaran Publikasi LEMIGAS. No. 1 / Vol.44 /
April 2010.
Susantoro T.M., Suliantara and Sunarjanto D., (2010), Oil Spill Pollution Detection
Using PALSAR Data in Timor Sea, LEMIGAS Scientific Contributions to
Petroleum Science & Technology Volume 33, Number 2, September 2010,
ISSN : 0126-3501.
Susantoro T.M., Tjiptono A.G. and Suliantara, (2005): Use of High-Resolution
Satellite Data (IKONOS Imagery) for Logistic Support. Lemigas Scientific
Contribution. October 2005.
Taylor I. L., (2004): Methods of Exploration and Production Petroleum Resources.
Geology/ Vol. V. Encyclopedia Support Systems (EOLSS). U.S. Geological
Survey. Reston. Virginia. USA.
Teatini P., Castelletto N., Ferronato M., Gambolati G., Janna C., Cairo E., Marzorati
D., Colombo D., Ferreti A., Bagliani A. And Bottazzi F., (2011).
Geomechanical Response to Seasnal Gas Storage in Depleted Reservoirs: A
Case Study in the Po River Basin, Italy. Journal of Geophysischal Research.
Vol 116. F02002.
Teatini P., Gambolati G., Ferronato M., Settari A. And Walters D., (2010). Land
Uplift Due To Subsurface Fluid Injection. Journal of Geodynamics. Elsevier.
Vol 51.
Terry R.E., (2001). Enhanced Oil Recovery. Encyclopedia of Physical Science and
Tehcnology. 3rd Edition. Vol. 18. Robert A. Meyers Ed., Academic Press.
Pp 503-518.
Tucker, C., (1979): Red and Photographic Infrared Linear Combinations for
Monitoring Vegetation. Remote Sensing of Environment 8: 127–150.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.
Verstappen, H.Th., 1978. Remote Sensing in Geomorphology. International Institute
of Aerial Survey and Earth Science (I.T.C.) Elsevier Scientific Publishing
Company. Enchede, The Netherlands.
Volesky, J.C., Stern, R.J., and Johnson, P.R., 2003, Geological control of massive
sulfi de mineralization in the Neoproterozoic Wadi Bidah shear zone,
southwestern Saudi Arabia, inferences from orbital remote sensing and
field studies. Precambrian Research, 123, 235-247
Wahyono M. (Advisor), (2003). Plan of Development 2003. Badan Pelaksana Usaha
Kegiatan Hulu Migas. Jakarta.
97 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017

Williams A. K., (2000): The Role of Satellite Exploration in the Search for New
Petroleum Reserves in South Asia; NPA Paper, Proceedings of SPE-PAPG
Annual Technical Conference, Islamabad, November 9-10, 2000.
Wolf, A., (2010): Using WorldView 2 Vis-NIR MSI Imagery to Support Land
Mapping and Feature Extraction Using Normalized Difference Index Ratios.
Unpublished report, Longmont, CO: DigitalGlobe.
Yang H., (1999): Imaging spectrometry for hydrocarbon microseepage. Dissertation.
TU Delft. Master of Science in Geology. ITC Publication Nuumber 76.
Yang H., Meer F.V.D., Zhang J. dan Kroonenberg S.B., (2000): Direct Detection of
Onshore Hydrocarbon Microseepages by Remote Sensing Techniques.
Remote Sensing Review. https://www.researchgate.net/publication
/232910686. Research gate. DOI: 10.1080/027572500 095323 81.
Yang H., Meer F.D.V. and Zhang J., (2000). Aerospace Detection of Hydrocarbon-
Induced Alteration in Geochemical Remote Sensing of the Subsurface Hale
M. (editor). Handbook of Exploration Geochemistry. Vol. 7 Elsevier Science
B.V.
Yang, Z., Willis, P. dan Mueller, R., (2008): Impact of Band-Ratio Enhanced AWIFS
Image to Crop Classification Accuracy. Proceedings of the Pecora 17
Remote Sensing Symposium (2008), Denver, CO.
Yokoyama, R., Shirasawa, M. dan Pike, R. J., (2002): Visualizing Topography by
Openness: A New Application of Image Processing to Digital Elevation
Models. Journal of Photogrammetric Engineering & Remote Sensing. Vol
68. No. 3. American Society for Photogrammetry and Remote Sensing
Zhau x., Chang N.B. and Li S., (2009). Application of SAR Interferometry in Earth
and Environmental Science Research: Review. Sensors. 9. 1876-1912. ISSN.
1424-8220. doi:10.3390/s90301876.

BIOGRAFI PENULIS
Tri Muji Susantoro, S.T., M.Sc.
Tri Muji Susantoro merupakan peneliti muda bidang
penginderaan jauh di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
“LEMIGAS”. Lulusan Sarjana Teknik Ilmu dan
Teknologi Kelautan Universitas Diponegoro tahun
2000 dan Master of Science Universitas Gadjah Mada
tahun 2009 ini menekuni dunia penginderaan jauh,
terutama kaitannya dengan eksplorasi migas dan
kajian pendukungnya. Sepanjang karir penelitiannya
telah melakukan berbagai kajian meliputi kajian
perubahan luasan lahan, pengolahan data
penginderaan jauh untuk interpetasi geologi, akuisisi dan pengolahan data satelit
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 98

resolusi tinggi, rona awal lingkungan, law and regulation compliance for oil and gas
field development, aplikasi penginderaan jauh dan SIG untuk program community
development, monitoring kesesuaian lahan Jarak Pagar, kajian revitalisasi pelaporan
migas, pemetaan rembesan migas, penginderaan jauh untuk logistic support pada
seismik 3D, screening dan rangking cekungan untuk eksplorasi migas dan yang
lainnya.
Lebih dari 40 makalah ilmiah yang telah ditulis dan diterbitkan baik di prosiding
nasional, prosiding internasional dan jurnal nasional. Demikian pula berbagai
pelatihan dan seminar di bidang penginderaan jauh dan minyak dan gas bumi telah
diikuti untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Tahun 2015 sampai sekarang,
Tri Muji mengambil studi doktoral di Program Studi Geodesi dan Geomatika dengan
bidang minat Penginderaan Jauh dan bergabung di Center for Remote Sensing-Institut
Teknologi Bandung.

Prof. Ketut Wikantika


Ketut Wikantika adalah peneliti senior, Profesor dalam
bidang Penginderaan Jauh Lingkungan di Fakultas
Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung (ITB). Bidang penelitiannya adalah
pendekatan-pendekatan geospasial termasuk aplikasi
penginderaan jauh untuk demografi, pertanian,
kehutanan, tutupan lahan dan tata guna lahan serta
perubahannya, biogeografi dan biodiversiti termasuk
kebencanaan. Ketut Wikantika sudah melakukan
kerjasama dengan institusi luar negeri seperti
Universitas Chiba, Universitas Tottori, Universitas Nagoya, Universitas Kochi,
JIRCAS Jepang, Universitas Oklahoma, AIT, Universitas Salzburg, UTM Malaysia,
serta Pennsylvania State University. Kecintaannya terhadap bidang penelitian
membuatnya menjadi pendiri Forum Peneliti Indonesia Muda (ForMIND).

Anda mungkin juga menyukai