a. Akar penyebab dari konflik di Poso secara garis besar
adalah konflik etnis yang bercampur dengan motif politik, ekonomi, sosial dan budaya. Penyelesaian oleh pemerintah tak pernah menemui hasil yang maksimal, meskipun telah ada Deklarasi Malino. Kekecewaan atas penanganan konflik dan dendam akibat konflik di masa lalu telah membuat konflik berkembang menjadi bernuansa terorisme dan radikalisme. Hal ini diperparah oleh para teroris pendatang dari luar negeri yang menanamkan ajarannya di Indonesia. Menjadikan Poso tak ubahnya sebagai ladang pertempuran bagi aparat dan teroris. Kondisi tersebut semakin buruk mengingat dari sejak konflik bernuansa SARA (1998-2001) hingga sekarang banyak pihak yang memiliki kepentingan terlibat dalam konflik. Konflik Poso adalah sebuah transformasi konflik. b. Konflik yang sedemikian kompleks dan mampu berkembang menjadi sebuah radikalisasi dan isu terorisme tentunya memiliki dampak yang cukup besar. Sebelum Deklarasi Malino, dampak konflik terlihat jelas dan nyata karena konflik berjalan secara terbuka dan frontal antara kedua komunitas. Semua sendi-sendi kehidupan terkena dampaknya. Politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, hingga psikis masyarakat. Poso seperti medan perang antara kedua komunitas. c. Solusi yang penulis tawarkan untuk konflik Poso berupa integracy approach, yakni pendekatan bersama. Dimana semua pihak terlibat dalam penanganan konflik. Ada yang menyangkut
94 95
bidang pertahanan keamanan maupun non pertahanan keamanan,
antara lain : 1) Evaluasi secara menyeluruh kinerja aparat keamanan di Poso. Terutama yang berkaitan langsung dengan bagian penangkapan para teroris. Dengan evaluasi berarti juga dengan memaksimalkan sumber daya aparat yang ada, peningkatan kualitas intel maupun penyelenggaraan binter di wilayah Poso. Aparat yang bertugas harus mampu memisahkan mana masyarakat biasa, mana yang benar- benar pelaku teror, meskipun sangat berat. Disinilah peran intelijen dibutuhkan. 2) Politik di daerah Poso harus stabil, birokrasi harus berjalan sebagaimana mestinya dengan bersih dan sehat. Dengan birokrasi yang sehat, masyarakat tentunya akan hidup tenang, karena masyarakat merasa dipimpin oleh orang-orang yang memang dianggap mampu memimpin warganya dengan baik. 3) Kehadiran negara sangat diperlukan, negara harus peduli dengan konflik ini, baik pemerintah pusat maupun daerah. Bentuk dari kehadiran negara dapat diaplikasikan dengan banyak cara, salah satunya adalah pembangunan ekonomi yang terus menerus guna meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. 4) Penciptaan iklim kondusif di Poso dengan mengembalikan citra Poso sebagai wilayah yang damai, aparat harus dapat mengambil hati masyarakat setempat agar tercipta suasana yang kondusif dengan pendekatan- pendekatan teritorial oleh TNI. 5) Ideologisasi empat pilar kebangsaan, penanaman kembali nilai dan semangat juang Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinekka Tunggal Ika sebagai rangkaian usaha 96
deradikalisasi dan menangkal paham yang salah tentang
jihad. 6) Law enforcement, yakni penegakan hukum. Agar pihak yang berwajib kembali mendapat kepercayaan masyarakat dalam melaksanakan tugasnya menegakkan hukumyang bebas dan tanpa memihak. Disosialisasikannya kembali mengenai hukum HAM maupun hukum humaniter agar aparat tidak terkendala kedua aturan tersebut saat beroperasi. 7) Peran media massa, perlu dioptimalkan media massa sebagai media untuk membantu pemerintah mengembalikan Poso dalam kondisi sebelumnya yang lebih baik. 8) Teroris sebagai common enemy, artinya seluruh komponen bangsa harus sepakat dan benar-benar komitmen dalam pemberantasan terorisme yang dilakukan aparat negara. 9) Peran LSM atau NGO/Non Govermental Organization ( lembaga non pemerintah ). LSM harus dijadikan rekan atau mitra dalam setiap penyelesaian konflik. Tidak boleh alergi terhadap kritik, namun LSM juga sebaiknya independen dan profesional, oleh karena itu juga perlu diadakan pengawasan pada LSM tanpa meninggalkan prinsip negara demokrasi Pancasila. 10) Menggali kembali nilai-nilai adat “Sintuwu Maroso” yang merupakan semangat dari masyarakat Poso sendiri untuk menangkal segala bentuk hasutan untuk kembali berkonflik bahkan untuk melawan kebijakan pemerintah. Semangat untuk mau hidup saling menolong dan membantu dalam kehidupan bermasyarakat. 97
34. Saran
Dalam penanganan konflik Poso, ada beberapa hal yang dapat
penulis sarankan guna mendukung solusi pemecahan konflik Poso,antara lain: a. Diharapkan adanya suatu sinergitas stake holders dalam penanganan konflik. Bagaimana pemerintah dalam hal ini antara lain aparat keamanan, pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah mampu bekerjasama dan memaksimalkan peran LSM, media massa, serta tokoh-tokoh setempat baik tokoh masyarakat, tokoh adat, maupun tokoh agama. b. Dalam pelaksanaan di lapangan, meskipun masih mendapat sorotan serta kritik dari publik, pemerintah dalam hal ini aparat keamanan tidak perlu ragu dalam bertindak guna memberantas terorisme, namun yang perlu diingat adalah aparat jangan sampai melakukan kesalahan prosedur dalam aksinya, sehingga meminimalisir sentimen negatif dari LSM atau media massa. Pada intinya, pemberantasan terorisme harus ditegakkan. Pemberantasan teroris ini pun harus diimbangi dengan pembangunan kembali masyarakat Poso secara selaras dan serasi. Di satu sisi melaksanakan tindakan keamanan, disisi lain, tetap menjaga simpati masyarakat (membangun kepercayaan). c. Salah satu usaha dalam menjaga simpati serta kepercayaan masyarakat adalah bagaimana pemerintah sanggup menjaga wibawa, menciptakan birokrasi yang bersih dan tertata. Bagaimanapun juga, kepercayaan masyarakat setempat adalah modal utama dalam penyelesaian konflik. Masyarakat sendiri adalah unsur yang paling vital, dimana dari masyarakat lah konflik berasal, dan sebenarnya, masyarakat sendiri lah yang juga mampu mengatasinya. 98
d. Sebagai tambahan dari penulis adalah ditujukan pada
lembaga, agar menambah pendalaman materi dalam bahan ajar manajamen konflik mengenai konflik serta penanganannya yang pernah terjadi atau yang sedang terjadi seperti konflik Poso, Ambon, Aceh, dan Papua. Karena tidak menutup kemungkinan masih ada kesempatan bagi Taruna untuk penempatan satuan di wilayah konflik di masa yang akan datang sehingga referensi mengenai konflik tersebut bermanfaat cukup besar bagi Taruna.