Anda di halaman 1dari 30

LIBRARY MANAGER

DATE SIGNATURE

BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN SEPETEMBER 2017
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ASFIKSIA MEKANIK:
PENEKANAN PADA LEHER

LEH:
Aldha bin Norzaini C111 12 804
Nur Suhailah bte Othman C111 12 805
Siti Hawa bte Abd Rani C111 12 818

Residen Pembimbing

Dt. Tjiang Sari Lestari

Dosen Pembimbing
Dr. dr. Berti Nelwan, M.kes, DFM, Sp, PA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


1. Aldha bin Norzaini C111 12 804
2. Nur Suhailah bte Othman C111 12 805
3. Siti Hawa bte Abd Rani C111 12 818

Judul Referat: Asfiksia Mekanik: Penekanan pada leher


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, September 2017

Mengetahui,

Pembimbing Supervisor

Dr. Tjiang Sari Lestari Dr. dr. Berti Nelwan, M.Kes, DFM, Sp. PA

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya oleh
tuntunan, kemurahan serta berkat-Nya kami mampu merampungkan penulisan tugah akhir ilmiah
pada bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin dengan judul referat “Asfiksia Mekanik: Penekanan pada leher”.
Penulisan makalah tentang asfiksia ini dapat menajdi bacaan yang memberikan
pengetahuan tentang bagaimana prosedur yang dilakukan untuk mengidentifikasi korban
meninggal dengan asfiksia. Dengan membahas mengenai asfiksia,maka diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenani definisi, gejala dan tanda serta klasifikasi asfiksia.
Ungkapan terima kasih kami ucapkan bagi Dr. dr. Berto Nelwan, M.Si, DFM, Sp. PA
selaku pembimbng referat serta konsulen baca (presentasi) yang meski diliputi segala
kesibukannya telah dengan tulus menyempatkan waktu untuk berbagi ilmu pengetahuan dalam
bidang Forensik dan Medikolegal bersama kami, serta seluruh rekan sejawat yang tengah
menjalani Kepaniteraan Klinik di Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Kami sungguh menyadari keterbatasan yang kami miliki sebagai manusia, menjadikan
referat ini masih jauh dari sempurna, namun terselip sebuah harapan agar setidaknya dapat
menambah pengetahuan pembaca mengenai asfiksia. Sebab itu, kami menerima segala masukan
baik kritik maupun saran yang dapat membantu penyempurnaan tulisan ilmiah ini.
Akhirnya,penulisan referat ini kami dedikasikan bagi setia GURU pada Bagian Ilmu
Kedokteran Forensic dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis

ii
KERANGKA KONSEP

Definisi, tahap, ciri-ciri

Asfiksia mekanik : penekanan pada leher

Pencekikan penjeratan penggantungan

Perbedaan berdasarkan

1. Pemeriksaan luar
2. Pemeriksaan dalam
3. Pemeriksaan penunjang

iii
DISCLAIMER

Referat ini kami buat dengan mengambil dan menambahkan pembahasan dari Referat yang
dibuat oleh:

Judul : Asfiksia mekanik


Penyusun : 1. Maria septianti ningdiah ( 1108011018 )

2. Calvin Anang ( 1108012041 )

Pembimbing : dr. Muh Husni Cangara, Sp, PAPhD, DFM

Supervisor : dr. Muh Husni Cangara, Sp, PAPhD, DFM

Tahun : FK UNHAS, 2016

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
I. PENDAHULUAN 1
II. ISI
DEFINISI 2
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM 3
PERNAPASAN
GEJALA DAN TANDA 7
KLASIFIKASI 10
a. Penggantungan 10
b. Penjeratan 16
c. Pencekikan 18
III. PENUTUP
KESIMPULAN 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 27

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Traktus Respiratorius 4


Gambar 2. Fisiologi Sistem Pernapasan 5
Gambar 3. Tardieu’s Spot 8
Gambar 4. Buih Halus 9
Gambar 5. Lebam Mayat 9
Gambat 6. Complete Hanging 11
Gambar 7. Partial Hanging 12
Gambar 8. Pada kasus kematian lidah terjepit antara gigi 15
Gambar 9. Pencekikan Manual 17
Gambar10. Korban berusaha melepaskan cengkraman sehingga tertinggal 17
bekas kuku di leher
Gambar11. Pembekapan 19
Gambar12.Wedging 20
Gambar13.a.Benda asing (dot) didalam mulut 21
b.Gambaran leher bagian depan. Benda asing didalam orofaring 21
Gambar 14. Abrasi Kecil pada Bibir Kanan Atas 22

vi
SKDI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang memiliki
kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi yang berwenang
di bidang itu dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh
organisasi profesinya. Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat
umum terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi
masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan kewajiban
memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah profesional yang kompeten
dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai dengan standar. Sikap profesionalisme adalah
sikap yang bertanggungjawab, dalam arti sikap dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat,
baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas (termasuk klien). Beberapa ciri
profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan
yang selalu “sesuai dengan tempat dan waktu”, sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya,
bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi
kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).

Daftar SKDI Forensik dan Medikolegal

vii
Kasus asfiksia mmerupakan tingkat kemampuan tiga (3) dalam daftar SKDI. Lulusan dokter
harus menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang biomedik dan
dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat dan mengamati
keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/atau standardized
patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective
Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment of Technical
Skills (OSATS)

viii
BAB I

PENDAHULUAN

Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal disebut
asfiksia. Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati lemas”. Sebenarnya, pemakaian
kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal dari bahasa Yunani, menyebutkan
bahwa asfiksia berarti “absence of pulse” (tidak berdenyut), sedangkan pada kematian karena
asfiksia, nadi sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan
berhenti. Istilah yang tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau hipoksia2,3,4

Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran
udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi
pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Gangguan
ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai
dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat menyebabkan
terjadinya kematian.2,3

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran
forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan
disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak
pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya
pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia
mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan.2,4

Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban yang diduga
karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter
sebagaimana pasal 179 KUHAP wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan. Untuk itu, sudah
selayaknya seorang dokter perlu mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah
satunya asfiksia. Makalah ini secara garis besar akan membahas mengenai asfiksia, khususnya
asfiksia mekanik.1

1
BAB II

ISI REFARAT

a. Definisi

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Pada kematian karena asfiksia,
nadi sebenarnya masih berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan berhenti.Istilah yang
tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau hipoksia. Secara fisiologis anoksia adalah
kegagalan oksigen mencapai sel-sel tubuh.2,4
1. Anoxic anoxia, oksigenasi yang tidak sempurna pada darah yang berada dalam paru-
paru. Beberapa hal yang dapat menyebabkannya adalah adanya obstruksi pada aliran
udara (suffokasi, pembekapan), obstruksi pada aliran udara yang menuju ke traktus
respiratorius (tenggelam, tersedak, penggatungan, pencekikan), kompresi berlebihan
pada dada dan dinding perut, terhentinya gerakan respirasi secara primer yang
menyebabkan kegagalan pernapasan (keracunan narkotik, luka listrik), serta inhalasi
karbon dioksida dan karbon monoksida.4
2. Anaemic anoxia, disebabkan oleh karena menurunnya kemampuan darah membawa
oksigen, misalnya pada kasus keracunan akut akibat karbon monoksida, klorat, dan
nitrit.4
3. Histotoxic anoxia, terjadi karena adanya depresi pada proses oksidatif di jaringan,
misalnya pada kasus keracunan hydrocyanid acid.4
4. Stagnant anoxia, terjadi akibat insuffisiensi dari sirkulasi darah pada jaringan, misalnya
pada kasus syok traumatik, heat stroke, keracunan iritan dan korosif akut.2,4
Asfiksia mekanik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana
terjadi gangguan respirasi secara mekanik yang dapat terjadi karena adanya hambatan aliran
udara ke paru-paru, berkurangnya suplai darah ke kepala dan leher, atau serangan jantung yang

2
tiba-tiba yang disebabkan oleh stimulasi sinus karotis yang menghasilkan mekanisme refleks
vagal.2,3,4.
Pembagian asfiksia berdasarkan penyebabnya :2,3,4
1. Kekurangan oksigen (hipoksi-hipoksia/anoksi-anoksia dalam darah paru-paru)
a. Kekurangan oksigen dalam udara bebas (atmosfer)
contoh : ada gas dalam cerobong asap, exposure to seur gas (pembakaran hutan)
b. Secara mekanik : gangguan dalam saluran pernapasan (paru-paru)
1. Smothering : tertutupnya saluran napas pada hidung dan mulut
2. Chocking : terdapatnya benda dalam saluran pernapasan
3. Drowning (tenggelam)
c. tekanan saluran pernapasan dari luar (strangulation)
1. Manual stranglation (throttling/cekikan)
2. Ligatur strangulation (jeratan)
3. Hanging (gantung diri)
4. Tekanan pada dada atau perut yang kuat
5. Kegagalan saluran pernapasan primer : paralise pusat pernapasan dan elektrik
2. Anemik hipoksia
Berkurangnya kemampuan membawa oksigen je dalam darah
Contoh : keracunan CO (dimana HbCO > dari HbO2)
3. Gangguan sirkulasi darah dalam pelepasan oksigen permenit (stagnan hipoksia)
Contoh : pasien dalam keadaan syok.

Asfiksia Traumatik (Burking) merupakan kematian akibat asfiksia traumatik terjadi


karena penekanan dari luar pada dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan
menimbulkan gangguan gerak pernapasan, misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan tembok,
atau tertimpa saat saling berdesakan.Penyebab kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan
pernapasan dan sirkulasi. Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah adalah pada pemeriksaan
luar ditemukan sianosis dan bendungan hebat. Bendungan tersebut menyebabkan muka
membengkak dan penuh dengan petekie, edema konjungtiva, dan perdarahan subkonjungtiva.
Petekie terdapat pula pada leher, bokong, dan kaki.2,4

3
ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN

Struktur sistem pernapasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Upper respiratory tract, yang meliputi hidung dan rongga mulut, faring, laring, dan trakea.
Upper respiratory tract memiliki area permukaan yang luas, kaya akan suplai darah, dan
epitel yang menyusunnya adalah epitel respirasi yang dilapisi oleh mukus. Di dalam hidung
terdapat rambut yang berfungsi sebagai penyaring. Fungsi dari upper respiratory tract adalah
menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara sehingga udara tersebut sesuai dengan
kondisi di bagian distal dari lower respiratory tract. 5,11
b. Lower respiratory tract yang terdiri atas bagian bawah trakea, dua bronkus primer,dan paru-
paru. Struktur ini terletak di rongga toraks. 5.11

Gambar 1 : anatomi sistem pernafasan 11


Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang
karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat fungsi
utama, yaitu (1) ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan
alveoli paru; (2) difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah; (3) pengangkutan
oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh; dan

4
(4) pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan. Paru-paru dapat dikembangkempiskan
melalui dua cara, yaitu dengan gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau
memperkecil rongga dada dan juga dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar
atau memperkecil diameter antero-posterior rongga dada. 5,11
.

Gambar 2 : Fisiologi pernafasan 11

C. GEJALA DAN TANDA ASFIKSIA


a) Gejala Asfiksia

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam
empat fase, yaitu: 1,2,4
1. Fase Dispnea

5
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan karbondioksidadalam plasma
akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan
frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai
tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2. Fase Kejang
Perangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang
mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya
timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung dan tekanan darah
menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat
kekurangan oksigen.
3. Fase Kelelahan (Exhaustion phase)
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernapasan, otot menjadi lemah, hilangnya
refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernapasan dangkal dan semakin
memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan.
Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada stadium ini bisa
dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi.
4. Fase Apnea
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi
otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah
pernapasan berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya
berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari
tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-
tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

b) Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan, yaitu: 1,2, 4
1. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi
akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan
oksigen).

6
2. Kongesti
Terjadi perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan. Gambaran
perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan
palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak
endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan
timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.

Gambar 3. Tardieu’s spot 2,4


3. Buih halus
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas
pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas.
Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang
kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.

Gambar 4. Buih halus 7

7
4. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap ini terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam
lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan akitivitas fibrinolisin dalam darah
sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Pada pemeriksaan dalam jenazah
dapat ditemukan, antara lain: 1,4
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer karena kadar karbondioksida yang tinggi
dan fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih
berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di
lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam
terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis, dan daerah subglotis.

Gambar 5. Lebam mayat 7

5. Pengenceran darah, dulu diduga bahwa darah yang encer pada kadaver merupakan salah
satu indikasi asfiksia. Tetapi, penelitian lebih lanjut menemukan bahwa pengenceran
darah post mortem merupakan akibat dari tingginya fibrinolisis yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar fibrinolisin pada kematian yang cepat. Jadi, keenceran (fluiditas)

8
darah bergantung pada fibrinolisin dan jumlah fibrinolisin lebih bergantung pada
kecepatan kematian daripada alam.
6. Edema paru, masih diperdebatkan apakah disebabkan karena gagal jantung atau
peningkatan permeabilitas kapiler. Tapi hal ini tidak terlalu bermakna pada diagnosis
kematian akibat obstruksi respiratorik. Pada kematian karena anoksia, edema jaringan
apapun yang melebihi kadar minor mengindikasikan bahwa kematian tersebut belum
terlalu cepat. Paru-paru harus ditimbang dengan benar untuk mengetahui luasnya edema.

D. KLASIFIKASI
Kematian akibat asfiksia dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu penggantungan
(hanging), pencekikan atau penjeratan (strangulation), suffokasi (smothering, gagging,
choking).2

a. Penggantungan (Hanging)
Penggantungan (hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher
oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.Alat penjerat
sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada
leher.8Umumnya penggantungan melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah perlu.Penggantungan
yang terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali.Pada beberapa kasus konstriksi
dari leher terjadi akibat eratnya jeratan tali bukan oleh berat badan yang tergantung.Pada
beberapa kasus yang jarang, jeratan tali dipererat oleh berat tubuh yang tergantung oleh
individu dalam keadaan tegak lurus. Kekuatan tambahan juga kadang dibutuhkan untuk
mengeratkan tali.1, 2, 4

Tipe-Tipe Penggantungan

Berdasarkan cara kematian : 2,4
 Suicidal hanging (gantung diri), merupakan cara kematian yang paling sering
dijumpai pada penggantugan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus.
 Accidental hanging, merupakan kejadian penggantungan akibat kecelakaan, banyak
ditemukan pada anak-anak, utamanya umur 6-12 tahun. Tidak ditemukan alasan
untuk bunuh diri karena pada usia tersebut belum ada tilikan dari anak untuk bunuh
diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan orang tua. Tetapi tidak menutup

9
kemungkinan hal ini juga dapat terjadi pada orang dewasa, yaitu ketika
melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (autoerotic hanging).
 Homicidal hanging, merupakan metode pembunuhan yang dilakukan dengan
menggantung korban. Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang
dewasa yang kondisinya lemah, baik oleh karena penyakit, di bawah pengaruh obat,
alkohol, ataupun korban sedang tidur. Sering ditemukan kejadian penggantungan
tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur sedemikian rupa hingga
menyerupai kasus penggantungan bunuh diri.

Berdasarkan posisi korban : 2,4
 Complete hanging, merupakan tipe penggantungan dimana kekuatan konstriksi
adalah seluruh berat badan (tubuh tergantung seluruhnya, kaki tidak menyentuh
lantai).

Gambar 6. Complete Hanging


 Partial (incomplete) hanging, merupakan tipe penggantungan dimana kekuatan
konstriksi adalah berat dari kepala (5-6 kg) dan bagian bawah tubuh, seperti kaki,
lutut, atau bokong menyetuh lantai. Penggantungan tipe ini biasanya terjadi pada
kasus bunuh diri.

10
338 Textbook of Forensic Medicine and Toxicology

the deepest. Ecchymosis and slight abrasion


the groove are rare. Ecchymosis alone has n
significance but it is important to establish wheth
it is antemortem or postmortem Abrasions w
haemorrhage are strongly suggestive
suspension taking place during life.
Position of ligature mark: In 80% case
ligature mark is present above the thyroid cartilag
in 15% at the level and in 5% it is present belo
the thyroid cartilage (common in partial hanging
The width of the groove is about or slightly le
than the width of the ligature material. A defin
pattern may be seen but when fresh, the ligatu
mark is less clear. After drying it becomes w
marked (Figs 23.3 to 23.4). There may not be a
visible mark due to beard, long hair, clothe
intervening between the ligature material and th
neck. Loop of soft material, towel, and scarf m

Figure 23.2: Partial hanging


Gambar 7. Partial hanging2
Virtually all hangings are suicidal and in India,
it is quite popular method of suicide more common
 amongst males.2,4
Berdasarkan letak jeratan :
Ligature Mark
 Typical hanging, bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan
On the neck, it will be a furrow (ligature mark).
This
tekanan pada furrow,
arteri as a rule,
karotis doesbesar.
paling not completely encircle
the neck, but slants upwards, towards the knot, Figure 23.3: A case of hanging with ligature
 Atypical hanging,
fading out at the point of suspension that is the
bila titik penggantungan terletak
knot. If the knot is under the chin, the site of the
di samping, material
sehingga in situ
leher
knot may be indicated by an abrasion or
dalam posisi sangat miring (fleksi lateral), yang mengakibatkan hambatan pada
indentation beneath the chin. The clarity and
configuration of the ligature mark depends upon
arteri karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.
the material used. The ligature mark produces a
groove or furrow, which may be pale, yellowish or
yellow brown and look like parchment due to drying
of the abraded skin. It is usually inverted V shaped
Patomekanisme Kematian with the apex of the V at the knot. Impression of
the knot may be found, depending upon its
position. Along1,2,4 the edges of the depression, a
 Refleks vagus (vagal reflex)
thin line of congestion or haemorrhage will be seen Figure 23.4: A case of hanging same as fig. 23.
above and below the groove at some point, usually with ligature mark
Penekanan pada ganglion saraf arteri karotis oleh tali yang melingkar pada leher korban
dapat menyebabkan carotid bodyreflex (refleks vagus) sehingga memicu perlambatan
denyut jantung. Perlahan-perlahan terjadi aritmia jantung sehingga pada akhirnya korban
mati dengan cardiac arrest. Namun mekanisme kematian ini jarang didapatkan karena
untuk menimbulkan refleks karotis, tekanan langsung yang kuat harus diberikan pada area
khusus di mana carotid body berada. Hal ini sukar dipastikan.Sebagai tambahan refleks
karotis juga dapat dimunculkan biar pun tanpa penggantungan.
 Asfiksia 1,2,4
Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban penggantungan

11
dengan mekanisme asfiksia.Kebanyakan kasus penggantungan bunuh diri mempunyai
mekanisme kematian seperti ini.Seperti yang diketahui, vena jugularis membawa darah dari
otak ke jantung untuk sirkulasi.Pada penggantungan sering terjadi penekanan pada vena
jugularis oleh tali yang menggantung korban.Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang
dilewati darah untuk kembali ke jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun
parsial secara perlahan-lahan dapat menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak.
Darah tetap mengalir dari jantung ke otak tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir
keluar.Akhirnya, terjadilah penumpukan darah di pembuluh darah otak. Keadaan ini
menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang dan korban seterusnya tidak sadarkan
diri.Kemudian, terjadilah depresi pusat napas dan korban mati akibat asfiksia.Tekanan yang
diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini tidak penting tetapi durasi lamanya tekanan
diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang menyebabkan mekanisme
tersebut.Ketidaksadaran korban mengambil waktu yang lama sebelum terjadinya depresi
pusat napas.Secara keseluruhan, mekanisme ini tidak menyakitkan sehingga
disalahgunakan oleh pria untuk memuaskan nafsu seksual mereka (autoerotic sexual
asphyxia). Pada mekanisme ini, korban akan menunjukkan gejala sianosis. Wajahnya
membiru dan sedikit membengkak.Muncul peteki di wajah dan mata akibat dari pecahnya
kapiler darah karena tekanan yang lama.Didapatkan lidah yang menjulur keluar pada
pemeriksan luar.
 Iskemik otak 2,4
Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar.Hal ini karena
secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis.Oleh hal yang
demikian, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan
penggantungan.Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya dicekik
atau pada penjeratan.Pada pemeriksaan dalam, turut ditemukan jejas pada jaringan lunak
sekitar arteri karotis akibat tekanan yang besar ini.Tekanan ini menyebabkan aliran darah ke
otak tersumbat.Kurangnya suplai darah ke otak menyebabkan korban tidak sadar diri dan
depresi pusat napas sehingga kematian terjadi.Pada mekanisme ini, hanya ditemukan wajah
yang sianosis tetapi tidak ada peteki.
 Kerusakan medulla oblongata 2,4
Fraktur vertebra servikal dapat menimbulkan kematian pada penggantungan dengan

12
mekanisme asfiksia atau dekapitasi.Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman gantung atau
korban penggantungan yang dilepaskan dari tempat tinggi. Sering terjadi fraktur atau cedera
pada vertebra servikal 1 dan servikal 2 (aksis dan atlas) atau lebih dikenali sebagai
“hangman fracture”. Fraktur atau dislokasi vertebra servikal akan menekan medulla
oblongata sehingga terjadi depresi pusat napas dan korban meninggal karena henti napas.
Pemeriksaan Luar 1,2,4
i. Kepala
 Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
 Tanda penjeratan pada leher
 Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat
mempunyai permukaan yang luas, yang berarti tekanan yang ditimbulkan
tidak terlalu besar tetapi cukup menekan pembuluh balik, maka muka korban
tampak sembab, mata menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan lidah
atau air liur dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan
alat penjerat kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar dan dapat
menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi; maka korban tampak
pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
 Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau berbentuk V)
pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago
tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah
menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
 Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat tekanan
alat jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit tampak
kering, keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya
vesikel pada tepi jejas jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat membentuk
cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
 Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian bawah
telinga, tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
 Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi disekitarnya.

13
Asphyxial deaths 341

and cause vagal inhibition of the heart causing


it to stop.
5. Fracture dislocation of cervical vertebral, leading
to injury to the spinal cord, as a result there is
 Jumlah
ascending tanda
edema that penjeratan.
affects Kadang-kadang
the vital centers pada leher terlihat 2 buah atau lebih
in the medulla.
bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher
Causes of Delayed Death
sebanyak 2 kali.
In hanging delayed death occur due to the following
 Tanda-tanda asfiksia
reasons: Salivary mark
1. Aspiration pneumonia
2.Infections
Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan simpul tali.
3. Hypoxic encephalopathy
4. Edema of lungs
Keadaan ini menunjukkan tanda pastiFigure penggantungan 1
23.7: A case ofante-mortem.
hanging showing tongue
5. Encephalitis
Asphyxial deaths
6. Cerebral abscess. 341 clenched between teeth and salivary stain over the
chest

nhibition of the heart causing Autopsy Findings


External
n of cervical vertebral, leading
nal cord, as a result there is General Findings: Typical asphyxial signs are
that affects the vital centers present in about 50-60% of all hangings.
1 Neck may be stretched and elongated and
rarely may be severed from the body if the
Death weight of the body is too heavy and the fall is
from a greater height.
ath occur due to the following
2 Head is bent opposite to the knot.
3 FaceSalivary mark pale but at times it may be
is usually
onia
congested and swollen. Swelling disappears
when the ligature is cut down.
opathy
4 Petechiae on the skin and conjunctiva are
Figure 23.7: A case of hanging showing tongue
present. Figure 23.8: Salivary stains over the chest in
Gambar5clenched
8. Pada
Signs of kasus
between
Asphyxia penggantungan
teeth
areand
moresalivary
marked tampak
stain lidah
overthe
when the terjepit di antarahanging
gigi dan bekas air liur (saliva)
chest
noose is high up in the throat. If only veins are 4
obstructed there is engorgement of head and
terlihat pada dada
neck. The eyes protruded and firm due to con- 6. Slight hemorrhage or bloody froth is sometimes
 gestion or may be
Kedalaman dariclosed
bekas and seen caused by the congestion in the lungs
the pupil ismenunjukkan
penjeratan lamanya tubuh tergantung.
and the pulmonary edema. In the head some-
Typical asphyxial signs are dilated. The tongue is swollen, coming out bet-
60% of all hangings.  ween
Jikathekorban
lips (Fig.lama
23.7). Tip may be black
tergantung, due
ukuran times hemorrhages are present due to rupture
leher menjadi semakin panjang.
of engorged vessels. In the middle ear hemor-
etched and elongated and to drying and may be clenched between the
vered from the body if the teeth. There
ii. Anggota is dribbling of saliva from the angle
gerak rhages may be seen due to rupture of the small
y is too heavy and the fall is of mouth, which is an indicator of antemortem blood vessels. The penis may show semen
ght.
osite to the knot.
 Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan
hanging. The salivary stain may dribble over to drops coming out of the urethral
terutama pada meatus.
bagian akral dari
the face, neck and sometimes chest (Figs 23.7 7 Lower limbs show hypostasis (Figs 23.9 and
ale but at times it may be and 23.8).It is caused due totergantung
the stimulation 23.10) korban
of lamanya due to thedalam
prolonged hanging posture
wollen. Swelling disappears
ekstremitas, sangat dari posisi tergantung.
salivary glands by the ligature. and are an indicator of the duration of hanging
s cut down.
skin and conjunctiva are
 Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
Figure 23.8: Salivary stains over the chest in
are more marked when the
iii. Dubur dan kelamin hanging
n the throat. If only veins are
s engorgement of head and
 Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses akibat kontraksi otot polos pada
otruded and firm due to con- 6. Slight hemorrhage or bloody froth is sometimes
be closed and the pupil is
saatcaused
seen stadium konvulsi
by the pada
congestion puncak
in the lungs asfiksia.
e is swollen, coming out bet- and the pulmonary edema. In the head some-
23.7). Tip may be black due times hemorrhages are present due to rupture
y be clenched between the of engorged vessels. In the middle ear hemor-
Pemeriksaan
bling of saliva from the angle
Dalam 1,2,4
rhages may be seen due to rupture of the small
an indicator of antemortem blood vessels. The penis may show semen

ary stain may dribble over to
Kepala
drops coming out of the urethral meatus.
sometimes chest (Figs 23.7 7 Lower limbs show hypostasis (Figs 23.9 and
sed due to the stimulation of  23.10)
Tanda duebendungan pembuluh
to the prolonged darah otak.
hanging posture
the ligature. and are an indicator of the duration of hanging
 Leher

14
 Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama.
Pada jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
 Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa
keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang
disertai dengan tindak kekerasan.
 Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur. Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh darah.
 Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang
dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi
darah disekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
 Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah tulang ini
darap terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada
penggantungan.
 Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada
korban hukuman gantung.

 Dada dan perut


 Perdarahan pada pleura, perikard, atau peritoneum
 Organ-organ dapat mengalami kongesti atau bendungan
 Darah
 Darah dalam jantung gelap dan lebih cair.

b. Penjeratan (Strangulation)

Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen,
kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya yang melingkari atau mengikat leher yang makin lama
makin kuat hingga saluran pernapasan tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya
merupakan suicide ( bunuh diri) maka penjeratan biasanya adalah pembunuhan. Mekanisme

15
kematian ini adalah akibat asfiksia atau reflex vaso-vagal ( perangsangan reseptor pada carotid
body).1
Menggantung dan strangulasi adalah sebuah kategori kematian asphyxial ditandai dengan
tekanan eksternal pada leher yang menekan jalan napas dan/atau pembuluh darah yang mengalir
darah ke kepala. Arteri karotis dikompresi dengan gaya diterapkan pada leher dan permukaan
anterior keras dari tulang servikal. Gantung melibatkan kompresi struktur leher dengan pengikat
yang ditempatkan di sekitar leher yang mengerut dengan bantuan seluruh atau sebagian dari
berat badan. Meskipun sebagian besar kasus gantung adalah kasus bunuh diri, kita tidak harus
berharap untuk menemukan catatan bunuh diri, karena mereka hadir dalam waktu kurang dari 50
persen kasus.2
Strangulasi melibatkan kompresi struktur leher oleh kekuatan lain selain berat tubuh
sendiri dengan meremas secara manual atau dengan penerapan ligatur. Strangulasi adalah
biasanya dalam kasus pembunuhan. Salah satu faktor asfiksia tambahan ditemukan kasus
gantung dan strangulasi adalah obstruksi dari inlet laring oleh pergeseran lidah dan faring ke atas
yang disebabkan oleh gaya konstriksi sekitar leher.
Tanda-tanda eksternal dari pencekikan dapat mencakup memar dan lecet di bagian depan
dan sisi leher, dan rahang bawah; pola luka permukaan kulit seringkali sulit untuk menafsirkan
karena dinamis sifat serangan, dan kemungkinan diulang kembali penerapan tekanan selama
tercekik. Memar disebabkan oleh tekanan jari (membulat atau memar berbentuk oval sampai
kira-kira 2 cm dalam ukuran) dan goresan kuku (abrasi linear atau berbentuk bulan sabit, cetakan
atau pelanggaran kulit) mungkin terlihat, yang terakhir yang dibuat baik oleh penyerang atau
korban.
Ketika tekanan pada leher berkelanjutan, tambahan fitur pencekikan dapat mencakup
'tanda asfiksia klasik', termasuk wajah petechiae.Dalam korban hidup, evaluasi klinis dapat
mengungkapkan nyeri saat menelan, suara serak, stridor, sakit leher, kepala atau
punggung.Meskipun petekie konjungtiva dan wajah dapat terlihat pada penggantungan dan
strangulasi, mereka lebih umum dan lebih menonjol dalam strangulasi.Ini adalah mungkin
karena sifat kekerasan perlawanan disebabkan oleh korban strangulasi, dengan resultan
intermiten dan oklusi variabel arteri karotis dan vena jugularis. Ketika vena jugularis yang
tersumbat, tapi arteri karotis tetap paten, tekanan menumpuk di venula cephalic dan kapiler
(obstruksi vena jugularis proksimal), mendukung pembentukan petechiae.1

16
Hal ini yang berbeda dengan penggantungan, di mana ada lebih kemungkinan kompresi
lengkap, dan berkepanjangan dari kedua arteri karotis dan vena jugularis. Dengan kompresi baik
arteri dan vena leher, tidak ada perbedaan tekanan intravaskular yang signifikan, dan
pembentukan petekie cephalic tidak didapatkan.1
Strangulasi ligatur mungkin pembunuhan, bunuh diri atau disengaja dan melibatkan
penerapan tekanan ke leher oleh item yang mampu konstriksi leher, seperti syal, dasi, kaus kaki
atau kabel telepon dan lain- lain. Ada yang sering demarkasi yang jelas dari kongesti, sianosis
dan peteckie pada batas konstriksi dari ligature, dan biasanya ada 'tanda pengikat'pada leher di
lokasi penyempitan. Tanda ini mungkin dibentuk oleh kombinasi dari kompresi dan abrasi kulit,
dan mungkin mencerminkan sifat ligatur sendiri, mereplikasi pola anyaman ligatur, misalnya.2
Pengikat yang lembut dan permukaan luas, namun, dapat meninggalkan bukti yang
sedikit dari kompresi pada leher, atau bahkan cedera yang mendasari struktur. Tanda-tanda pada
leher yang distrangulasi dengan pengikat mungkin melingkari leher secara horizontal, meskipun
pakaian, atau rambut, dapat sela antara pengikat dan kulit, sehingga tanda pengikat
diskontinuitas.2

c. Pencekikan (manual strangulation)

Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan yang menyebabkan dinding saluran
napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran napas sehingga udara tidak dapat
lewat. Pencekikan bisa dilakukan dengan menggunakan satu atau kedua-dua tangan sama ada
dari depan atau dari belakang. Tanda-tanda luaran yang bisa ditemukan adalah abrasi dan lebam
di sekitar leher dan tepi leher, adanya luka pada setiap sisi daerah larynx dan di bawah rahang.

17
Mekanisme kematian pada pencekikan adalah :

1. Asfiksia
2. Refleks vagal – terjadi akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus pada corpus carotis
(carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna. Reflex vagal ini jarang
sekali terjadi.

Pada pemeriksaan jenazah ditemukan perbendungan pada muka dan kepala karena turut
tertekan oleh pembuluh darah vena dan arteri yang superfisial, sedangkan rteri vertebralis tidak
terganggu. Tanda-tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi berbeda-beda,
tergantng dengan cara mencekik. Luka-luka lecet pada kulit berupa luka lecet kecil, dangkal,
berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari.

Luka-luka memar pada kulit, bekas tekanan jari merupakan petunjuk berharga untuk
menentukan bagaimana posisi tangan saat mencekik. Akan menyulitkan bila terdapat memar
subkutan luas, sedangkan pada permukaan kulit hanya tampak memar berbintik. Memar atau
pendarahan pada otot-otot bagian dalam leher dapat terjadi akibat kekerasan langsung.
Perdarahan pada otot sternokleidomastoideus dapat disebabkan oleh kontraksi yang kuat pada
otot tersebut saat korban melawan.

Fraktur pada tulang (os hyoid) dan kornu superior rawan gondok yang unilateral lebih
sering terjadi pada pencekikan, namun semuanya tergantung pada besar tenaga yang
18
dipergunakan saat pencekikan. Patah tulang lidah kadang-kadang merupakan satu-satunya bukti
adanya kekerasan, bila mayat sudah lama dikubur sebelum diperiksa.

Pada pemeriksaan jenazah, bila mekanisme kematian adalah asfiksia, maka akan
ditemukan tanda-tanda asfiksia. Tetapi bila mekanisme kematian adalah reflex vagal, yang
menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berdenyut sehingga tidak ada tekanan intravascular
untuk dapat menimbulkan bendungan, tidak ada perdarahan petekial, tidak ada edema pulmoner
dan pada otot-otot leher bagian dalam hamper tidak ditemukan perdarahan. Diagnosis kematian
akibat refleks vagal hanya dapat dibuat pereksklusionam.1,2

19
BAB III
KESIMPULAN

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan peningkatan karbon
dioksida.Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai penyebab yang bersifat mekanik, misalnya
pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam (drowning).
Jadi, cara kematian pada
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi 4 fase,
yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa dari saat asfiksia timbul
sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase dispneu
dan fase konvulsi berlangsung kurang lebih 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan
oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan
lbih jelas.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan
kuku.Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan, merupakan tanda
klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat kebiruan gelap dan terbentuk lebih
cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut, dan tampak pembendungan pada mata berupa
pelebaran pembuluh darah, konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase konvulsi.
Pada pemeriksaan dalam jenazah, kelainan yang mungkin ditemukan adalah darah
berwarna lebih gelap dan lebih encer, busa halus dalam saluran pernapasan, pembendungan
sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat dan berwarna lebih gelap,
ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epicardium, subpleura viseralis, kulit kepala
bagian dalam, serta mukosa epiglottis, edema paru terurtama yang berhubungan dengan hipoksia,
adanya fraktur laring langsung dan tidak langsung, perdarahan faring terutama yang
berhubungan dengan kekerasan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun'im TWA, Sidhi, Hertian S, et all. Ilmu


Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 55-70.
2. Shepherd R. Simpson's Forensic Medicine. 12th ed. London: Arnold; 2003. p. 94-101.
3. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology - Principles and Practice. Elsevier
Academic Press; 2005. p. 201-34.
4. Dikshit PC. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi: Peepee Publishers
and Distributors. p. 334-65.
5. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi sebelas. Jakarta: EGC; 2008. p.
495.
6. DiMaio VJ, DiMaio Dominick. Forensic Pathology. 2nd ed. USA: CRC Press; 2001. p. 246-
73, 416-23.
7. Dix Jay. Color Atlas of Forensic Pathology. USA: CRC Press; 2000. p. 98, 102, 104, 108.
8. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology Of Trauma - Common Problems for The
Pathologist. New Jersey: Humana Press; 2007. p. 65-155.
9. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Binarupa Aksara; 1997. p.
177-90.
10. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses
Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto; 2011. p. 65-9.
11. Marieb, Human Anatomy and Physiology, 9th Edition 2013

21

Anda mungkin juga menyukai