ISBN 978-602-5417-37-5
Kata Pengantar
Setiap tanggal 28 Oktober, Forum Peneliti Muda Indonesia (ForMIND)
melaksanakan kegiatan pertemuan tahunannya. Tahun 2017 ini, kegiatan ForMIND
dipusatkan di Sorong, Papua Barat. Adalah sebuah hal yang sangat menyenangkan
akhirnya kegiatan ForMIND dapat dilaksanakan di wilayah Indonesia Timur, di
Tanah Papua. Kegiatan ForMIND tahun 2017 agak berbeda dengan kegiatan
sebelumnya karena diisi dengan pelaksanaan International Conference bekerjasama
dengan Center for Remote Sensing (CRS) dan Kelompok Keilmuan Penginderaan
Jauh dan Sains Informasi Geografis, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,
Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain itu kegiatan rutin yang dilakukan adalah
penerbitan Buku Bunga Rampai ForMIND.
Untuk penerbitan tahun 2017 ini kontribusi penulis dari berbagai lembaga dan
perguruan tinggi semakin beragam yang berasal dari dalam dan luar negeri. Para
penulis berasal dari lembaga riset seperti Biofarma, perguruan tinggi selain ITB
yang berpartisipasi adalah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas
Padjajaran, Universitas Riau, Universitas Yasri, UIN Ar-Raniry, Universitas
Hasanuddin. Sedangkan dari luar negeri adalah Universitas Osaka (Jepang) dan
Universitas Strasbourg (Perancis). Bidang ilmu dalam makalah juga semakin
beragam mulai dari bidang kesehatan, biologi, geomatika, penginderaan jauh,
lingkungan, biodiversitas, farmasi bahkan rekayasa keuangan dan sosial-politik. Ini
menunjukkan bahwa buku Bunga Rampai ForMIND menunjukkan identitasnya
sebagai salah satu sumber alternatif referensi berbagai macam bidang keilmuan dan
aplikasinya saat kini dan ke depan di Indonesia. Paling lambat tahun depan,
diharapkan para penulis bisa bekerjasama dalam melakukan riset dan selanjutnya
dapat berkontribusi makalah yang menunjukkan hasil dari kerjasama riset tersebut.
Kami ucapkan terimakasih banyak kepada semua para kontributor atas makalahnya,
para reviewer, dan para editor sehingga Buku Bunga Rampai ForMIND dapat
diterbitkan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Sekali lagi kami
mengundang partisipasi rekan-rekan semua, para peneliti untuk menyumbangkan
makalahnya pada penerbitan Buku Bunga Rampai tahun 2018. Semoga buku ini
memberi manfaat kepada para insan peneliti, pendidik, praktisi, pemerintah,
lembaga lain serta industri khususnya yang ada di Indonesia.
Bandung, 28 Oktober 2017
Ketut Wikantika
Editor Utama
iii
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
Daftar Isi
Review Article
Pentingnya Data Pisang Indonesia ................................................................... 1
Long noncoding RNA (lncRNA) pada Tumbuhan............................................. 8
Aplikasi Pendekatan Metabolomik untuk Ilmu Tanaman .............................. 24
Aplikasi Pendekatan Metabolomik untuk Ilmu Pangan dan Mikrobiologi .... 39
Analisis Hasil Metode Pencarian Potensi Minyak Bumi dengan Teknologi
STeP (Sub-Terrain Prospecting) (Studi Kasus: Blok Lampung).................... 51
Peranan Teknologi Penginderaan Jauh Pada Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
........................................................................................................................ 67
Article
Penerapan Real Option Analysis dengan Perubahan Volatilitas dalam
Menentukan Nilai Proyek Pertambangan ....................................................... 88
Penentuan Porsi dalam Skema Profit-Loss Sharing Investasi Syariah ......... 104
Resonansi: Suatu Perspektif Dalam Kajian Gerakan Politik-Keagamaan
Ikhwanul Muslimin Di Indonesia ................................................................. 115
Kajian Faktor Kesiapan Lingkungan Dalam Rangka Peningkatan
Implementasi E-Goverment Indonesia Yang Lebih Baik ............................. 138
Biosintesis Nanopartikel Perak Menggunakan Ekstrak Metanol Daun
Kemangi (Ocimum Citriodorum) ................................................................. 150
Pengembangan Vaksin Hepatitis B Generasi Ke Tiga dan Vaksin Terapi
Berbasis Protein Rekombinan Subunit Indonesia ........................................ 162
Polimorfisme Gen N-Asetiltransferase 2 (NAT2) dan Implementasi
Farmakogenomik dalam pengobatan Tuberkulosis ...................................... 177
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Batang Tumbuhan Sarang
Semut (Myrmecodia Pendens Merr. & L. M. Perry) Terhadap Pseudomonas
Aeruginosa Dan Staphylococcus Aureus ...................................................... 187
Aplikasi Smartphone dalam Pembelajaran Biologi...................................... 198
Budaya Ekologi Suku Talang Mamak Dalam Pengelolaan Hutan ............... 207
Pemetaan Bangunan Tiga Dimensi Untuk Pemodelan Jalur Evakuasi Darurat
...................................................................................................................... 215
iv Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
Review Article
Peranan Teknologi Penginderaan Jauh Pada
Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
Tri Muji Susantoro1,2* dan Ketut Wikantika1,3,4
1
Center for Remote Sensing (CRS), Institut Teknologi Bandung (ITB)
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
“LEMIGAS”
3
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB)
4
ForMIND Institute (Indonesian Young Researcher Forum)
*)
E-mail: trimuji_s@yahoo.com
Abstrak
Penginderaan jauh berkembang pesat sejak tahun 1972 dengan diluncurkannya satelit
Landsat. Aplikasi penginderaan jauh untuk kegiatan migas mulai saat itu juga
berkembang dengan pesat. Secara umum penginderaan jauh terbukti berperan mulai
dari tahap awal eksplorasi sampai kegiatan produksi dan monitoringnya. Paper ini
membahas mengenai pemanfaatan penginderaan jauh untuk kegiatan pemetaan
geologi dan rembesan migas dalam rangka eksplorasi migas. Pemanfaatan lain dari
penginderaan jauh dapat digunakan untuk penilaian cekungan, pemetaan awal target
eksplorasi, rona awal lingkungan sebelum kegiatan eksplorasi migas, identifikasi
potensi jebakan migas, logistic support, perencanaan jalur pipa, monitoring
lingkungan dan deformasi lapangan migas.
Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Minyak dan Gas Bumi, Satelit, Eksplorasi,
Eksploitasi, Enhanced Oil Recovery, Deformasi
Abstract
Remote sensing is growing rapidly since 1972 with the launch of Landsat satellite.
The application of remote sensing for oil and gas activities began at that time also
growing rapidly. Generally, remote sensing are evident from early stage to
production and monitoring of oil and gas activities. This paper discusses the use of
remote sensing for geological and seepage mapping within the framework of oil and
gas exploration. Remote sensing also can be used for basin reconnaissance,
preliminary mapping of exploration targets, environmental baseline assessment prior
to oil and gas exploration activities, the possibility of oil and gas traps, logistical
support, pipeline planning, environmental monitoring and oil and gas field
deformation.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 68
1. PENDAHULUAN
Istilah “Remote Sensing atau Penginderaan Jauh” dikenalkan oleh Evelyn Pruitt pada
tahun 1950 dari US Office of Naval Research. Penginderaan jauh secara umum
didefinisikan sebagai ilmu atau seni untuk mengidentifikasi, mengamati dan
mengukur suatu obyek tanpa kontak langsung dengan obyek tersebut. Proses yang
terjadi di dalamnya termasuk deteksi dan pengukuran dari radiasi panjang gelombang
yang berbeda yang dipantulkan atau dipancarkan dari suatu obyek atau material
tertentu, yang dengannya memungkinkan untuk diidentifikasi dan dikategorikan
dalam kelas/tipe, bahan yang ada dan distribusi spasialnya (Mauger, 2014).
Sejak awal tahun 1960an sejumlah satelit beserta sensosrnya telah diluncurkan pada
orbitnya untuk mengamati dan memonitor bumi dan lingkungannya. Awalnya sensor
satelit ini digunakan untuk tujuan meteorologi. Satelit Landsat merupakan satelit
sumber daya bumi yang pertama kali diluncurkan pada bulan Juli 1972 dengan tujuan
utama untuk pemetaan dan monitoring tutupan lahan. Sampai tahun 1999 belasan
sensor satelit telah diluncurkan dari berbagai tipe untuk menyediakan data penting
dalam meningkatkan pengetahuan di bidang atmosfer, kelautan, es dan salju serta
daratan (Levin, 1999). Perkembangan sensor satelit baik sistem pasif seperti Landsat
dan SPOT serta generasinya, ASTER, IKONOS, ALOS, Quickbird, Worldview,
Orbview maupun sistem aktif seperti Radarsat, Jers, PALSAR, Sentinel dan yang
lainnya mulai berkembang pesat setelah itu.
Sejak Landsat diluncurkan kemudian diikuti dengan SPOT, JERS-1 serta yang
lainnya penginderaan jauh mulai berkontribusi dalam bidang eksplorasi migas.
Awalnya aplikasi penginderaan jauh untuk minyak dan gas bumi (migas) bertujuan
untuk aplikasi geologi (Rivereau dan Fontanel, 1976; Maruyama, 1994; Halbouty,
1980 dalam Meer dkk., 2002). Lasica (2015) dan Lehman (2014) memanfaatkan
aplikasi penginderaan jauh telah digunakan untuk kegiatan migas dalam 30 -40
dekade terakhir. Namun belum dilakukan secara luas untuk analisis bawah
permukaan. Di Indonesia penginderaan jauh untk eksplorasi migas pertama kali
digunakan pada tahun 1935 untuk pemetaan geologi dengan foto udara di Irian Jaya
(Sudrajat, 1990). Tahun 1972 dilakukan kajian interpretasi geologi dengan Landsat
di Rembang untuk mengidentifikasi Tinggian Pati, Antiklinorum Rembang dan Zona
Kendeng dengan citra komposit 754 RGB (Rivereau dan Fontanel, 1976).
Perkembangan pemanfaatan data penginderaan jauh baik sistem pasif maupun sistem
aktif untuk kegiatan migas selanjutnya dilakukan untuk semua fase kegiatan migas
mulai dari penilaian cekungan (Suliantara dkk., 2010; Manning 2017), pemetaan awal
target eksplorasi (Susantoro dan Suliantara, 2014), pemetaan rembesan alamiah
dalam rangka eksplorasi migas (Saunders dkk., 1999; Yang dkk., 2000; Meer dkk.,
2002; NASA, 2011; Abdulraziq, 2012; Joshua, 2015), rona awal lingkungan sebelum
69 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
Adanya Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi
mengatur kegiatan hulu migas dan gas metana batubara, dimana kegiatan migas
merupakan usaha untuk mengambil migas melalui kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi. Eksplorasi merupakan kegiatan pencarian migas untuk memperoleh
informasi mengenai kondisi geologi dalam rangka menemukan dan memperoleh
perkiraan cadangan migas di wilayah kerja yang ditentukan. Sedangkan eksploitasi
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan migas di wilayah kerja yang
ditentukan. Kegiatan eksploitasi dilakukan mulai dari pengeboran, penyelesaian
sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan untuk
pemisahan dan pemurnian migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
Secara umum langkah-langkah dalam kegiatan migas ada tujuh tahap utama. Adapun
langkah-langkah tersebut meliputi pencarian, penyewaan lahan atau kebutuhan akses,
operasi pemboran, pengembangan dan produksi, transportasi, pengolahan dan
pengilangan serta pemasaran. Tiga tahap pertama disebut juga tahap eksplorasi,
sedangkan empat tahap terakhir disebut tahap produksi atau ekstraksi (Taylor, 2004).
Di Indonesia secara khusus untuk kegiatan migas ada 3 alur utama, yaitu resources,
reserves dan production (Gambar 1). Kegiatan eksplorasi secara umum akan
menghasilkan resources. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan survei geologi dan
geofisika, pemboran eksplorasi dan studi geologi dan geofisika. Kegiatan yang
menghasilkan reserves merupakan kegiatan transisi antara eksplorasi dan produksi.
Pada kegiatan ini dilakukan pemboran sumur deliniasi untuk memperhitung cadangan
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 70
Di Indonesia detil kegiatan migas terdiri dari studi geologi regional, evaluasi geologi,
konsesi area, survei geologi dan geofisika, analisis/evaluasi lead dan prospek,
pemboran sumur eksplorasi dan analisisnya, analisis kelayakan dan keekonomian,
pemboran sumur pengembangan, pembangunan fasilitas dan infrastruktur dan
produksi hidrokarbon serta peningkatan rasio pengambilan migas melalui Enhanced
Oil Recovery (EOR) dan terakhir penutupan lapangan melalui reklamasi/
decommisioning atau dialihkan untuk pemanfaatan lainnya.
Tahap awal untuk mendapatkan wilayah kerja migas baru di Indonesia dilakukan
melalui studi geologi regional. Kajian penginderaan jauh, geologi dan geofisika
dilakukan untuk mengidentifikasi potensi adanya migas. pada kajian ini diharapkan
dapat mengidentifikasi potensi batuan sumber (sources rock), kematangan batuan,
migrasi migas, batuan reservoir dan tudung (seal). Adanya Seepages memperkuat
indikasi telah terbentuknya migas di wilayah yang dikaji. Potensi migas ditunjukkan
dengan adanya reservoir batu pasir atau batugamping, adanya batuan induk yang
71 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
berupa shale dan serpih yang diperkirakan sudah matang, adanya model-model
perangkap dan tudung (seal) serta diperkirakan migrasi sudah berjalan. Pengambilan
wilayah kerja secara kelembagaan dilakukan melalui kontrak dengan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.
Survei dan kajian geologi dan geofisika dilakukan untuk menentukan target
eksplorasi. Pemetaan lead dan prospek dilakukan untuk memperkirakan volume
inplace resources. Keyakinan geologi (Geological Chance Factor/GCF) dilakukan
untuk membuat ranking target pemboran. Penginderaan jauh pada tahap ini berperan
untuk pemetaan rembesan, perencanaan survei lapangan dan pemetaan geologi.
Pemboran eksplorasi (wildcat) biasanya dilakukan pada prospek volumenya dan
GCF besar . Pada rencana pemboran penginderaan jauh berperan untuk memetakan
rute dalam mobilisasi alat berat ke lokasi pemboran. Apabila ditemukan migas yang
mengalir, bukan hanya indikasi (shows) maka dilakukan pemboran delineasi untuk
menghitung total cadangan (reserves).
Pada awal produksi, energi untuk mengangkat hidrokarbon terpenuhi secara alamiah
dari bawah permukaan bumi, misalnya karena tekanan yang tinggi (primary
production). Energi di dalam bumi secara alamiah akan mengalami penurunan
sehingga diperlukan energi lain untuk mengangkat hidrokarbon. Biasanya pada
kondisi ini dilakukan injeksi dengan fluida, gas alam atau air. Proses ini dilakukan
untuk memelihara tekanan dari reservoir (secondary recovery process). Tertiary
recovery processes diperlukan apabila proses kedua tidak berjalan efektif dengan
mempertimbangkan kondisi reservoirnya. Proses ketiga ini disebut Enhanced Oil
Recovery (EOR). EOR dapat dilakukan dengan empat kategori, yaitu miscible
flooding processes dengan miscible displacement termasuk didalamnya single
contact dan multiple contact miscible processes; chemical flooding processes dengan
polimer, micellar polimer atau alkaline flooding; thermal processes dengan air
panas, steam dan pembakaran in situ; dan microbial processes menggunakan
mikroorganisme (Terry, 2001).
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 72
Akibat eksploitasi migas dan EOR dapat terjadi deformasi permukaan lapangan
migas. deformasi tersebut dapat dilakukan pemantauan dengan penginderaan jauh.
Estimasi deformasi ini dilakukan berdasarkan citra penginderaan jauh gelombang
mikro yang berpasangan (Francescheti dan Lanari, 1999). Adapun setelah masa
eksploitasi/produksi berakhir dilakukan penutupan lapangan dan reklamasi.
Reklamasi diperlukan untuk mengembalikan kondisi habitat dan ekosistemnya.
Reklamasi merupakan suatu tindakan usaha untuk mendatangkan manfaat dengan
pembaharuan atau pemulihan lahan atau air yang diakibatkan dari eksplorasi atau
pengembangan mineral, pertambangan atau tempat operasi pengolahan dan
pembuangan sampah dengan jalan mencegah atau mengontrol kerusakan lingkungan
secara in situ dan eks situ (Andersen dkk., 2009). Pemanfaatan penginderaan jauh
pada reklamasi migas digunakan untuk memetakan kondisi awal sebelum adanya
kegiatan eksplorasi, kondisi vegetasi pada saat reklamasi dan perubahan temporalnya.
Adapun tahap kegiatan migas secara detil dapat dilihat pada Gambar 2.
73 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
3. PEMETAAN GEOLOGI
Pemahaman geologi sangat penting untuk pembangunan wilayah agar lebih terencana
dan berhasil (Susantoro, 2009). Pada kegiatan migas pemetaan geologi permukaan
menjadi langkah awal dalam kegiatan eksplorasi. Perkembangan penginderaan jauh
secara menerus dari tahun 1970an mulai dari Landsat MSS, TM, SPOT dan sistem
radar telah digunakan untuk memetakan geologi dan identifikasi prospek migas.
Khusus citra radar dan SAR telah dapat digunakan untuk menajamkan ekspresi
bawah permukaan bumi. secara umum aplikasi penginderaan jauh menjadi kunci
sukses dalam eksplorasi hidrokarbon dengan integrasi data lainnya seperti seismik,
sumur, graviti dan magnetik (Yang dkk., 2000). Pada proses pemetaan geologi
dengan memanfaatkan data penginderaan jauh dapat dilakukan melalui interpretasi
secara visual maupun digital.
Interpretasi geologi secara visual dengan foto udara atau citra penginderaan jauh
secara umum ada 4 tahapan, yaitu 1) deteksi kenampakan obyek pada citra
berdasarkan resolusi spasial, pola pantulan dan emisi panjang gelombang yang
digunakan; (2) pengenalan dan identifikasi obyek, dimana kenampakan yang diamati
diidentifikasi dan dikelaskan sebagai kategori yang diketahui; (3) proses interpretasi
sebagai analisis berdasarkan pola yang dibentuk pada kenampakan obyek. Pada tahap
ini citra hasil analisis didelineasi berdasarkan karakteristik tertentu yang tampak
secara individual. Hal ini diklasifikasikan berdasarkan kategori yang diketahui; (4)
proses akhir interpretasi untuk memastikan dan mengidentifikasi semua area dengan
klas-klas. Pada banyak kasus metode induksi dan deduksi dilibatkan pada hasil final
dan pada tahap ini cek lapangan harus dilakukan (Verstappen, 1978).
Interpretasi geologi secara manual/visual teknisnya ada dua tahap. Pertama dilakukan
interpretasi batas perlapisan (bedding) yang jelas dan tegas. Tujuannya agar saat
melakukan penarikan garis batas perlapisan batuan tidak terjadi kekacauan arah batas.
Hasilnya didetilkan dengan penarikan garis putus-putus pada bedding yang tidak jelas
dengan arah trend geologi mengikuti bedding yang telah ditarik pertama. Garis putus
– putus bedding menunjukkan bahwa bedding yang ditentukan masih diperkirakan
sekaligus untuk menandai perbedaan satuan unit. Interpretasi struktur pada tahap ini
berupa penarikan kelurusan kelurusan yang ada. Biasanya untuk kekar, kelurusan
yang ada relatif pendek, sedangkan untuk sesar relatif panjang. Tahap kedua
merupakan tahap interpretasi analisis, yaitu untuk studi batuan dan studi struktural
(Setiawan, 2004).
dan analisis data penginderaan jauh dilakukan untuk menajamkan kenampakan suatu
bentuk secara lebih jelas, penyajian grafis atau analisis kuantitatif dan penggunaan
karakteristik warna atau tone dalam rangka membuat variabel dari peta topografi dan
atau mengekstrak banyak informasi dari citra penginderaan jauh (Bjornerud dan
Boyer, 1996).
Pengolahan data penginderaan jauh dengan citra komposit warna 457 RGB dan PCA
dapat dilakukan untuk menghasilkan peta bentuklahan, litologi dan struktur geologi
untuk pencarian awal jebakan migasi (Franto, 2003). Pemetaan geologi dengan
metode OIF pada Landsat TM untuk menghasilkan komposit warna 457 RGB dan
filter undirectional dan directional dapat dilakukan untuk mempertegas kelurusan
dan satuan batuan (Setianto, 2003). Aplikasi penginderaan jauh untuk pemetaan
geologi dapat dilakukan dengan kombinasi data penginderan jauh sistem aktif dan
pasif (Havid, 1998), Pengolahan data Digital Elevation Model (DEM) dapat
dilakukan dengan teknik shaded relief jika tidak tersedia data penginderaan jauh
(Sarapirome dkk., 2002), pengolahan DEM dari data penginderaan jauh untuk
analisis geomorfologi (Kamp dkk., 2003) atau ekstraksi secara otomatis dengan
klasifikasi berbasis obyek dari data penginderaan jauh sistem aktif (Gloaguen dkk.,
2007).
Penisbahan saluran (band ratio) merupakan salah satu metode yang sering digunakan
pada pemetaan geologi. Metode ini dilakukan dengan kombinasi antar saluran
melalui perbandingan untuk menghasilkan nilai digital yang baru (Drury, 1987).
Secara khusus metode ini digunakan untuk mengekspresikan informasi tertentu.
Beberapa perbandingan yang sering digunakan seperti pada Landsat TM
perbandingan saluran 3 dan saluran 1 menajamkan oksida besi (Ouattara dkk., 2004);
perbandingan saluran 5 dengan saluran 7 untuk menajamkan mineral lempung (Sabin
1987). Penggunaan band ratio dapat dikombinasikan dengan komposit warna, seperti
band ratio 3/1, 5/7 dan 3/5 (RGB) pada Landsat TM lebih mengekspresikan informasi
geologi dan mempunyak kontras yang besar diantara unit batuan dibandingkan
dengan citra komposit konvensional maupun OIF (Sabin, 1987). Adapun logaritma
yang sering digunakan pada pemetaan geologi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel
2.
Tabel 1. Algoritma yang Sering Digunakan dalam Pemetaan Geologi dan
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 76
mineral secara spesifik (Everett dkk., 2002). Pemanfaatan data Hyperspektral untuk
pemetaan geologi dapat lebih detil untuk memetakan material di permukaan dan sang
penting untuk eksplorasi mineral atau alterasi batuan. Gambar 3 dan Gambar 4
merupakan contoh-contoh interpretasi geologi dari berbagai citra penginderaan jauh.
a. Komposit Warna PCA Landsat b. Komposit Warna PCA Quickbird: PC3,PC2, PC1
TM: PC3,PC2, PC1 RGB RGB
c. Peta Geologi Hasil klasifikasi d. Peta Geologi Hasil klasifikasi dengan metode
dengan metode Spectral Angle Spectral Angle Mapper (SAM) dari 8 endmember
Mapper (SAM) dari 8 endmember pada Quickbird
pada Landsat TM
Fenomena permukaan yang terjadi sebagai akibat adanya migas di bawahnya berupa
peningkatan mineral lempung, peningkatan ferrous dan penurunan ferric (iron ion),
peningkatan carbon di tepi lapangan (delta carbon), radiometric, geobotany, soil gas
dan geomorphic high (Yang, 1999; Saunders dkk., 1999). Pada jangka panjang
adanya rembesan hidrokarbon menyebabkan anomali sehingga terjadi perubahan
mineral dan kimia di permukaan tanah. Bakteri mengoksidasi hidrokarbon yang
mempengaruhi pH disekitarnya. Hal ini akan mengubah kandungan mineral lempung,
oksida besi dan sulfida besi (Schumacher, 1996). Pemetaan mineral lempung dapat
dilakukan menggunakan data ASTER, Landsat ataupun hiperspektral. indeks mineral
lempung pada citra penginderaan jauh ASTER, Adapun formula yang dapat
digunakan dengan perbandingan (B4/B5)(B8/B6) untuk kaolinit, (B7/B5)(B7/B8)
untuk alunit dan (B6/B8)(B9/B8) untuk kalsit (Ninomiya, 2003; Gabr dkk., 2010).
Gambar 5. Hubungan adanya migas dengan kondisi permukaan (Yang Hong, 1999)
menjadi ion sulfida yang mengakibatkan pengurangan hematit menjadi pirit. Atom
hidrogen yang dilepaskan dari reaksi ini akan bereaksi dengan feldspars yang ada
mengakibatkan presipitasi kaolinit. Kondisi ini mendukung reaksi antara ion
bikarbonat dan ion Ca yang menyebabkan pengendapan kalsit pada pori-pori yang
terbuka setelah pengurangan dan pengangkatan hematit (Petrovic dkk., 2012).
Adapun pantulan oksida besi dan mineral lempung dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Profil pantulan pada gelombang tampak dan IR pada tanah yang berasosiasi
dengan material besi dan lempung (Soe dkk., 2005).
Perbandingan panjang gelombang 0,63 -0,69 μm dengan 0,45 -0,52 μm pada landsat
7 dapat memberikan gambaran kualitatif zona perubahan hematitic (Ouattara dkk.,
2004). Di tanah, karbondioksida yang berbentuk asam karbonat dapat bereaksi
dengan mineral lempung dan membentuk pengendapan kalsium karbonat sekunder
dan silifikasi. Pada kondisi asam dihasilkan oksidasi hidrokarbon oleh mikroba,
pelapukan secara diagenesa dari feldspar menjadi lempung, pencucian pottasium dan
elemen radioaktif dari lempung dan konversi smektit ke karbonat besi yang dikenal
dengan istilah “delta C”. Kondisi delta C pada struktur migas menunjukkan tinggi di
tepi akumulasi migas (Salati, 2014). Reaksi antara hidrogen sulfida dan oksida besi
dapat menghasilkan anomali magnetite, maghemite, pyrhotite dan greigite di
lapangan migas. Namun demikian anomali tersebut terkadang kontroversi, karena
peningkatan rasio magnetik di tanah dapat berhubungan dengan curah hujan dan
iklim (Liu dkk., 1994; Maher dan Thompson, 1992).
Pada dasarnya analisis indeks vegetasi memanfaatkan panjang gelombang biru, hijau,
merah dan inframerah dekat. Adanya penurunan kesehatan vegetasi (seperti vegetasi
stress) akibat gangguan dari akumulasi rembesan migas ataupun gangguan lainnya
akan mengubah pola spektral yang menjadi turun pada Inframerah dekat (Yang, 1999;
Noomen, 2007; Omodanisi dan Salami, 2014). Selain itu pada panjang gelombang
tampak pantulan meningkat dan berubah dari posisi yang seharusnya sehingga terjadi
pergeseran batas tepi panjang gelombang merah (Smith dkk., 2004). Indikasi
gangguan pada vegetasi dapat menyebabkan rendahnya nilai indeks vegetasi di
sekitar sumur migas sebagai pengaruh dari lapangan migas yang ada (Susantoro dkk.,
2017). Adapun jenis-jenis indeks vegetasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks Vegetasi yang Biasa Digunakan untuk Pemetaan Kondisi Vegetasi
No Indeks Rumus Referensi
Vegetasi
1 Atmospherical 𝑁𝐼𝑅 − (𝑅𝑒𝑑 − 𝛾(𝐵𝑙𝑢𝑒 − 𝑅𝑒𝑑) Kaufman
ly Resistant 𝑁𝐼𝑅 + (𝑅𝑒𝑑 − 𝛾(𝐵𝑙𝑢𝑒 − 𝑅𝑒𝑑) dan Tanre,
Vegetation 1992
Index (ARVI)
2 Difference 𝑁𝐼𝑅 − 𝑅𝑒𝑑 Tucker,
Vegetation 1979
Index (DVI)
3 Enhanced (𝑁𝐼𝑅 − 𝑅𝑒𝑑) Huete
Vegetation 2.5 + dkk., 2002
(𝑁𝐼𝑅 + 6 ∗ 𝑅𝑒𝑑 − 7.5 ∗ 𝐵𝑙𝑢𝑒 + 1)
Index (EVI)
4 Global (𝑅𝑒𝑑 − 0.125) Pinty dan
Environmental 𝐺𝐸𝑀𝐼 = 𝑒𝑡𝑎(1 − 0.25 ∗ 𝑒𝑡𝑎) + Verstraete,
(1 − 𝑅𝑒𝑑)
Monitoring 1992
Index (GEMI) 2(𝑁𝐼𝑅2 − 𝑅𝑒𝑑 2 ) + 1.5 ∗ NIR + 0.5 ∗ Red
eta =
𝑁𝐼𝑅 + 𝑅𝑒𝑑 + 0.5
5 Green 𝑁𝐼𝑅 − (𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 − 𝛾(𝐵𝑙𝑢𝑒 − 𝑅𝑒𝑑) Gitelson
Atmospherical 𝑁𝐼𝑅 + (𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 − 𝛾(𝐵𝑙𝑢𝑒 − 𝑅𝑒𝑑) dan
ly Resistant Merzlyak,
Index (GARI) 1996
6 Green 𝑁𝐼𝑅 − 𝐺𝑟𝑒𝑒𝑛 Sripada
Difference dkk., 2006
Vegetation
Index (GDVI)
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 82
Gambar 8. Hasil Pengolahan Landsat 7 ETM+ merging dengan SRTM pada Struktur Lipatan
Antiklin Asimetri di Kawengan, Cepu, Jawa Tengah (Susantoro, 2009).
5. Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Kegiatan Migas Lainnya
Kegiatan migas merupakan pekerjaan yang padat modal, teknologi dan beresiko
tinggi. Perencanaan sangat penting untuk kelancaran setiap pekerjaannya. Kondisi
eksplorasi dan eksploitasi migas yang terkadang di lokasi yang terpencil dan
infrastruktur belum ada membutuhkan perencanaan dan pemahaman mengenai
kondisi lokasi dengan baik. Penginderaan jauh merupakan salah satu solusi untuk
dapat memahami lokasi tersebut. Penginderaan jauh selain untuk pemetaan geologi
dan rembesan migas dalam mendukung kegiatan eksplorasi juga berperan dalam
kajian rona awal lingkungan, perencanaan dan logistic support, pengembangan
lapangan migas serta monitoring.
Rona awal lingkungan merupakan bagian penting sebelum kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi migas. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh
kualitas dan kuantitas dari kondisi awal baik biotik, abiotik, maupun sosial budaya
sehingga memudahkan menyusun suatu rencana kerja dan pengelolaan wilayah kerja
yang terpadu. Tujuan utama dari seluruh rangkaian kegiatan studi ini adalah sebagai
bahan masukan dan data dasar dalam usaha menjaga kinerja pengelolaan lingkungan
yang baik dan berkelanjutan; menilai kualitas lingkungan yang ada dan sensitivitas
sekaligus dampak terhadap lingkungan dari kegiatan migas yang akan dilakukan;
mengidentifikasi faktor-faktor penting lingkungan atau daerah geografis pada suatu
wilayah kerja sehingga dapat mencegah pembangunan dengan resiko lingkungan
yang buruk dan memberikan informasi sebagai dasar dalam menetapkan pemenuhan
kebutuhan eksplorasi dan eksploitasi migas (Baradinamika Citra Lestari, 2015).
Pada kajian rona awal lingkungan pemetaan kawasan sensitif sangat penting untuk
dilakukan. Kawasan tersebut merupakan kawasan yang rentan untuk dilakukan
aktivitas kegiatan migas.
Support secara khusus didefinisikan sebagai peta hasil interpretasi data penginderaan
jauh dan telah diverifikasi melalui survei lapangan yang dapat memberikan informasi
tentang kondisi suatu daerah untuk membantu perencanaan dalam survei seismik
(Susantoro, 2005). Pada survei seismik, terutama seismik 3D diperlukan informasi
yang akurat dan presisi untuk meminimalkan biaya dan dampak negatif atau konflik
dengan penduduk setempat. Data-data yang dibutuhkan meliputi jalan dan
infrastrukturnya untuk mobilisasi alat, sungai dan sungai purba untuk kebutuhan air,
data tutupan lahan, bangunan, fasilitas publik, data demografi dan administrasi untuk
memperkirakan kompensasi ganti untung. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk
kegiatan tersebut (Susantoro, dkk, 2005).
Survei seismik harus menghindari lokasi-lokasi yang sensitif baik secara sosial
maupun fisik. Hal ini karena akan menimbulkan dampak yang komplek. Pada daerah-
daerah tersebut diperlukan pembuatan buffer. Lokasi-lokasi yang sensitif meliputi
permukiman, pemakaman, jalan perkerasan, jaringan listrik tegangan tinggi,
bangunan keagamaan, jalan utama, fasilitas migas dan dam (Susantoro, 2005). Pada
permukiman aktivitas seismik dapat mempengaruhi kondisi bangunan seperti halnya
efek gempa bumi, terutama pada bungan dengan pondasi yang dangkal (Dashti dkk.,
2010).
Pada perencanaan jalur pipa membutuhkan informasi kondisi permukaan bumi yang
terbaru. Informasi tersebut secara efektif dan efisien dapat diperoleh dari data
penginderaan jauh, Peta Topografi dan survei lapangan. Pada perencanaan jalur pipa
secara umum digunakan analisis jarak terdekat. Kemudian dilanjutkan dengan
menganalisis hambatan pada jalur tersebut sehingga dapat ditentukan alternatif
jalurnya. Selain itu diperlukan data keberadaan fasilitas umum, fasilitas khusus,
fasilitas sosial, situs/arkeologi, informasi aksesibilitas, penggunaan lahan dan
morfologi daerah rencana jalur pipa. Data-data tersebut sangat diperlukan untuk
dikaji mengenai kemungkinan bisa atau tidak dilewati jalur pipa. Hal lain yang tidak
kalah pentingnya adalah analisis peraturan perundangan yang terkait dengan rencana
jalur pipa. Analisis dilakukan agar perencanaan jalur pipa tersebut memenuhi regulasi
yang ada. (Susantoro 2010).
Dampak yang paling berbahaya dalam operasi jalur pipa berupa pecahnya pipa
tersebut karena medan yang tidak stabil atau bahaya geologi. Synthetic Aperture
Radar (SAR) dan citra penginderaan jauh sistem optik yang terintegrasi dengan GIS,
merupakan rangkaian teknologi untuk mendukung penentuan jalur pipa dan mitigasi
terhadap risiko bencana yang efektif (MDA, 2017). Penginderaan jauh dan citra foto
juga menyediakan informasi yang bermanfaat untuk updating peta tutupan lahan,
deteksi perubahan bentuklahan, program rencana survei lapangan dan lokasi
lingkungan yang sensitif serta kondisi daerahnya. Pada level detil diperlukan panjang
jalur pipa yang dapat diperoleh dari penginderaan jauh. Penggunaan penginderaan
jauh tersebut efektif dan efisien secara biaya pada investigasi lapangan (Johnson and
Petterson, 1986).
87 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
Deformasi, baik pengangkatan muka tanah maupun penurunan muka tanah dapat
terjadi di lapangan migas. Pengangkatan muka tanah dapat terjadi karena injeksi air
(Klemm dkk., 2010), pengisian air tanah secara alami (Zhou dkk., 2009; Teatini dkk.,
2011), injeksi uap air panas (Khakim, 2012) atau injeksi cairan secara umum (Teatini
dkk., 2010). Adapun penurunan muka tanah pada lapangan migas terjadi karena
kosongnya reservoir akibat pengambilan migas yang menerus (Klemm dkk., 2010).
Gambar 9. Efek Geomekanik pada Reservoir yang telah kosong sehingga mengakibatkan
penurunan muka tanah yang disertai pergerakan horisontal permukaan. Hal ini
memungkinkan mengaktifkan sesar yang dapat merusak sumur migas atau
fasilitas di permukaannya (Klemm dkk., 2010)
6. KESIMPULAN.
Kegiatan migas yang padat modal, teknologi tinggi dan beresiko tinggi dan terkadang
harus dilakukan pada daerah yang terpencil membutuhkan efisiensi dalam setiap
langkahnya. Penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif teknologi yang dapat
digunakan untuk efisiensi kegiatan migas dalam setiap fase kegiatannya. Hal ini
didukung oleh perkembangan penginderaan jauh yang pesat baik dari segi resolusi
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 88
DAFTAR REFERENSI
Abdulraziq A. M. M. A., (2012): Remote Sensing Petroleum Seepages Detection.
City and Regional Planning. King Fahd University of Petroleum Minerals.
Arab Saudi.
Andersen M., Coupal R. And White B., (2009): Reclamation Cost and regulation of
Oil and Gas Development with Application to Wyoming. Western
Eeconomic Forum, Spring. Pp 40-48.
Bannari, A., Asalhi, H. dan Teillet, P., (2002): Transformed Difference Vegetation
Index (TDVI) for Vegetation Cover Mapping. Proceedings of the Geoscience
and Remote Sensing Symposium, IGARSS 2002, IEEE International, Volume
5.
Baradinamika Citra Lestari, (2015): Environmental Baseline Assessment Wilayah
Kerja Bengara II, Kabupaten Bulungan , Provinsi Kalimantan Utara.
Bierwith, P., (2002): Evaluation of ASTER satellite data for geological applications.
Consultancy report to Geoscience Australia.
Birth, G. dan McVey, G., (1968): Measuring the Color of Growing Turf with a
Reflectance Spectrophotometer. Agronomy Journal 60: 640-643.
Bjonerud M.G. and Boyer B., (1996). Image Analysis in Structural Geology Using
NIH Image in Paor D.G.D. (Editor)., (1996): Structural Geology and
Personnal Computer. Computer Methods in the Geosciences. Pergamon.
Elsevier Sciences Ltd.
Boegh, E., Soegaard, H., Broge, N., Hasager, C., Jensen, N., Schelde, K. dan
Thomsen. A., (2002): Airborne Multi-spectral Data for Quantifying Leaf
Area Index, Nitrogen Concentration and Photosynthetic Efficiency in
Agriculture. Remote Sensing of Environment 81, no. 2-3: 179-193.
Brantley S.T., J.C. Zinnert J.C. and D.R. Young, 2011. Application of Hyperspectral
Vegetation Indices to Detect Variations in High Leaf Area Index Temperate
Shrub Thicket Canopies. Remote Sensing of Environment. 115. Pp 514-523.
Butt, A., R. Shabbir, S.S. Ahmad and N. Aziz., 2015. Landuse Change Mapping and
Analysis Using Remote Sensing and GIS: A Case Study of Simly Watershed,
Islamabad, Pakistan. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space
Sciences 18. 251-259. www.elsevier.com/locate/ejrs.
Chen, J., (1996): Evaluation of Vegetation Indices and Modified Simple Ratio for
Boreal Applications. Canadian Journal of Remote Sensing 22: 229-242.
89 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
Crippen, R., (1990): Calculating the Vegetation Index Faster. Remote Sensing of
Environment 34: 71-73.
Crystiana I., Susantoro T.M. dan Junaedi T., (2014): Identifikasi Potensi Migas
melalui Citra Satelit dengan Pendekatan Anomali Topografi (Studi Kasus
Daerah Indramayu dan Sekitarnya. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas
Bumi. Vol. 48. No 2. ISSN: 2089-3396. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Jakarta.
Crystiana I., Susantoro T.M. dan Firdaus N., (2015): Pengolahan Data Citra Satelit
untuk Mengidentifikasi Potensi Jebakan dalam Kegiatan Eksplorasi Migas.
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. Vol. 49. No 1. ISSN: 2089-3396.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
“LEMIGAS”. Jakarta.
Crystiana I. Dan Susantoro T.M., (2013). Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji
Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua. Lembaran
Publikasi Minyak dan Gas Bumi. Vol 47. No. 2. Jakarta.
Dashti S., Bray J.D., Pestana J.M., Riemer M., Wilson D., (2010): Mechanisms of
Seismivally Induced Setllemetn of Buildings with Shallow Foundation on
Liquefiable Soil. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering.ASCE. 136(1). Pp 151-164.
Deguchi T. dan Narita T, (2015): Monitoring of Land Deformation Due to Oil
Production by INSAR Time Series Analysis Using Palsar Data in Bolivarian
Republic of Venezuela. Prooceding Fringe 2015 Workshop. Frascati, Italy.
23-27 March 2015.
Drury, S.A.1987. Image Interpretation in Geology. Department of Earth Sciences.
The Open University. Allen & Unwin. London.
Dusseault M.B. and Rothenburg L., (2002): Analysis of Deformation Measurements
for Reservoir Management. Oil and Gas Science and Technology-Rev. IFP.
Vol 57. Pp 539-554.
Everett J.R., Staskowaski R.J. and Jengo C., (2002). Remote Sensing and GIS Enable
Future Exploration Success. World Oil. Nov. 2002. Vol. 223 No 11.
Febriono D.P., Susantoro T.M. dan Suliantara, (2010): Monitoring Semburan
Lumpur Sidoarjo. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XVII.
Bogor.
Franto, 2003, Pemanfaatan Citra Landsat TM Digital untuk Survei Pendahuluan
Pencarian Struktur Jebakan Minyakbumi, Studi Kasus di Cepu dan
Sekitarnya, Tesis S2, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Franceschetti G. and Lanari R., (1999): Synthetic Aperture Radar Processing. CRC.
Boca Raton.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 90
Girouard G., Bannari A., El-Harti A. And Desrochers A., (2017): Validated Spectral
Angle Mapper Algorithm for Geological Mapping: Comparative Study
between Quickbird and Landsat TM. Ottawa-Carleton Geoscience Center.
Ottawa.
Gitelson, A.A., Kaufman, Y. dan Merzylak, M., (1996): Use of a Green Channel in
Remote Sensing of Global Vegetation from EOS-MODIS. Remote Sensing
of Environment 58: 289-298.
Gitelson, A.A., Strark, R., Grits, u., Rundquist, D., Kaufman dan Derry, D., (2002):
Vegetation and Soil Lines in Visible Spectral Space: A Concept and
Technique for Remote Estimation of Vegetation Fraction. International
Journal of Remote Sensing 23: 2537−2562
Gloaguen, R., P. R. Marpu and I. Niemeyer, 2007. Automatic Extraction of Faults
and Fractal Analysis from Remote Sensing Data. Nonlin Processes Geophys.,
14. 131- 138.
Goel, N. dan Qin, W., (1994): Influences of Canopy Architecture on Relationships
Between Various Vegetation Indices and LAI and Fpar: A Computer
Simulation. Remote Sensing Reviews 10: 309-347.
Havid, 1998. Pemanfaatan citra ERS-1 (SAR) dan Citra Landsat Thematic mapper
untuk Kajian Struktur Geologi. Studi Kasus di Daerah Ungaran – Salatiga
Jawa Tengah, Tesis S2, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Hewson, R.D., Cudahy, T.J., and Huntington, J. F., (2001): Geologic and alteration
mapping at Mt Fitton, South Australia, using ASTER satellite-borne data:
Proceedings of the IEEE 2001 International Geoscience and Remote Sensing
Symposium, Sydney, N.S.W., 2001.
Hewson, R.D., Cudahy, T.J., Burtt, A.C., Okada, K., and Mauger, A.J., (2004),
Assessment of ASTER imagery for geological mapping within the Broken
Hill and Olary Domains: 12th Australasian Remote Sensing and
Photogrammetric Conference Proceedings, Perth, W.A., 2004.
Huete, A., Didan, K., Miura, T. dan Ferreira, L.G., (2002): Overview of the
Radiometric and Biophysical Performance of the MODIS Vegetation Indices.
Remote Sensing of Environment 83:195–213.
Huete, A., (1988): A Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI). Remote Sensing of
Environment 25: 295-309.
Ji L., Zhang Y., Wang Q., Xin Y. dan Li J., (2016). Detecting Uplift Associated with
Enhanced Oil Recovery Using INSAR in the Karamay Oil Field, Xinjiang,
China. International Journal of Remote Sensing. Volume 37, 2016 - Issue 7.
Johnson and Petterson (Editors). (1986): Geotechnical Application of Remote
Sensing and Remote Data Transmission. A. Symposium on Soil and Rock.
91 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
Saunders D.F., Burson K.R. dan Thompson C.K., (1999): Model for Hydrocarbon
Microseepages and Related Near-Surface Alteration. Bull. Am. Ass. Petrol.
Geology. 83. 170-185.
Short, N. M., 2008. Remote Sensing Tutorial. National Aeronautics and Space
Administration. http://rst.gsfc.nasa.gov.
Smith, K.L., Steven, M.D. dan Colls, J.J., (2004): Spectral Responses of Pot Grown
Plants to Displacement of Soil Oxigen. International Journal of Remote
Sensing. 25 (20): 4395-4410.
SKK Migas, (2013): Buku Laporan Tahunan. SKK MIGAS. Jakarta.
Soe, M., Kyaw, T.A. dan Takashima, I., (2005): Application of Remote Sensing
Technique on Iron Oxide Detection from ASTER and Landsat Images of
Tanintharyi Coastal Area, Myanmar. Akita University.
Sripada, R.P., Heinigerb, R.W., Whitec, J.G. dan Meijer, A.D., (2006): Aerial Color
Infrared Photography for Determining Early In-season Nitrogen
Requirements in Corn." Agronomy Journal 98: 968-977.
Sudrajat, (1990):. Petunjuk dalam Penafsiran Geologi Potret Udara. Diktat Kuliah.
Pusat Pendidikan Interpretasi Foto Udara, Pasca Sarjana Angkatan II.
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suliantara, Doma F.P., Isnawati dan Trimuji, S., (2010): Remote Sensing Geology of
South Upper Kutei Basin, East Kalimantan Based on Palsar Imagery.
Proceeding PIT IAGI LOMBOK 2010. The 39th IAGI Annual Convention
and Exhibition.
Susantoro, T.M., (2009): Optimalisasi Data Landsat 7 ETM+ dan SRTM untuk Revisi
Peta Geologi Lembar Bojonegoro. Thesis. Program Studi Penginderaan Jauh.
Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Susantoro T.M. dan Doma F.P., (2011): Identifikasi Kondisi Terkini Semburan
Lumpur Sidoarjo dari Citra Penginderaan Jauh. Jurnal Inderaja. Volume II.
No. 2 Juli 2011. LAPAN-Jakarta.
Susantoro T.M., Alia S.P. dan Ketut W., (2016): Pola Spektral Berbagai Tipe
Mudvolcano Menggunakan Analytical Spectral Devices. Seminar Nasional
Penginderaan Jauh – Sinas Inderaja. Deputi Bidang Penginderaan Jauh
LAPAN. The Margo Hotel Depok, 27 Juli 2016.
Susantoro T.M., Puspitasari A.S. dan Wikantika K., (2016): Environmental Baseline
Assessment in Oil and Gas Activities in Indonesia Using Remote Sensing.
Proceeding GEOSEA XIV and 45th IAGI Annual Convention (GIC 2016).
Bandung October 10-13, 2016.
Susantoro, T.M., Ketut, W., Alia, S.P dan Asep, P., (2017): Impact of Oil and Gas
Gield in Sugar Cane Condition Using Landsat 8 in Indramayu Area and its
Surrounding, West Java Province, Republic of Indonesia. IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science 54 (2017) 012019.
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 96
Susantoro T.M. dan Suliantara, (2014): Pemetaan Migas pada Cekungan Frontier
Memberamo dengan Citra Satelit dan Didukung Data Subsurface Regional.
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. Vol 48 No. 3. ISSN: 2089-3396.
Susantoro T.M. dan Suliantara, (2010): Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk
Perencanaan Jalur Pipa. Lembaran Publikasi LEMIGAS. No. 1 / Vol.44 /
April 2010.
Susantoro T.M., Suliantara and Sunarjanto D., (2010), Oil Spill Pollution Detection
Using PALSAR Data in Timor Sea, LEMIGAS Scientific Contributions to
Petroleum Science & Technology Volume 33, Number 2, September 2010,
ISSN : 0126-3501.
Susantoro T.M., Tjiptono A.G. and Suliantara, (2005): Use of High-Resolution
Satellite Data (IKONOS Imagery) for Logistic Support. Lemigas Scientific
Contribution. October 2005.
Taylor I. L., (2004): Methods of Exploration and Production Petroleum Resources.
Geology/ Vol. V. Encyclopedia Support Systems (EOLSS). U.S. Geological
Survey. Reston. Virginia. USA.
Teatini P., Castelletto N., Ferronato M., Gambolati G., Janna C., Cairo E., Marzorati
D., Colombo D., Ferreti A., Bagliani A. And Bottazzi F., (2011).
Geomechanical Response to Seasnal Gas Storage in Depleted Reservoirs: A
Case Study in the Po River Basin, Italy. Journal of Geophysischal Research.
Vol 116. F02002.
Teatini P., Gambolati G., Ferronato M., Settari A. And Walters D., (2010). Land
Uplift Due To Subsurface Fluid Injection. Journal of Geodynamics. Elsevier.
Vol 51.
Terry R.E., (2001). Enhanced Oil Recovery. Encyclopedia of Physical Science and
Tehcnology. 3rd Edition. Vol. 18. Robert A. Meyers Ed., Academic Press.
Pp 503-518.
Tucker, C., (1979): Red and Photographic Infrared Linear Combinations for
Monitoring Vegetation. Remote Sensing of Environment 8: 127–150.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.
Verstappen, H.Th., 1978. Remote Sensing in Geomorphology. International Institute
of Aerial Survey and Earth Science (I.T.C.) Elsevier Scientific Publishing
Company. Enchede, The Netherlands.
Volesky, J.C., Stern, R.J., and Johnson, P.R., 2003, Geological control of massive
sulfi de mineralization in the Neoproterozoic Wadi Bidah shear zone,
southwestern Saudi Arabia, inferences from orbital remote sensing and
field studies. Precambrian Research, 123, 235-247
Wahyono M. (Advisor), (2003). Plan of Development 2003. Badan Pelaksana Usaha
Kegiatan Hulu Migas. Jakarta.
97 Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017
Williams A. K., (2000): The Role of Satellite Exploration in the Search for New
Petroleum Reserves in South Asia; NPA Paper, Proceedings of SPE-PAPG
Annual Technical Conference, Islamabad, November 9-10, 2000.
Wolf, A., (2010): Using WorldView 2 Vis-NIR MSI Imagery to Support Land
Mapping and Feature Extraction Using Normalized Difference Index Ratios.
Unpublished report, Longmont, CO: DigitalGlobe.
Yang H., (1999): Imaging spectrometry for hydrocarbon microseepage. Dissertation.
TU Delft. Master of Science in Geology. ITC Publication Nuumber 76.
Yang H., Meer F.V.D., Zhang J. dan Kroonenberg S.B., (2000): Direct Detection of
Onshore Hydrocarbon Microseepages by Remote Sensing Techniques.
Remote Sensing Review. https://www.researchgate.net/publication
/232910686. Research gate. DOI: 10.1080/027572500 095323 81.
Yang H., Meer F.D.V. and Zhang J., (2000). Aerospace Detection of Hydrocarbon-
Induced Alteration in Geochemical Remote Sensing of the Subsurface Hale
M. (editor). Handbook of Exploration Geochemistry. Vol. 7 Elsevier Science
B.V.
Yang, Z., Willis, P. dan Mueller, R., (2008): Impact of Band-Ratio Enhanced AWIFS
Image to Crop Classification Accuracy. Proceedings of the Pecora 17
Remote Sensing Symposium (2008), Denver, CO.
Yokoyama, R., Shirasawa, M. dan Pike, R. J., (2002): Visualizing Topography by
Openness: A New Application of Image Processing to Digital Elevation
Models. Journal of Photogrammetric Engineering & Remote Sensing. Vol
68. No. 3. American Society for Photogrammetry and Remote Sensing
Zhau x., Chang N.B. and Li S., (2009). Application of SAR Interferometry in Earth
and Environmental Science Research: Review. Sensors. 9. 1876-1912. ISSN.
1424-8220. doi:10.3390/s90301876.
BIOGRAFI PENULIS
Tri Muji Susantoro, S.T., M.Sc.
Tri Muji Susantoro merupakan peneliti muda bidang
penginderaan jauh di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
“LEMIGAS”. Lulusan Sarjana Teknik Ilmu dan
Teknologi Kelautan Universitas Diponegoro tahun
2000 dan Master of Science Universitas Gadjah Mada
tahun 2009 ini menekuni dunia penginderaan jauh,
terutama kaitannya dengan eksplorasi migas dan
kajian pendukungnya. Sepanjang karir penelitiannya
telah melakukan berbagai kajian meliputi kajian
perubahan luasan lahan, pengolahan data
penginderaan jauh untuk interpetasi geologi, akuisisi dan pengolahan data satelit
Bunga Rampai Forum Peneliti Muda Indonesia 2017 98
resolusi tinggi, rona awal lingkungan, law and regulation compliance for oil and gas
field development, aplikasi penginderaan jauh dan SIG untuk program community
development, monitoring kesesuaian lahan Jarak Pagar, kajian revitalisasi pelaporan
migas, pemetaan rembesan migas, penginderaan jauh untuk logistic support pada
seismik 3D, screening dan rangking cekungan untuk eksplorasi migas dan yang
lainnya.
Lebih dari 40 makalah ilmiah yang telah ditulis dan diterbitkan baik di prosiding
nasional, prosiding internasional dan jurnal nasional. Demikian pula berbagai
pelatihan dan seminar di bidang penginderaan jauh dan minyak dan gas bumi telah
diikuti untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Tahun 2015 sampai sekarang,
Tri Muji mengambil studi doktoral di Program Studi Geodesi dan Geomatika dengan
bidang minat Penginderaan Jauh dan bergabung di Center for Remote Sensing-Institut
Teknologi Bandung.