Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retardasi mental menerangkan keadaan fungsi intelektual umum bertaraf
subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan individu dan yang
berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun penyesuaian dari
proses pendewasaan individu tersebut atau kedua-duanya (Nelson, 2000).
Angka kejadian pada retardasi mental ini cukup banyak terutama dinegara
yang sedang berkembang dann merupakan dilema atau penyebab kecemasan
keluarga, masyarakat, dan negara. Diperkirakan kejadian retardasi mental berat
dinegara yang sedang berkembang sekitar 0,3 % dari seluruh populasi dan hampir
3% mempunyai IQ di bawah 70. Sebagai sumber daya tentunya mereka tidak bisa
dimanfaatkan karena 0,1% dari kelompok anak ini memerlukan perawatan,
bimbingan, serta pengawasan sepanjang hidupnya (swaiman dalam Tumbang
Anak, Soetjiningsih, 1995)
Hasil penelitian Triman Prasedio (1980) mengemukakan angka prevalensi
retardasi mental di Indonesia adalah 3%, hasil penelitian ini diperkirakan suatu
angka yang tinggi. Sebagai perbandingan di Prancis angka prevalensinya adalah
1,5-8,6% dan di Inggris 1-8% (laporan WHO yang dikutip Triman Prasedio)
statistik menunjukkan bahwa di Indonesia didapatkan 10-30 dari 1000 penderita
yang mengalami tuna grahita, terdapat 1.750.000-5.250.000 jiwa penderita tuna
grahita. Melalui data demologi dilaporkan bahwa 34,39% pengunjung puskesmas
berusia 5-15 tahun menunjukkan gangguan mental emosional.
Masalah retardasi mental ini terkait dengan semua belah pihak terutama
keluarga atau orang tuanya. Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang
seorang individu, maka keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh
kualitas dari individu yang terbentuk dari norma yang dianut dalam keluarga
sebagai patokanberperilaku setiap hari. Lingkungan keluarga secara langsung
berpengaruh dalam mendidik seorang anak karena pada saat lahir dan untuk masa
berikutnya yang cukup panjang anak memerlukan bantuan dari keluarga dan
orang laim untuk melangsungkan hidupnya. Keluarga yang mempunyai anak yang
cacat akan memberikan suatu perlindungan yang berlebihan pada anaknya
sehingga anak mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Semakin bertambahnya umur anak retardasi mental maka para orang tua
harus mengadakan penyesuaian terutama dalam pemenuhan kebutuhan anak
tersebut sehari-harinya. Agar nantinya mereka tidak mempunyai ketergantungan
yang berkepanjangan sehingga akan menimbulkan permasalahan seperti isolasi
soasial yang tidak menyenangkan. Peran keluarga secara optimal diharapkan
dapat memandirikan anak retardasi mental dalam hal memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri.
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang
rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal
(Muttaqin, 2008)
Anak tidak mampu belajar dan beradaptasi karena intelegensi yang rendah,
biasanya IQ di bawah 70. Anak dengan retardasi mental akan mengalami
gangguan perilaku adaptasi sosial, yaitu dimana anak mengalami kesulitan
menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya, tingkah laku kekanak-kanakan
tidak sesuai dengan umurnya. Retardasi mental memiliki kriteria, fungsi
intelektual umum di bawah normal (umumnya di bawah 70), terdapat kendala
dalam perilaku adaptif sosial, gejalanya timbul dalam masa perkembangan, yaitu
di bawah usia 18 tahun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari retardasi mental ?
2. Apa etiologi dari retardasi mental ?
3. Apa patofisiologi dari retardasi mental ?
4. Apa manifestasi klinis retardasi mental ?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada retardasi mental ?
6. Bagaimana penatalaksanan medis retardasi mental ?
7. Bagaimana diagnosa banding dari retardasi mental ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada retardasi mental ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar kita sebagai mahasiswa mengerti bagaimana asuhan
keperawatan pasien dengan retardasi mental.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari retardasi mental.
2. Untuk mengetahui etiologi dari retardasi mental.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari retardasi mental.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis retardasi mental.
5. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik pada retardasi
mental.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis retardasi mental.
7. Untuk mengetahui diagnosa banding retardasi mental
8. Untuk mengetahui bagai mana asuhan keperawatan pada pasien
retardasi mental.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami bagi mahasiswa
dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan penyebab serta upaya
pencegahan Retardasi Mental agar terciptanya kesehatan masyarakat yang
lebih baik.
1.4.2 Bagi Pembaca
Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang Retardasi Mental
sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit tersebut
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang
rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal
(Muttaqin, 2008)
Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata
disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku
adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.
Orang-orang yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki
perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami
kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial. 3% dari jumlah penduduk
mengalami keterbelakangan mental.
Terdapat berbagai definisi mengenai retardasi mental.Menurut WHO
(dikutip dari Menkes 1990), retardasi mental adalah kemampuan mental yang
tidak mencukupi. Carter CH (dikutip) dari Toback C ), mengatakan retardasi
mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang
menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap
tuntutan masyarakat atas keemampuan yang dianggap normal. Menurut Crocker
AC 1983, retadarsi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang
rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya
timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman,
seseorang dikatakan retardasi mental bila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan dan
hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ (intelegence
Quotient).
IQ adalah MA / CA x 100 %
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil test
CA = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir
Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal yaitu apabila IQ
dibawah 70. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara
berpikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya lemah,
demikian pula dengan pengertian bahasa dan hitungannya juga sangat lemah.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah
kemampuan seeorang untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai
tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya.Pada
penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif yang paling menonjol adalah
kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakatsekitarnya. Biasanya tingkah
lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya. Gejala tersebut harus
timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur 18 tahun. Karena kalau
gejala tersebut timbul setelah umur 18 tahun, bukan lagi disebut retardasi mental
tetapi penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya.

2.2 Klasifikasi Retardasi Mental


Rentang IQ bukanlah satu-satunya dasar bagi penegakan diagnosis,
kelemahan dalam perilaku adaptif juga merupakan kriteria retardasi mental.
Beberapa orang yang termasuk dalam kelompok retardasi ringan berdasarkan IQ
mungkin tidak mengalami kelemahan perilaku adaptif sehingga tidak akan
dianggap sebagai orang-orang yang mengalami retardasi mental. Pada
kenyataanya, kriteria IQ biasanya diterapkan hanya setelah kelemahan dalam
perilaku adaptif diidentifikasi. Berikut ini merupakan ringkasan karakteristik
orang-orang yang masuk dalam masing-masing level retardasi mental (Robinson
& Robinson, 1976)
a. Retardasi Mental Ringan (IQ 50-55 hingga 68-70).
Sekitar 85 persendari mereka yang memiliki IQ kurang dari 70
diklasifikasikandalam kelompok retardasi mental ringan.Mereka tidak selalu dapat
dibedakan dari anak-anak normal sebelum mulai bersekolah. Di usia remaja akhir
biasanya mereka dapat mempelajari keterampilan akademik yang kurang lebih
sama dengan level kelas 6. Ketika dewasa mereka mampu melakukan pekerjaan
yang tidak memerlukan keterampilan atau di balai karya di rumah penampungan,
meskipun mereka mungkin membutuhkan bantuan dalam masalah sosial dan
keuangan.Mereka bisa menikah dan mempunyai anak.
b. Retardasi Mental Sedang (IQ 35-40 hingga 50-55)
Sekitar 10 persen darimereka yang memiliki IQ kurang dari 70
diklasifikasikan dalam kelompokretardasi mental sedang. Kerusakan otak dan
berbagai patologi lain sering terjadi.oranng-orang yang mengalami retardasi
mental sedang dapat memiliki kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang
menghambat keterampilan motorik yang normal, seperti memegang dan mewarnai
di dalam garis, dan keterampilan motorik kasar, seperti berlari dan memanjat.
Mereka mampu, dengan banyak bimbingan dan latihan, berpergian sendiri di
daerah lokal yang tidk asing bagi mereka.Banyak yang tinggal di institusi
penampungan, namun sebagian besar hidup bergantung bersama keluarga atau
dalam rumah-rumah bersama yang disupervisi.
c. Retardasi Mental Berat (IQ 20-25 hingga 35-40)
Di antara mereka yang memiliki IQ kurang dari 70, sekitar 3 sampai 4
persen masuk dalam kelompok retardasi mental parah.Orang-orang tersebut
umumnya memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam
pengendalian sensori motor.Sebagian besar dimasukkan dalam institusi
penampungan dan membutuhkan bantuan dan supervisi terus-menerus. Orang
dewasa yang mengalami retardasi mental parah dapat berperilaku ramah, namun
biasanya hanya dapat berkomunikasi secara singkat di level yang sangat konkret.
Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktivitas secara mandiri dan sering kali
terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan mereka relatif
pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi.mereka
mampu melakukan pekerjaan yang sangat sederhana dengan supervisi terus-
menerus.
d. Retardasi Mental Sangat Berat (IQ di bawah 20-25)
Hanya 1 hingga 2 persen dari mereka yang mengalami retardasi mental
yang masukdalam kelompok retardasi mental sangat berat, yang membutuhkan
supervisi total dan sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian
besar memiliki abnormalitas fisik berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat
berjalan sendiri kemana pun.Tingkat kematian dimasa kanak-kanak pada orang-
orang yang mengalami retardasi mental sangat berat sangat tinggi.
Bila ditinjau dari gejalanya maka dapat di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Tipe Klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena
kelainan fisik dan mentalnya cukup berat.Penyebabnya sering kelainan
organik.Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus-menerus dan kelainan
ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah.Orang tua dari anak
yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencaripertolongan oleh
karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya.
b. Tipe Sosial Budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak
dapat mengikuti pelajaran.Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut
juga retardasi enam jam.Karenabegitumereka keluar sekolah, mereka dapat
bermain seperti anak-anak normal lainnya.Tipe ini kebanyakan berasal dari
golongan sosial ekonomi rendah.Para orang tua dari anak tipe ini tidak dapat
melihat adanya kelainan pada ananknya, mereka mengetahui kalau anaknya
retardasi dari gurunya atau dari para psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali
tidak naik kelas.pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan
retardasi mental ringan.
Intelegensi menurut Nilai IQ (Swaiman, 1989)
No Jenis Golongan Nilai IQ
1 Sangat superior 130 atau lebih
2 Superior 120 – 129
3 Di atas rata-rata 110 – 119
4 Rata-rata 90 – 110
5 Retardasi mental Borderline 70 – 79
6 Retardasi mental ringan (Mampu didik) 52 - 69
7 Retardasi mental sedang (Mampu latih) 36 – 51
8 Retardasi mental berat 20 – 30
9 Retardasi mental sangat berat Di bawah 20

2.3 Manifestasi Klinis


Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa
kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang
gambaran stigmata mengarah ke suatu sindrom penyakit tertentu. Di bawah ini
beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu :
a. Kelainan pada mata :
1. Katarak
a) Sindrom Cockayne
b) Sindrom Lowe
c) Galaktosemia
d) Sindrom Down
e) Kretin
f) Rubela pranatal
2. Bintik Cherry-merah pada daerah makula
a) Mukolipidosis
b) Penyakit Niemann-Pick
c) Penyakit Tay-Sachs
3. Korioretinitis
a) Lues kongenital
b) Penyakit sitomegalo virus
c) Rubela prenatal
4. Kornea keruh
a) Lues kongenital
b) Sindrrom Hunter
c) Sindrom Hurler
d) Sindrom Lowe
b. Kejang
1. Kejang umum tonik klonik
a) Defisiensi glikogen sinthetase
b) Hiperlisinemia
c) Hipoglikemia
2. Kejang pada masa neonatal
a) Arginosuccinic asiduria
b) Hiperammonemia I dan II
c) Laktik asidosis
c. Kelainan kulit
1. Bintik cafe-au-lait
2. Ataksia –telengiektasia
3. Tuberous selerosis
d. Kelainan rambut
1. Rambut rontok
2. Rambut cepat memutih
3. Rambut halus
e. Kepala
1. Mikrosefali
2. Makrosefali
3. Perawakan pendek
4. Distonia

Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya adalah


sebagai berikut:
a. Retardasi mental ringan.
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi
mental.Kebanyakan dari mereka ini termasuk dalam tipe sosial budaya, dan
diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini
termasukmampu didik , artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bisa sampai
kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak
dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya
mereka ini kurang mampu menghadapi stres, sehingga tetap membutuhkan
bimbingan dari keluarganya.
b. Retardasi mental sedang.
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental,
mereka ini mampu latihtapi tidak mampu didik.Taraf kemampuan intelektualnya
hanya dapat sampai kelas 2 SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu
keterampilan tertentu misalnya pertukangan, pertanian, dll dan apabila bekerja
nanti mereka ini perlu pengawasan.Mereka juga perlu dilatih bagaimana
mengurus diri sendiri. Kelompok ini juga kurang mampu menghadapi stres dan
kurang dapat mandiri, sehingga memerlukan bimbingan dan pengawasan.
c. Retardasi mental berat.
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini.
Diagnosisi mudah ditegakkan secara dini, karena selain adanya gejala fisik yang
menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah
terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini
termasuk tipe klinik.Mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan
berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerjadan memerlukan
pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.
d. Retardasi mental sangat berat.
Kelompokini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik.Diagnosis dini
mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas.Kemampuan
berbahasanya sangat minimal.Mereka ini seluruh hidupnya tergantng pada orang
disekitarnya.
2.4 Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah :
a. Serebral palsi
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi/hiperaktif
e. Defisit komunikasi
f. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan antikonvulsi,
kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).

2.5 Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dariretardasi mental.Untuk
menetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik
dan laboratorium.Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan
multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial
berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft
LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) di bawah ini :
Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental
a. Non – organik
1) Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
2) Faktor sosiokultural
3) Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
4) Penelantaran anak
b. Organik
1) Faktor Prakonsepsi
a) Abnormalitas single gen (penyakit- penyakit metabolik)
b) Kelainan kromosom
2) Faktor Pranatal
a) Gangguan pertumbuhan otak trimester I, II, dan III
b) Kelainan kromosom (trisomi, mosaik, dll)
c) Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV
d) Ibu malnutrisi
e) Disfunsi plasenta
f) Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
g) Zat-zat teratogen (alkohol, kokain,logam berat, dll)
h) Ibu : diabetes melitus, PKU (phenylketonuria)
i) Toksemia gravidarum
3) Faktor Perinatal
a) Prematur
b) Asfiksia neonatorum
c) Trauma lahir : perdarahan intra kranial
d) Meningitis
e) Kelainan metabolik : hipoglikemia, hiperbilirubinemia
4) Faktor Post natal
a) Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
b) Gangguan metabolik/hipoglikemia
c) Malnutrisi
d) CVA ( Cerebrovascular accident)
5) Infeksi
6) Anoksia, misalnya tenggelam
Kebanyakan anak yang menderita retardasi mental ini berasal dari
golongan sosial ekonomi rendah, akibat kurangnya stimulasi dari lingkungannya
sehingga secara bertahap menurunkan IQ yang bersamaan dengan terjadinya
maturasi.Demikian pula pada keadaan sosial ekonomi yang rendah dapat sebagai
penyebab organik dari retardasi mental, misalnya keracunan logam berat yamg
subklinik dalam jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi kemampuan
kognitif, ternyata lebih banyak anak-anak dikota dari golongan sosial ekonomi
rendah.

2.6 Patofisiologi
Istilah retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup
sehari-hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan
kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang
ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ 70 sampai 75 atau
kurang) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area
fungsi adaptif: berbicara dan berbahasa, keterampilan merawat diri,
kerumahtanggaan, keterampilan social, penggunaan sarana-sarana komunitas,
pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai, dan
bekerja (American Association on Mental Retardation [AAMR] 1992). Definisi
yang lebih baru tentang ratardasi mental ini menggunakan pendekatan fungsional,
bukan terminologi yang dulu mejelaskan tingkat retardasi mental dengan ringan,
sedang, berat, dan sangat berat.
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab prenatal,
perinatal, dan pascanatal.Penyabab prenatal termasuk penyakit kromosom (trisomi
21 [Sindrom Down], Findrom fragile-X) gangguan sindrom (distrbabofi otot
Duchenne, neurofibromatosis [tipe 1]), dan gangguan metabolism sejak lahir
(fenilketonuria).Penyebab perinatal dapat digolongkan menjadi yang berhubungan
dengan masalah intrauterine seperti abrupsio plasenta, diabetes maternal, dan
kelahiran premature serta kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan
intracranial. Penyebab pascanatal mencakup kondisi-kondisi yang terjadi karena
cedera kepala, infeksi, dan gangguan degeneratif dan demielinisdasi (AAMR,
1992). Sindrom Fragile-X, Sindrom Down, dan sindrom alcohol fetal merupakan
sepertiga individu-individu yang menderita retardasi mental. Munculnya masalah-
masalah, seperti paralisis serebral, deficit sensoris, gangguan psikiatrik, dan
kejang berhubungan dengan retardasi mental yang lebih berat.Diagnosis retardasi
mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak. Prognosis jangka panjang
pada akhirnya ditentukan olrh seberapa jauh individu tersebut dapat berfungsi
mandiri dalam masyarakat (mis: bekerja, hidup mandiri, keterampilan social).

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi dan
sangat individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penanganan
multidisiplin merupakan jalan yang terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu
strategi pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk mengembangkan
potensi anak tersebut seoptimal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikologi
untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya,
dokter anak intukmemeriksa fisik anak, menganalisi penyebab, dan mengobati
penyakit atau kelainan yang mungkin ada.Juga kehadiran pekerja sosial kadang-
kadang diperlukan untuk menilai situasi keluarganya.Atas dasar itu maka
dibuatlah strategi terapi. Seringkali lebih melibatkan lebih banyak ahli lagi,
misalnya ahli saraf bila anak juga menderita epilepsi, palsi serebral, dll. Psikiater,
bila anaknya menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orang tuanya
membutuhkan dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis, bila diperlukan
untuk merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya. Ahli terapi wicara,
untukmemperbaiki gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan
bicaranya. Serta diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang
retardasi mental ini.
Pada orang tuanya perlu dberi penerangan yang jelas mengenai keadaan
anaknya, dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan. Kadang-
kadang diperlukan waktu yang lama untuk menyakinkan orang tua mngenai
keadaan anaknya.Bila orang tua belum dapat menerima keadaan anaknya, maka
perlu konsultan pula dengan psikolog atau psikiater.
Anak dengan retardasi mental memerlukan pendidikan khusus, yang
disesuaikan dengan taraf IQ-nya, mereka digolongkan yang mampu didik untuk
golongan retardasi mental ringan, dan yang mampu latih untuk anak dengan
retardasi mental sedang.Sekolah khusus untuk anak retardasi mental ini adalah
SLB-C.Disekolah ini diajarkan juga keterampilan-keterampilan dengan harapan
mereka dapat hidup mandiri dikemudian hari.Diajarkan pula tentang baik
buruknya suatu tindakan tertentu, sehingga mereka diharapkan tidak melakukan
tindakan yang tidak terpuji, seperti mencuri, merampas, kejahatan seksual, dll.
Semua anak yang retardasi mental ini juga memerlukan perawatan seperti
pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring terhadap tumbuh
kembangnya.Anak-anak ini sering juga disertai dengan kelainan fisik yang
memerlukan penanganan khusus.
2.9 Diagnosa Banding
1. Retardasi mental “brain damage”
Retardasi mental akibat brain damage ialah retardasi mental yang
disebabkan oleh kerusakan difus serebral karena encephalitis, meningitis,
encephalopati, perdarahan, kontusio, hipoglikemia, hipoksia serebri dalam
masa bayi termasuk bayi prematur, hidrosefalus sekunder dan penyakit
serebral akibat intoksikasi serta infestasi parasit (toksoplasmosis). Di antara
anak-anak cacat neurologik yang tampaknya terbelakang mental, ada juga
anak-anak yang sebenarnya tidak terbelakang, melainkan perkembangan
ekspresinya saja yang terhambat. Adanya gangguan neurologik yang
menghambat daya dan kelincahan ekspresi itu adalah disleksia, sindroma
Ertzam, sindroma Gertman, sindroma diskontrol, afasi dan problem sekitar
dominasi serebral
2. Disleksia
Anak mempunyai kesukaran dalam berbicara dan mengucapkan kata-
kata segera setelah disekolahkan.Kerusakan terletak di lintasan integratif
antara sirkuit visual dan sirkuit auditorik, mereka dapat berpikir tetapi
mewujudkan pikirannya dalam bentuk kata-kata atau tulisan dirasa sangat
sulit.
3. Sindroma Ertzam
Gangguan dalam berhitung dan menulis.Motorik mereka terganggu
dalam melaksanakan gerakan komplek dimana gerakan diperlukanseperti
dalam hal menulis. Namun demikian ia dapat membaca dengan lancar.
4. Sindroma Gertsman
Tidak dapat mengenal benda-benda dengan sensibilitasnya.Mereka
mendapat banyak kesukaran dalam menulis karena tidak mampu menyusun
pemikiran.Juga berhitung adalah sukar bagi mereka.Lesi serebral yang
bertanggung jawab atas gangguan tersebut adalah girus angularis.
5. Sindroma diskontrol
Lambat sekali dalam mengekspresikan kehendaknya dan lambat
bereaksi trerhadap stimulus dunia luar.Mereka dapat berbahasa,
penglihatannya tidak terganggu dan pendengarannya baik.Namun mereka
lambat diperintah atau tidak bereaksi bila diperintah.Lesi serebral yang
mendasari gangguan ini tidak diketahui, tetapi pengobatannya dengan
perangsang amphetamine dapat memperbaiki keadaan.
6. Afasia dan Afonia
Afasia timbul sebagai akibat manifestasi lesi serebral di area brocca
dan atau wernicke. Afonia adalah bisu tidak dapat mengeluarkan kata-kata
karena anak ini tuli sebelum ia belajar berbahasa. Afasia motorik akibat lesi
di area brocca dengan gejala tidak mampu mengeluarkan kata-kata untuk
mengutarakan pikirannya dan afasia sensoris akibat lesi di area wernicke
dengan gejala tidak mampu untuk mengerti bahasa lisan atau tulisan.
7. Retardasi mental “fungsional”
Anak yang menderita retardasi mental fungsional adalah anak
terbelakang mental karena gangguan psikososial atau kultural. Contoh yang
paling sederhana untuk melukiskan pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan mental yang abnormal adalah autisme

2.10 Pencegahan

Karena penyembuhan dari retardasi mental ini boleh dikatakan tidak ada,
sebab kerusakan dari sel-sel otak tidak mungkin fungsinya kembali normal, maka
yang penting adalah pencegahan primer yaitu usaha yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit.Dengan memberikan perlindungan terhadap
penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan retardasi mental, misalnya
melalui imunisasi.Konseling perkawinan, pemeriksaan kehamilan yang rutin,
nutrisi yang baik selama kehamilan, dan bersalin pada tenaga kesehatan yang
berwenang, maka dapat membantu menurunkan angka kejadian retardasi
mental.Demikian pula dengan mengentaskan kemiskinan dengan membuka
lapangan kerja, memberikan pendidikan yang baik, memperbaiki sanitasi
lingkungan, meningkatkan gizi keluarga.Dengan adanya program BKB (Bina
Keluarga Balita) yang merupakan stimulasi mental dini dan bisa dikembangkan
juga deteksi dini, maka dapat mengoptimalkan perkembangan anak.Pencegahan
harus sedini mungin yang dimulai sejak dari bayi, yaitu dengan memberikan
ASI.Bayi yang minum ASI jarang yang menjadi obesitas, karena komposisi ASI
mempunyai mekanisme tersendiri dalam mengontrol berat badan bayi.

2.12 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang
menderita retardasi mental, yaitu dengan:
a. Kromosomal Kariotipe
1. Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
2. Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
3. Terdapat beberapa kelainan kongenital
4. Genetalia abnormal
b. EEG ( Elektro Ensefalogram)
1. Gejala kejang yang dicurigai
2. Kesulitan mengerti bahasa yang berat
c. CT ( Cranial Computed Tomography) atau MRI ( Magnetic Resonance
Imaging)
1. Pembesaran kepala yang progresif
2. Tuberous sklerosis
3. Dicurigai kelainan otak yang luas
4. Kejang lokal
5. Dicurigai adanya tumor intrakranial
d. Titer virus untuk infeksi kongenital
1. Kelainan pendengaran tipe sensorineural
2. Neonatal hepatosplenomegali
3. Petechie pada periode neonatal
4. Chorioretinitis
5. Mikroptalmia
6. Kalsifikasi intrakranial
7. Mikrosefali
e. Serum asam urat ( uric acid serum)
1. Gout
2. Sering mengamuk
f. Laktat dan piruvat darah
1. Asidosis metabolik
2. Kejang mioklonik
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama pasien :-
Jenis kelamin : Laki-laki beresiko dibanding wanita
Umur : Terjadi pada umur sebelum 18 tahun (anak-
anak)
Alamat :-
Agama :-
Pekerjaan : Ekonomi yang rendah dapat menyebabkan
retardasi mental
Suku bangsa :-
Diagnosa medik :-
Tanggal MRS :-
Yang bertanggung jawab
Nama :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Agama :-
Pendidikan :-
Hubungan dengan pasien :-
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Perkembangan biologik yang
terhambat,dismorfisme seperti mikrosefali disertai dengan gagal tumbuh
sesuai usia
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat sekarang menjelaskan tentang perjalanan penyakit yang
dialami pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit retardasi mental
atau penyakit keturunan, menular yang lain

d. Riwayat keluarga
Apakah salah satu anggota keluarga ada yang pernah mengalami sakit
yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam
keluarga

3. Riwayat Imunisasi
UMUR JENIS IMUNISASI
0 Bulan HB 0
1 Bulan BCG, Polio 1
2 Bulan DPT/HB 1, Polio 2
3 Bulan DPT/HB 2, Polio 3
4 Bulan DPT/HB 3, Polio 4
9 Bulan Campak

4. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : Lemas
- Kesadaran : Composmentis
- Tanda-tanda vital
RR : Normal
TD : Normal
Nadi : Normal
Suhu : Normal
- Head To Toe
Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (bentuk
kepala tidak simetris)
Leher : Pendek; tidak mempunyai kemampuan
gerak sempurna
Mata : Mikroftalmia, juling, nistagmus, bintik
cherry-merah pada daerah makula
Hidung : Jembatan / punggung hidung mendatar,
ukuran kecil, cuping melengkung keatas
Mulut : Kebersihan oral rendah, langit-langit lebar
atau melengkung tinggi
Telinga : Keduanya letak rendah, fungsi
pendengaran, kebersihan telinga
Pemeriksaan Dada
a. Paru-paru
Inspeksi : Amati bentuk kesimetrisan dada kanan dan
kiri, adanya retraksi interkosta dan ekspansi paru
Palpasi : Ekspansi paru dan taktil vokal fremitus
Perkusi : Pada penderita osteoartritis tidak ada
kelainan pada paru, suara paru sonor (normal)
Auskultasi : Apakah bunyi nafas wheezing, vesikuler

b. Jantung
Inspeksi : Iktus Kordis tidak terlihat
Palpasi : Denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas
ventrikel
Auskultasi : Adanya getaran bising(thril), bunyi
jantung, atau bising jantung
Perkusi : Bunyi jantung I-II normal

c. Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut secara umum, warna kulit,
adanya retraksi, penonjolan, adanya ketidak
simetrisan, adanya asites
Auskultasi : Bunyi peristaltik usus
Palpasi : Apakah ada respon nyeri tekan
Perkusi : Tidak adanya bunyi pekak

Genetalia : Mikropenis, testis tidak turun


Musculoskletal : Tidak terdapat perubahan pada kekuatan
otot
Neurologi : Integritas sistem persyrafan yang meliputi
fungsi nervus cranial, sensori, motor dan
reflek
3. Pemeriksaan Saraf
Ada 12 buah saraf kranialis yang harus dievaluasi pada bayi dan
anak. Dengan melakukan pemeriksaan lengkap pada ke 12 buah
saraf kranialis tersebut kita dapat mengetahui ada tidaknya gangguan
pada otak.
Ptosis adanya ptosis baik unilateral maupun bilateral
menunjukkan kemungkinan adanya gangguan di beberapa sistem
saraf, antara lain:
- Lesi pada saraf simpatik m. elevator palpebra ( Horner’s Synd
rome )
- Lesi pada N.III (Okulomotorius)
- Congenital Myasthenia Gravis
- Myotonic Dystrophy
- Congenital Muscular Dystrophy
- Centronuclear Myopathy

a. Gerakan Bola Mata

Observasi pada pergerakan bola mata dapat menunjukkan


adanya gangguan pada otot-otot ekstraokuler yang diinervasi oleh N.III,
N.IV (Trokhlearis) dan N.VI (Abdusens)
b. Otot Wajah
Pada saat bayi atau anak menangis kita dapat melihat
apakah kontraksi otot-otot wajahnya simetris atau tidak. Adanya
lesi pada N.VII (Fasialis) menyebabkan wajah bayi atau anak
tampak tidak simetri pada waktu menangis.
c. Mengisap
Kekuatan mengisap pada bayi dan anak, s elain dipengaruhi
otot-otot wajah yang diinervasi N.VII juga dipengaruhi oleh N.V
(Trigeminus). Lesi pada kedua saraf kranialis tersebut menyebabkan
bayi atau anak mengalami kesulitan mengisap ASI atau PASI.
d. Penciuman
Merupakan fungsi dari N.I (Olfaktorius). Pemeriksaan
penciuman pada bayi bukanlah hal yang mudah, tetapi pada anak yg
lebih besar kita bisa meminta mereka untuk membau dengan posisi
mata tertutup. Sebelum melakukan tes, pastikan terlebih dahulu
tidak didapatkan adanya gangguan atau sumbatan pada lubang hidung.
Pada bayi kita bisa menempelkan gelas obyek atau membran dan
melihat adanya pengembunan akibat udara yang dikeluarkan.
Anosmia adalah ketidakmampuan untuk membau aroma.
Anosmia unilateral biasanya berkaitan dengan kerusakan pada SSP.
Kerusakan yang terjadi bisa pada N.I itu sendiri, talamus atau lobus
frontalis, atau pada struktur-struktur yang menghubungkan organ-
organ tersebut. Penyebab kelainan ini adalah trauma kepala,
aneurisma, perdarahan intraserebral atau tumor.
e. Refleks Cahaya
Refleks cahaya yang positif menunjukkan adanya respon
dari N.II dan N.III. N.IX dan N.X Refleks muntah, pergerakan
pallatum dan faring, kemampuan menelan dan kekuatan tangis bayi
dipengaruhi oleh inervasi N.IX (Glosofaringius) dan N.X (Vagus).
f. Posisi Lidah
Pada lidah perhatikan ada tidaknya atropi atau fasikulasi.
Lidah diperiksa harus dalam keadaan istirahat di dasar mulut.
Apabila didapatkan kontraksi yang cepat dan fasikulasi, harus
dicurigai adanya gangguan pada nukleus N.XII (Hipoglosus) atau
kranialis N.XII.
4. Fungsional gordon
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan
menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan

b. Pola nutrisi dan metabolic


Pada pola ini biasanya tidak ditemukan gangguan
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun
gangguan pada kebiasaan BAB dan BAK tetapi pada retardasi mental
BAB dan BAK normal.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pada pola ini biasanya klien sering menolak ketika di ajak
bermain oleh teman-temannya dan tidak nyambung ketika diajak
bicara
e. Pola istirahat tidur
Pada pola ini biasanya tidak ditemukan gangguan
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Pada pola ini biasanya ditemukan klien mengalami gangguan
retardasi mental yang di tandai dengan sulitnya di ajak berinteraksi
dengan orang lain dan menolak jika di ajak bermain.
g. Pola Reproduksi dan Seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah
menikah akan mengalami perubahan.
h. Pola Mekanisme Koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani
pengobatan yang intensif.
i. Pola nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan
masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan
kematian dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.

3.2 Diagnosa
1. Gangguan komunikasi verbal beruhubungan dengan kelainan fungsi kognitif
2. Risiko cedera berhubungan dengan perilaku agresif / ketidakseimbangan
mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan mobilitas fisik /
kurangnya kematangan perkembangan

3.3 Perencanaan
Nama : Ruang/kelas :
Umur : No.registrasi :
No. Tujuan dan
Intervensi Rasional
Dx Kriteria Hasil
1 Setelah dilakukan O : Kaji dan Tingkatkan - Dengan mengajak
tindakan komunikasi verbal dan berkomunikasi dan
keperawatan selama stimulasi taktil memberikan
1x24 jam N: rangsangan sentuhan
komunikasi - Berikan perintah dapat mengekpresikan
terpenuhi sesuai berulang dan perasaannya
tahap perkembangan sederhana - Dapat memberikan
anak - Beri waktu yang penekanan dan
cukup untuk mengurangi
Kriteria Hasil : berkomunikasi kebingungan klien
K : Klien E : Dorong komunikasi - Dengan waktu yang
mengetahui terus menerus dengan banyak klien akan
penyebab dari dunia luar contoh Koran, merasa ada tempat
gangguan televisi, radio, kalender, untuk berbagi
komunikasi jam dan lain-lain perasaannya.
A : Klien C : Colaborasi dengan - Pengenalan dunia luar
mengetahui cara rehabilitasi medik akan membuka pikiran
mengatasi gangguan dan menambah
komunikasi ketrampilan klien
P : Klien mampu - latihan gerak yang
melakukan cara dapat merangsang otot-
komunikasi sesuai otot yang mendukung
tahap perkembangan dalam berkomunikasi
P : Komunikasi (berbicara)

lancar

2 Setelah dilakukan - Berikan posisi yang - Mencegah resiko


tindakan aman dan nyaman cedera
keperawatan selama - Manajemen perilaku - Dengan pengalihan
1x24 jam anak yang sulit. kegiatan klien akan
menunjukkan - Batasi aktifitas yang mudah mengikuti.
perubahan perilaku, berlebihan - Aktifitas yang
pola hidup untuk - Ambulasi dengan berlebihan dapat
menurunkan faktor bantuan ; berikan menyebabkan resiko
resiko dan untuk kamar mandi khusus. cedera.
melindungi diri dari - Pertolongan dalam
cedera. prilaku yang abnormal
mencegah cedera.
Kriteria hasil
K : Pasien mengerti
tentang kondisi yang
sedang dialami.
A : Pasien dapat
mengatur keamanan
semampunya
P : Pasien dapat
melakukan kegiatan
yang menurunkan
resiko cidera
P : Pasien dapat
beradaptasi dengan
situasi baru
3 Setelah dilakukan - Identifikasi kesulitan - Mencegah timbulnya
tindakan dalam perawatan diri, panyakit lain yang
keperawatan selama seperti keterbatasan dapat memperberat
1x24 jam diharapkan gerak fisik, penurunan penyakit klien
pasien mampu kognitif.
melakukan - Beri bantuan untuk
perawatan diri sesuai melakukan perawatan
tingkat usia dan diri sesuai kebutuhan. - Untuk mencegah
perkembangan anak. - Ajarkan cara merawat terjadinya resiko cedera
diri yang sesuai
Kriteria hasil : dengan usia dan - Mencapai target
- Pasien mengetahui kebutuhan perawatan diri yang
cara merawat diri sesuai dengan usia dan
yang sesuai dengan - Colaborasi dengan perkembangan yang
usia dan keluarga untuk sesuai
perkembangannya memberikan support - Untuk memberikan
- Pasien tidak kepada pasien dan semangat kepada
merasa kesulitan colaborasi dengan pasien agar dapat
saat merawat diri rehabilitasi medis menunjang
- Pasien dapat keberhasilan tindakan
merawat dirinya yang diberikan dan
tanpa bantuan latihan gerak yang
orang lain dapat merangsang otot-
- Pasien dapat otot gerak
melakukan semua
hal yang
berhubungan
dengan perawatan
diri dengan baik
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang
rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap
normal. Klasifikasi dari retardasi mental yaitu Retardasi Mental Ringan (IQ
50-55 hingga 68-70), Retardasi Mental Sedang (IQ 35-40 hingga 50-55),
Retardasi Mental Berat (IQ 20-25 hingga 35-40) dan Retardasi Mental Sangat
Berat (IQ di bawah 20-25)
Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental :
a. Non – organik
1) Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
2) Faktor sosiokultural
3) Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
4) Penelantaran anak
c. Organik
1) Faktor Prakonsepsi
2) Faktor Pranatal
3) Faktor Perinatal
4) Faktor Post natal

1.2 Saran

Dalam penulisan ini tentunya banyak kurang dan tentunya ada lebihnya juga,
untuk itu penulis atau penyusun mengharapkan kritik dan saran kepada para
pembaca.
Dengan adanya makalah ini penulis mengaharapkan agar para pembaca bisa
memahami apa yang sudah dijelaskan sehingga dapat bermanfaat bagi semuanya
dan agar lebih dapat mengaplikasikan dalam merawat pasien dan mampu dalam
pembuatan asuhan keperawatan yang tepat yang banyak melibatkan orang
terdekat klien, mulai dari keluarga, kerabat sampai teman dekat klien.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarapan. Jakarta: Salemba Merdeka.

Soetjiningsih, Editor, IG. N. Gde Ranuh. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai