Preeklampsia Dan Eklampsia
Preeklampsia Dan Eklampsia
Disusun oleh:
Gina Widiyastuti
15360429
Pembimbing:
dr.Muslich .PA, Sp.OG
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelsaikan penulisan jurnalini dengan judul
“PREEKALMPSIA DAN EKLAMPSIA”. Adapun tujuan dalam jurnal ini adalah
untuk memenuhi tugas dalam menyelsaikan kepaniteraan klinik senior di bagian ilmu
Obstetri dan Ginekologi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam paper ini, untuk itu kritik
dan saran diharapkan untuk pembelajaran yang lebih baik lagi. Demikianlah makalah
ini kami susun, semoga bermanfaat untuk para pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama “Toksemia Gravidarum
merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya
hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan
koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.
Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian
bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di
negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju
terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin
Hipertensi biasanya muncul lebih awal dari tanda-tanda lainnya. Untuk
menegakkan diagnosa preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau
lebih diatas nilai normal atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan
diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg atau
lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan
tekanan darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan
istirahat.
Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan
tubuh, yang diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari
tangan, dan wajah. Kenaikan berat badan ½ kg per minggu dalam kehamilan masih
dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg per minggu beberapa kali, hal ini perlu
menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/ liter
dalam urin 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g/ liter
atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal
dua kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada
hipertensi dan edema, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang serius.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban
yang memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai “penyakit teori”.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
intrauterin.
4. Sebab jarangnya ditemukan kejadian preeklampsia pada kehamilan
berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
Iskemia plasenta; peningkatan deportasi trofoblas, yang merupakan
konsekuensi dari iskemia, akhirnya dapat menimbulkan disfungsi endotel.
5
Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua
menghasilkan suatu ‘perubahan fisiologis’ pada arteri spiralis. Untuk memenuhi
kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan diameter
arteri. Pada wanita hamil, pembesaran diameter arteri spiralis meningkat 4-6 kali
lebih besar daripada arteri spiralis wanita tidak hamil, yang akan memberikan
peningkatan aliran darah 10.000 kali dibandingkan aliran darah wanita tidak hamil.
Maka kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan
utama untuk keberhasilan kehamilan.
Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang
tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung yang elastis,
bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol neurovascular normal,
sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan oksigen dan
nutrisi bagi janin.
Pada preeklampsia terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan pada invasi
trofoblas, sehingga ‘perubahan fisiologis’ pada arteri spiralis tidak terjadi. Perubahan
hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis
segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu ditemukan
pula adanya hyperplasia tunika media dan thrombosis. Garis tengah arteri spiralis
40% lebih kecil dibandingkan pada kehamilan normal, hal ini menyebabkan tahanan
terhadap aliran darah bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan
iskemia.
Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran hidup
pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10 kasus per
10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%. Kematian ibu
meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab
kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan oedem paru. Kematian
perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal
6
disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan meningkatnya
karena solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi antepartum dan
25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus ( 95% ) eklampsi antepartum
terjadi pada terjadi trisemester ketiga.
Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan
12 % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida
daripada multigravida terutama primigravida usia muda.
Faktor risiko preeklampsia adalah:
1. Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia
5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. Diabetes mellitus gestasional
7. Adanya trombofilia
8. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal
2.4 PATOFISIOLOGI
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus
arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan
darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan
perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan
oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial
belum diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar
aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal.
Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur
retensi air dan natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap
protein meningkat.
7
a. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat
meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya
produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga
akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah sebelum hamil.
Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi pembalikan ritme
diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.
8
merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia
maupun perdarahan otak.
2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering
menjadi pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif
ginjal rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi
glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga
terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan
pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta
ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin
untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi
plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,
angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilai
normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat
meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek
progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun
keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan
bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana
terjadi ketidak seimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan
aliran perfusi sirkulasi darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi
hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah,
disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat
efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada
preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30%
sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai
wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang
beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat
merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein,
9
biasanya ringan sampai sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab
terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian
dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler
glomerulus, yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.
10
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada
waktu keluhan seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.
1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak
mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah
peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik
yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90
mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab
fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria
mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling
berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria
11
hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih
belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.
4. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada
kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan
oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil
yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan
mendahului serangan kejang pertama.
5. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang
sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang
akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat
oedem atau perdarahan.
6. Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian
atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks
oksipital.
2.7 KLASIFIKASI
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya
hipertensi dan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working Group
of the NHBPEP ( 2000 ) seperti digambarkan dibawah ini:
Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:
1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, atau dipstick +1.
Disebut preeklampsia berat bila terdapat:
1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg.
12
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick +2.
3. Trombosit < 100.000 / mm3.
4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
5. Peningkatan SGOT / SGPT.
6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.
7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.
Headache - +
Visual Disturbance - +
Elevation of Liver
- +
Enzymes
Decreased Platelets - +
Increased Bilirubin - +
Elevated Creatinine - +
13
Eklampsia
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan
terjadinya gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,
nyeri di epigastrium, dan hiperefleksia.
Konvulsi pada eklamsia dibagi menjadi 4:
1. tingkat awal atau aura. Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka
tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan
kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Pada saat ini otot jadi kaku,
wajah kelihatan kaku, tangan menggenggam, kaki membengkok
kedalam.pernapasan berhenti, muka menjadi sianotik, lidah dapt
tergigit.
3. Kejang klonik berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat.
4. Tingkatan koma.
2.8 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada
saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah
cukup matur untuk hidup diluar uterus.
14
1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.
2. Proteinuria 1+ atau lebih.
3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.
Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena
tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia
dengan bayi yang masih premature.
1. Penanganan aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda
impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35
minggu atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud dengan
impending eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri
kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan
tekanan darah progresif.
Terapi medikamentosa:
a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap 6 jam.
Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus. Syarat pemberian
MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas,
15
diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella positif.
Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc
NACL 0,9% IV, dalam 3 menit).
b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2
jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.
c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.
Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan
induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandin
E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada
kontraindikasi persalinan pervaginam.
2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak
ada tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah
24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal
kanul 4-6 L/menit.
Penanganan Eklamsia
Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya kejang
dan mengahiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah ibu
mengijinkan. Pengawasan dan perawatan intensif sangat penting. Untuk menghindari
kejangan saat pengangkutan ke RS dapat diberikan diazepam 20mg IM.
Obat yang dapat diberikan:
1. Sodium penthotal sangat berguna menghentikan kejangan dengan
segera bila diberikan intravena. Dosis inisial dapat diberikan 0,2-0,3 g
dan disuntikkan perlahan-lahan. Perlu pengaw2asan yang sempurna.
16
2. Sulfas magnesicus yang dapat mengurangi kepekaan saraf pusat pada
hubungan neuro muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dalam
susunan saraf.
Dosis awal :
Dua gram Mg SO4 intravena , (40 % dalam 10 cc) diberikan dalam
waktu 10 mnt, cara:
5ml MgSO4 40% (setara 2 g MgSO4) + 5 ml Dextrose 5%
bolus pelan 10mnt
6 jam berikutnya:
2-3g/jam IV drip diberikan dalam 6 jam, cara:
30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 495 dextrose 5% =
525ml
Jumlah tetesan: (525ml/ 6jam) X (20/60) = 29 tetes/menit
Dosis Rumatan:
1g/jam MgSO4 diberikan selama 24 jam, cara:
12 jam pertama:
30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 500ml dextrose 5% = 530ml
Jumlah tetesan: (530ml/12jam) X (20/60) = 16 tetes/menit
12 jam kedua diberikan dengan cara yang sama.
17
▪ Ada tanda - tanda intoksikasi
▪ Setelah 8 - 24 jam pasca persalinan.
3. Lyctic cocktail yang terdiri atas petidin 100mg, klopromazin 100mg,
dan prometazin 50mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500ml dan
diberikan secara infuse IV. Jumlah tetesan disesuaikan dengan tensi
penderita.
18
2.9 DIAGNOSIS BANDING
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa
terjadi :
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low
platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine
HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu
komplikasi pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan
dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan – keadaan yang
mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema pulmonaris, ARF, dan
berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari
kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini
19
dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri – ciri
dari HELLP syndrome adalah:
Nyeri ulu hati
Mual dan muntah
Sakit kepala
Tekanan darah diastolik 110 mmHg
Menampakkan adanya oedema
20
Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis
tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk :
1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan
memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal.
2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara
konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal
maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg
sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali,
dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.
2.11 PROGNOSIS
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria
Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 ° C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.
21
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23