Anda di halaman 1dari 45

7

BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan konsep pengetahuan, konsep perilaku , konsep

tuberkulosis, konsep tindakan pencegahan penularan.

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil

penggunaan pancainderanya. Pengetahuan sangat berbeda dalam kepercayaan

(belief), tahayul (superstition), dan penerangan- penerangan yang keliru

(misinformation). Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan

pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia.

Pada dasarnya pengetauan akan terus bertambah dan bervariatif sesuai

dengan proses pengalaman manusia yang dialami. Menurut Bruner, proses

pengetahuan tersebut melibatkan tiga aspek yaitu proses mendapatkan informasi

sebelumnya. Proses transformasi adalah proses memanipulasi pengetahuan agar

sesuai dengan tugas- tugas baru. Proses evaluasi dilakukan dengan memeriksa

kembali apakah mengolah informasi telah memadai.

Pengetahuan merupakan hasil mengungat suatu hal, termasuk mengingat

kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja

dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu

objek tertentu (wahid igbal Mubarak, 2012).


8

2.1.2 Tingkat Pengetahuan Didalam Dominan Kognitif

Menurut wahid igbal mubarak (2012) pengetahuan yang termasuk

kedalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan:

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai kemampuan menngingat kembali (recall) materi

yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan

yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan didapat menginterprestasikannya secara luas.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situsai atau kondisi nyata.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen- komponen yang masih saling terkait dan masih didalam

suatu struktur organisasi tersebut.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan sbagai kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian- bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi ( Evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.


9

2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut A. Wawan dan Dewi A, (2010) faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah:

1. Faktor Internal

a. Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2008), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Dari

segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari

orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari

pengalaman dan kematangan jiwa. Menurut Abu Ahmadi (3003) juga

mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya

dipengaruhi umur. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada

pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur- umur

tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan menerima atau mengingat

suatu pengetahuan berkurang.

b. Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang

menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna

mencapai suatu tujuan.

c. IQ

IQ adalah kekuatan dibalik kecerdasan atau kemampuan intelektual.

Kecerdasan emosional ini merupakan dasar-dasar bagi pembentukan emosi

yang mencakup ketrampilan.


10

2. Faktor eksternal

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan

dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya

hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup (A.Wawan dan Dewi A, 2010).

b. Pekerjaan

Menurut ratna wati (2009) pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas

memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari- hari. Pekerjaan/

karyawan adalah mereka yang bekerja pada oaring lain atau institusi, kantor,

perusahaan dengan upah dan gaju baik berupa uang maupun barang. Macam-

macam jenis pekerjaan :

1) Buruh, petani, nelayan


2) Wiraswasta
3) Pegawai negeri
4) TNI, PORLI

c. Lingkungan

Menurut Ann Mariner yang dikutip dari Nursalam lingkungan merupakan

seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang tua kelompok (A.Wawan

dan Dewi A, 2010).

d. Sosial Budaya
11

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi (A.Wawan dan Dewi A, 2010).

2.1.4 Pengukuran Tingkat Pengetahuan


Menurut Skinner dalam Budiman (2013: 8) bila seeorang mampu

menjawab mengenai materi tertentu baik secara lisan amaupun tulisan, maka

dikatakans seorang tersebut mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan jawaban

yang diberikan tersebut dinamakan pengetahuan. Pengukuran bobot pengetahuan

seseorang ditetapkan menurut hal-hal sebagai berikut.


1. Bobot 1 : tahap tahu dan pemahaman
2. Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi dan analisi
3. Bobot III : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.


2.1.5 Kategori Tingkat Pengetahuan
Arikunto (2006) dalam Budiman (2013; 11) membuat kategori tingkat

pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai

presentase yaitu sebagai berikut.


1. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya 75% atau ≥ 75%
2. Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%
3. Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤ 55% atau sama

dengan 55%

2.2 Konsep Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis merupakan kegiatan atau aktivitas

organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah

suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu manusia mempunyai
12

bentangan yag sangat luas mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian

dan lain sebagainya. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organiseme

tersebut baik dapat diamatin secara langsung, atau secara tidak langsung.

(Notoadmojo, 2007).

Menurut skinner (1983) seorang ahli mengemukkan bahwa perilaku

merupakan hasil hubungan antara perangsang ( stimulus ), tanggapan, respon. Ia

membedakan adanya 2 respon, yakni:

1. Responden Respons atau Reflexive Respons

Respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu.

Perangsangan-perangsangan semacam ini disebut eliciting stimuli karena

menimbulkan respon-respon yang relatif tetap, misalnya makanan lezat

menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan mata

tertutup, dan sebagainya. Pada umumnya perangsangan-perangsangan yang

demikian itu mendahului respons yang ditimbulkan.

2. Operan Respons atau Instrumental Respons

Respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu.

Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karma

perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan

oleh organisme (A. Wawan dan Dewi A, 2010).

2.2.2 Ciri-ciri Perilaku Manusia Yang Membedakan Dari Makhluk Lain


Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983, dalam Sunaryo, 2004 : 3), cirri-

ciri perilaku manusia yang membedakan dari makhluk lain adalah kepekaan

social, kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan perjuangan, tiap

individu adalah unik. Secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut :


1. Kepekaan Sosial
13

Artinya kemampuan manusia untuk menyesuaikan perilakunya sesuai

harapan dan pandangan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam

hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang lain. Perilaku manusia

adalah situasional, artinya perilaku manusia akan berbeda pada situasi yang

berbeda.
2. Kelangsungan Perilaku
Artinya perilaku yang satu ada kaitanya dengan perilaku yang lain,

perilaku yang sekarang adalah kelanjutan dari perilaku yang baru, lalu dan

seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara

berkesinambungan bukan secara serta merta.


3. Orientasi Pada Tugas
Artinya bahwa setiap perilaku manusia selalu memiliki orientasi pada

tugas tertentu. Seorang mahasiswa yang rajin belajar menuntut ilmu, orientasinya

adalah untuk menguasai ilmu pengetahuan tertentu. Demikian juga individu yang

bekerja, berorientasi untuk mendapatkan sesuatu (Sunaryo, 2004 : 5).


4. Usaha dan Perjuangan
Usaha dan perjuangan manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri, serta

tidak ingin memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin di perjuangkan.

Jadi, sebenarnya manusia memiliki cita-cita yang ingin diperjuangkannya,

sedangkan hewan hanya berjuang mendapatkan sesuatu yang tersedia di alam.


5. Tiap-Tiap Individu Manusia Adalah Unik
Untuk disini mengandung arti bahwa manusia yang satu berbeda dengan

manusia yang lain dan tidak ada dua manusia yang sama persis dimuka bumi ini,

walaupun dilahirkan kembar. Manusia mempunyai cirri-ciri, sifat, watak, tabiat,

kepribadian, motivasi tersendiri yang membedakannya dari manusia yang lainnya.

Perbedaan pengalaman yang dialami oleh individu pada masa silam dan cita-

citanya kelak dikemudian hari, menentukan perilaku individu di masa kini yang

berbeda-beda pula (Sunaryo, 2004 : 5)


2.2.3 Proses Adopsi Perilaku
14

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku didasari oleh

pengetahuan akan terlebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Penelitian rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yaitu :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang yang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang yang memulai tertarik

3. Evaluation, (menimbang- nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya). Hal ini berarti perilaku responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang yang telah mencoba perilaku baru.

5. Adption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.2.4 Macam- macam Perilaku Manusia

Perilaku manusia terdapat banyak macam yaitu perilaku refleks, perilaku

refleks bersyarat dan perilaku yang mempunyai tujuan. Ada sejumlah perilaku

refleks yang dilakukan oleh manusia secara otomatik. Perilaku refleks diluar

lapangan kemampuan manusa serta terjadi tanpa dipikir atau keinginan. Kadang–

kadang terjadi tanpa disadari sama sekali seperti mengecilkan kelopak mata.

Secara umum perilaku refleks mempunyai tujuan menghindari ancaman yang

merusak keberadaan individu, sehingga individu dapat berperilaku dan

berkembang normal.

Perilaku refleks bersyarat adalah merupakan perilaku yang muncul karena

adanya perangsang tertentu. Reaksi ini wajar dan merupakan pembawaan manusia
15

dan bias dipelajari atau didapat dari pengalaman. Aliran behaviorisme

berpendapat bahwa manusia belajar atas dasar perilaku refleks bersyarat yang

berarti membuat penafsiran perilaku yang kompleks atas dasar satuan-satuan

masalah yang sederhana. Dengan demikian gerak refleks adalah kesatuan

kelakuan dan berdasarkan kelakuan itu tersusunnya kelakuan manusia yang

kompleks dengan segala tingkatan. Apabila timbulnya perangsang berulang- ulang

maka perilaku refleks bersyarat akan lemah.

Perilaku yang mempunyai tujuan disebut perilaku naluri. Menurut Spencer

perilaku naluri adalah gerak refleks yang kompleks atau merupakan rangkaian

tahap- tahap yang banyak, masing- masing merupakan perilaku refleks yang

sederhana. Akan tetapi pendapat ini dibantah bahwa perilaku refleks tanpa

perasaan sedangkan perilaku naluri disertai dengan perasaan. Ada tingga gejala

yang menyertai perilaku bertujuan yaitu: pengenalan, perasaan atau emosi,

dorongan, keinginan dan motif (Heri purwanto, 2012)

2.2.5 Determinan Perilaku

Determinan perilaku manusia sangat sulit untuk dibatasi karena perilaku

merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Perilaku

manusia sebenarnya merupakan refleksi gejala kejiwaan, seperti pengetahuan,

keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Gejala

kejiwaan tersebut ditentukan atau di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosial-budaya sehingga timbullah

proses terbentuknya perilaku, dan dapat diilustrasikan seperti pada gambar


Pengetahuan
berikut. Persepsi
Sikap

Pengalaman Keinginan

Keyakinan Kehendak

Lingkungan Motivasi

Sosial-Budaya niat
16

Perilaku

Gambar 2.1 Determinan Perilaku Manusia

Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan

perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya

perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green

(1980), Snehandu B. Kar (1983), dan WHO (1984), dalam Notoatmodjo (2012).

1. Teori Lawrence Green

Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan,

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor

di luar perilaku. Sedangkan perilaku sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga

faktor :

a. Faktor Predisposisi (Presdiposising Factor)


Yaitu faktor yang mendahului perilaku yang menjelaskan alasan atau

motivasi untuk berperilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.


b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor)
Merupakan faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau

tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya

kelurahan, obat-obatan, alat kontrsepsi, jamban dan sebagainya.


c. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing factor).
Merupakan faktor yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok refernsi dari perilaku

masyarakat.
17

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B = f ( PF, EF, RF )
Dimana:
B = Behaviour
PF = Predisposing Factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
F = fungsi
Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu

ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap

kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

2. Teori Snehandu B. Kar


Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa

perilaku itu merupakan fungsi dari:


a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya (behavior intention).


b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarny (social-support).
c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accessibility of information).
d. Otonomi peribadi, yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan

atau keputusan (personal autonomy).


e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation).

Uraian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:


B = f (BI, SS, AL, PA, AS)

Dimana :
B = Behavior
F = fungsi
BI = Behavior Intention
SS = Social Support
AI = Accesability of Information
PA = Personal Autonomy
18

AS = Action Situation
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat

ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan

dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan,

kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan / bertindak atau tidak

berperilaku tidak bertindak.


3. Teori WHO
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa seseorang itu berperilaku

tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok.


a. Pemahaman dan pertimbangan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian-penilaian

seseorang terhadap objek kesehatan.


b. Orang penting sebagai referensi (personal reference), perilaku seseorang

banyak dipengaruhi oleh perilaku orang-orang yang dianggapnya penting.


c. Sumber-sumber daya (resource), sumber daya disini mencakup fasilitas,

uang, waktu, tenaga, dan sebagainya.


d. Kebudayaan (culture) , kebiasaan, nilai-nilai, tradisi-tradisi, sumber-

sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup

(way of life). Yang pada umumnya disebut kebudayaan.


Secara sederhana teori WHO ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :

B = f ( TF, PR, R, C)
Dimana:

B = Behaviour

F = fungsi

TF = Thoughts and Feeling

PR = Personal Reference

R = Resources

C = Culture
19

Dapat disimpulkan bahwa perilaaku kesehatan seseorang atau masyarakat

ditentukan oleh pemikiran dan perasaan atau pertimbangan seseorang, adanya

orang lain yang dijadikan referensi dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang

dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat.

2.2.6 Perilaku Kesehatan


Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner maka perilaku kesehatan

(health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan

kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau

kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat

diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri

dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari

penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoadmojo, 2010 :

23).
Becker (1979) dalam Notoatmodjo, 2010 :23) membuat klasifikasi lain

tentang perilaku kesehatan dan membedakan menjadi tiga, yakni :


1. Perilaku Sehat (healthy behavior)
Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang

berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara

lain :
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet).
Menu seimbang di sini adalah pola makan sehari-hari yang memenuhi

kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh baik secara jumlahnya

(kuantitas), mampu jenisnya (kualitas) (Notoatmodjo, 2010 :24).


b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup.
20

Kegiatan fisik di sini tidak harus olahraga. Bagi seseorang yang

pekerjaannya memang sudah memenuhi gerakan-gerakan fisik secara rutin

dan teratur, sebenarnya sudah dapat dikategorikan berolahraga. Bagi seseorang

yang pekerjaannya tidak melakukan kegiatan fisik seperti manajer,

administrator, skretaris, dan sebagainya memerlukan olahraga secara teratur.


c. Tidak merokok dan minum-minuman keras serta menggunakan narkoba.
Merokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, namun di Indonesia jumlah

perokok cenderung meningkat. Hamper 50% pria dewasa di Indonesia adalah

perokok. Sedangkan minum-minuman keras dan penggunaan narkoba

meskipun masih rendah (1,0%), tetapi makin meningkat pula. Istirahat yang

cukup, istirahat yang cukup bukan saja berguna untuk memelihara kesehatan

fisik, tetapi juga untuk kesehatan mental. Dengan berkembangnya iptek

dewasa ini, juga memacu orang untuk meningkatkan kehidupannya, baik

dibidang sosial maupun ekonomi, yang akhirnya mendorong orang yang

bersangkutan untuk bekerja keras, tanpa menghiraukan beban fisik dan

mentalnya. Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk

mempertahankan kesehatan seseorang.


d. Pengendalian atau manajemen stress.
Stres adalah bagian kehidupan dari setiap orang, tanpa pandang bulu. Stres

tidak dapat dihindari oleh siapa saja, namun yang dapat dilakukan adalah

mengatasi, mengendalikan, atau mengelola 20tress tersebut agar tidak

mengakibatkan gangguan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan

mental (rohani).
e. Perilaku atau gaya hidup positif
Yang lain untuk kesehatan yang intinya tindakan atau perilaku seseorang

agar dapat terhindar dari berbagai macam penyakit dan masalah kesehatan

termasuk perilaku untuk meningkatkan kesehatan (Notoatmodjo, 2010 : 25).


2. Perilaku Sakit (illness behavior)
21

Perilaku orang sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan

seseorang yang sakit atau terkena masalah kesehatan atau keluarganya, untuk

mencari penyembuhan atau teratasi masalah kesehatan yang lain. Pada saat orang

sakit atau anaknya sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara

lain:
a. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan, tetap

menjalankan kegiatan sehari-hari.


b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment

atau self medication). Pengobatan sendiri ini ada 2 cara, yakni : cara

tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok, dan sebagainya), dan cara

modern misalnya minum obat yang di beli diwarung, toko obat atau

apotek.
c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar, yakni ke fasilitas

pelayanan kesehatan.
3. Perilaku Peran Orang Sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles)

yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban orang sakit (obligation).

Menurut Becker hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan

perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang sakit ini

antara lain :
a. Tindakan memperoleh kesembuhan
b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat

untuk memperoleh kesembuhan.


c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasehat-

nasehat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhan.


d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya.
e. Melakukan kewajibannya agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010 :26).


2.2.7 Domain Perilaku
22

Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian domain oleh

Bloom ini untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 ranah

perilaku sebagai berikut:

1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil pengideraan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan dipersepsi

terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan sesorang diperoleh melalui indera

pendengaran, indra pengelihatan.


2. Sikap (Attiude)
Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik- tidak baik, dan sebaginya).


3. Tindakan atau praktik (practice)
Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan

prasarana (Notoadmojo, 2010: 27).


2.2.8 Usaha – usaha Memperbaiki Perilaku Negatif
Menurut Heri purwanto (2012) Usaha yang dapat dilakukan untuk

menanggulangi perilaku negatif seseorang bagi yang masih belum dewasa dapat

dilakukan dengan:
a. Peningkatan peranan keluarga terhadap perkembanagn dari kevil hongga

dewasa
b. Peningkatan status social ekonomi keluarga.
c. Menjaga keutuhan keluraga
d. Mempertahankan sikap dan kebiasaan orang tua sesuia dengan norma yang

disepakaiti
23

e. Pendidkan keluarga yang diseseuiakan dengan status anak: anak tunggal,

anak tiri

2.3 Konsep Tuberkulosis Paru


2.3.1 Pengertian Tuberkulosis Paru

Mycobacterium Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular disebabkan

oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan

melalui udara (airbone). Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis didapat

melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil (sekitar1-5 um). Droplet

dikelurkan selama batuk, tertawa, atau bersin. Nukleus yang terinfeksi kemudian

terhirup oleh individu yang rentan (hospes) organisme yang terhirup terlebih

dahulu harus melawan mekanisme pertahan paru dan masuk pada jaringan paru

(yasmin gedhe, 2003).

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium

tuberkulosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau

diberbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen

yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada

membrane selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam

dan peryumbuhan dari kumanya berlangsung lambat. Bakteri ini tidak tahan

terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari

(Pro. Dr. H.Tabrai Rab, 2010).

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi

kuman mycobacterium tuberkulosis, yang menyerang jaringan paru. Tuberkulosis

ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

selaput otak, selaput jantung, getah bening, tulang persendian, kulit, usus, ginjal,

saluran kencing, alat kelami (Depkes, 2010).


24

2.3.2 Etiologi

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

basil Mycobacterium Tuberkulosis tipe humanis, sejenis kuman berbentuk batang

dengan panjang 1-4mm dan lebar 0,3-0,6 mm. Struktur kuman ini terdiri atas lipid

(lemak) yang membuat kuman lebih tahan asam, serta dari berbagai gangguan

kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin

(misalnya didalam lemari es) karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit

kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman juga bersifat aerob.

Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran penapasan yang vital. Basil

Mycobacterium masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet

infection) sampai alveoli dan terjadilah infeksi primer (Ghon), kemudian

dikelenjar getah bening terjadilah primer kompleks yang disebut tuberculosis

primer. Dalam sebagian besar kasus, bagian yang terinfeksi ini dapat mengalami

penyembuhan. Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik.

Sedangkan, post primer tuberculossis (reinfection) adalah peradanga yang terjadi

pada jaringan paru yang disebabkan penularan ulang (Ardiansyah, 2012 : 300).

2.3.3 Penanaman Mycobacterium Tuberkulosis

Menurut Naga (2012), ada beberapa penanaman yang terjadi pada

Mycobacterium Tuberklosis sebagai berikut :


1. Kuman ini tumbuh lambat
2. Koloni baru tampak setelah kurang lebih dua minggu
3. Suhu optimum 37 0 C dan tidak tumbuh pada suhu 250 C
4. Medium padat yang biasa dipergunakan adalah Lowenstein Jensen
5. Tingkat PH optimum 6,4-7,0
25

2.3.4 Sifat – Sifat Mycobacterium Tuberkulosis


Menurut Naga (2012), ada beberapa sifat – sifat yang dimiliki oleh

Mycobacterium Tuberkulosis
1. Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada suhu 60C selama 15-20

menit.
2. Biarkan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2 jam
3. Dalam dahak, bakteri ini dapat bertahan selama 20-30 jam.
4. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
5. Dalam suhu kamar, biarkan basil ini dapat hidup selama 6-8 bulan dan

dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20 0 C selama 2 tahun.


6. Bakteri ini tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain

phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
7. Basil dapat dihancurkan oleh Jodium tinetur dalam waktu 5menit,

sementara dengan alkholol 80% akan hancur dalam 2-10 menit (Naga,

2012).

2.3.5 Gambaran Klinik


Menurut Prof. Dr. H. Tabrani (2010) ada beberapa gejala klinik yang ada

pada pasien TBC Paru :

1. Gejala Klinik

Tidak ada yang khas. Gejala klinik sangat bervariasi dari suatu penyakit

yang tidak menunjukkan gejala dengan sesuatu bentuk penyakit dengan dengan

gejala sangat mencolok. Tubeculosis menahun sering ditemukan secara

kebetulan, misalnya pemeriksaan rutin. Gejala yang dijumpai dapat akut, sub akut,

tetapi lebih sering menahun.

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling

sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau

akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul

pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan pada saat pasien bangun pagi.
26

b. Bila proses destruksi berlanjut

Sekret dikeluarkan terus-menerus sehingga batuk menjadi lebih dalam dan

sangat mengganggu pasien pada waktu siang maupun malam hari. Bila terkena

trakea atau bronchus, batuk akan terdengar sangat keras, lebih sering atau

terdengar berulang-ulang (paroksismal). Bila laring yang terserang, batuk

terdengar sebagai hallow sounding cough, yaitu batuk tanpa tenaga dan disertai

suara serak.

c. Batuk Darah

Darah yang dikeluarkan pasien mungkin berupa garis atau bercak-bercak

darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak

(profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit

Tuberculosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda

permulaan dari penyakit Tuberculosis atau initial symptom karena batuk darah

merupakan tanda telah terjadinya eksavasi dan ulserasi dari pembuluh darah

pada dinding kafitas. Oleh karena itu, proses Tuberculosis harus cukup lanjut,

untuk dapat menimbulkan batuk dengan ekspektorasi.

d. Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,

kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning hijau sampai purulen dan

kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan pelunakan.

Jarang berbau busuk, kecuali bila ada infeksi anaeraob.

e. Nyeri dada
27

Nyeri dada pada tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.

Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di

daerah aksila, di ujung scapula atau ditempat - tempat lain).

f. Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang

disebabkan oleh sekret, bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, ulserasi,

dan lain-lain (pada tuberculosis lanjut).

g. Dispneu

Dispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberculosis paru

akibat adanya retriksi dan obstruksi saluran pernafasan serta loss of vascular

bed/ vascular thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi

pulmonal dan korpulmonal.

2. Gejala-gejala Umum

a. Panas Badan

Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali

panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan sedikit

meningkat atau lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga

pasien merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.

b. Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan dengan kecepatan yang sama atau dapat

terjadi sebagai sesuatu reaksi umum yang lebih hebat.

c. Keringat Malam
28

Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit TBC

Paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, keringat

malam dapat timbul lebih dini, Nausea, takikardi labil dan sakit kepala timbul

bila ada panas.

d. Gangguan Menstruasi

Gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberculosis sudah

menjadi lanjut.

e. Anoreksia

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia

yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

f. Lemah Badan

Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan

keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan, karena itu harus dianalisa

dengan baik dan temperamen (misalnya penderita yang mudah tersinggung),

perhatian pasien berkurang atau menurun pada pekerjaan, anak yang tidak suka

bermain, atau penderita yang kelihatan neurotik (prof Dr.H. Tabrani Rab, 2010)

2.3.6 Cara Penularan Kuman Mycobacterium Tuberkulosis

Banyaknya kuman dalam paru – paru penderita menjadi satu indikasi

tercepat penularan penyakit tuberkulosis ini kepada seseorang. Penyebaran kuman

tuberkulosis ini terjadi di udara melalui dahak yang berupa doplet. Bagi penderita

tuberkulosis paru yang memiliki banyak sekali kuman, dapat terlihat langsung

dengan miksroskop pada pemeriksaan dahaknya. Hal ni tentunya sangatmenular

dan berbahaya bagi lingkungan penderita.


29

Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TBC Paru dan BTA positif

yang berbentuk droplet sangat kecil ini akan bertebangan di udara. Droplet yang

sangat kecil ini kemudian mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang

mengandung kuman tuberkulosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama

beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau lambat droplet yang mengandung

unsur kuman tuberkulosis akan terhirup oleh orang lain. Apabila droplet ini telah

terhirup dan bersarang di dalam paru- paru seseorang, maka kuman ini akan

memulai membelah diri atau berkembang biak. Masa inkubasinya selama 2-6

bulan. Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan bisa

menyebar kebagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe atau

langsung ke organ lainnya (Naga, 2012: 312).

2.3.7 Patogenesis

Port desentri kuman mycobacterium tuberkulosis adalah saluran

pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi

terjadi melalui udara (air bone), yaitu melalui inhalasi droplett yang mengandung

kuman- kuman basil tuberkel yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan diinhalasi biasanya terdiri atas

satu sampai tiga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan disaluran

hidung dan cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah

berada dalam ruang alveolus, kuman akan mulai mengakibatkan peradangan.

Leukosit polimorfonulear tampak memfagosit bakteri ditempat ini, namun tidak

membunuh organisme tersebut.

Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang

terserang akan mengalami konsodilasi dan timbul gejala pneumonia akut.


30

Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa

yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau

berkembang biak didalam sel. Basil juga dapat menyebar melalui getah bening

menuju getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi

lebih panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit

yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 jam.

Tuberkulosis paru manusia dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuberkulosis

primer dan tuberkulosis sekunder:

1. Tuberkulosis paru primer

Tuberkulosis paru primer adalah keradangan paru yang disebabkan oleh

basil tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan

yang spesifik terhadap basil tersebut. Pada permulaan infeksi, basil tuberkulosis

kedalam tubuh yang belum mempunyai kekebalan, selanjutnya tubuh mengadakan

perlawanan dengan cara yang umum yaitu melalui inflitrasi sel- sel radang

kejaringan tubuh yang mengandung basil tuberkulosis. Reaksi tubuh ini disebut

raksi non spesifik (tahap pra alergi) yang berlangsung kurang dari 3-7 minggu.

Tahap ini tubuh menunjukkan reaksi radang, yaitu kalor, rubor, tumor, dan

fungsiolesa, tetapi uji kulit dengan tuberkulin masih negatif.

Setelah reaksi non spesifik dilampaui, reaksi tubuh memasuki tahap alergi

yang berllangsung kurang lebih 3-7 minggu pada saat itu sudah terbentuk zat anti

sehingga tubuh dapat menjukkan reaksi yang khas (spesifik raction), yaitu tanda –

tanda keradangan umum ditambah uji kulit dengan tuberkulin yang positif. Pada

umumnya tuberkulosis paru primer bisa sembuh sendiri, tetapi ada kemungkinan
31

hari mengalami kekambuhan yang prosesnya lebih cepat pada organ lain yang

berasal dari tuberkulosis paru primer.

2. Tuberkulosis paru pasaca primer (tuberkulosis sekunder)

Tuberkulosis paru pasca primer adalah keradangan jaringan paru akibat

penularan ulang basil tuberkulosis ke dalam tubuh yang telah mempunyai

kekebalan spesifik. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun

seperti malnutrisi, alkohol, penyakit malingna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.

Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region

atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah

ke daerah parenkim paru- paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang ini mula- mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3 –

10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari

sel- sel histiosit dan sel datia langhans (sel besar dengan banyak inti) yang

dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagi jaringan ikat. TB pasca primer juga

bersal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua.

3. Tipe Reinfeksi

Infeksi yang baru terjadi setelah infeksi primer adalah jarang terjadi.

Mungkin dapat terjadi apabila terdapat penurunan dari imunitas tubuh atau terjadi

penularan secara terus – menerus oleh kuman tersebut dalam satu keluarga.

(ardiansyah, 2012 : 305).

2.3.8 Faktor – faktor Penyebab Penyakit Mycobacterium Tuberkulosis

Menurut Naga (2012) kondisi sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis

kelamin, dan faktor toksis pada manusia, ternyata menjadi faktor penting dari

penyebab penyakit mycobacterim tuberkulosis yaitu:


32

1. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial disini sangat erat kaitannya dengan kondisi rumah kepadatan

hunian lingkungan perumahan serta lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang

baruk. Semua faktor tersebut dapat memudahkan penularan TBC paru, karena

pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak yang memnuhi

syarat- syarat kesehatan.

2. Status Gizi

Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dll (malnutrisi), akan

mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap berbagai

penyakit, termasuk tuberkulosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting,

yang berpengaruh di negara miskin, baik pada dewasa maupun kanak- kanak.

3. Umur

Penyakit tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau

usia produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi

demografi meyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi tinggi. Pada usia lanjut,

lebih dari 55 tahun sistem imunologi seseorang menurun, sehingga sangat rentan

terhadap berbagi penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis.

4. Jenis Kelamin

Menurut WHO sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta

perempuan yang meninggal akibat tuberkulosis paru. Dari fakta ini dapat

disimpulkan bahwa kaum perempuan rentan terhadap kematian akibata serangan

tuberkulosis paru dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada

laki- laki penyakit ini lebih tinggi karena rokok dan minuman alkohol dapat
33

menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga wajar jika perokok dan peminum

berakhol sering disebut agen dari penyakit tuberkulosis paru.

2.3.9 Komplikasi Pada Pasien TBC Paru

Menurut prof. Dr. soedarto (2009) ada beberapa komplikasi yang sering

terjadi pada stadium lanjut :

1. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

jalan nafas.

2. Kolaps dari lobus akibat reaksi bronkial.

3. Bronkisektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru.

5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang persendian, ginjal dan

sebagainya.

6. Insufisiansi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufisiancy)

7. Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah

sakit

2.3.10 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Ardiansyah (2012) dilakukan pemeriksaan diagnostik sebagai

berikut:

1. Pemeriksaaan rontgen thorak

Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks sering didapatkan adanya suatu

lesi sebelum ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan fisik dokter
34

juga menemukan kelainan pada paru. Pemeriksaan thoraks ini sangat berguna

untuk mengevaluasi hasil pengobatan, dimana hasil ini bergantung pada tipe

keterlibatan dan kerentanan bakteri tubekel terhadap OAI (apakah sama baiknya

dengan respon pasien ?). penyembuhan total sering kali terjadi dibeberapa area

dan ini adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah proses penyembuhan

yang lengkap.

2. Pemeriksaan CT-Scan

Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menembukan hubungan kasus TB

paru inaktif/ stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis- garis fibrotic

irregular, pita parenkimal, klasifikasi modul, adenopati, perubahan kelengkapan

berkas bronkhovaskuler, bronkhietaksis, serta emfisema perisikatrisial.

Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukkan

kavitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan rontgen thoraks biasa.

3. Radiologis TB Paru Milier

TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara massif /

menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai

akibat fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thorak

berganttung pada ukuran dan jumlah tuberkul milier. Pada beberapa pasien TB

milier tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rontgen thoraks, tetapi ada beberapa

kasus dimana benruk miller klasik berkembang seiring dengan perjalanan

penyakitnya.

2.3.11 Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah
35

Pada saat Tuberculosis mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang

sedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di

bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,

jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi. Laju

endap darah menurun ke arah normal lagi. Pemeriksaan ini kurang mendapat

perhatian karena angka-angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.

2. Sputum

Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak

untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 spesimen

dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa

Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :

a. Sewaktu (S) dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

b. Pagi (P) dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur, Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK

(Unit Pelayanan Kesehatan).

c. Sewaktu (S) dahak dikumpulkan di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) pada

hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi (Djaja surya, 2003)

3. Tes TBC Paru

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis TBC Paru terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai cara
36

Mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (purified protein

derivative) intrakutan. Hasil tes mantoux ini dibagi dalam ;

a. Indurasi 0-5 mm (diameternya): mantoux negatif = golongan sensitivity.

Disini peranan antibody humoral paling menonjol.

b. Indurasi 6-9 mm: meragukan golongan low grade sensitivity. Disini

peranan antibody humoral menonjol.

c. Indurasi 10-15 mm : mantoux positif= golongan normal sensitivity. Disini

peranan kedua antibody seimbang.

d. Indurasi lebih dari 16 mm ; mantoux positif kuat = golongan hyper

sensitivity. Disini peranan antibody selular paling menonjol.

2.3.12 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien

Menurut Laban (2008) terdapat Klasifikasi penyakit dan tipe pasien

meliputi empat hal, yaitu:

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

a. TBC Paru

Adalah TBC Paru yang menyerang jaringan (parenkim) paru tidak

termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

b. TBC Paru ekstra paru.

Adalah TBC Paru yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput-selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,

tulang, persendian,kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
37

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada

TBC Paru:

a. TBC Paru BTA positif.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, 1

spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif, 1 lebih

spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non Obat Anti TBC Paru (OAT).

b. TBC Paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TBC paru BTA positif. Kriteria

diagnostik TBC paru BTA negatif harus meliputi:

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif, foto thorax

abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis, Tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non Obat Anti TBC Paru (OAT), Ditentukan

(diperhitungkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit:

a. TBC paru BTA negatif foto torax positif dibagi berbasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila

gambaran foto torax memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas

(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

b. TBC ekstra- paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit,

yaitu:
38

c. TBC ekstra paru ringan, misalnya TBC kelenjar limfe, pleuritis

eksudatitiva unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

kelenjar adrenal.

d. TBC ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,

peritonitis, pleuritism eksudativa bilateral, TBC tulang belakang, TBC

usus, TBC saluran kemih dan alat kelamin.

4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi

menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan TBC Paru dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di

diagnosis kembali dengan BTA positif (asupan atau kultur).

c. Kasus setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

d. Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan.

e. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain

untuk melanjutkan pengobatannya.


39

f. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam

kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

masih BTA positif setelah selesai selesai pengobatan ulangan. (Depkes RI,

2007).

2.3.13 Epidemologi TBC Paru

Epidemologi TBC Paru penyakit Tubeculosis dapat diterangkan dengan

model ekologi, model ini menjelaskan bahwa penyakit TBC dipengaruhi oleh 3

(tiga) faktor yaitu: faktor penyebab (agent), inang (host), dan lingkungan

(environment) yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Host

 Demografi
 Sistem kekebalan
 Herediter

Faktor Agent
lingkungan
 Bakteri
Penyakit TBC Paru
 Fisik  Virus
 Kimia  Protozoa
 Biologi
 Sosial
Gambar 2.2 Faktor penting penyebab penyakit TBC Paru
2.3.14 Faktor Penyebab (Agent)

Penyakit TBC Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TBC Paru (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman

TBC Paru menyarang paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya Penyebab

utama penyakit TBC Paru adalah Mycobacterium tuberculosis, selain itu


40

Mycobacterium africanum dan mycobacterium bovis. Kuman TBC Paru cepat

mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam

ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur

lama (dormant) selama beberapa tahun (Crofton, 2003)

2.3.15 Faktor Inang (Host)

Cara penularan Mycobacterium TBC Paru terutama melalui percikan

dahak (droplet) melalui batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TBC

paru dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, orang dapat

terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah

Mycobacterium TBC Paru masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kuman TBC

Paru dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem linfe,

atau menyebar langsung ke bagian tubuh lainnya. Kemungkinan seseorang

terinfeksi TBC Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dan lamanya menghirup

udara tersebut. Penularan lainnya yaitu infeksi TBC Paru pada ternak terutama

sapi dan diteruskan ke manusia melalui susu pada Mycobacterium Bovis, namun

kejadian ini jarang ditemukan di Indonesia. Demikian halnya dengan

Mycobacterium Africanum yang terdekat di Afrika. Jenis mycobacterium ini

sangat khas mempunyai perbedaan yang sangat penting satu-satunya adalah basi

ini sering resistensi terhadap Tysetazon (jenis obat pendamping untuk mencegah

resisten terhadap Isoniazid). Infeksi kuman TBC Paru dapat pula melalui kulit

terutama yang terdapat luka atau goresan baru, TBC Paru dapat masuk dan

menyebabkan infeksi serupa seperti yang ditemukan pada paru. Dapat

diperkirakan infeksi kulit terutama timbul pada permukaan yang paling terpajan

seperti wajah, tungkai atau kaki, lebih jarang pada lengan atau tangan. Beberapa
41

faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh inang untuk melawan kuman

tuberculosis adalah usia, jenis kelamin, gizi, merokok, minum alkohol, obat

kortikosteroid, imunosupresif yang digunakan pada penyakit tertentu, kemiskinan

dan ras serta vaksinasi BCG (Crofton, 2003).

Dalam perjalanan penyakit TBC Paru dibedakan menjadi 2 (dua) jenis

yaitu TBC Paru dan ekstra paru. Gejala yang sering ditemukan pada penderita

TBC Paru yaitu:

1. Batuk yang terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih

2. Mengeluarkan dahak bercampur darah, sesak nafas dan nyeri dada

3. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang

enak badan, berkeringat malam tanpa disertai kegiatan, demam lebih dari

sebulan.

Setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala

utama ini harus dianggap sebagai seorang “suspek TBC Paru” atau pasien

tersangka TBC Paru dan segera dahaknya diperiksa di laboratorium. Bila gejala-

gejala tersebut diperkuat dengan riwayat kontak dengan seorang pasien

Tuberculosis maka kemungkinan besar dia juga menderita tuberkulosis

2.3.16 Faktor Lingkungan (Environment)

Faktor lingkungan yang pempengaruhi kuman TBC Paru adalah tidak

tahan terhadap panas, sinar matahari, sinar ultraviolet, dan desinfektan, sedangkan

daerahnya dengan kepadatan penduduk yang tinggi (Basuki).

2.3.17 Pengobatan Tuberkulosis Paru

Obat anti TB (OAT) harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat

yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Pengobatan TB paru
42

berlangsung 6-8 bulan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan

(crofton, 2003). Tujuan pemberian OAT, antara lain :

1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin

melalui kegiatan bakterisid.

2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan

kegiatan sterilisasi.

3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya

tahan imunologi.

Maka pengobatan TB paru dilakukan melalui 2 fase :

a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnakan

populasi kuman yang membelah dengan cepat.

b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka

pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatn konvensional.

OAT yang bisa digunakan antara lain isoniazid (INH), rifasimin (R),

pirazinamid (Z), dan streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan etambutol

(E) yang bersifat bakteriostatik. Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan

pada hasil pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB

paru yang baik akan memperlihatkan sputum BTA (-), pada perbaikan

radiologi dan menghilangkan gejala.

Tabel 2.3 Dosis Obat Antituberkulosis

Dosis Obat
Obat Dua kaili / Tiga kali
Setiap hari
seminggu seminggu
1. Isoniazid 5mg/kg 15mg/kg 15 mg/kg
Maks 300mg maks 900mg maks 900mg

2. Rifampisin 10 mg/kg 10 mg/kg 10 mg/kg


maks 600mg maks 600mg maks 600mg
43

15-30 mg/kg 50-70 mg/kg 50-70 mg/kg


3. Pirazinamid
maks 2 g maks 94g maks 3 g

4. Etambutol 15-30 mg/kg 50mg/kg 25-30 mg/kg


maks 2,5g

5. Streptomisin 15mg/kg 25-30 mg/kg 25-30mg/kg


maks 1 g maks 1,5 g Maks 1 g

Keterangan :
Etambutol tidak diajurkan untuk anak- anak usia < 6 bulan, karena

gangguan penglihatan sulit dipantau (kecuali bila kuman penyebabnya resistensi

terhadap obat TB lainnya).

Tabel 2.2 Daftar Obat antituberkulosis Dan Efek Samping


Daftar OAT dan efek samping

Nama obat
Efek samping
I. Obat TB pilihan pertama
a. Neufritis perifer
Tanda – tanda kejang, neuritis dan
atrofi optik, kejang otot, sempoyongan,
ataksia, kesemutan, kematian. Untuk
pencegahan harus diberikan suplemen
vitamin b6
b. Ikterus
Harus dimonitorfungsi hati (antara lain
transminase) minimal 1x/ bulan
1. Isoniazid (INH)
terutama bila terdapat tanda- tanda
hepatitis : anoreksia, malaise, lalah,
nause, ikterus
c. Hipersentivitas
Demam, erupsi kulit, hepatitis,
vaskulitis yang revesibel. Gejala-
gejala atritis pada beberapa sendi.
d. Lain- lain : miulut kering,
nyeri epigastrik, methemogloinemia,
tinitus, retensio urin
2. Rifampisin a. Ikterus
Masalah yang paling menonjol dan
44

dapat menyebabkan kematian.


Hepatitis jarang terjadi pada pasien
dengan fungsi hati normal tetapi
penyakit hati kronik alkoholisme dan
usia lanjut dapat menekan insiden nya
b. Flu like syndrom
Tanda- tanda : demam, menggigil,
atralgia, pada bebearapa kasus terjadi
eosionofilia, nefritis interstisial,
nekrosis tubuler akut, trombositopenia,
anemia hemolitik, dan syok
c. Sindrom ridman
Disebabkan oleh dosis yang berlebihan.
Tedapat kerusakan hati yang berat,
warna yang berat, warna merah terang
pada urin, air mata, ludah dan kulit.
d. Lain- lain : nyeri epigastrik,
reaski hipersensitivitas, supresi
imunitas.
a. Neuritis optik
Merupakan efek samping dari
etambutol. Penurunan ketajaman
penglihatan dan buta warna
merah/hijau. Pada dosis lazim
(15mg/kg/bb/hari)
1) Penurunan ketajaman
2) Rash 0,5%

3) Demam (drugfever)0,3%
3. Etambutol
b. Gout (pirai)
Asam urat dalam darah meningkat pada
50%pasien, disebakan penurunan
ekskresi asam urat diginjal. Terjadi 24
jam sampai 90 hari dari mulai terapi.
c. Lain – lain : gatal, nyeri sendi,
neyri epigastrik, nyeri perut malaise,
sempoyongan, sakit kepala, linglung,
binggung.
4. Pirazinamid a. Gangguan hati
Efek samping tesering dan serius.
45

Dosis 40-50 mg/kg/bb/hari


menyebabkan gangguan yang fatal hati
15%pasien dan ikterus 2-3%. Dapat
menyebabkan kematian karena
nekrosis hati.
b. Gout (pirai)
Hiperurisemia terjadi karena
menurunnya eksresi asam urat
c. Lain- lain : artalgia, anoreksia,
mual muntah, disuria, malaise, demam
a. Reaksi terpenting disebabkan
oleh hipersensitifitas
b. Mempengaruhi syaraf otak
kedelapan, dapat menimbulkan
gangguan vesikuler, seperti
sempoyongan, vertigo, dan tuli.
c. Dapat menurunkan fungsi

5. Steptomisin ginjal
Catattan : bila pasien mengeluh baal
dimuka terutama sekitar milut segera
setelah pengobatan, tapi bukan tanda
toksisitas obat dab bukan indikasi
pengehentian pengobatan. Namun
gejala menetap, dosis steptomisin harus
diturunkan menjadi 0.5 gr/hari
II. Obat TB pilihan kedua
1. Aminoglikosida a. Amikasin
Toksisitas terhdap pendengaran dan
fungsi ginjal. Hanya digunakan bila
kuman penyebab resisten terhadap
steptomisin dan kanamisin
b. Kanamisin
Efek toksis ditemukan pada pasien
yang mendapat 1 gram/ hari. Efek
toksis cukup berat berupa paralisis
neuromuskuler, depresi nafs,
agranulositosis, tuli.
c. Kapreomisin
Tinitus, ketulian, proteinemia,
silinduria, dan retensi nitrogen. Dapat
46

terjadi leukositosis, leukopenia,


urtikaria, dan reaksi kulit
makulopapular dan demam obat, obat
ini menyebabkan nyeri ditempat
suntikan.
a. Tersering adalah gangguan
saluran cerna :anoreksia mual muntah,
2. Golongan tionamid dan diare
b. Gangguan fungsi hati yang
revesibel bila obat dihentikan.
a. Tersering adalah gangguan
saluran cerna sakit keapal dan pusing.
b. Gangguan ssp berat :
halusinasi , delirium dan kejang
c. Atralgia dan pembekakakan
3. Fluorokulnolon sendi (kl : anak, dewasa, muda ,
wanita hamil ).
d. Menghambat metabolisme
teofilin

Gangguan ssp : ngantuk, sakit kepala,


tremor, distria, vertigo, binggung,
4. Sikloserin gelisah, iritabilitas, spikosis,
kecenderungan bunuh diri, gangguan
penglihatan.
a. Efek samping yang sangat
mengganggu, terutama terhadap
saluran ceran
5. Asam paramino salisilat (PAS)
b. Hipotiroidisme. Hipokalemia,
kelainan kulit, dan gangguan fungsi
hati.

2.3.18 Strategi DOTS


DOTS (directly observed treadment shocthcourse) adalah strategi yang

dilaksanakan dipelayanan kesehatan dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan

pasien tuberkolosis (arif, 2000) sejak tahun 1995, program pemberantasan

tuberkolosis paru, telah dilaksanakan dengan trategi DOTS yang direkomdasikan


47

oleh WHO. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka

kesembuhan yang tinggi. Komponen DOTS :


1. Komitmen pemerintahan dalam pemberantaskan TB dimasyarakat sampai

tuntas
2. Diagnosis pasien TB diberdasarkan dahak (sputum BTA) seacar

mikroskopik.
3. Pemberian obat scara standart selama 6 bulan.
4. Terjaminnya ketersediaan dahak
5. Pencatatan dan pelaporan kasus – kasus TB yang diobati. Dimana dan

kapan saja pasien TB diobati harus dicatat dan dilaporkan dians kesehatan

setempat (Widoyono, 2008)

2.4 Konsep Dasar Tindakan


2.4.1 Pengertian
Tindakan adalah suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu bentuk

tindakan, untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan yaitu fasilitas

(Notoatmodjo, 2003).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang

diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice)

kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (Overt behaviour).


2.4.2 Tingkat- tingkat Tindakan (praktik)
1. Persepsi (Perception)

Mengenal atau memilih berbagai obyek sehubungan dengan tidakan yang

akan diambil merupakan praktik pertama. Misalnya ibu dapat memilih makanan

yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2. Respon terpimpin (Guided Respons)


48

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuia dengan contoh

adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur

dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong- motongnya, lamanya

memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

3. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik

tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa menguragi

kebeneran tindakannya tersebut (Notodmojo, 2007:150).

2.4.3 Faktor–Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pembentukan Tindakan


1. Faktor intrinsik, di antaranya kepribadian, intelegensi, bakat, minat,

perasaan serta kebutuhan dan motivasi seseorang.


2. Faktor ekstrinsik adalah faktor lingkungan, pendidikan, ideologi,

ekonomi, politik dan hankam.


2.4.4 Tindakan Pencegahan Tuberkulosis Paru
Tindakan dalam pencegahan adalah mengambil tindakan terlebih dahulu

sebelum kejadian. Ada 4 tingkatan tindakan pencegahan penularan TBC paru,

yakni:
1. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial (pencegahan awal) adalah tingkat pencegahan yang

baru saja akhir – akhir ini diperkenalkan. Upaya pencegahan ini berdasarkan

pengalaman epidemiologi dalam menangani masalah penyakit kardiovaskuler. Di

mana tujuan dan pencegahan primordial adalah untuk menghindari terbentuknya

pola hidup sosial ekonomi dan cultural yang diketahui mempunyai kontribusi

untuk meningkatkan terjadinya resiko penyakit.


49

2. Pencegahan Primer (primary prevention)


Sasaran pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan dan

pencegahan khusus terhadap penyakit. Sasaran pencegahan tingkat pertama ini

dapat diajukan pada :


a. Mengurangi penyebab atau peranan dengan usaha antara lain : desinfeksi,

pasteurisasi susu sapi, membunuh hewan yang terinfeksi oleh

Mycobacterium bovis, isolasi dan mengobati pasien Tuberculosis.


b. Mengatasi/modifikasi lingkungan dengan cara perbaikan sanitasi,

ventilasi, perbaikan lingkungan sosial : kepadatan rumah tangga,

hubungan antar rumah tangga, anggota masyarakat, dan lain-lain.


c. Meningkatkan daya tahan tubuh, melalui perbaikan status gizi,

meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG, dan peningkatan

kesehatan fisik (olah raga, kesehatan, gizi, dan lain-lain).


3. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan kepada mereka yang menderita

TBC Paru atau dianggap menderita (suspeck) atau yang terancam akan menderita

(masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini adalah diagnose

dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit, antara

lain :
a. Pencarian pasien Tuberculosis secara dini, serta member pengobatan dan

perawatan yang efektif.


b. Pemberian Chemoprophylaksis terutama pada keluarga pasien atau orang-

orang yang pernah kontak dengan pasien.


4. Pencegahan Tersier
Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah pasien penyakit TBC Paru

dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen

dan mencegah kematian akibat TBC Paru. Pada tingkat ini usaha yang dilakukan

adalah rehabilitasi, yakni usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi dan social

seoptimal mungkin (Laban, 2008).


50

2.5 Keterkaitan Antar Konsep

Mycobacterium Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular disebabkan

oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan

melalui udara (airbone). Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis didapat

melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil (sekitar1-5 um). Droplet

dikelurkan selama batuk, tertawa, atau bersin. Nukleus yang terinfeksi kemudian

terhirup oleh individu yang rentan (hospes) organisme yang terhirup terlebih

dahulu harus melawan mekanisme pertahan paru dan masuk pada jaringan paru

(yasmin gedhe, 2003).

Untuk melakukan tindakan pencegahan penularan TBC paru pada pasien

sangat diperlukan agar pasien tidak menularkan penyakit TBC paru kepada orang

lain, jadi tindakan pencegahan penularan yang dapat dilakukan dengan mengobati

pasien TBC Paru secara rutin sesuai jadwal pengobatan, bila dirawat dirumah

pasien harus ditempatkan pada ruangan dengan segala peralatan tersendiri dan

lantai dibersihkan dengan desinfektan yang cukup kuat, disediakan tempat

untuk pembuangan dahak. Sambil diobati gizi pasien baik dan cukup istirahat.

Selain itu peningkatan daya tahan tubuh pada anak –anak harus dijaga

karena mereka rentan terhadap penyakit sehingga mudah tertular.

Maka pengetahuan seorang pasien TB Paru sangat diperlukan dalam

tindakan pencegahan penularan TB Paru. Pengetahuan itu sendiri adalah

merupakan hasil tahu dan hal itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
51

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Anda mungkin juga menyukai