Anda di halaman 1dari 31

SKRIPSI

PENGARUH COOLANT DAN NON COOLANT TERHADAP


KUALITAS PRODUK LAS FRICTION STIR WELDING

Oleh:

TENGKU IMAM MUNANDAR


G1C012027

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Alluminium merupakan logam yang banyak digunakan pada bidang


industri.Hal ini dikarenakan alluminium adalah logam yang lunak, tahan lama,
dapat ditempa serta lebih ringan dari pada baja. Dalam kata lain allumunium
merupakan material yang memiliki efisiensi yang lebih baik dari baja dalam
bidang tertentu.

Namun beberapa kekurangan dari aluminium yaitu jika terjadi kerusakan


seperti retak atau patah akan sulit untuk dilas, adapun pengelasan yang bisa
dilakukan pada aluminium adalah metode fusion welding yaitu Oxy Actylene
Welding (OAW) atau dikenal dengan las karbit. Pada pengelasan OAW atau las
karbit masih terdapat kelemahan yaitu sifat mekanik yang rendah serta
menggunakan logam tambahan sebagai bahan penyambung pada saat pengelasan
berlangsung, dimana hasil dari pengelasan itu sendiri menyebabkan dimensi yang
tidak lagi sama. Oleh Karena sifat mekanik yang rendah dapat menyebabkan
kegagalan-kegagalan pada produk hasil pengelasan itu sendiri.

Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir sifat


mekanik yang rendah dapat menggunakan pengelasan friction stir welding.
Friction Stir Welding (FSW) adalah suatu teknologi pegelasan yang merupakan
proses solid-state joining,pada proses FSW material yang dilas tidak sampai
mencair dan tidak perlu menggunakan logam tambahan sebagai bahan
penyambung. Untuk meningkatkan meningkatkan kualitas pada hasil pengelasan
friction stir welding (FSW) dilakukan pengujian dengan memberikan pendingin
pada benda kerja, apakah memberikan pengaruh pada sifat mekanik benda kerja
yang telah dilas. Friction stir welding (FSW) dapat digunakan untuk pengelasan
allumunium, mangan, titanium, kuningan, nickle, dan sebagainya. Friction Stir
Welding (FSW) juga mampu mengelas material yang berbeda (Dissimiliar
Material). Saat ini Friction Stir Welding (FSW) sudah diaplikasikan pada

Page 1
pengelasan pipa dan pengelasan lainnya.

Penelitian teknologi pengelasan dengan metode FSW masih harus terus


menerus dikembangkan baik secara sifat-sifat atau tipe dari material (tebal-tipis)
material), material hasil dari proses pengelasan, karakter pengelasan maupun alat
untuk metode pengelasan FSW.

1.2 TujuanPenelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara benda kerja
yang diberi proses pendinginan dengan benda kerja yang tidak diberi proses
pendinginan terhadap kwalitas produk hasil Friction Stir Welding (FSW) dengan
menggunakan uji tarik.

1.3 Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian diharapkan dapat mengetahui perbedaan benda kerja
yang diberi proses pendinginan dengan benda kerja yang tidak diberi proses
pendinginan untuk mendapatkan kwalitas pengelasan yang terbaik

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan diatas,maka rumusan masalah yaitu bagaimanakah
pengaruh pendingin terhadap kwalitas hasil pengelasan

1.5 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah pada penelitian ini yaitu material yang digunakan
produksi Böhler yaitu VCN 150 untuk komponen tool head media pendingin yang
digunakan air, kecepatan putaran tool 2600 rpm, kecepatan translasi (feeding) 50
mm/menit sambungan yang digunakan lap joint dan mengacu pada standart AWS
(American Welding Society) dan ASTM (American Standart Testing Mekanic)

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika laporan tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bab supaya
maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis dapat tercapai dengan

Page 2
baik. Bab I Pendahuluan dimana bab ini menjelaskan latar belakang yang
melandasi penulisan skripsi, rumusan masalah tujuan penulisan, batasan masalah,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dimana
bab ini berisi tentang teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dasar teori ini
meliputi dasar teori friction stir welding, pengujian mekanik, dan analisis hasil
percobaan FSW. Dasar teori yang ada dikutip dari beberapa buku dan referensi
lain yang mendukung dalam penulisan ini. Bab III Metode Penelitian dimana bab
ini menjelaskan tentang alat pengujian yang digunakan, metode persiapan,
metode pengambilan data, dan metode pengujian yang dilakukan. Bab IV Hasil
Penelitian dan Pembahasan bab ini berisikan data-data dari hasil yang diperoleh
dari proses pengambilan data dan pengujian. Bab V Kesimpulan dimana bab ini
berisikan kesimpulan dari hasil data pengujian serta analisis pengujian dan saran
yang diberikan untuk percobaan penelitian selanjutnya.

Page 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie Norman) las adalah


ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair [1]. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut
bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan
menggunakan energi panas. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam
keteknikan sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan,
pipa pesat, pipa saluran, dan sebagainya. Disamping untuk pembuatan, proses las
dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang lubang
pada coran. Membuat lapisan las pada perkakas mempertebal bagian bagian yang
sudah aus dan macam macam reparasi lainnya. Pengelasan merupakan sarana
untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las
dan cara pengelasan harus betul betul memperhatikan dan memperlihatkan
kesesuaian antara sifat sifat las dengan kegunaan kontruksi serta kegunaan serta
kegunaan disekitarnya. Proses pengelasan itu sendiri dibagi menjadi dua bagian
yakni fusion welding dan solid state welding [2].

2.1.1 Fusion Welding

Proses fusion welding menggunakan panas untuk mencairkan benda


kerja. Pada beberapa fusion welding, bahan tambah (filler) diberikan pada cairan
las untuk memfasilitasi proses pengelasan dan memberikan kekuatan pada
sambungan las. Disisi lain, ada fusion welding yang tidak menggunakan bahan
tambah. Fusion weldingtanpa bahan tambah tersebut dikenal sebagai las autogen
(autogenous weld). Fusion welding dibagi menjadi lima kelompok yaitu [2]

a) Arc welding merupakan kelompok pengelasan di mana panas pada


benda kerja disebabkan oleh sebuah energi listrik atau arc. Arc terbentuk di
antara elektroda dan benda kerja. Berdasarkan elektrodanya, arc
welding dibagi menjadi dua yaitu elektroda yang dikonsumsi dan elektroda

Page 4
yang tidak dikonsumsi. Pengelasan dengan elektroda yang dikonsumsi
antara lain:

• shielded metal arc welding (SMAW)


• gas metal arc welding (GMAW)
• flux-coredarc welding (FCAW)
• electrogas welding (EGW)
• submerged arc welding (SAW)
Di sisi lain, pengelasan dengan elektroda yang tidak dikonsumsi antara
lain:

• Gas Tungsten Arc Welding (GTAW)


• Plasma Arc Welding (PAW)
• Carbon Arc Welding (CAW)
• Stud Welding (SW)
b) Resistance welding merupakan kelompok pengelasan yang mengalami
penggabungan dengan memanfaatkan panas yang berasal dari hambatan
listrik. Arus listrik dialirkan pada kedua benda kerja yang saling menempel.
Proses resistance welding terdiri dari beberapa macam, yaitu :

• Resistance Spot Welding (RSW),


• Resistance Seam Welding (RSEW)
• Resistance Projection Welding (RPW)
• Flash Welding (FW)
• Upset Welding (UW)
• Percussion Welding (PEW)
• High-Frequency Resistance Welding (HFRW)

c) Oxyfuel gas welding merupakan kelompok pengelasan yang


menggunakan bahan bakar gas untuk membuat nyala api. Nyala api tersebut
digunakan untuk mencairkan benda kerja dan bahan tambah. Oxyfuel gas
welding terdiri dari dua macam, yaitu:

• Oxyacetylene Welding (OAW)


• Pressure Gas Welding (PGW)

Page 5
d) Beam welding merupakan kelompok pengelasan yang menggunakan
sinar untuk mencairkan benda kerja. Beam welding terdiri dari dua jenis,
yaitu:

• Electron Beam Welding (EBW)


• Laser Beam Welding (LBW)

e) Other fusion welding processes merupakan kelompok pengelasan yang


memiliki teknologi yang unik (lain dengan empat kelompok di atas).
Kelompok ini terdiri dari dua jenis pengelasan, yaitu:

• Electroslag Welding (ESW)


• Thermit Welding (TW)

2.1.2 Solid State Welding

Solid state welding merupakan proses pengelasan di mana penggabungan


diperoleh dari penerapan tekanan pada benda kerja atau kombinasi antara
penerapan panas dan tekanan pada benda kerja. Jika panas digunakan untuk
mengelas, suhu yang digunakan di bawah suhu cair logam yang akan dilas. Solid
state welding tidak menggunakan bahan tambah [2]. Pengelasan ini dibagi dalam
beberapa jenis:

a) Diffusion welding (DFW) merupakan proses pengelasan di mana dua


permukaan benda kerja saling menempel dengan tekanan tertentu pada suhu
yang tinggi sehingga terjadi penggabungan.

b) Frictionwelding(FRW)merupakan proses pengelasan di mana


penggabungan terjadi karena panas yang diakibatkan oleh gesekan dua
permukaan benda kerja.

c) Friction stir welding (FSW) merupakan pengelasan menggunakan alat


yang berputar (rotating tool), untuk memakan dan menghasilkan panas pada
garis sambungan antara dua benda kerja sehingga membentuk sambungan
las.

Page 6
d) Ultrasonic welding (USW) merupakan proses pengelasan di mana
kedua benda kerja saling menekan satu sama lain dengan tekanan yang
ringan. Permukaan kedua benda kerja yang saling bertemu selanjutnya
digerakkan bolak-balik sejajar dengan permukaan kontak kedua benda kerja.
Gerakan bolak-balik tersebut menggunakan frekuensiultrasonic. Kombinasi
gaya normal dan getaran (gerakan bolak-balik) tersebut menghasilkan
tegangan geser yang melepas lapisan tipis pada kedua permukaan benda
kerja. Pelepasan tersebut menghasilkan ikatan atomic pada permukaan
kedua benda kerja.

e) Forge welding merupakan proses pengelasan di mana dua benda kerja


yang akan disambung, dipanaskan sampai suhu pengerjaan panas dan
ditempa menjadi satu dengan palu.

f) Cold welding (CW) merupakan proses pengelasan dengan menerapkan


tekanan yang tinggi antara dua permukaan benda kerja pada suhu ruang.
Permukaan yang akan disambung menggunakan cold welding harus benar-
benar bersih.

g) Rollwelding(ROW) merupakan proses pengelasan di


mana roll digunakan untuk menekan benda kerja supaya terjadi
penggabungan. Pengelasan ini dapat menggunakan sumber panas dari luar
maupun tidak.

h) Hot pressure welding (HPW) merupakan proses pengelasan di mana


penggabungan terjadi karena penerapan panas dan tekanan. Pengelasan ini
merupakan variasi dari forge welding.

i) Explosion welding (EXW) merupakan proses pengelasan di mana


penggabungan dua permukaan benda kerja diakibatkan oleh energi dari
ledakan bahan peledak.

Page 7
2.2 Friction Stir Welding (FSW)

Friction Stir Welding (FSW) adalah suatu teknologi pegelasan yang


merupakan proses solid-state joining yang bisa digunakan untuk menyambungkan
material yang berbeda. Pada proses FSW, material yang dilas tidak benar benar
mencair pada saat proses berlangsung (temperatur kerjanya tidak melewati titik
lebur benda kerja) sehingga FSW termasuk unconsumable solid-state joining
process [3]

2.2.1. Prinsip Kerja Friction Stir Welding


Dalam FSW, tool pengelasan dengan atau tanpa profil pada probe
berputar dan bergerak dengan kecepatan konstan sepanjang jalur sambungan
antara dua material yang dilas. Benda kerja harus dicekam dengan kuat pada
fixture atau ragum untuk mempertahankan posisinya akibat gaya yang terjadi pada
waktu pengelasan. Panjang dari probe harus lebih pendek dari pada tebal benda
kerja dan shoulder dari tool harus bersentuhan dengan benda kerja.

Gesekan panas (frictional Head) pada FSW dihasilkan oleh gesekan antar
probe dan shoulder dari welding tool dengan material benda kerja. Panas ini
bersama dengan panas yang dihasilakan dari proses pengadukan mekanik
(mechanical mixing) akan menyebabkan material yang diaduk akan melunak
tanpa melewati titik leburnya (melting point) akan menyebabkan material yang
diaduk akan melunak tanpa melewati titik leburnya (melting point), hal inilah
yang memungkinkan tool pengelasan bisa bergerak sepanjang jalur pengelasan,
permukaan depan pinakan memberikan gaya dorong plastis terhadap material ke
arah belakang pin sambil memberikan gaya tempa yang kuat untuk
mengkonsolidasikan logam las.

Gambar 2.1 Prinsip Dasar Proses FSW [3]

Page 8
Part yang akan dilas harus dicekam dengan baik dan ditempatkan diatas
backing plat sehingga beban yang diberikan pada tool dan diteruskan ke benda
kerja tidak menyebabkan bagian bawah plat yang dilas terdeformasi.

Gambar 2.2 Skema Kerja FSW [3]

Panas yang terjadi membuat material yang ada di sekitar pin menjadi
melunak dan akibat adanya gerak rotasi dan translasi dari tool material yang ada
di depan pin bergerak ke belakang pin dan ini terjadi terus menerus selama gerak
translasi berlangsung dan menghasilkan sambungan yang diinginkan.

Gambar 2.3 Heat Zone pada FSW [3]

Akibat adanya panas yang terjadi, maka terjadi peubahan struktur mikro
pada area yang di las, dan dapat dibagi menjadi 4 zona yaitu pada gambar 2.3

1. Base metal, merupakan bagian base material yang tidak terkena


pengaruhpanas yang dihasilkan selama proses FSWberlangsung.

2. Heat-Affected Zone (HAZ), area ini merupakan area yang palingdekat


dengan center dari lokasi pengelasan, material pada area ini sudah
mengalami siklus termal yang menyebabkan perubahan struktur mikro
dan sifat mekanik dari base material, tetapi pada area ini tidak terjadi
deformasi plastis akibat pengelasan.

3. Thermomecanically Affected Zone (TMAZ), pada area ini tool

Page 9
mendeformasi material secara plastis dan tentunya panas yang dihasilkan
pada saat proses pengelasan juga membawa pengaruh terhadap material.
Pada material aluminium panas tersebut memungkinakan untuk
menghasilkan regangan plastis tanpa adanya proses rekristalisasi. Dan
biasanya ada batas yang jelas yang membedakan antara area rekristalisasi
(weld nugget) dan area TMAZ yangterdeformasi.
4. Weld Nugget, adalah area yang secara utuh mengalami rekristalisasi atau
terkadang disebut juga Stir Zone. Area ini merupakan area yang
menghasilkan sambungan akibat gerakan tool [3].

2.2.2. Siklus Proses Friction Stir Welding

Siklus dari proses FSW dapat dibagi-bagi menjadi beberapa langkah


dimana pada masing-masing langkah memiliki aliran panas dan thermal profile
yang berbeda, siklus-siklus tersebut adalah [4]:

1. Dwell Time, Pada langkah proses pemanasan awal dilakukan pada benda
kerja dengan cara membiarkan tool berputar tanpa gerak translasi
(stationery). Pada langkah ini material yang ada dibawah tool
dipanaskanhingga benar benarmelunakdantoolsiapuntukbergerak
translasi sepanjang joint line. Biasanya pada langkah ini juga proses
penetrasi pin/nib dimulai.

2. Transient Heating, pada saat tool mulai untuk bergerak translasi


biasanya ada saat pemanasan sementara dimana pada saat itu panas
yang diciptakan dan suhu pada sekitar tool menjadi tidak stabil dan
bergerak hingga menjadi steady-state pada saat tool sudah mulai
bergerak.

3. Pseudo steady-state, walaupun pada saat proses berlangsung terjadi


fluktuasi suhu pada area sekitar tool tetapi secara termal pada area
tersebut sudah konstan paling tidak secaramikrostruktur.
4. Post Steady State, pada saat menjelang akhir dari proses pengelasan,
panas akan meningkat pada sekitar tool.

Page 10
2.2.3. Depth Of Weld dan Kemiringan Tool

Depth of Weld dapat diartikan sebagai kedalaman titik terendah tool


shoulder yang menembus benda kerja sedangkan kemiringan tool adalah besarnya
sudut yang dibuat antara sumbu tool dengan perrmukaan benda kerja yang harus
diperhatikan karena akan sangat mempengaruhi hasil dari FSW. Kemiringan yang
dibuat adalah 2-4° dimana bagian belakang shoulderlebih rendah dibandingkan
dengan bagiandepannya.

Gambar 2.4 Skema Stir Welding [4]

2.2.4. DesainTool

Desain tool merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi


struktur mikro, profil dan sifat mekaniksambungan. Material tool merupakan
faktoryangmenentukan akan kehandalantool, koefisien gesek, dan pembangkitan
heat. Oleh karena itu tool design merupakan hal yang sangat penting dari FSW.

Hal pertama yang harus diperhatikan pada saat merancang tool yang akan
digunakan adalah pemilihan material yang akan digunakan, beberapa karakter
material yang harus dipenuhi oleh sebuah tool adalah :

1. Memiliki kekuatan yang baik di suhu ruang dan di suhutinggi.

2. Stabilitas material tetap terjaga pada saat suhutinggi

3. Tahan gesek danaus.

4. Material yang digunakan tidak bereaksi dengan bendakerja

5. Memiliki ketangguhan yangn baik

Page 11
6. Thermal expansionrendah

7. Mampu mesin yangbaik

8. Homogen secara microstructure dan masajenis

9. Tersedia luas dipasaran.

Tabel 2.1 Contoh Material Tool FSW dan Aplikasinya [5]

Alloy Thickness Tool material


Mm In
Allumunium alloys < 12 < 0,5 Tool stell, WC-Co
< 26 < 1,02 MP159
Magnesium alloys <6 < 0,24 Tool stell, Wc
Copper and copper < 50 < 2,0 Nickel alloys, PCBN(a),
alloys < 11 < 0,4 tungsten alloys
Titanium alloys <6 < 0,24 Tungsten alloys
Stainless steels <6 < 0,24 PCBN, tungsten alloys
Low-alloy steel < 10 < 0,4 WC, PCBN
Nickel alloys <6 < 0,24 PCBN
(a) PCBN, polycrystalline cubic boron nitride

Hal yang kedua adalah bentuk dari shoulder dan pin dari tool, dua bagian
utama dari sebuah tool yang digunakan dalam FSW adalah shoulder bagian ini
adalah bagian yangmembangunpanasdengan gesekan yang dilakukannya terhadap
benda kerja, bagian ini juga yang menjadi penahan material panas yang ada di
bawahnya. Disamping itu bagian ini pun yang memberikan gaya vertikal ke arah
benda kerja yang menjaga kondisi contact tool dengan benda kerja.

Gambar 2.5 Konfigurasi Desain Tool FSW [5]

Page 12
Pin / Nip / Probe, adalah bagian yang melakukan penetrasi ke dalam
benda kerja, dimana bagian dari tool ini adalah bagian yang mengaduk material
atau mengalirkan material yang sudah melunak akibat panas yang dihasilkan
shoulder, sehingga dapat menciptakan suatu sambungan antara dua material.

Gambar 2.6 Contoh Desain Pin pada Tool FSW [5]

Yang selanjutnya adalah ukuran dari tool, diameter shoulder, diameter


pin, panjang pin dan panjang tool secara keseluruhan diatur sesuai dengan
process yang diinginkan yaitu ketebalan benda kerja, kemiringan tool pada saat
proses, kekuatan sambungan dan clearence antar benda kerja.

2.2.5. Gaya Pada Friction StirWelding

Dibawah ini gaya-gaya yang tejadi pada proses kerja FSW adalah :

a. Downward force, merupakan gaya utama yang dipakai untuk mempertahankan


posisi tool pada atau dibawah permukaan material benda kerja.
b. Traverse force, gaya yang sejajar dengan arah pergerakan tool. Peningkatan
gaya transversal merupakan wujud resistansi material terhadap pergerakan
tool dan sejalannya proses gaya ini akan berkurang sejalan dengan naiknya
temperatur kerja.
c. Lateral force, adalah gaya yang tegak lurus dengan arah dari pergerakan tool
dan merupakan reaksi gaya dari downwardforce.

Page 13
d. Torsi dibutuhkan untuk memutarkantool, besarnya tergantungdari downward
force dan nilai koefisien gesek atau flow strength dari material.

Downward force

Travel direction

Traverse force

Lateral force
Gambar 2.7 Gaya-Gaya pada Friction Stir Welding

2.3 Jenis Sambungan Pada ProsesFsw

Pada pengelasan FSW digunakan beberapa jenis sambugan pengelasan


dan jenis sambungan ini berbeda dengan fusion welding processes. Hal ini
dikarenakan ruang lingkup pengelasan dengan metode FSW memiliki pergerakan
yang terbatas sehingga hanya beberapa jenis sambungan yang bisa digunakan.

2.3.1 Sambungan Butt (Buut Joint)

Dua benda kerja yang dilas pada posisi pertemuan ruas antara bidang
yang bersentuhan, dicekam rigid pada fixture atau ragum. Fixture mencegah
benda kerja berputar dan atau terangkat ketika proses las berlangsung [5]. Tool
pengelasan yang terdiri dari shank, shoulder dan probe berputar dengan kecepatan
dan kemiringan yang telah ditentukan.Tool secara perlahan turun dan masuk ke
dalam ruas pertemuan benda kerja sampai shoulder dari tool menyentuh
permukaan benda kerja dan ujung pin sedekat mungkin dengan backplate.Dwell
time yang singkat dapat membangkitkan panas untuk preheating dan pelunakan

Page 14
material sepanjang garis sambungan.Sampai di akhir pengelasan, tool
ditarik/diangkat ketika tool masih dalam kondisi berputar. Seperti pin yang
ditarik, tool akan meninggalkan lubang (keyhole) di ujung pengelasan. Tool
shoulder yang bersentuhan dengan benda kerja pun meninggalkan bekas semi
circular ripple di jalur pengelasan seperti pada ilustrasi dibawah

1 Workpiece
2 Direction of friction stir toll rotation
3 Friction stir tool
4 Downward movement of friction stir tool
5 Friction stir tool shoulder
6 Pin
7 Advancing side of weld
8 Axial force
9 Direction of welding
10 Upward movement of friction stir tool
11 Exit hole
12 Retreating side of weld
13 Weld face

Gambar 2.8 Deskripsi Proses FSW pada Sambungan Butt [4]

Tool FSW yang berputar bergerak searah dengan alur


pengelasan,permukaan depan dari probe tool, (dibantu oleh feature pada probe
jika ada),memaksaplasticedmaterialdarikeduasisimaterialyangakandilaske arah
belakang probe. Akibatnya material dipindahkan dari permukaan depan tool ke
belakang probe tool (ketika material sedang diaduk) dan ditempa oleh permukaan
shoulder yang bersentuhan dengan bidang benda kerja. Beberapa orang percaya
bahwa gerakan berputar (stirring) bisa memecah oksigen pada permukaan faying,
sehingga ikatan antar sambungan menghasilkan permukaan yang bersih [5].
Perlu dicatat bahwa untukmenghasilkan sambungan yang penuh (closure of root)
maka pin harus sedekat mungkin dengan backplate dan shoulder harus menyentuh
permukaan benda kerja. Open root (kurangnya penetrasi) berpotensi besar untuk
mengalami kegalalan pada sambungan. Pada gambar di atas bisa dilihat bahwa
sumbu dari spindle dan benda kerja tidak benar-benar tegak lurus 90⁰, ada
kemiringan sekitar 0-3⁰, kemiringan ini bisa didapat dengan cara memiringkan
spindle mesin atau memiringkan benda kerja. Hal ini dapat membantu pemadatan
material pada bagian belakang tool, tetapi juga mempunyai kelemahan yaitu

Page 15
berkurangnya kemampuan (ability) untuk eksekusi proses pengelasan non-linear
dan juga bisa mengurangi kecepatan pengelasan (travel speed weld) [6].

Konsekuensi dari metode FSW adalah adanya lubang (key hole) yang
terjadi diakhir pengelasan. Terlebih lagi untuk pengelasan baja dan material alloy
lainnya, pelubangan awal (pre-drill) berdiameter kecil diperlukan di area butt line
yang bertujuan untuk mengurangi gaya yang terjadi ketika tool berpenetrasi ke
dalam benda kerja. Sangat disarankan adanya finishing dari benda kerja
(pemotongan/milling) pada awal dan akhirsambungan karena strength pada
posisi ini memiliki nilai yang palingrendah dibanding posisi lain. Proses finishing
bisa lakukan dengan menghilangkan benda kerja kira-kira setebal benda kerja atau
lebih.

Gambar 2.8 Variasi kekerasan sepanjang sambungan Butt [5]

2.3.2 Sambungan Tumpuk (Lap Joint)

Prinsip operasional dari sambungan tumpuk tidak berbeda jauh dengan


sambungan butt kecuali tidak adanya butt line, dimana tool berada diantara benda
kerja sehingga tool harus menembus benda kerja teratas. Hal ini merupakan
perbedaan yang mendasar antara butt joint dengan lap joint. Pada butt joint,
putaran utama terjadi di permukaan antar sambungan, berbeda dengan lap joint
yang sambungannya tidak berada di permukaan sambungan, tetapi berada diantara
permukaan tumpukan sambungan.Dari desain toolnya pun berbeda, jika pada butt
joint tool FSW hanya memiliki satu shoulder, maka pada lap joint weld tool FSW
memiliki dua shoulder yang lokasinya berada di permukaan benda kerja bawah.

Page 16
1. Advencing side
2. Retreating side
3. Pin
4. Direction of welding
5. Direction of friction stir tool rotation

Gambar 2.9 Tool untuk sambungan tumpuk (Lap Joint) [4]

Pada sambungan tumpuk, ujung probe dari tool FSW harus menembus
benda kerja bagian atas, dan harus menembussebagian padabenda kerja di
bawahnya. Oleh karena itu, ujung pin tidak perlu sampai mendekati permukaan
bawah benda kerja bagian bawah, karena berbeda dengan butt joint, pada lap joint
sambungan las tidak terfokus pada pembentukan penutupan akar (root closure)
[5]. Namun demikian, kita tetap harus memperhitungkan efek dari faktor
kedalaman penetrasi terhadapmekanikal properties sambungan.Takikan pada
kedua sisi dari sambunganmerupakan bagian potensial dari retakan dan
berpengaruh besar dalam sifat mekanik.Secara umum, biasanya sambungan lap
joint tidak sekuat butt joint yang kekuatannya bisa menggantikan fungsi dari
fasteners.

2.3.3 Kelebihan dan aplikasi FSW

Adapun kelebihan dari proses pengelasan dengan menggunakan friction


stir welding yaitu

 Tidak terjadi pelelehan selama pengelasan

 Bisa mengelas semua jenis Alumunium alloys

 Kekuatan las lebih baik debandingkan dengan fusion welding

 Distorsi dan tegangan sisa lebih rendah dari pada fusion welding

Page 17
 Tidak memerlukan bahan pengisi

 Tidak memerlukan gas pelindung

 Tool welding dapat digunakan berulang ulang

 Energi yang dibutuhkan untuk pengelasan lebih rendah dari fusion


welding

FSW dapat digunakan untuk mengelas material alumunium baik satu atau
berbeda series, baja, titanium, tembaga, magnesium alloys, logam paduan dan
komposit matrik logam

2.4 Baja VCN 150 (AISI 4340)

Baja VCN 150 (V155) merupakan baja produksi B𝑜̈ hler yang biasanya
digunakan untuk machinery steels. Baja jenis ini merupakan baja karbon sedang
(medium carbon steel). Baja jenis ini memiliki penamaan sesuai standar, nama
lain dari baja jenis ini adalah DIN 34NiCrMo6, NBN 35CrNiMo6, ASSAB 705,
VCN 150, JIS SNCM 439, SS 2441 dan AISI 4340. AISI 4340 adalah baja
paduan nikel krom-molibdenum memiliki hardenability tinggi dan toughness
sertaability pada kekuatan tinggi di kondisi pemanasan. Sementara itu tetap
menghasilkan tahan fatigue yang sangat baik. AISI 4340 memiliki kandungan
karbon umumnya dalam kisaran 0,38-0,43% wt. Hal ini relatif terbebas dari
temper brittle dan mempertahankanmachinabilitybermanfaat untuk kekerasan
yang tinggi.Komposisikimia dan aplikasi, sifat mekanik, temperatur yang dapat
digunakan jenis material ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3

Tabel 2.2 Komposisi kimia dan aplikasi


DIN C Si Mn P S C Mo Ni Range Of Application
r
34CrNiMo6 0,3 – ≤0,4 0,4 – 0,035 0,038 1,4 0,15 1,4 - Crankshafts, eccentric
0,38 0,7 -1,7 -0,3 1,7 shafts, gear components,
connecting rod

Page 18
Tabel 2.3 Komposisi kimia dan aplikasi
DIN C Si Mn P S C Mo Ni Range Of Application
r
34CrNiMo6 0,3 – ≤0,4 0,4 – 0,035 0,038 1,4 0,15 1,4 - Crankshafts, eccentric
0,38 0,7 -1,7 -0,3 1,7 shafts, gear components,
connecting rod

2.5 Pengujian Tarik (Tensile Test)

Uji tarik bertujuan untuk mengetahui dan melengkapi rancangan dasar


kekuatan suatu bahan dan dapat mengetahui regangan dan tegangan yang terjadi
pada bahan tersebut. Pengujian tarik dilakukan dengan pemberian beban gayatarik
yang semakin besar secara kontinu, kemudian dilakukan pengamatan dari
perpanjangan yang terjadi saat proses penarikan yang dialami benda uji [6].

Pada pengujian tarik memiliki kurva tegangan dan regangan rekayasa.


Tegangan didapat dengan membagi gaya yang terjadi dengan luas penampang
lintang benda uji, sedangkan regangan merupakan perpanjangan yang terjadi
diperoleh dari perpanjangan panjang ukur (gage length) dengan panjang awal,
untuk persamaan tegangan dapat dilihat Persamaan 2.1 dan untuk regangan dapat
dilihat Persamaan 2.2
F
σ= .......................................... (2.1)
Ao
∆𝐿 𝐿1−𝐿0
e= = .......................................... (2.2)
𝐿𝑜 𝐿𝑜
Dimana σ (stress) adalah tegangan (N/mm2), F adalah gaya/beban (N), Ao
adalah luas penampang awal (mm2), e (strain) adalah regangan (mm), ΔL adalah
selisih pertambahan panjang (mm).L1 adalah panjang akhir (mm) dan L0 adalah
panjang awal (mm).Bentuk kurva tegangan dan regangan rekayasa dapat dilihat
pada gambar dibawah.

Page 19
Gambar 2.13 Kurva tegangan-regangan rekayasa [6]

Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva


tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh,
modulus elastisitas, elongasi dan reduksi.

1. Kekuatan tarik

Kekuatan tarik atau kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile


strength(UTS) yaitu beban maksimum yang diberikan pada benda uji dibagi
dengan luas penampang.Untuk rumusnya dapat dilihat Persamaan 2.3.

𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑢 = .................................................... (2.3)
𝐴𝑜
Dimana σu adalah tegangan tarik (N/mm2), Fmaks adalah gaya/beban
maksimum (N), Ao adalah luas penampang awal (mm2).Tegangan tarik
merupakan nilai yang sering menjadi patokan sebagai hasil uji tarik, tetapi
kenyataannya nilai tersebut kurang mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan
bahan.Untuk logam yang ulet kekuatan tariknya terkait dengan beban maksimum.

2. Kekuatan luluh

Kekuatan luluh (yield strength) merupakan tegangan yang dibutuhkan


untuk mendapatkan dalam jumlah kecil deformasi plastis yang ditentukan.
Biasanya sering disebut kekuatan luluh offset ditentukan dari tegangan yang
berhubungan dengan perpotongan antara kurva tegangan-regangan dengan garis
sejajar dengan elastis offsetkurva oleh regangan tertentu seperti pada Gambar

Page 20
2.13. Di Amerika Serikat offset biasanya ditetapkan sebagai regangan 0,2 atau 0,1
persen ( e =0,002 atau 0,001). Untuk kekutan luluh dapat dilihat pada Persamaan
2.4.

𝐹𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡
𝜎𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡 = ........................................... (2.4)
𝐴𝑜
Dimana σoffset adalah tegangan luluh (N/mm2), Foffset adalah gaya/beban
luluh (N), dan Ao adalah luas penampang awal (mm2). Cara yang tepat untuk
mengamati kekuatan luluh ofset adalah setelah benda uji diberi pembebanan
sampai 0,2% kekuatan luluh ofset dan saat beban tidak diberikan maka benda uji
akan bertambah panjang 0,1 sampai 0,2 %, lebih panjang dari keadaan semula.

3. Modulus elastisitas

Pada kurva tegangan-regangan gradien bagian linier awal merupakan


modulus elastisitas.Modulus elastisitas dibutuhkan untuk mengukur kekakuan
suatu bahan, semakin besar modulus maka regangan elastis yang dihasilkan
semakin kecil akibat pemberian pembebanan.Untuk harga modulus elastisitas
pada berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.4 Harga modulus elastisitas pada berbagai suhu

Modulus elastisitas psi x 10-6

Bahan Suhu kamar 400 F 800 F 1000 F 1200F

30,0 27,0 22,5 19,5 18,0


Baja karbon
28,0 25,5 23,0 22,5 21,0
Baja tahan karat austenit
16,5 14,0 10,7 10,1
Paduan titanium
10,5 9,5 7,8
Paduan aluminium

4. Elongasi dan reduksi

Elongasi (ef) merupakan perpanjangan yang diberikan harga persentase


sebagai cara yang umum untuk mengukur keuletan yang diperoleh dari uji tarik
biasanya terjadi pada regangan teknik pada saat patah. Sedangkan reduksi

Page 21
merupakan pengurangan luas penampang akibat penarikan saat terjadi proses uji
tarik dengan harga presentase pengurangan penampang. Untuk mengetahui dan
menghitung perpanjangan dan reduksi penampang dapat dilihat pada Persamaan
2.5 dan 2.6.
𝐿1−𝐿0
𝑒𝑓 = 𝑥 100 % ..................................................... (2.5)
𝐿0

𝐴0−𝐴1
𝑞= 𝑥 100 % ..................................................... (2.6)
𝐴0

Dimana ef adalah elongasi (%), L1 adalah panjang akhir (mm), L0 adalah


panjang awal (mm), q adalah reduksi (%), A0 adalah luas penampang awal (mm2)
dan A1 adalah luas penampang akhir (mm2).
Pada spesimen uji tarik memiliki standar internasional untuk spesimen
uji.Standar spesimen uji yang digunakan adalah standar ASTM, dengan standar
uji sesuai dengan jenis material yang digunakan.

2.6 Kwalitas Pengelasan

Pengelasan bertujuan untuk membuat ikatan metalurgi antara bahan dasar


melalui energi panas. Sumber energi panas yang digunakan bisa berasal dari
pembakaran gas maupun perubahan energi listrik ataupun gesekan antar kedua
bahan dasar.Syarat utamanya ialah energi panas tersebut harus lebih tinggi
daripada titik lebur bahan dasar.Pada suhu tersebut, area pengelasan akan
mengalami proses peleburan secara bersama-sama. Hasilnya berupa suatu ikatan
metalurgi logam. Ada beberapa faktor yang berpengaruh besar terhadap kualitas
pengelasan, antara lain [7] :

 Teknik Pengelasan
Faktor utama yang menentukan seberapa baguskah mutu pengelasan
yang dilakukan oleh seorangpekerja adalah teknik pengelasan yang
digunakan.Faktor ini menimbulkan pengaruh langsung terhadap hasil dari
pekerjaan las.Beberapa aspek terkait teknik pengelasan ini di antaranya posisi
mengelas, kecepatan mengelas, dan bentuk kampuh sambungan.Tidak hanya
aspek-aspek tadi, ukuran elektrode las serta brander las yang digunakan pun turut

Page 22
andil dalam mempengaruhi seberapa rapi pekerjaan pengelasan yang dilakukan.

 Bahan Logam
Sebelum dilas, logam harus dikenai panas terlebih dahulu sampai
meleleh dan wujudnya berubah menjadi lumer. Menariknya sifat logam yang
disambung juga dipengaruhi oleh proses pendinginannya kembali. Jika logam
tersebut didinginkan secara perlahan-lahan, maka sifatnya akan berubah menjadi
kenyal. Sedangkan bila didinginkan secara mendadak dalam waktu yang cukup
cepat, maka karakteristik logam akan menjadi getas.Perubahan kimia yang terjadi
pada logam tadi disebabkan oleh susunan unsur-unsur di dalamnya, khususnya
unsur karbon (C).Hal ini dikarenakan logam yang meleleh pada temperatur tinggi
lebih banyak mengandung gas dibandingkan logam yang meleleh pada suhu
rendah. Akibatnya pengelasan yang keliru akan menimbulkan efek keropos.Guna
mencegah terjadinya pengeroposan, bahan pelindung (fluks) perlu ditambahkan
sewaktu proses pengelasan tengah berlangsung. Usahakan pula supaya
logamlogam yang akan disambung mempunyai titik lebur yang sama. Alhasil,
proses pembuatan sambungan las pun akan menciptakan hasil yang sempurna.

 Pengaruh Panas

Pengaruh panas yang mengenai sambungan las dapat menyebabkan


terjadinya ekspansi dan pemuaian.Hal ini mengakibatkan timbulnya tegangan-
tegangan sekunder yang diinginkan di sekitar sambungan tersebut. Tahukah Anda,
proses pendinginan pada logam yang dilas akan melewati proses pembekuan. Jika
tidak diperhatikan dengan benar, proses tersebut akan menyebabkan terbentuknya
lubang-lubang halus akibat reaksi oksida dan pemisahan.

2.7 Standar AWS (American Welding Society)

Dalam rekayasa dan manufaktur sangat penting untuk memahami


persyaratan. Standard teknik adalah serangkaian eksplisit persyaratan yang harus
dipenuhi bahan atau produk. Jika bahan atau produk gagal memenuhi satu atau
lebih dari spesifikasi yang berlaku, mungkin akan disebut sebagai berada diluar
spesifikasi atau gagal. Pada dasarnya standard standard ini diciptakan untuk

Page 23
meningkatakan tingkat safety yang lebih tinggi,baik yang berdampak
terhadap humanity maupun terhadap sistem itu sendiri.

American welding seciety merupakan suatu lembaga nonprofit yang


berbasis di USA (United States Of America) dimana lembaga ini merupakan
lembaga yang mengeluarkan standart-standart maupun kode-kode pengelasan
yang aman dan layak digunakan. Pada hakikatnya setiap negara memiliki standart-
satndart pengelesannya masing-masing sesuai dengan letak geografis negara
tersebut. Akan tetapi standart yang dikeluarkan oleh lembaga AWS (American
Welding Society) telah diakui banyak negara dan telah banyak digunakan.

Page 24
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian


Dalam penelitian ini adapun langkah-langkah yang dilakukan yang dapat
dilihat pada gambar dibawah
Mulai

Studi Literatur

Pembuatan mata pahat

Persiapan mesin

Proses FSW

Diberi pendingin Tidak diberi pendingin

Sesuai
Tidak
Standart
Ya

Uji Mekanik

Analisa dan Pembahasan

Mulai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir diatas merupakan langkah langkah penelitian yang dilakukan


secara eksperimental yaitu dimulai dari studi literatur, pembuatan mata pahat,
persiapan mesin, proses FSW, diberi pendingin, tidak diberi pendingin, uji
mekanik, dan yang terkahir Analisa dan Pembahasan.

Page 25
3.2 Alat dan Bahan

Secara garis besar alat dan material pengujian yang harus disiapkan adalah
benda kerja pengelasan, tool pengelasan, mesin milling beserta asesorisnya.

3.2.1 Alat
Adapun alat yang dipergunakan untuk mendukung terlaksananya
penelitian ini antara lain

 Mesin yang digunakan untuk percobaan pengelasan dengan metode FSW


yaitu mesin milling konvensional

Gambar 3.2 Mesin milling konvensional

<<

 Alat pencekan benda kerja pada percobaan ini adalah dengan menggunakan
ragum dan pencekam spesimen. Ragum yang digunakan adalah ragum meja
datar yang berfungsi untuk mencekam pencekam spesimen sedangkan
pencekam spesimen yang berfungsi untuk mencekam spesimen

Gambar 3.3 Ragum meja datar dan pencekam spesimen

Page 26
 Welding tool sebagai indikator terjadinya panas sehingga panas yang terjadi
menyebabkan benda kerja melunak kemudian menyatu

Gambar 3.4 welding tool

3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang dipergunakan untuk mendukung terlaksananya
penelitian ini yaitu plat alumunium AA 1050 dengan tebal 2 mm

Gambar 3.5 Plat alumunium

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan mulai dari pembuatan tool head


pengelasan, proses fsw, kemudian uji mekanik (uji tarik).

3.3.1 Pembuatan tool head

• Membuat gambar tool head beserta dimensinya.

• Membuat tool head sebanyak 1 unit untuk pengelasan dengan ketebalan


benda kerja 2 mm

Page 27
3.3.2 Proses Pengelasan
Proses pengelasan yang dilakukan pada pengujian ini menggunakan
mesin milling konvensional

• Melakukan pencekaman pada material yang dilas

• Meratakan permukaan yang akan dilas

• Melakukan proses pengelasan pada 10 spesimen

• Proses pengelasan, diberi coolant pada material setelah tool head melewati
meterial yang telah terlas (proses coolant dilakukan saat pengelasan
berlangsung) dan juga tidak diberi coolantpada material saat pengelasan
berlangsung

• Kemudian melalukan pengujian tarik

3.3.3 Pengujian Tarik


Pengujian tarik dalam penelitian ini menggunakan alat universal testing
machinemerk HUNG TA-5201 kapasitas 18 ton.Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal harus mengikuti prosedur yang merujuk standar ASTM E 8M.
 Mempersiapkan spesimen uji tarik yang belum mengalami perlakuan
panas dan sudah diberi perlakuan panas sebanyak 15 spesimen. Spesimen
raw material dan variasi holding time tempering 50 menit dan 70 menit
hanya 2 spesimen untuk memdapatkan pembuktian fenomena yang terjadi.
 Melakukan pengukuran dimensi yaitu d0(diameter awal) sebesar 12,5 mm
dan L0 (panjang awal) sebesar 50 mm.
 Setelah mengukur dimensi spesimen, menginput data ke dalam aplikasi
kurva uji tarik. Kemudian mengatur posisi spesimen pada alat uji tarik,
dengan memposisikan secara tegak lurus dan sejajar. Pertama menjepit
bagian atas tetapi jangan terlalu kencang, melihat kembali posisi spesimen
sudah sejajar atau belum, kemudian menjepit kedua sisinya dan kunci
seperti terlihat pada Gambar 3.5.

Page 28
Gambar 3.5 Posisi peletakkan spesimen uji tarik

 Meletakkan gauge length (sensor panjang) pada ukuran 50 mm. Kemudian


melakukan proses penarikan dengan pemberian beban secara bertahap
hingga spesimen putus.
 Melihat fenomena yang terjadi hingga putus, mengambil kembali
spesimen dan mengukur d1 (diameter akhir). Bagian yang diukur adalah
diameter pengecilan pada kedua sisinya.
 Melakukan prosedur yang sama untuk semua spesimen.
 Memasukkan semua data yang didapat kedalam tabel pengujian.

No Speed Load @ Peak Elong@ peak Stress@ peak


(rpm) (N) (mm) (N/mm2)

3.4 Dimensi tool head friction stir welding (FSW)

Adapun dimensi tool head friction stir welding yang dipergunakan adalah
sebagai berikut.

Page 29
DAFTAR PUSTAKA
1. DIN (Deutsche Industrie Norm)

2. Sindokou. Welding metalurg. Second edition

3. Thomas WM. Nicholas ED. Needham JC. Murch MG. Temple-Smith P.


Dawes CJ. 1991. Friction-Stir welding

4. AWS (American Welding Society). 2014. structural welding code -


aluminum

5. Rowe CED. Thomas. Wayne. 2006. advances in tooling materials for


friction stir welding. TWI & Cedar Metal.

6. Bondan T. Sofyan. 2011. Material Teknik. Salemba Medika

7. http://arafuru.com/sipil/3-faktor-yang-mempengaruhi-kualitas-
pengelasan.html (Dilihat pada tanggal 13 juli 2017)

Page 30

Anda mungkin juga menyukai