Anda di halaman 1dari 7

Peripheral arterial disease

Pendahuluan
PAD adalah suatu proses aterosklerosis kronik yang menyebabkan
penyempitan vaskulatur arteri perifer, terutama pada ekstremitas bagian bawah.
Diperikirakan prevalensinya di seluruh dunia sebesar 10%, dan meningkat
sampai 30% pada pasien dengan usia di atas 50 tahun. Critical limb ischemia
(CLI), merupakan manifestasi terberat penyakit ini, dapat menyebabkan
hilangnya fungsi kaki, atau bahkan kematian, jika tidak ditatalaksana dengan
benar.
Pasien dengan diabetes empat kali lebih berisiko mengalami PAD, yang
mana muncul dan berkembang lebih cepat dibandingkan pada orang yang tidk
memiliki riwayat diabetes. Outcome dari pembedahan revaskularisasi juga
menunjukkan hasil yang lebih buruk pada pasien diabetes dengan PAD
dikarenakan terlambatnya dalam mendiagnosis dan orang pada kelompok ini
memiliki 10 sampai 16 kali lebih berisiko mengalami amputasi mayor (di atas
mata kaki).

Faktor risiko dan Patogenesis


Aterosklerosis ditandai dengan adanya lesi intima yang disebut dengan
atheroma, atau ateromatus atau plak fibrol-lemak, yang mencuat dan
menimbulkan obstruksi di dalam lumen dan melemahkan lapisan pembuluh
darah di bawahnnya. Pada aterosklerosis PAD tungkai bawah, stenosis arteri
mengakibatkan berkurangnya suplai darah secara bertahappada tungkai, yang
mana hal ini akan bermanifestasi sebagai rasa nyeri dan dapat megakibatkan
rusaknya jaringan. Banyak pasien PAD yang asimptomatik dan gejala awal yang
dirasakan sekedar rasa sakit saat berjalan, yang dikenal dengan istilah
intermittent claudication (IC). Jika kondisi ini tidak ditatalaksana dengan benar,
pasien dapat terus merasakan sakit dan menyebabkan rusaknya jaringan atau
gangrene.
Distribusi aterosklerosis secara global menunjukkan bahwa
aterosklerosis menyebabkan berbagai komplikasi yang serius, dan banyak
pasien PAD juga memiliki penyakit arteri serebral atau arteri coroner, yang
mana hal ini 6 kali lipat lebih sering meyebabkan kematian akibat penyakit
kardiovaskular dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita PAD.

Faktor risiko PAD


Faktor risiko aterosklerosis berperan penting dalam terjadinya PAD dan
berbagai penyakit kardiovaskular lainnya. Berikut terdapat beberapa faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan aterosklerosis

Umur, jenis kelmain, dan etnis


Insiensi dan prevalensi PAD meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. The Framingham Offspring Study menunjukkan bahwa odd ratio PAD
sebesar 2,6 untuk tiap 10 tahun. Meskipun beberapa studi lain menujukkan
bahwa prevalensi PAD sama baik pada laki-laki dan perempuan, namun baru-
baru ini dilaporkan bahwa rasio PAD pada laki-laki terhadap perempuan sebesar
2:1. Hal ini mungkin dapat terjadi karena adanya estrogen pada perempuan
premenopause. Etnis kulit hitam, merupakan faktor risiko independent,
menunjukkkan odd ratio sebesar 2,8.

Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang paling dapat dirubah
dalam mencegeha terjadinya PAD, dan keterkaitan antara keduanya telah lama
ditemukan dimana dalam penelitian menunjukkan bahwa pada pasien IC
(ditandai dengan rasa sakit ketika berjalan) tiga kali lebih sering ditemukan pada
perokok dibandingkan non perokok. Penelitian oleh The Eidenburgh Artery
menunjukkan bahwa pasien IC 4 kali lebih sering terjadi pada perokok
dibandingkan dengan non perokok. Penelitian Meta-analisis pada 29 studi
menemukan bahwa tingkat kegagalan surgical bypass graft 3 kali lebih tinggi
pada pasien yang kembali merokok. Komplikasi ini mungkin terjadi akibat dari
disfungsi endotel dan meningkatkanya proinflamatori dan trombotik akibat
adanya penignkatan stress oksidatif

Diabetes
Seiring dengan merokok, diabetes merupakan salah stau faktor risiko
utama pada PAD, yang mana terbanyak berdampak pada arteri infrapoplitea.
Tiap 1% peningkatan hemoglobin A1c berisiko meningkatkan 26% kejadian PAD
dan The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menemukan
bahwa lamanya kondisi hiperglikemia juga berhubungan dengan meningkatkan
risiko PAD. PAD pada pasien diabetes secara progresif lebih cepat terjadi
dibandingkan dengan pasien non diabetes.

Hipertensi
The UKPDS telah menemukan bahwa peningkatan tekanan darah sistolik
(SBP) adalah faktor risiko independen terjadinya PAD. Tiap kenaikan 10mmHg
bertanggung jawab terhadap 25% kenaikan risiko terjadinya PAD. The
Framingham Heart Study mengidentifikasi bahwa tekanan darah besar dari
160/95 mmHg meningkatkan risiko IC sebesar tiga hingga empat kali lipat. Pada
penelitian lain, prevalensi PAD pada orang dengan hipertensi dan non hipertensi
sebesar 6,9% dan 2,2%. Namun, faktor risiko hipertensi ini lebih rendah dalam
menyebabkan PAD dibandingkan dengan diabetes dan merokok.

Hyperlipidemia
Hyperlipidemia juga merupakan faktor risiko independent dalam
menyebabkan PAD dan data dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa
konsentrasi kolesterol puasa besar dari 7 mmol/L (279 mg/dL) berisiko dua kali
lebih besar mengalami IC. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tiap
peningkatan 10mg kolesterol total dapat diikuti dengan 5% sampai 10%
terjadinya PAD.

Faktor lainnya
Insufisiensi ginjal kronik, dengan peningkatan hematocrit menyebabkan suatu
kondisi yang hiperviskositas, dan hiperkromosisteinemia juga diperkirakan
berhubungan dengan kejadian PAD, meskipun hubungannya masih belum jelas.
Beberapa penelitin terbaru juga menemukan bahwa C-reactive protein
meningkat pad pasien PAD, tetapi bukti mengenai hubungan keduanya masih
sangat terbatas.
Aterosklerosis pada PAD
Keyakinan akan terbentuknya PAD oleh aterosklerosis mendorong
dilakukannya penelitian mengenai hubungan diantara keduanya, dan hasilnya
didapatkanlah beberapa hipotesis dari aterogeneisis. Pathogenesis
aterosklerosis meliputi tiga elemen penting yaitu: (1) kondisi biologis (contoh,
faktor risiko), (2) faktor hemodinamik (contoh, ), (3) faktor genetic dan
keturunan.
Kunci terjadinya aterosklerosis yakni terjadinya penebalan lapisan intima
dan akumulasi lipid pada arteri sedang dan besar yang diawali dengan adanya
trauma pada endotel oleh faktor risiko di atas. Disfungsi endotel yang terjadi
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas dan akumulasi plasma lipoprotein
(terutama low-density lipoprotein [LDL]) pada dinding intima, yang teroksidasi
oleh radikal bebas yang dihasilkan oleh makrofag, sel endotel dan sel otot polos
(SMC). LDL yang teroksidasi meneybabkan meningkatnya ekspresi vascular cels
adhesion molecules (VCAM), terutama VCAM-1 dan P-selectin, yang kemudian
berikatan dengan monosit. Hal ini juga merangsang lepasnya kemokin seperti
monocye chemoattractant protein-1 (MCP-1), yang mana terlibat dalam
pemanggilan monosit ke tunika intima. Setelah memasuki intima, monosit akan
berdiferensiasi menjadi makrofag lipid-laden, yang mana ini akan “memakan”
LDL teroksidasi guna membentuk foam cell. Sitokin proinflamatori, seperti tumor
necrosis factor (TNF)-alfa dan interleukin-1 beta, dilepaskan oleh makrofag,
meningkatkan ekspresi reseptor LDL di permukaan endotel. Semakin bnayak
foam cell yang terakumulasi pada dinding arteri juga akan terus meningkatkan
reaksi inflamasi yang terjadi.
LDL yang teroksidasi juga menyebabkan dilepaskaknnya growth factor,
diantaranya platelet-derived growth factor (PDGF), fibroblast growth factor
(FGF), dan transforming growth factor (TGF), yang mana menyebabkan
migrasinya SMC dari tunika media ke tunika intima, yang kemudian mereka akan
berproliferasi dan mengendapkan matriks ekstraseluler (ECM) dengan inti
lemak di dalamnya dan membentuk plak ateromatous pada dinding pembuluh
darah. Penambahan ukuran plak tersebut dapat mengakibatkan stenosis dan
oklusi gradual dari arteri yang dikenainya, dan menyebabkan iskemik jaringan.
Kondisi ini kemudian diikuti dengan bertambahnya jumlah dan diameter
dari pembuluh darah arteri kolateral tungkai bawah (angiogenesis) sebagai
bentuk adaptasi. Meksipun adaptasi ini dapat mengembalikan aliran darah,
namun pembuluh kolateral ini tidak adekuat dalam mengakomodasi aliran darah
yang kuat saat seseorang beraktivitas dan banyak pasien yang mengalami
transisi dari asimptomatik mnejadi simptomatik PAD. Manifestasi awal transisi
ini berupa IC dan berlanjut menjadi CLI (rasa sakit yang tidak hilang dengan
istirahat / kematian jaringan) bergantung pada seberapa parah dan lamanya
okluasi arteri.

Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien dengan PAD diawali dengan kondisi asimptomaik
(hampir 75%) dan dengan angka ABPI (Ankle Brachial Pressure Index) kurang
dari 0,9. Namun, ternyata pasien asimptomatik juga memiliki peningkatan risiko
kardiovaskular dan seringkali PAD diketahui dari adanya luka di kaki yang tidak
kunjung sembuh pada pasien dengan diabetes.

Intermitten Caludication
IC ditandai dengan nyeri otot yang erat, menyerupai kram otot, saat
berjalan yang mana biasanya terjadi dalam hitungan bulan atau tahun dengan
periode berjalan bebas nyeri yang semakin berkurang. Distribusi rasa sakit
tergantung dari dimana sumber masalah itu berada, dan karena PAD biasanya
menyerang arteri intrainguinal (dan arteri infragenukulata pada pasien
diabetes), rasa sakit biasanya terasa di betis (lokasi nyeri terletak di distal dari
lokasi stenosis atau oklusi sesungguhnya). Rasa sakit ini akan semkain hebat saat
pasien berjalan terutama pada penambahan ketinggian dan berkurang sampai
hilang saat istirahat. Lokasi yang lebih proksimal seperti pada arteri femoralis
komunis atau arteri iliaka dapat menimbulkan rasa sakit di paha atau bokong.
Keparahan IC diklasifikasikan berdasarkan pada system Fontaine atau
Rutheford.
Kebanyakan pasien dengan IC tidak menjadi semakin buruk, dan tidak
sedikit yang mengalami perbaikan. Hanya 2% sampai 3% perburukan terjadi
pertahun dan memerlukan revaskularisasi guna menghindari hilangnya fungsi
pada kaki.

Critical Limb Ischemia


CLI merupakan suatu istilah yang digunakan untuk pasien dimana sudah
berkurangnya sirkulasi dan apabila tidak dilakukan revaskularisasi dapat
menyebabkan hilangnya tungkai pasien. Pengertian ini sebenarnya telah terbukti
sulit untuk diterapkan secara akurat karena pasien dengan PAD biasanya akan
dihadapkan dengan amputasi karena infeksi atau rasa sakit yang tidak terkontrol
begitu juga dengan sirkulasi. The Transatlantic Inter-Society Consensus for
Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II) mengusulkan bahwa pasien
dengan rasa nyeri menetap lebih dari 2 minggu, ulkus atau gangrene, dengan
adanya gangguan pada arteri patut dipertimbangkan sebagai CLI. Diagnosis CLI
dapat ditegakkan dengan nilai ABPI dengan kurang 0,5, namun pada pasien
diabetes nilai ABPI dapat mencapai lebih dari 1,0 karena kalsifikasi pembuluh
darah.

Diagnosis

Tatalaksana
Penatalaksanan pasien PAD bertujuan untuk: (1) memperbaiki gejala dan
meningkatkan periode berjalan bebas nyeri, (2) mencegah amputasi, (3)
mencegah morbiditas kardiovaskular lebih lanjut. Penatalaksanaan pada PAD
terbagi menjadi tiga katergori: modifikasi gaya hidup/faktor isiko, terapi obat,
dan intervensi pembedahan.

Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko


Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang sangat penitng dalam
terbentuknya aterosklerosis pada PAD. Tidak hanya meningkatkan risiko
terbentuknya PAD tetapi fakta telah menunjukkan bahwa merokok juga
menurunkan angka keberhasilan intervensi bedah dan meningkatkan risiko
amputasi pada pasien. Menghentikan merokok bersamaan dengan terapi
penggantian nikotin penting dalam penatalaksanaan PAD.

Hiperglikemia
Mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes penting dilakukan.
Meskipun terdapat studi yang menunjukkan tidak terdapat bukti bahwa
penurunan kadar gula darah dapat menurunkan risiko PAD, namun mengingat
kondisi hiperglimeia dapat mengarah pada aterogenesis, makan memantau
kadar gula darah perlu dilakukan. Guideline ADA merekomendasikan HbA1c
kurang dari 7% merupakan target pada semua pasien diabetes.

Hiperkolesterolemia
Terdapat bukti yang kuat bahwa penggunaan statin dapat menurunkan
kadar LDL kolesterol pada pasien PAD. The Heart Protection Study menunjukkan
bahwa pasien dengan PAD yang mendapatkan simvastatin 40mg menurunkan
mortalitas sebesar 17% dan 16% membutuhkan revaskularisasi. Berdasarkan ini

Anda mungkin juga menyukai